Zaman secanggih ini, mencari orang hilang jika nomornya masih aktif tentu tidak akan terlalu sulit. Hanya saja kepanikan sering kali membuat seseorang lupa segalanya. Bukan hanya Aldo, semua orang melupakan hal ini termasuk pihak kepolisian sekalipun. Mungkin saking paniknya mereka semua mengingat siapa Aldo.
Apalagi bagi Aldo, dia bahkan tidak membutuhkan melacak Dyta melalui nomor ponselnya, cukup satu kali klik pada salah satu icon spesial di layarnya saja.
Ponselnya itu dirancang khusus oleh seorang alih teknologi tidak dijual dimanapun, dia memesannya khusus dari anak dalam negeri yang sangat berbakat beberapa bulan lalu. Begitupun milik Dyta adalah sepasang dengan kepunyaannya, kedua alat komunikasi itu saling terkoneksi satu sama lain asal syaratnya handphone mereka sama-sama menyala maka akan dengan mudah dilacak.
Usai mengeluarkan benda pipih dari dalam saku, Aldo bergegas mencari menu pelacak tersebut, mendapatkannya ia lalu menekan icon pengaktifan se
Sikap Aldo dinilai Dyta agak berlebihan, tepatnya dia juga merasa risih Aldo mendekapnya begini erat.“Kamu kenapa sih, Do? Ngomong ngawur gitu juga,” protesnya tanpa rasa berdosa sambil menggerak-gerakkan badan berniat melepaskan diri, tapi Aldo sepertinya tidak peka, malah mempererat dekapannya.“Kamu masih nanya kenapa? Kamu menghilang dari siang sampai jam segini tak ada kabar!”Setelah mendengar kalimat Aldo, Dyta seakan baru tersadar dengan kesalahannya, pergi dari rumah tanpa sepengetahuan siapapun, mana hari mulai gelap lagi, dia benar-benar ceroboh. Dia sampai menggigit sudut bibir.“Oh, m-maaf.”“Kamu ditelepon juga tidak diangkat.” Detik ini Aldo melepaskan pelukannya.“Kamu nelepon aku memang? Kapan?”Dyta merogoh sakunya mengeluarkan ponselnya dari dalam sana. Dia cukup terkejut melihat banyaknya panggilan tak terjawab pada layar. Semuanya dari Aldo.&ldqu
Aldo dan Dyta telah kembali ke mansion saat ini, mereka sedang mengobrol santai di ruang tengah. “Oh, jadi kalian beneran ke taman itu? Aku tadinya nyari kesana, tapi tidak ada.” “Oh iya? Kami duduk di kursi waktu itu, sambil makan es krim.” “Jadi tadi cup es krim kalian?” “Kamu kesana juga?” “Tentu, Dyt. Aku panggil-panggil tapi tidak ada yang jawab.” “Berarti pas kami balik kamu dateng.” Aldo mengangguk-angguk, dia jadi teringat pada pemuda yang mengayuh sepeda tadi membuatnya agak kesal. “Kalau bukan karena dia mungkin aku bakal datang lebih cepat,” gumamnya. “Dia … maksudmu?” “Oh ….” Aldo lalu menceritakan tentang pemuda bersepeda tersebut yang masuk selokan gara-gara dia dan segala kronologisnya. Dyta terkekeh singkat. “Dasar kamu ini! Masih menyalahkan orang padahal kamu juga salah!” “Tepatnya kamu yang salah udah membuatku secemas itu!” “Baiklah, aku yang salah. Aku minta maaf.” Un
“Apa maksudnya, Tuan? Jadi Anda mengenal Tiara?”“Tiara? Oh … jadi namanya Tiara?”“Iya, Tuan … dia yang mau saya rekomendasikan menjadi pengawal nona.”Pernyataan Dave tentu membuat Aldo terkesiap.“Apa?”Mata Aldo sampai membulat besar sekali.“A-aku nggak salah denger Dave? Maksudmu dia jadi pengawal Dyta?” Dia bahkan harus mengulangi kalimat asistennya ini.”“Benar, Tuan. Tiara pengawal yang hebat. Ilmu beladirinya di atas rata-rata, Tuan.”Hachi!Aldo tiba-tiba bersin kencang sekali, mengejutkan perempuan bernama Tiara.“Atau dia alergi sama aku?” begitu batin Tiara.Sebenarnya bukan suara bersin Aldo juga, tapi lebih kepada tatapan Aldo yang penuh arti membuat dia gemetaran.Diam hingga tiga puluhan detik kemudian, Aldo baru memberi tanggapan."Coba tunjukkan apa kehebatanmu," titahnya
Pada saat mereka bertiga keluar dari ruangan kerja Aldo, ternyata Dyta sudah bangun dan sedang duduk di ruang santai sedang menonton televisi.Ruang santai berhadapan dengan ruang kerja Aldo, mereka tentu langsung melihat sosok Dyta, begitupun dengan kekasih Aldo ini yang sontak menoleh ke arah mereka saat mendengar suara pintu terbuka.“Eh, kamu udah bangun?”“Ternyata kamu di sana?"Aldo dan Dyta berucap bersamaan dengan kalimat yang berbeda.“Aku cari ke kamarmu nggak ada, aku kira udah berangkat kerja.” Dyta melanjutkan tanpa menjawab pertanyaan Aldo yang memang terdengar tidak membutuhkan jawaban. “Ternyata kamu sama Dave di dalam.”Sesaat tentu mata Dyta tertuju pada Tiara, perempuan itu nampak tersenyum tipis padanya yang juga dibalasnya dengan tersenyum balik.“Dia—siapa?” kepo Dyta akhirnya. Ia bertanya sambil menoleh ke arah Aldo pastinya.Detik ini ketiga or
