Aldo berjalan pelan menuju ruangan tersebut yang pintunya sedikit terbuka, setibanya dia di depan pintu, barulah pengawal itu membuka papan pembatas tersebut lebih lebar, lalu mempersilakan Aldo untuk masuk. Cukup mencengangkan, ternyata di dalam sana dia belum langsung bertemu dengan orang disebut bos tersebut.
Tidak ada ruangan apapun tepatnya, hanya terdapat tangga di depan sana, tempat ini benar-benar sangat aneh. Tembok serta mengurung tempat yang tidak bisa dikatakan sebagai sebuah ruangan itu.
“Naiklah ke atas, bos sedang menunggumu di sana,” ucap pria pertama sekali lagi.
Setelah mendorong Aldo melewati pintu, dia menutup pintu tersebut cukup kasar. Namun tidak membuat Aldo terkejut, hal begini mungkin sudah bisa diprediksi olehnya.
Aldo belum langsung menuruti titah pria tadi, dia melirik sekeliling terlebih dahulu, benar-benar tidak ada apapun di sana, selain hanya tangga. Lalu buat apa mereka memasang pintu disana? Pertanyaan ini sa
Recky benar, Aldo memang terlalu lancang! Memasuki wilayah musuh tapi bersikap seperti ini tentu seperti sedang menyumbangkan nyawa saja, apalagi dia datang seorang diri.Disana selain terdapat Recky dan Robert, juga ada banyak pengawal. Apa Aldo tidak memikirkan konsekwensinya jika berani melawan mereka? Bukan demikan, tapi alangkah dia tidak dapat menahan emosinya yang memuncak tanpa dapat dicegah, barulah seceroboh itu.Lagipula dia bukan seorang pengecut, tidak ada yang perlu dia takuti di dunia ini. Dia sudah menyiapkan dirinya, apapun yang akan terjadi akan menerimanya.“Hajar saja, Bro! Biar mampus!” panas Robert kemudian.“Memang aku harus memberinya pelajaran!”Recky telah memasang ancang-ancang dengan segera, tinjunya terangkat setinggi kepala bersiap-siap didaratkan ke arah Aldo, entah titik mana yang menjadi incarannya, dari pandangannya Aldo menebak pria itu akan menyerang wajahnya.Sedetik berikutnya, Re
“Bagas! Bagas!” Pada akhirnya, Aldo hanya bisa memanggil-manggil keponakannya itu. Sekedar memastikan Bagas dalam keadaan baik-baik saja. Namun tak ada jawaban apapun. Aldo jadi panik.“Brengsek! Kalian apakan Bagas?” murkanya seketika sambil mengangkat kerah pakaian pria ketiga.“Santai, Bro … kau bisa lihat sendiri, keadaan dia sangat baik. Kau seharusnya bersyukur bos memperlakukan dia dengan baik,” sahut pria tersebut dengan begitu ringan.“Buktinya dia hanya diam saja!”“Karena sedang tidur.”Masih antara percaya dan tidak, perlahan Aldo menurunkan tangannya juga. Kemudian mendekat ke arah tembok itu lagi. Kebetulan detik tersebut tubuh kecil yang sedang terbaring di atas kasur sedang bergeliat. Akhirnya dia baru mempercayainya.Mendapatkan kejadian seperti ini, Aldo tentu semakin kebingungan saja. Mereka menangkap Bagas, tapi memperlakukan dia dengan sangat baik, apa ma
Aldo bingung apa yang harus dia lakukan saat ini, mengabaikan panggilan Dyta atau menjawabnya. Lalu apa yang harus dia katakan pada perempuan itu? Apa dia sungguh harus menjauhi Dyta?Sesaat Aldo masih sempat berpikir, lagipula darimana orang-orang ini akan tahu kalau saja dia tidak sungguh-sungguh menjauhi Dyta. Atau dia melakukan cara lain saja buat menyelamatkan Bagas?Detik berikutnya, Aldo pun memutuskan berlaku seperti biasa saja. Dia dengan segera menjawab panggilan dari Dyta sambil menghidupkan mesin mobil, berbicara seperti biasa saja layaknya tidak terjadi hal apapun terhadapnya barusan.Mereka bahkan tampak mesra, saling bersenda gurau saat Aldo menggoda Dyta masih bau jigong baru bangun tidur.“Oh iya, kamu belum jelasin soal kenapa kamu bisa berada di Bukittinggi semalam. Buruan cerita!” cecar Dyta memasuki topik yang lebih privasi.“Oh, soal itu … sebenarnya karena Bagas. Dia—hilang.”&ldquo
