“Kamu sedang apa di sini? Ketemu mereka ya? Aku nggak nyangka ternyata kau juga kenal pengkhianat-pengkhianat ini,” lontar Aldo sarkas yang membuat Dimas agak salah tingkah pastinya.
“Hah? E ….”
Dimas terdiam sejenak dengan ekspresi tegang. Aldo tersenyum sinis tapi ketika Dimas tak melihatnya. Sesaat ia memperdalam aksinya.
“Kenapa? Kamu kok jadi tegang?” Dia optimis dapat mengurik sedikit informasi penting.
Sejenak Dimas tanpa sengaja melihat sepatu Aldo yang terdapat percikan kopi. Senyuman tiba-tiba merekah di wajahnya.
“Oh … teman ngopi, Bro. Mereka teman ngopiku,” sahutnya dengan santai.
Aldo melengkungkan alis tak begitu mengerti. Akting Dimas terlalu sempurna. Dia benar-benar manusia licik yang tidak bisa diremehkan.
“Aku sering ketemu mereka di kafe, jadi sering ngopi bareng terus lama-lama jadi akrab kayak sekarang,” terang Dimas lebih rinci.
Al
“Ayolah, seharusnya kalian berdua membongkar semuanya sekarang! Atau kalian ini sungguh pecundang tak berguna yang tak akan membalas walau telah dihina habis-habisan oleh Dimas?” Aldo menunggu dengan sedikit tidak sabar apa tanggapan Recky dan Robert dikatai seperti ini oleh Dimas. Sekian detik selain suasana tegang yang mendominasi, keheningan juga berlangsung. Yang terjadi hanya Dimas dan kedua orang itu saling beradu tatap serta Recky nampak mengepalkan tinju di bawah sana. Dia sepertinya luar biasa murka tapi masih berusaha menahan diri. Aldo tak mengerti apa yang terjadi, cukup lucu … mereka berdua yang begitu berani terhadapnya di masa lalu ternyata memiliki rasa takut yang terkesan berlebihan dalam menghadapi Dimas, padahal mereka harus menerima penghinaan seperti ini buat apa masih menyembunyikan segalanya? Terlebih Aldo tak mengetahui ancaman tempe Dimas tadi terhadap mereka. Sesaat hal di luar nalar justru terjadi. Bukannya menanggapi kalimat Dimas,
“Sekarang kamu bisa jelasin apa maksud ucapan teman ngopimu itu?” cecar Aldo kemudian. “Pengecut yang menyebabkan penyesatan? Kedengarannya menarik!” Aldo menyipitkan mata memasang ekspresi curiga yang teramat. “B-bukan apa-apa,” kilah Dimas sedikit gagap. Mendapatkan pertanyaan demikian tentu membuat dia canggung. Bisa-bisa kebusukannya tercium, itu yang dia takutkan. Tak disangka, Dimas ternyata cukup polos dalam hal ini, dia mengira Aldo tidak mengetahui kebusukannya karena sikap elegan yang ditunjukkan Aldo padanya. Dia berpikir Dave tidak memberitahukan Aldo mengenai semua perlakuan buruknya itu. Lagipula, Dimas tak tahu tentang seberapa dekat hubungan Aldo dengan Dave, pikirnya mereka hanya sekadar bos dan anak buah saja yang dimana seorang pegawai pasti akan mempertimbangkan banyak hal untuk ikut campur urusan majikannya lebih dalam. Intinya dia berpikir Aldo tidak mengetahui apapun tentang keburukannya sebab sandiwara Aldo maupun Dave sangat a
Usai memastikan urusan itupun beres, mereka baru balik ke kantor. Di pertengahan jalan, Aldo yang sedang menatap keluar jendela mobil tiba-tiba pandangannya menangkap sesuatu di luar sana hingga ia menegakkan posisinya. Ekspresi Aldo seperti mendapatkan kejutan.“Itu kan ….”“Tepi, Dave tepi!” titahnya segera menghentikan kemudi Dave. “Buruan!”Suara Aldo yang terdengar sangat panik mengejutkan dia hingga mengerem mendadak. Hampir saja mobil belakang menabrak mereka. Tentu sopir kendaraan itu begitu murka.“Woi! Bisa nyetir nggak? Percuma pakai mobil mewah!” pekik pemilik mobil belakang saat melewati mereka, dan berhenti sejenak di samping mobil Aldo dan Dave.Dave pun hanya bisa menempelkan kedua telapak tangannya sambil mengucapkan kata legend, “Maaf!”“Maaf, maaf … kalau nggak bisa nyetir jual aja SIM-nya!” cerca sopir tersebut yang adalah seorang peremp
