“T-Tuan …,” sebut Dave terbata saat melihat wajah Aldo di layar. Dia nampak begitu terkejut.
Kehadiran Aldo saja sudah membuatnya kaget bukan main, apalagi melihat ekspresi Aldo yang sangat menakutkan.
“Kau masih nanya? Aku belum membuat perhitungan denganmu!” lontar Aldo garang.
“Urus bodyguardmu itu atau aku kirim dia ke neraka sekarang juga!”
Tit!
Aldo memutuskan panggilan secara sepihak bahkan sebelum Dave memberi tanggapan. Setelahnya ponsel Amor sudah langsung berdering berjarakkan 3 detik saja usai Aldo menekan icon merah pada handphonenya.
“H-halo …,” Amor menjawab agak gagap. Lebih-lebih melihat sorotan mata Aldo yang menatapnya tajam.
Tentu saja itu adalah telepon dari Dave. Tak ingin hal buruk sungguh terjadi, Dave bergegas bertindak menyelesaikannya.
Sesaat wajah Amor telah berubah pucat. Entah apa yang dibicarakan Dave, Aldo dan Dyta tidak bisa mendengar
Sekarang ini Aldo dan Dyta berada di dalam ruangan pribadi Dyta di kafe, ruang yang biasanya digunakan Dyta untuk beristirahat atau ketika ada kepentingan lainnya.Di sana terdapat sofabed yang empuk, lalu juga tempat tidur, kamar mandi layaknya ruangan pribadi di ruang presdir sebuah perusahaan. Yep, persis ruangan Aldo.Brug!Aldo lebih memilih merebahkan diri pada kasur, karena rasanya punggungnya itu sakit semua saking lelahnya.“Nyamannya,” gumam Aldo sambil menguap.Obrolan santai pun mengawali.“Kamu pasti begadang lagi ya …,” tebak Dyta. “Begadang aja terus. Nyari penyakit!” sinisnya mengerucutkan sudut bibir.Aldo tak berkutik karena tebakan Dyta tidak salah sedikitpun. Dia memang kurang tidur 2 hari ini. Sejak pulang dari Ciwidey ia sibuk mengurusi urusan kantor yang membludak di kala omset perusahaan yang meroket pesat, belum lagi harus mengurusi orang-orang yang menjahili perusaha
Aldo sudah berada di dalam ruangannya lagi saat ini, sedang berhadapan sama Dave. Ia menatap Dave dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.“Jadi ini hal penting yang kamu maksud?” ucap Aldo kaya akan kegeraman.Bagaimana tidak? Dia buru-buru pulang dari tempat Dyta, balik lagi ke kantor hanya untuk menemui Dave yang katanya mau membicarakan hal penting. Namun kenyataannya ….“Maafkan saya, Tuan … tapi dia bodyguard terbaik.”Yup, Dave membahas soal Amor. Bahkan, dia mengajak serta Amor menemui Aldo. Jadi, di dalam ruangan itu saat ini tak hanya ada dia saja tapi juga Amor. Wajah yang pastinya paling tidak ingin dilihat Aldo. Bagaimana dia tidak membuat Aldo murka?Sekarang malah bertambah gemas setelah mendengar kalimat tanggapannya itu.“Terbaik kau bilang? Coba tanyakan kesalahan apa yang dia perbuat.”Walau sangat kesal, Aldo masih berusaha berbicara dengan nada rendah.&ldq
Aldo lalu berpikir idenya ini begitu sempurna, itu satu-satunya cara terbaik untuk melindungi Dyta dari mala bahaya. Dia pun bergegas mengirim sopir untuk menjemput Dyta agar tinggal di mansionnya sementara waktu."Bila perlu selamanya tinggal bareng aku juga nggak apa-apa sih," kekehnya seorang diri.Setelahnya, Aldo bisa lebih tenang. Apalagi ketika sang sopir mengabarkan telah berhasil membawa Dyta pulang ke mansionnya. Ia juga mengirimkan beberapa pengawal untuk berjaga-jaga di rumah dan berpesan agar tidak memperbolehkan Dyta keluar kemanapun.Sementara dia sendiri belum langsung kembali ke mansion, masih sibuk menyelesaikan kerjaannya yang sangat banyak. Sekitar jam 7 malam, dia baru pulang. Dan pastinya langsung disambut serangkaian kalimat protes dari Dyta.&ldqu