Ekspresi Aldo ketika itu, tampak terkesiap … matanya sampai melotot besar. Dave bingung pastinya melihatnya.“Ada apa, Tuan?” kepo asistennya itu segera.“Emh … Dave, kayaknya kita nggak jadi menjalankan rencana kita tadi,” sahut Aldo terdengar menggantung.“Tapi kenapa, Tuan?”Aldo menggeleng, “Aku tiba-tiba malas melanjutkannya. Anggap aja aku nggak pernah ngomong apapun padamu, OK!”Glek … glek ….Selanjutnya Aldo tampak melanjutkan niatnya meminum Es Tebak dengan cukup terburu-buru. Setelah meletakkan lagi gelas pada meja, dia sendiri segera beranjak.“Aku pergi dulu ya, Dave. Ingat pesanku tadi, anggap aku tidak pernah cerita apapun padamu tentang semua ini.”Usai menyelesaikan kalimatnya, dia bergegas pergi.“Tuan mau kemana?”Dave yang mencoba menghentikannya tak lagi dia pedulikan. Dia hanya terus berjalan m
Dua hari berlalu dari hari itu, Aldo sekarang ini sudah berada di Jakarta. Namun dia tidak pulang ke mansion, ada Dyta di sana. Dia lebih memilih menginap di hotel. Setiap saat dia akan diam-diam mengintip Dyta dari kejauhan, dua hari ini pula dia mencoba mengabaikan telepon dari Dyta. Rasa rindu mengoyakkan jiwanya, begitu berat.Apapun itu yang dilakukannya, Aldo tidak memiliki keberanian menghampiri perempuan kesayangannya ini jika harus mengatakan putus. Terlalu berat.Hingga beberapa hari kemudian, dia tetap begini saja. Bersyukurnya orang yang menyekap Bagas juga tidak mencecarnya. Mungkin dengan dia menjauhi Dyta seperti ini barangkali sudah cukup bagi orang itu. Apalagi Aldo juga terlihat begitu frustasi dalam menjalani hari-hari, seperti tak ada semangatnya.Hari ini ada yang aneh, untuk pertama kalinya Aldo tanpa sengaja melihat Dyta jalan dengan pria lain, dia cukup syok.“Apa-apaan ini? Baru beberapa hari aku nggak di sampingnya tapi dia
Sekian lama menyetir, dia sendiri seperti dikendalikan oleh otaknya tanpa diminta, entah sejak kapan dia memasuki kawasan tersebut, tapi nyatanya dia telah berada di halaman mansionnya saat ini. Aldo menatap bangunan di hadapannya dalam bengong kala sejenak. Mungkin sedang berpikir bagaimana dia bisa kembali ke tempat ini.Dia jadi teringat kejadian beberapa saat lalu, dimana dia melihat Dyta keluar dari mansion sesaat lalu. Dyta yang telah pergi dari sana, pindah ke tempat pria lain. Memikirkannya membuat dia murka berulang-ulang. Namun kali ini kemarahannya itu lebih kepada tersirat di wajah saja. Tidak dilampiaskan melalui perbuatan lagi.Beberapa menit kemudian, dia pun turun dari dalam mobilnya, sudah saatnya dia kembali ke mansion ini. Lagipula Dyta sudah tidak ada di sana. Dan, Aldo disambut oleh Bi Imas serta Tiara.“Akhirnya Anda pulang, Tuan kemana saja?” Bi Imas yang berkata. Namun ekspresi dingin Aldo yang tidak seperti biasanya membuat B