Bukannya menanggapi kalimat Cecep, Aldo malah mengalihkan topik dengan memuji teman Dyta yang juga merupakan temannya sejak menjalani masa-masa sulit itu.“Hah?” Cecep sontak menoleh pada lengan tangan kirinya dimana Aldo mendaratkan pandangan. Ternyata yang dimaksudkan Aldo keren itu adalah mengenai tato kepala singa yang terlihat jelas ketika ia mengangkat tangan.Wajar Aldo begitu antusias, Cecep terkenal culun bagaimana bisa sekarang malah memiliki tato, garang begitu pula. Jelas sangat menarik perhatian.“Oh … kamu bisa aja. Biar terlihat lebih berani saja, biar nggak dianggap lemah terus sama orang-orang,” kekehnya.“Hahah … bener juga. Kamu memang terlihat lebih macho dengan gambar itu!” puji Aldo sekali lagi.Yah walaupun dalam hati Aldo sedang berpikir, “Tetap aja kamu ditindas kayak tadi.” Miris ia rasakan.“Iya sudah, aku pergi dulu. Kalau ketemu lagi lain waktu a
Pekikan Aldo begitu kencang, tentu berhasil membuyarkan lamunan Dave, tapi juga tidak sampai terkejut yang terlalu berarti.“Maaf, Tuan.”Usai mengucapkan permintaan maaf ia bergegas berlarian cepat menuju ke arah Aldo.“Ngelamunin apa sampai bengong begitu?” kepo Aldo sekali lagi.“E ….”Dave tampak bingung harus jawab apa, membuat Aldo curiga saja.“Apa yang kamu sembunyikan?” cecar Aldo sedikit memiringkan kepala.Masalahnya, Dave sendiri belum jelas dengan pemikirannya yang tadi. Kalau dia serta merta mengungkapkan yang ada di kepalanya, urusan mungkin akan ribet seandainya apa yang dipikirkan tidaklah benar.Seperti biasa, Dave juga bukan orang yang ceroboh. Sebelum menyampaikan informasi apapun dia selalu harus memastikan dulu krediblenya. Kalau sudah pasti, baru dia akan membeberkan semuanya.“I-itu … aku tiba-tiba keingat perempuan yang hampir na
”Habis ini kamu pasti nggak akan katrok lagi, nggak akan udik liat cewek seksi!” kekeh Aldo membuat sopir taksi meliriknya dari spion atas. Aldo yang menyadarinya secepatnya memperbaiki diri.“Ehem. Kita ke Royal Morgan, Pak!” titahnya mengalihkan perhatian sang sopir.“Siap, Bos.”Usai itu suasana kembali menghening. Aldo jadi teringat lagi pada kejadian yang barusan terjadi. Dan, situasi begini juga selalu mengingatkan dia pada masa-masa sulitnya dulu. Boro-boro ada perempuan yang menggodanya seperti tadi, melihatnya saja mereka semua akan mengipas-ngipas tangan menghina dia bau keringat. Hanya Dyta yang mau dekat-dekat dengannya. Aldo merenung miris."Duit memang nggak bisa membeli segalanya, tapi duit berpengaruh besar terhadap status sosial," batinnya lirih."Aku bersyukur bisa menemukan cewek kayak Dyta sebelum aku berhasil seperti sekarang. Jika tidak pasti akan sangat sulit membedakan mana yang benar-bena
Aldo sampai memutar tubuhnya mengikuti laju mobil Dave yang sedang mencari tempat parkir di depan gedung Royal Morgan yang hampir full terpakai, barangkali dia salah lihat pikirnya. Usai memastikan dengan lebih teliti, dia pun bisa memastikan penglihatannya tidak salah. Itu memang mobil Dave!“Dia ngapain di sini? Bukannnya ke hotel?!”Sejenak Aldo agak tertegun, “Atau mungkin dia bawa cewek itu kemari?”Manik Aldo bahkan membesar. Apalagi mengingat Dave yang yang terlampau polos soal beginian, Aldo jadi begitu yakin mungkin memang benar dugaannya. Dave membawa perempuan kecentilan itu ke kantor! Tentu membuatnya panik. Aldo sampai menggigit sudut bibirnya sekilas menandakan betapa gregetannya dia.“Kalau kamu sampai ngelakuin hal ini Dave, serius bakal aku kasih pakai ruang pribadiku buat kau dan dia, aku kunci kalian berdua di dalam! Bila perlu aku cekokin obat kuat sekalian!”Aldo tampak menyipitkan mata meras
Dia tidak peduli lagi apa tanggapan kepala Ob itu, tepatnya tak mau tahu. Diletakkannya kembali gagang telepon pada tempatnya, memperbaiki posisinya baru memberi jawaban pada orang yang mengetuk pintu di luar sana.“Masuk!”Jegrek!Dan … tebakan Aldo benar. Dave muncul dari balik pintu.“Hai, Dave …,” sapa Aldo segera sambil beranjak dari posisi duduk.Pria di depan pintu tampak menyentuh hidung karena bau pengharaum ruangan yang disemprot Aldo tadi sungguh terlalu berlebihan begitu menyengat menyerbu hidungnya. Jika di ruangan kerja Aldo saja masih tercium, entah bagaimana kabarnya di dalam ruang istirahatnya sana.“Tuan, apa pengharum ruangan yang baru beli kemarin bocor? Kenapa berlebihan begini?” komen Dave menerka sembari melangkah memasuki ruangan. Yah, mungkin begitu. Jika ia tentu dia harus membuangnya segera lalu beli lagi yang baru sebelum Aldo marah.“Nggak kok, wangi