Dia lalu mengejar langkah Dyta, setelah cukup dekat dengan perempuan kesayangannya, didekapnya tiba-tiba tubuh jangkung di hadapannya cukup susah payah.Hek!Kemudian diangkatnya segera tubuh yang cukup tinggi itu ke dalam pelukannya ala-ala bridal membuat Dyta terkesiap. Tentu dia seketika memekik Aldo."Kamu ngapain? Lepasin!" berontak Dyta memukul-mukul dada bahu Aldo.“Terus membiarkan kamu pergi, tidak akan!”“Dasar reseh! Cepat lepasin aku!”Dyta masih terus memberontak membuat Aldo kuwalalahan karena dia cukup berat, Dyta sangat tinggi hampir sebanding dengannya, jadi Aldo harus menguras tenaga yang besar buat menggendong Dyta. Apalagi dia ters bergeliat seperti ini.“Diamlah, nanti kita jatuh!” kata Aldo dengan suara sedikit tertahan karena sedang menahan beban.“Bodoamat, makanya turunin aku!”“Jangan mengancamku, nanti kamu nyesel ya. Aku bawa kamu ke
“Emang beneran enak banget apa?”Dyta tak sabar ingin mencicipinya. Aldo tak menanggapi apapun, hanya memperhatikan kekasihnya itu menyendoki kuah sup serta satu potongan cumi pada sendok lalu kembali menuju mulut.Ting nong!Ketika suapan pertama berada di depan mulut Dyta, bel pintu tiba-tiba berbunyi menarik perhatian pasangan itu.“Siapa yang datang?” gumam Aldo yang tentu dapat didengar oleh Dyta.Usai menyuapkan sup pada mulutnya, barulah Dyta menyahut.“Mungkin kamu punya janji sama klien,” tebaknya sambil menguyah.“Biar saya saja yang buka, Tuan.” Bi Imas bergegas keluar dari dapur.“Bilang aja Tuan lagi makan, Bi. Kalau dia ada perlu suruh tunggu aja,” sambung Dyta.“Baik, Nona.” Bi Imas bergegas menuju pintu utama.“Ngomong-ngomong ini beneran enak banget,” alih Dyta yang sudah menyendok sup lagi untuk kali ketiga.
Aldo bergegas membuka aplikasi sosmednya pada ponsel di genggamannya. Mencari postingan dengan kata kunci “trending topik hari ini.”Mendapatkan wajah orang-orang itu yang tak disensor membuat ekspresi Aldo semakin dingin saja.“Jadi memang mereka yang melakukan semua ini?"Aldo sempat melupakan tentang yang satu ini, dia belum menanyakan pada Dave lagi pasca bahasan mereka di Bukit Tinggi beberapa waktu lalu karena saking sibuknya dia. Lagipula terlalu banyak yang harus mereka bicarakan beberapa waktu ini.Orang-orang yang terpampang jelas pada salah satu artikel yang dibuka Aldo ternyata memang sangat dia kenal, tepat seperti tebakannya sewaktu di Bukit Tinggi, yang melakukan kejahatan besar tersebut tak lain adalah Recky dan gengnya.Lebih tepatnya yang ada di sana ada wajah Recky dan Robert, sisanya 3 orang lainnya Aldo tidak mengenal mereka.Aldo begitu terkesiap. Namun wajahnya itu lebih kaya akan dendam membara
"Di sini gelap, mending kita jalan kesana yuk," ajak Aldo. "Nggak mau ah, justru nyari tempat yang gelap biar kelihatan bintang-bintang di atas sana," sahut Dyta menunjuk ke atas langit nan jauh dengan mata berbinar. "Indah banget!" serunya girang. Senyuman lebar memenuhi wajah mungilnya. Aldo hanya menoleh pada apa yang ditunjuk oleh Dyta sekilas saja, setelah itu lebih tertarik menatap gadis kesayangannya ini yang baginya sangat cantik malam ini. Padahal Dyta tidak berdandan, juga hanya berpakaian biasa saja. Mengenakan sehelai t-shirt berwarna abu-abu yang dikombinasikan dengan celana pendek 5 senti di atas lutut. Terlihat sangat santai. Mungkin pengaruh pancaran sinar remang-remang rembulan yang melebur satu de
"Tapi nanti malah kamu yang kedinginan," cemas Dyta balik."Nggak masalah, aku pria."Dyta sontak terkekeh singkat, "Memang apa hubungannya, pria nggak bisa dingin gitu?""Dingin sih dingin, tapi pria harus tangguh! Harus bisa melindungi wanitanya! Sekalipun mempertaruhkan nyawa!"Kalimat Aldo membuat Dyta seketika menoleh padanya, menatap serius sepasang mata tegasnya. Aldo juga membalas tatapannya sehingga pasangan itu kembali saling menoleh. Keadaan seperti ini berlangsung cukup lama.Entah bagaimana perasaan Aldo saat ini, yang jelas kalimatnya itu berhasil melukiskan perasaan bahagia yang memenuhi lingkup hati Dyta. Kata-kata yang terdengar begitu sederhana mampu membuat jiwanya seakan menari di atas awan. Begitulah kekuatan cinta.Biasanya suasana begini akan mendorong sepasang kekasih berkeinginan meluapkan perasaan mereka, demikian juga yang terjadi pada pasangan itu. Sekian detik kemudian, Aldo tiba-tiba mendekatkan wajahnya mendeka