Sekian detik kemudian, Dyta yang menyadari semua orang sedang menunggunya segera memberi jawaban.“Aku terima Tiara jadi pengawalku.”Dyta memang meragukan kemampuan Tiara, dia menerimanya bukan karena kehebatan perempuan itu tapi lebih kepada rasa kasihan. Lagipula siapa yang akan melukainya, Aldo yang terlalu banyak pikir. Hal paling penting, setelah ada pengawal dia bisa bergerak bebas.Sementara tentunya cukup Aldo terkejut dengan keputusan Dyta, dia agak tak menyangka Dyta akan menjawab demikian sebab sedari awal dia sangat yakin Dyta akan menolak, tapi kenyataannya … pastinya dia tidak akan terima begitu saja.“Maksudmu tidak akan terima, kan? Pasti kamu salah ucap,” lurusnya segera.“Nggak kok, aku nggak salah ucap. Aku memang terima dia.”“Tapi ….”“Tapi apa? Bukannya kamu minta keputusanku? Aku udah terima dia, sebagai seorang pria sejati tentu kau tak boleh
Tepatnya Aldo menyeret Dave mengikutinya, bukan lagi mengajak dengan baik-baik. Itu karena dia hendak berbicara sama Dave tadinya, melontarkan kalimat ancaman tadi itu.“Ke kantor dengan pakaian begitu?” Pertanyaan tersebut terlontar dari mulut Tiara yang seketika langsung menyentuh mulutnya yang tidak bisa dikontrol. Untungnya tidak ada kalimatnya memang sangat pelan itu tidak menarik perhatian siapapun. Hanya Dyta yang mendengarnya.Jika Dyta, tentu tidak akan mempertanyakan hal ini, sebab dia sudah paham dengan seorang Aldo. Jangankan t-shirt serta celana hawai yang dia kenakan sekarang, lebih parah dari itupun pernah ia pakai buat ke kantor. Namun dia melontarkan kalimat lain ….“Nggak sarapan dulu?”“Nggak, di kantor aja.” Satu detik kedepan Aldo menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Dyta, dan menambahkan lagi. “Kamu nggak apa-apa kan sarapan sendiri? Ada urusan penting yang harus aku urus soa
Entahlah, sejujurnya Aldo masih merasa terlalu mudah bagi petugas buat membekuk Dimas, rasanya sungguh sangat janggal jika dia yang dikatakan sebagai penjahat paling berbahaya.Apalagi kata Dave, Dimas sama sekali tak menyadari para petugas datang, bahkan tidak ada perlawanan sedikitpun, yang lebih mencengangkan lagi dia dibekuk di tempat perjudian.Lagipula bukankah katanya Dimas kaya raya? Tapi kenapa bisa dibekuk semudah ini? Sungguh sangat tidak masuk akal. Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Karena hal ini, Aldo jadi tak sabar ingin cepat-cepat menemui sahabat semasa kecilnya ini.Kriet!“Eh, Aldo … aku tau kau pasti datang menolongku!” ucap Dimas girang.Saat pintu terbuka, dan Aldo serta Dave melangkah memasuki sel, Dimas sendiri yang sebelumnya sedang duduk di tepi dipan bergegas beranjak mendekati mereka seolah-olah tidak terjadi hal apapun sebelum ini.Berbeda dengan Recky dan Robert, dia tidak diikat ataupun dig
Ia dengan sigap mengunci seluruh tubuh Dimas lalu mencengkram rambut pria itu kuat-kuat.“Cepat katakan sekarang juga, siapa yang sudah memperkosa Alya? Apa kau salah satunya?!”“Katakan atau aku akan membuat kepalamu lepas sekalian!”Awalnya Dimas seperti tak takut mati, tapi kenyataannya dia ternyata tak tahan sakit juga. Dia bergegas menjawab Aldo.“I-iya … aku memang terlibat di dalam semua itu,” sahutnya los begitu saja.Aldo tentu bertambah murka mendengar jawaban tersebut, matanya itu kosong tapi menyorotkan kengerian sorot mata killer. Bagaimana tidak, awalnya dia masih berharap Dimas bukan orangnya! Bagaimanapun Dimas adalah sahabat masa kecilnya, tak disangka pengkhianat terkejam sungguh dilakukan satu lagi sahabatnya. Ini benar-benar menyakitkan!Aldo sampai terdiam beberapa saat entah apa yang dia pikirkan, sejujurnya pikirannya itu kosong mungkin lebih kepada dipenuhi oleh emosi s