“Ah! Dasar kalian semua tidak becus!
Aldo mengumpat sambil memukul setir.
Hingga sejenak kemudian, ketika dia sudah benar-benar menyerah, berpikir buat kembali dulu saja ke rumah, tiba-tiba ponselnya berbunyi, sebuah notifikasi pesan dari nomor tidak dikenal. Aldo membukanya reflek, dan isinya adalah sebuah foto yang tak lain adalah Bagas, diikat di sebuah kursi. Alangkah terkesiapnya dia.
“Apa-apaan ini? Siapa yang berani melakukan semua ini?” Aldo marah pastinya.
“Aku harus melakukan sesuatu!”
Aldo baru akan menekan icon hijau untuk menghubungi nomor yang mengirimkan foto tersebut, akan tetapi orang itu lebih dulu menelepon balik. Aldo mengangkatnya cepat.
“Siapa kalian? Dimana kalian sembunyikan Bagas?” Kalimat tersebut yang diucapkan Aldo ketika menjawab telepon.
“Wow! Santai, Bro … ini juga mau kasih tau.”
“Suara ini, seperti suara ….” Aldo ber
Aldo menghentikan laju kendaraannya tepat di depan bangunan tersebut, terdapat beberapa orang dengan postur tinggi tegap berjaga-jaga di depan, orang-orang itu tentu langsung menghampiri mobilnya.Usai menatap sejenak lagi dalam bengong bangunan di hadapannya, Aldo pun turun dari mobil.“Apa kau yang bernama Aldo?” sambut salah satu dari para pria tinggi tegap itu.“Benar, aku orangnya,” jawab Aldo sambil mengangguk.Pria tersebut nampak melirik ke arah mobil Aldo, juga menoleh di belakang mobilnya, mungkin sedang memastikan Aldo benar-benar datang seorang diri atau tidak. Setelah merasa yakin, dia pun baru melanjutkan berbicara lagi.“Ayo ikut kami kedalam!”Dua orang pria lainnya yang berada cukup dekat dengan Aldo mendorong Aldo agar segera bergerak. Aldo masih berusaha bersikap kalem pastinya. Orang-orang ini terlihat mengerikan, sepertinya Aldo salah besar melakukan hal ini, datang sendiri ke sarang m
Aldo berjalan pelan menuju ruangan tersebut yang pintunya sedikit terbuka, setibanya dia di depan pintu, barulah pengawal itu membuka papan pembatas tersebut lebih lebar, lalu mempersilakan Aldo untuk masuk. Cukup mencengangkan, ternyata di dalam sana dia belum langsung bertemu dengan orang disebut bos tersebut.Tidak ada ruangan apapun tepatnya, hanya terdapat tangga di depan sana, tempat ini benar-benar sangat aneh. Tembok serta mengurung tempat yang tidak bisa dikatakan sebagai sebuah ruangan itu.“Naiklah ke atas, bos sedang menunggumu di sana,” ucap pria pertama sekali lagi.Setelah mendorong Aldo melewati pintu, dia menutup pintu tersebut cukup kasar. Namun tidak membuat Aldo terkejut, hal begini mungkin sudah bisa diprediksi olehnya.Aldo belum langsung menuruti titah pria tadi, dia melirik sekeliling terlebih dahulu, benar-benar tidak ada apapun di sana, selain hanya tangga. Lalu buat apa mereka memasang pintu disana? Pertanyaan ini sa
Recky benar, Aldo memang terlalu lancang! Memasuki wilayah musuh tapi bersikap seperti ini tentu seperti sedang menyumbangkan nyawa saja, apalagi dia datang seorang diri.Disana selain terdapat Recky dan Robert, juga ada banyak pengawal. Apa Aldo tidak memikirkan konsekwensinya jika berani melawan mereka? Bukan demikan, tapi alangkah dia tidak dapat menahan emosinya yang memuncak tanpa dapat dicegah, barulah seceroboh itu.Lagipula dia bukan seorang pengecut, tidak ada yang perlu dia takuti di dunia ini. Dia sudah menyiapkan dirinya, apapun yang akan terjadi akan menerimanya.“Hajar saja, Bro! Biar mampus!” panas Robert kemudian.“Memang aku harus memberinya pelajaran!”Recky telah memasang ancang-ancang dengan segera, tinjunya terangkat setinggi kepala bersiap-siap didaratkan ke arah Aldo, entah titik mana yang menjadi incarannya, dari pandangannya Aldo menebak pria itu akan menyerang wajahnya.Sedetik berikutnya, Re
