“Memang, kamu sudah melakukan banyak untuk membantuku, tapi … aku belum bisa mempercayaimu lagi hanya karena semua itu, kecuali ….”
Dave memberanikan diri membalas tatapan Aldo detik ini, hingga sepasang manik mereka saling bertemu. Aldo melengkapi kalimatnya segera.
“Kamu bisa menyeret orang yang memalsukan produk Royal Morgan ke hadapanku!”
“Kalau saya mengatakan saya sudah tau dalangnya siapa, apa Anda akan percaya, Tuan?”
Jawaban Dave jelas begitu mengejutkan, Aldo sampai berkedip dan ekspresinya itu … entah bagaimana harus mengartikannya.
Bagaimana tidak, sedangkan pihak berwajib saja masih kesulitan dalam mengungkapkan kasus pemalsuan tersebut, tapi Dave dengan serta merta mengatakan dia mengetahui siapa pelakunya. Sungguh luar biasa!
Namun, setelah semua yang dilakukan Dave, Aldo juga tidak bisa meremehkan kemampuan mantan asistennya ini. Mungkin dia memang mengetahui semuanya,
“Tapi kalau mau melaporkan juga boleh saja, Tuan … yang terpenting para pengikutnya disikat dulu, Anda kenal dekat siapa mereka ….” Giliran Aldo yang melengkungkan alis, “Jangan bilang Recky dan gengnya!” tebak Aldo menggebu. Satu per satu wajah ketiga mantan sahabatnya itu muncul di kepalanya, bayangan Dirly yang hinggap paling lama. Mungkin karena mereka belum lama ini sempat berinteraksi. Aldo jadi berpikiran jelek, bukankah kejadian keracunan terjadi setelah dia pulang dari Ciwidey, ataukah pendekatan yang dilakukan Dirly hari itu ada hubungannya dengan urusan tersebut? “Kalian tidak akan semudah itu menghancurkanku lagi!” batinnya merasa puas tidak terpancing oleh Dirly waktu itu. Aldo masih menantikan jawaban dari Dave. Namun saat Dave akan membuka mulut menjawab pertanyaannya, Bagas tiba-tiba muncul yang disertai Alya di belakangnya sedang mengejar putranya itu. “Jangan kesana, Bagas … tidak boleh ganggu Om Aldo!” Teriakan Alya terdenga
Kalimat Bagas membuat semua orang saling menoleh satu sama lain, pada akhirnya seisi meja terfokus pada Alya, meneliti ekspresinya seakan ingin meneriakan, “Yang sabar ya, Alya.”Kalimat itu selalu menjadi momok menakutkan bagi keluarga Eduard, akhirnya mereka harus mendengarnya malam ini.Dyta yang duduk paling dekat dengan Alya, di samping kiri ada Bagas, Dyta berada di samping kanannya. Tangan Dyta reflek terangkat mengusap lengan perempuan itu, memberinya kekuatan dalam menghadapi kalimat tersebut.Hening sejenak, masih bagas yang bersuara kembali,“Teman-teman Bagas sering diantar sekolah sama papa mereka, Bagas nggak pernah, Bagas juga mau kayak mereka.”“Ma, papa dimana? Bisa nggak suruh papa pulang ke sini?”Detik ini, air mata Alya sudah tak terbendung lagi. Setetes cairan bening yang dia tahan mati-matian akhirnya mengalir juga dari sudut mata, disekanya segera sekaligus membersihkan seluruh yang
Aldo bisa saja berpikir ingin menghancurkan orang yang telah memperkosa adiknya tercinta, membunuhnya bila perlu, atau menyeret dia ke dalam penjara untuk disiksa dengan kejam seumur hidup, tapi apakah bisa demikian? Bagas sangat menginginkan papanya.“Tidak! Kejahatan ini harus dibalas setimpal! Bila perlu Bagas harus tau siapa ayahnya, biar dia sendiri yang menghakiminya dewasa kelak!” tekan Aldo kemudian.Yah! Kejahatan ini terlalu menyakitkan, dan tidak dapat diberi ampun!Saat ini Aldo sedang menyendiri di luar. Membiarkan dinginnya udara malam menusuk hingga ke dalam tulang, dia tak lagi memedulikannya. Teringat pada kejadian barusan membuatnya begitu terpukul.Ia merebahkan diri duduk pada lantai yang berlapiskan keramik corak kayu di bibir teras rumah sederhana yang ditempati keluarga Eduard sedari awal ketika mereka mampu membeli hunian lagi. Aldo sempat menawarkan rumah mewah di kala ia semakin jaya, tapi Erlan menolak serta merta.