Sesungguhnya satu hal yang Aldo tidak tahu, tidak begitu lama setelah kepergiannya dari apartemen tadi, Dyta dan pria itu telah keluar. Lagipula tadi mereka juga tidak menurunkan koper Dyta, tentu artinya Dyta bukan pindah ke apartemen tersebut yang tak lain memang milik pria tersebut. Aldo agak salah paham soal ini.Namun apapun itu, Dyta telah pergi. Perempuan itu benar-benar pergi dari kehidupan Aldo, dan dia memiliki alasan tersendiri melakukan semua itu. Jika saja Aldo mengetahui alasannya ….Bukannya mencaritahu apa yang terjadi, Aldo justru sibuk meratapi kesakitan ini. Lagipula apa yang perlu dicaritahu? Sudah jelas semuanya. Dyta sudah berpindah ke lain hati. Itu yang ada di dalam pikirn Aldo, dan membuatnya sangat sakit hati.“Semoga kau lebih bahagia bersamanya.”Malahan dia seolah merestui hubungan mantan kekasihnya itu dengan pria lain.Padahal saja, kehidupan Aldo benar-benar hancur setelahnya. Ia menutup diri dari
"Turunkan senjata kalian! Dia bukan musuh, dia hanya akan menjemput anak itu!”Sampai suara tersebut berkumandang dari seorang pria yang tak lain adalah pria ketiga waktu itu. Namun dia tidak sendiri, Aldo cukup dibuat terbelalak saat melihat siapa yang ada di sampingnya.“Jangan bilang kau bosnya!” sebut Aldo menyipitkan mata, kaya akan ketajaman dan juga rasa tak percaya dengan sosok yang dilihatnya berdiri tegak di hadapannya.Recky serta Robert juga kini menyusul keluar dari dalam bangunan membawa serta Bagas seakan mengetahui kedatangan Aldo.“Om Aldo!” panggil Bagas mengalihkan perhatian Aldo. Dia baru hendak berlarian ke arah Aldo, tapi langsung ditahan Recky. Tangan Aldo sampai terjulur ke depan melihat kejadian itu.Sebab Aldo memegang tangan Bagas cukup kuat hingga ia menjerit. Aldo tentu sangat geram.“Kau menyakitinya, Brengsek!” sergah Aldo kemudian.“Om Aldo, Bagas mau pula
“Anda tidak terlihat seperti badut, Nona … tapi sangat cantik, gaun ini benar-benar cocok untuk Anda,” puji si perias. “Ayo Nona kita turun sekarang!”“Tapi aku nggak mungkin berpenampilan begini, apa yang akan dikatakan orang-orang? Di rumah sakit tapi mengenakan pakaian begini.”“Tidak perlu menghiraukan ucapan orang lain, karena mau seperti apapun kita tetap saja akan ada yang nyiyirin hidup kita, kayak saya,” lirih sang perias yang merupakan janda itu. Dia telah menceritakan semuanya pada Dyta selama prosesi berdandan berlangsung, Dyta jadi ikut prihatin.“Mbak benar, jangan dengarkan nyinyiran orang lain, toh mereka juga tidak menghidupimu. Semangat ya, Mbak!”Si perias tersenyum mendengarnya, lain yang dipikirkan Dyta lain pula yang dipikirkan sang perias, “Kalau begitu ayo kita turun sekarang!”Ia bergegas menarik tangan Dyta agar beranjak dari posisi duduk.
Sekuat apapun Aldo berusaha menahan diri untuk tidak terlihat lemah di hadapan Dyta, tetap saja dia tidak dapat melakukannya. Terlalu sulit melewatinya, Aldo tak sanggup. Keadaan Dyta sangat mengkhawatirkan, bagaimana bisa dia menyembunyikan perasaannya itu.Akhirnya tetap meledak, Aldo justru menangis histeris di hadapan Dyta yang terbaring lemah, menangisi kekasihnya itu sambil sesekali melontarkan kalimat berikut secara berulang-ulang."Dyta … kamu nggak boleh ninggalin aku, aku nggak akan bisa hidup tanpamu. Kamu harus bangun, Dyt! Bangun!""Bangunlah, aku mohon, Dyt!"Siapapun jika mengalami kondisi demikian kemungkinan besar akan seperti Aldo pastinya, ini merupakan cobaan paling berat seumur hidupnya, terancam kehilangan separuh napas adalah yang paling menyakitkan. Jika ditinggal selingkuh saja mampu membuat Aldo hampir gila, apalagi ditinggal pergi selamanya, rasanya jauh lebih menyakitkan. Aldo tak siap, dia benar-benar tidak siap.