“Bagas! Bagas!” Pada akhirnya, Aldo hanya bisa memanggil-manggil keponakannya itu. Sekedar memastikan Bagas dalam keadaan baik-baik saja. Namun tak ada jawaban apapun. Aldo jadi panik.“Brengsek! Kalian apakan Bagas?” murkanya seketika sambil mengangkat kerah pakaian pria ketiga.“Santai, Bro … kau bisa lihat sendiri, keadaan dia sangat baik. Kau seharusnya bersyukur bos memperlakukan dia dengan baik,” sahut pria tersebut dengan begitu ringan.“Buktinya dia hanya diam saja!”“Karena sedang tidur.”Masih antara percaya dan tidak, perlahan Aldo menurunkan tangannya juga. Kemudian mendekat ke arah tembok itu lagi. Kebetulan detik tersebut tubuh kecil yang sedang terbaring di atas kasur sedang bergeliat. Akhirnya dia baru mempercayainya.Mendapatkan kejadian seperti ini, Aldo tentu semakin kebingungan saja. Mereka menangkap Bagas, tapi memperlakukan dia dengan sangat baik, apa ma
Aldo bingung apa yang harus dia lakukan saat ini, mengabaikan panggilan Dyta atau menjawabnya. Lalu apa yang harus dia katakan pada perempuan itu? Apa dia sungguh harus menjauhi Dyta?Sesaat Aldo masih sempat berpikir, lagipula darimana orang-orang ini akan tahu kalau saja dia tidak sungguh-sungguh menjauhi Dyta. Atau dia melakukan cara lain saja buat menyelamatkan Bagas?Detik berikutnya, Aldo pun memutuskan berlaku seperti biasa saja. Dia dengan segera menjawab panggilan dari Dyta sambil menghidupkan mesin mobil, berbicara seperti biasa saja layaknya tidak terjadi hal apapun terhadapnya barusan.Mereka bahkan tampak mesra, saling bersenda gurau saat Aldo menggoda Dyta masih bau jigong baru bangun tidur.“Oh iya, kamu belum jelasin soal kenapa kamu bisa berada di Bukittinggi semalam. Buruan cerita!” cecar Dyta memasuki topik yang lebih privasi.“Oh, soal itu … sebenarnya karena Bagas. Dia—hilang.”&ldquo
Ekspresi Aldo ketika itu, tampak terkesiap … matanya sampai melotot besar. Dave bingung pastinya melihatnya.“Ada apa, Tuan?” kepo asistennya itu segera.“Emh … Dave, kayaknya kita nggak jadi menjalankan rencana kita tadi,” sahut Aldo terdengar menggantung.“Tapi kenapa, Tuan?”Aldo menggeleng, “Aku tiba-tiba malas melanjutkannya. Anggap aja aku nggak pernah ngomong apapun padamu, OK!”Glek … glek ….Selanjutnya Aldo tampak melanjutkan niatnya meminum Es Tebak dengan cukup terburu-buru. Setelah meletakkan lagi gelas pada meja, dia sendiri segera beranjak.“Aku pergi dulu ya, Dave. Ingat pesanku tadi, anggap aku tidak pernah cerita apapun padamu tentang semua ini.”Usai menyelesaikan kalimatnya, dia bergegas pergi.“Tuan mau kemana?”Dave yang mencoba menghentikannya tak lagi dia pedulikan. Dia hanya terus berjalan m
Dua hari berlalu dari hari itu, Aldo sekarang ini sudah berada di Jakarta. Namun dia tidak pulang ke mansion, ada Dyta di sana. Dia lebih memilih menginap di hotel. Setiap saat dia akan diam-diam mengintip Dyta dari kejauhan, dua hari ini pula dia mencoba mengabaikan telepon dari Dyta. Rasa rindu mengoyakkan jiwanya, begitu berat.Apapun itu yang dilakukannya, Aldo tidak memiliki keberanian menghampiri perempuan kesayangannya ini jika harus mengatakan putus. Terlalu berat.Hingga beberapa hari kemudian, dia tetap begini saja. Bersyukurnya orang yang menyekap Bagas juga tidak mencecarnya. Mungkin dengan dia menjauhi Dyta seperti ini barangkali sudah cukup bagi orang itu. Apalagi Aldo juga terlihat begitu frustasi dalam menjalani hari-hari, seperti tak ada semangatnya.Hari ini ada yang aneh, untuk pertama kalinya Aldo tanpa sengaja melihat Dyta jalan dengan pria lain, dia cukup syok.“Apa-apaan ini? Baru beberapa hari aku nggak di sampingnya tapi dia
Sekian lama menyetir, dia sendiri seperti dikendalikan oleh otaknya tanpa diminta, entah sejak kapan dia memasuki kawasan tersebut, tapi nyatanya dia telah berada di halaman mansionnya saat ini. Aldo menatap bangunan di hadapannya dalam bengong kala sejenak. Mungkin sedang berpikir bagaimana dia bisa kembali ke tempat ini.Dia jadi teringat kejadian beberapa saat lalu, dimana dia melihat Dyta keluar dari mansion sesaat lalu. Dyta yang telah pergi dari sana, pindah ke tempat pria lain. Memikirkannya membuat dia murka berulang-ulang. Namun kali ini kemarahannya itu lebih kepada tersirat di wajah saja. Tidak dilampiaskan melalui perbuatan lagi.Beberapa menit kemudian, dia pun turun dari dalam mobilnya, sudah saatnya dia kembali ke mansion ini. Lagipula Dyta sudah tidak ada di sana. Dan, Aldo disambut oleh Bi Imas serta Tiara.“Akhirnya Anda pulang, Tuan kemana saja?” Bi Imas yang berkata. Namun ekspresi dingin Aldo yang tidak seperti biasanya membuat B