"Turunkan senjata kalian! Dia bukan musuh, dia hanya akan menjemput anak itu!”
Sampai suara tersebut berkumandang dari seorang pria yang tak lain adalah pria ketiga waktu itu. Namun dia tidak sendiri, Aldo cukup dibuat terbelalak saat melihat siapa yang ada di sampingnya.
“Jangan bilang kau bosnya!” sebut Aldo menyipitkan mata, kaya akan ketajaman dan juga rasa tak percaya dengan sosok yang dilihatnya berdiri tegak di hadapannya.
Recky serta Robert juga kini menyusul keluar dari dalam bangunan membawa serta Bagas seakan mengetahui kedatangan Aldo.
“Om Aldo!” panggil Bagas mengalihkan perhatian Aldo. Dia baru hendak berlarian ke arah Aldo, tapi langsung ditahan Recky. Tangan Aldo sampai terjulur ke depan melihat kejadian itu.
Sebab Aldo memegang tangan Bagas cukup kuat hingga ia menjerit. Aldo tentu sangat geram.
“Kau menyakitinya, Brengsek!” sergah Aldo kemudian.
“Om Aldo, Bagas mau pula
"Katakan! Kejahatan apa yang bisa disamakan dengan kasus pemerkosaan tak bermoral yang telah kalian lakukan," lontar Aldo dengan tatapan dingin.Namun Aldo tidak berniat menunggu jawaban atas pertanyaannya kali ini, sebab dia tak ingin menodai pikiran Bagas yang masih polos dengan konflik seberat ini. Apalagi jika Bagas mengetahui ibunya telah diperkosa, kira-kira apa yang akan terjadi padanya?Aldo tak ingin mengambil resiko. Masih terlalu dini bagi Bagas mengetahui kebenaran yang ada."Kau boleh merasa menang saat ini, tapi aku tidak akan pernah melepaskanmu! Camkan itu!"Aldo juga menatap dingin Recky dan Robert selain melirik tajam si bos yang tak lain adalah Cecep. Yup, yang menjadi dalang dari semua masalah besar di kehidupan Aldo adalah sahabat Dyta di masa kuliah dulu.Bagaimana Aldo tidak dibuat tercengang berkali-kali? Sungguh, sedikitpun tak pernah terpikirkan olehnya bahwa Cecep terlibat dalam hal seperti ini. Apalagi mengin
“Ciri khas pengecut itu suka main keroyokan,” singgungnya.Dan tentu saja kalimat Aldo sangat menyita perhatian, mereka semua seketika menoleh padanya.“Bajingan ini!” Recky yang paling antusias.Bahkan pilot helikopter yang cukup cerdas menghidupkan mesin pun sudah tidak dipedulikan mereka lagi.Recky melirik seorang pengawal mereka yang tubuhnya paling kecil di antara yang lain, “Cukup dia yang menghadapimu paling juga tepar!”Semua orang lalu terbahak keras, sampai Aldo menanggapi.“Kalau begitu ayo maju! Satu lawan satu,” tantangnya.Pastinya mereka semua langsung tersurut emosi, terutama Recky dan Robert.“Maju!” titah Recky menggelengkan kepala ke arah pria yang tubuhnya paling kecil tadi.Hiat!Dengan penuh percaya diri, pria itu segera mendekat ke arah Aldo, berlarian dan memasang aksinya yang siap menghajar Aldo. Sementara Aldo tampak santai saja
Suasana tegang mendominasi saat ini. Bukan hanya Aldo yang ketakutan, Bagas terlebih sang pilot juga merasakan hal yang sama. Si pilot bisa saja meninggi, tapi keadaan Aldo bisa terancam kalau dia bergerak mendadak, Aldo mungkin akan terjatuh. Dan belum tentu dapat menghindari tembakan pula.Apapun itu, tetap Aldo yang paling galau karena dia adalah sumber dari semua masalah yang ada, sebab dia yang menjadi incaran musuh. Dan buat menyudahi semua ini hanya ada satu cara yang perlu dia lakukan.“Tidak ada pilihan lain, aku harus lompat!” gumamnya yang hanya dapat didengar oleh dirinya sendiri.Aldo lalu mengambil ancang-ancang akan melompat turun saja, dia tidak bisa bersikap egois, dia tidak ingin mencelakai Bagas, cukup dia yang menjadi korbannya.“Jangan lakukan itu!” teriak Cecep tiba-tiba.Suara Cecep terdengar samar di kuping Aldo karena suara helikopter yang sangat bising, tapi tetap membuatnya sedikit terkejut karena