Dave dan Aldo berada di Royal Morgan saat ini, persisnya di tentu di dalam ruangan presdir. Hampir satu jam yang lalu Aldo tiba di Jakarta, dan langsung menuju kantor usai mengantar Dyta pulang ke indekosnya, dia sudah tidak sabar ingin bertemu Dave untuk membahas banyak hal.Begitupun dengan Dave yang tidak sabar ingin bekerja lagi. Dia sudah menunggu Aldo lebih dari 2 jam di dalam ruangannya. Tidak ada yang mengetahui Dave dipecat oleh Aldo beberapa waktu ini, hanya para petinggi perusahaan saja yang tahu akan hal itu. Karena itu, sekretaris Aldo yang baru membiarkan Dave menunggu Aldo di dalam ruangan presdir.“Sebelum lebih jauh, bisa kau jelaskan padaku apa maksud dari rekaman ini?” Aldo menyodorkan ponselnya memperlihatkan video yang direkam Zack, yang menampilkan Dave dan Dimas sedang bercengkrama, tapi tak ada suara karena direkam dari kejauhan.Dave agak kaget melihat rekaman tersebut, ia tidak menyangka ternyata Aldo diam-diam mengirim oran
Yang dimaksudkan Aldo pastinya mengenai Dave yang memblokir nomor Dyta, dia yakin Dave memiliki alasan khusus untuk yang satu ini. Mungkin masih ada kaitannya dengan Dimas, entahlah … dia sangat menantikan klasifikasi dari pria itu agar dapat menjadi bahan pertimbangan baginya, harus mengembalikan posisi Dave atau tidak.Sedangkan Dave sendiri juga mengerti apa yang dikatakan Aldo pastinya, lagipula majikannya itu benar, dia memang menyimpan banyak rahasia.“Baiklah, saya akan menjelaskan semuanya,” tanggap Dave setelah beberapa saat terdiam.“Pertama-tama mengenai nomor nona yang saya blokir, sebenarnya memang ada hubungannya dengan Dimas ….”Sesuai dengan dugaan Aldo serta apa yang dilaporkan Zacky, bahwa Dave dan Dimas kemungkinan terlibat kerjasama.Aldo masih ambigu, karena penjelasan di awal tadi jelas mengartikan Dave tidak ada hubungannya dengan pria itu, tapi sekarang ….Namun dia tidak m
“Sebenarnya masih ada satu hal lagi yang membuat saya berusaha memisahkan Anda dari nona,” lanjutnya. “Adalagi? Kebodohan apalagi yang membuatmu begitu tidak berguna?” Dave tidak marah ataupun tersinggung saat dikatai seperti ini, dia memang sudah melakukan banyak kebodohan, dia sendiri menyadarinya, apa yang perlu disangkal? “Dimas bilang, dia akan menghancurkan semua orang yang dekat dengan Anda termasuk nona,” ungkap Dave to the poin. Aldo jelas terbelalak mendengar ini, ia reflek menegakkan posisinya menyimak lebih serius penjelasan Dave. “Karena saya ingin melindungi nona. Setidaknya jika tidak bersama Anda, hidupnya akan lebih aman.” Aldo menggeleng-geleng sekarang. Dia bisa mengerti apa yang membuat Dave ketakutan setiap dia bersama Dyta, tapi jelas-jelas ini terdengar lebih tak masuk akal! “Kamu benar-benar parah, Dave … seharusnya kamu memberitahukan semua ini padaku ….” “Setidaknya aku bisa mengirim pengawal u
“Oh iya, jangan lupa carikan bodyguard untuk jaga Dyta,” tambah Aldo.Tentu setelah mengetahui semuanya, dia merasa perlu melindungi Dyta. Tak hanya bodyguard untuk Dyta, tapi dia meminta Dave mengirimkan pengawal buat berjaga-jaga di kediaman ayah dan ibu Dyta, lalu tak lupa juga dengan kedua adik perempuan Dyta.Aldo tak ingin mengambil resiko, sebelum semuanya terlambat dia merasa harus berjaga-jaga. Dimas sungguh terlalu berbahaya. Klan Ponix terkenak bringas dan kejam.Yang jadi masalah, semua terlalu dadakan. Aldo juga tidak mengkonfirmasikan pada yang lain lebih dulu sebelum mengirim pengawal, hal ini jelas membuat heran keluarga Dyta pastinya.Para pengawal yang tiba-tiba muncul di kediaman mereka, lalu bodyguard untuk menjaga Maura dan Yunna, kemanapun mereka pergi 2 pria tinggi tegap akan mengikuti langkah mereka, selain sangat mengejutkan juga membuat mereka tak nyaman.Jangankan keluarganya, Dyta saja merasa kesal pada Aldo,
“Apa nggak salah, kamu masih bertanya siapa dia?” Sekarang giliran Aldo yang kebingungan. “Maksudnya?” Awalnya Dyta ikut melongo melihat ekspresi Aldo yang sepertinya tidak tahu apa-apa, tapi sejenak dia berpikir mungkin kekasihnya ini sedang mengerjainya, dia pun semakin kesal saja. Prok! Dipukulnya pundak Aldo kuat-kuat hingga pria itu meringis kesakitan. Saat Aldo baru membuka mulutnya hendak melempar protes, Dyta lebih dulu bersuara. “Masih ingin bercanda? Nggak lucu tau nggak!” maki Dyta geram. Dia bahkan tidak memberikan jeda sudah menambahkan lagi. “Liat, gara-gara perbuatanmu kafeku jadi sepi!” Ia menatap miris keadaan kafenya, wajah Dyta terlihat murung detik ini. Melihatnya seperti ini, Aldo pun semakin kebingungan, ia sampai menggaruk-garuk kepala sambil turut mengintip kedalam dengan ekspresi polos. “Puas kamu!” bentak Dyta kemudian dengan suara yang tidak begitu kencang, dia tidak ing