Para tim medis saja dibuat terkejut bukan main, barusan keadaan Dyta masih stabil, tapi dalam sekejap sudah seperti ini jelas sangat membingungkan.“Gimana, Dok? Apa yang terjadi dengan Dyta?”“Entahlah … tapi kondisinya benar-benar menurun sekarang.”“Sus, tolong pasangkan lagi semua peralatan tadi!” alih sang sang dokter pada timnya.Perasaan Aldo jangan ditanya lagi, ketakutan dan kepanikannya bertambah berkali-kali lipat sekarang ini.“Tolong, Dok … tolong selamatkan Dyta! Lakukan apa saja, yang penting Dyta harus selamat!” cecarnya.“Kami pasti akan melakukan yang terbaik, itu sudah bagian dari tugas kami.”Sang dokter juga memerintahkan agar Aldo keluar dari ruangan tersebut, para tim medis tentu tidak akan dapat bekerja maksimal jika dia terus-terusan bersikap panik seperti tadi. Pasien pun akan merasa terganggu.“Nggak, Dok! Aku harus menema
Tanpa disangka sedikitpun, ternyata Cecep bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Kemampuannya melebihi Recky dan Robert, apalagi Aldo sudah sangat kelelahan saat ini jelas membutuhkan perjuangan luar biasa dalam menumbangkan lawannya ini. Aldo sendiri telah babak belur, barulah berhasil menjatuhkan Cecep.“Sekarang terima kematianmu, Bangsat!”Aldo yang awalnya cukup lega berhasil menumbangkan Cecep harus kembali dibuat terkejut, pria itu memang belum mati, Aldo masih harus membereskannya, hanya saja ia membutuhkan jeda untuk mengambil napas. Hal tak terduga lainnya justru terjadi.Pria itu tiba-tiba mendapatkan senjata, dan sedang mengarahkannya ke arah Aldo. Matanya hampir meloncat keluar saking terkejutnya dia. Bagaimana tidak, nyawanya sungguh sedang terancam.Aldo benar-benar kelelahan sampai tidak dapat mengelak saat ini, beranjak dari posisi tersungkur bahkan agak sulit dia lakukan. Dia benar-benar kehabisan tenaga buat menumbangkan Cecep
Suasana di sana saat ini lumayan mengerikan, mayat tergeletak dimana-mana, baik itu anak buah Aldo maupun para musuh, jumlah mereka hampir sama banyaknya. Ada yang tewas karena luka tembak, maupun baku hantam.Aldo pun baru menyadari ternyata yang satu-satunya yang tersisa hanya dia seorang, tentunya cukup mengejutkan dia. Akan tetapi dia tidak akan mundur, satu lawan satu mana mungkin dia akan menyerah.Aldo baru akan melanjutkan langkahnya, suara tembakan membuatnya seketika mundur. Kurang seinci lagi dia hampir tertembak.“Aku seperti mengenal tembakan ini!” batin Aldo agak panik. Ia juga mengingat sesuatu, “Sniper handal itu!”Yah, dia orang yang terlibat pada kejadian di penjara beberapa waktu lalu. Drama penembakan Recky dan Robert saat itu.“Sial! Jadi dia ada disini!Jelas merupakan sebuah kegawatan. Aldo bergegas mencari tempat persembunyian dan bersikap waspada. Namun hal ini tetap tidak akan mengurung
Ketika mereka berdua tiba di hadapannya, Aldo justru berhasil menangkap tangan Robert yang hendak menyerang bagian perut, mematahkan tangannya itu tanpa ampun. Suara erangan mengaum keras.Sementara saat tendangan Recky yang mengincar kepalanya hampir menyentuhnya, Aldo juga dengan gesit menangkap kaki bajingan satu ini, lalu turut melayangkan sebuah tendangan mematikan tepat ke arah junior Recky.Sesaat Robert bangkit lagi, awalnya dia hendak menembak Aldo, tapi segera digagalkan Aldo dengan menendang senjata di tangannya hingga terhempas. Selanjutnya pertarungan sengit sempat menghiasi pertempuran seakan mereka seperti tandingan yang seimbang, hingga Aldo kembali berhasil menjatuhkan lawannya itu. Bagaimanapun dia tidak mungkin menang, dia bukanlah lawan Aldo, apalagi tangannya sedang terluka.Aldo bahkan menghajarnya cukup fatal kali ini, melampiaskan seluruh emosi yang menguasai jiwanya, sampai pria itu tak mampu bangkit lagi.Sambut-menyambut silih b