“Bagas!” sambut Alya dengan suara lantang saat melihat wajah putranya. Dan tentu awalnya Bagas yang lebih dulu memanggil dia. Aldo dan Bagas akhirnya tiba di kediaman keluarga Eduard.Anak dan ibu itu sama-sama berlarian, dan ketemu di titik tengah dalam pelukan hangat serta erat sekali.“Akhirnya kamu pulang, Nak. Mama kangen banget sama kamu!”“Bagas juga kangen banget sama Mama.”Suasana haru memenuhi tempat itu. Tak ada seorang pun yang tidak turut larut di dalamnya. Perpisahan sebulan terlalu berat buat dilalui. Rasanya ingin Alya memaki kesal pada Aldo yang begitu tega memisahkan dia dari putranya. Apalagi kakaknya itu sama sekali tak dapat dihubungi selama ini.Mereka semua tidak ada yang mengerti apa yang terjadi pada Aldo selama ini, yang mereka tahu tentu Bagas ada bersama-sama dengannya. Lalu jelas sangat patut jika mereka mempertanyakannya sekarang.“Kamu kemana saja selama ini, Do? Kenap
“Tapi harus ingat pulang, jangan menghilang lagi! Aktifkan handphone biar mami bisa menghubungi kamu!”“Pasti, Mi.”Saat Aldo telah berbalik Atika kembali bersuara,“Kalau kesini lagi jangan lupa ajak Dyta, mami juga kangen banget sama dia.”Deg!Aldo sampai terdiam dalam posisinya saat itu selama beberapa detik. Suasana jadi sedikit tegang, utamanya Erlan dan Atika yang merasa keheranan dengan sikap aneh Aldo yang tidak seperti biasanya ini. Masih untung kedua orang tuanya itu tidak dapat melihat ekspresinya saat ini.Sesaat Aldo lalu menanggapi, “Iya, Mi … nanti Aldo cari waktu buat ajak Dyta kemari.”Aldo berusaha memasang ekspresi senatural mungkin, walau tetap terlihat canggung bagi Atika dan Erlan. Hanya saja mereka tak ingin ikut campur terlalu banyak di dalam urusan anak mereka, jadi tidak mempertanyakan lebih lanjut.“Aldo pamit ya, Mi … Pi … by
Sore menjelang, Aldo merasakan kelelahan hati yang masih melanda, dan memerlukan tempat untuk melampiaskan semua rasa yang ada, karena alasan itu pula akhirnya bisa berada di tempat ini. Bar! Aldo sedang memarkirkan kendaraannya.Kejadian siang tadi masih terngiang begitu jelas di benak, dimana ia akhirnya menghubungi Dyta untuk mengakhiri hubungan mereka. Dia hanya ingin kejelasan status, setidaknya Dyta bisa dengan lebih leluasa melanjutkan hubungannya sama pria lain, juga dia sendiri yang mungkin akan membuka lembaran baru.Entahlah kalau soal yang satu ini, rasanya Aldo tidak akan bisa mempercayai seorang perempuan lagi. Dia berniat menutup hati dari semua perempuan. Mungkinkah dia akan kembali menjadi seorang playboy?Siang tadi, ketika dia menghubungi Dyta, ada sesuatu yang cukup menarik dan sangat menggelitik yang terlontar dari mulut Dyta."Kau tau, aku pergi dari mansionmu karena apa? Karena kau main gila dengan perempuan lain! Iya, kan? Ngaku!"
Dan, alangkah terkejutnya Aldo saat melihat jelas siapa pria yang bersama dengan Dyta saat itu. Mata Aldo sampai terbelalak besar sekali.Bagaimana tidak, tentu saja orang itu tak lain adalah Cecep."Kenapa harus dia?” gumam Aldo geram. Sementara Cecep menyunggingkan senyuman sinis padanya seakan memperlihatkan kemenangan berhasil mendapatkan Dyta.Srag!Aldo menyisir rambutnya dengan jemari dari depan ke belakang, tangannya sempat berhenti di puncak kepala, baru menurunkannya.Entahlah … dia yang awalnya berniat merelakan kepergian Dyta kini rasanya justru tidak rela. Cecep jelas bukan pria baik-baik, dia takut Dyta terluka.Walau sangat sakit hati diperlakukan Dyta sedemikian rupa, Aldo tak dapat membohongi perasaannya, dia terlalu mencintai perempuan itu sehingga tidak ingin Dyta terluka. Sekalipun dia harus melepaskan Dyta tetap harus pada pria yang tepat.“Ayo, Dyt … kita masuk!” ajak Cecep s
Selanjutnya Cecep ikut nimblung, “Udahlah, Dyt … jangan hiraukan dia, nanti kamu pingsan lagi kayak siang tadi. Kita pergi aja dari sini yuk nyari tempat lain!”Aldo jelas tidak menyukai cara Cecep ini, dia sedang berbicara serius dengan Dyta, apa maksudnya pria itu malah mengajak Dyta pergi. Dia seketika murka.“Heh, kau! Jangan kau pikir kau sudah menang berhasil mendapatkan Dyta! Atau semua ini juga karanganmu, huh!” bentak Aldo mengangkat kerah pakaian Cecep cukup tinggi.Plak!Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Aldo yang tentu saja dilakukan oleh Dyta, membuat Aldo terkejut bukan main.“Apa-apaan ini, kau menamparku?”“Iya! Dan itu pantas buat pria brengsek sepertimu!” Air mata bahkan telah membasahi pipi Dyta saat itu, diusapnya cepat.“Denger, jangan pernah memperlihatkan wajahmu lagi di depanku setelah ini. Aku benci banget sama kamu!” Bahkan buat menyebut