Perasaan Aldo benar-benar hancur melihat keadaan kekasihnya itu, sedikitpun dia tidak pernah menyangka hal setragis ini akan terjadi terhadap Dyta. Padahal sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan paling berbahagia, tapi keadaan justru berbalik seperti ini.Sakit sekali pastinya, Aldo yang tak kuasa menahan diri. Untuk pertama kalinya ia tak memedulikan keadaan sekeliling, tangisannya meledak sudah sambil menggenggam tangan Dyta.“Maafin aku, Dyt … seharusnya aku tidak membiarkan kamu pergi sendirian, aku yang patut disalahkan!”“Dyta, bangunlah! Bangun, Sayang!”Ternyata Aldo sungguh tidak dapat mengontrol dirinya untuk bersikap tenang sehingga dokter harus memperingatkan dia, mengatakan bahwa orang yang sedang koma seharusnya disupport, bukan ditangisi seperti ini. Sebab walau Dyta sedang tak sadar tapi dia bisa mendengar semua yang dikatakan Aldo saat ini.Akhirnya Aldo harus berusaha tegar, menahan emosinya yang
Betapa terkejutnya Aldo mendapatkan kabar yang disampaikan oleh Dave barusan. Tanpa berpikir panjang dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari ruangan rapat begitu saja. Dia tentu harus menuju rumah sakit saat itu juga.Aldo pergi seorang diri, lagipula Dave harus mengambil alih meneruskan rapat yang sedang berlangsung. Keadaan Aldo tentu sangat tidak stabil, ia mengemudi dengan sangat brutal. Namun keberuntungan selalu memihak padanya di jalanan. Aldo berhasil tiba di rumah sakit dalam keadaan selamat.Usai memarkirkan kendaraannya secara sembarangan tak memedulikan apapun lagi, Aldo bergegas berlarian menuju ke dalam rumah sakit secepat mungkin.Baru saja dia menginjakkan kaki di pintu lift menuju ruangan VVIP, panggilan untuknya telah terdengar karena mobilnya yang parkir seenak jidat itu, tapi Aldo tetap tak menghiraukannya, bukannya kembali ke depan, Aldo justru melangkah memasuki lift.Mau mobilnya itu diderek atau diapapun, dia tak
Lain halnya dengan Dave yang segera mengiyakan kalimat Aldo, Dyta justru dibuat terkejut bukan main.“S-sekarang? Kenapa kalian para pria suka sekali seenaknya begini sih?!” rutuk perempuan itu kesal.Bagaimana tidak, barusan menghadapi Cecep yang bertingkah seenak jidat memaksa menikahinya, sekarang giliran Aldo yang melakukan hal serupa.“Kamu kok kayak nggak senang gitu, memangnya kamu keberatan nikah sama aku?”Aldo agak salah mengerti.“Bukan begitu, tapi menikah kan bukan main-main, Do … kita perlu menyiapkannya dengan mateng! Gimana bisa seenaknya aja begini, mau nikah ya nikah aja gitu!”“Kau pikir nggak akan bikin kaget kedua orang tuaku apa? Terus papi sama mami kamu, bisa-bisa mereka jantungan mikirin ide gilamu itu!”Dyta ngambek lagi, ia membuang muka keluar jendela sambil memeluk tangan. Ternyata mereka telah memasuki kawasan mansion Aldo berada.“Oh, ak