Namun bagaimanapun, Aldo masih harus menunggu seharian lagi, apa yang harus dia lakukan? Ini tetap membosankan!
Apa dia perlu menghubungi Dyta lagi, memintanya agar menemani dia seperti kemarin? Tapi masalahnya dia sudah memberi ijin pada Dyta untuk ke kafe malam tadi. Dyta pasti sibuk kalau sedang bekerja. Dia juga tak ingin mengganggu kesenangan Dyta.
Beruntung ketika dia sedang turun sarapan di lobby, Aldo justru bertemu dengan teman lamanya, Chika. Satu-satunya sahabat perempuan terbaik Aldo di masa SMA.
“Kamu … Aldo, kan?” Perempuan itu yang menyapa duluan.
Aldo tak mengenali Chika, dia bersikap agak jutek, malah merasa perempuan tersebut sok kenal sok dekat, dia tidak suka. Sampai perempuan cantik itu melanjutkan pembicaraannya sebagai berikut.
“Maaf kalau aku salah orang, tapi kamu mirip sekali dengan teman baikku yang bernama Aldo.”
Chika baru hendak berlalu dari hadapannya, Aldo akhirnya merasa penasar
Waktu berlalu dengan cepat, hari mulai gelap. Aldo jadi teringat pada janji temunya dengan Dirly yang sebentar lagi, yakni jam 7an. Tentu dia harus segera pergi.“Kalau begitu aku pamit dulu,” lontar Aldo.“Oh, makasih ya kamu udah banyak bantu kami, Do.”“Sama-sama, Chik. Oh iya ….” Aldo tampak merogoh saku, mengeluarkan dompetnya, dan mengambil sesuatu di dalam sana. Baik Chika maupun suaminya memperhatikan gerak-gerik Aldo secara seksama.“Ini buat keperluan Cheris, ambillah!”Ternyata Aldo mengeluarkan selembar cek yang sudah dia siapkan sejak di hotel tadi. Ragu-ragu Chika meraihnya, dan masih harus terkejut dengan nominal yang tertera di dalam kertas tersebut.“Do, aku nggak bisa terima, ini jelas terlalu berlebihan!” Seperti itu tanggapan Chika sambil menyodorkan balik cek yang berisi uang sebesar 300 juta itu.“Itu akan sangat berguna pengobatan Cheris, a
Aldo lalu bergegas menuju lift. Ketika berada di dalam sebuah notifikasi pesan masuk, dia sudah tak memedulikan, sepertinya dia bisa menebak siapa yang mengirim.Ting!Saat pintu lift terbuka, Aldo sendiri langsung melihat sosok Dirly sedang duduk di sofa loby, sambil menikmati secangkir minuman. Aldo tidak tahu persis itu minuman apa, tapi seharusnya panas jika dilihat dari cara penyajian ataupun cara Dirly meninumnya.Akan tetapi semua itu tidaklah penting, Aldo tidak memedulikannya. Yang terpenting adalah soal isi kepalanya saat ini. Aldo terbengong di lift cukup lama sembari menatap dingin sosok Dirly. Hingga pintu lift hampir tertutup lagi, dia pun bergegas menahan pintu dan keluar dari dalam sana.Melihat Aldo berjalan ke arahnya, Dirly pun menyapa ramah,“Eh, kamu udah balik, Do? Barusan aku kirimin kamu pesan. Kata pihak hotel kamu lagi nggak di tempat. Oh iya, soal tadi siang kamu nggak apa-apa kan? Apa mereka melukaimu?” ceroc
“Kata Alya ada tiga pelaku yang memperkosa dia, setelah mereka berdua, kalau bukan kau siapa lagi!” sergah Aldo dengan nada tinggi.“Maafkan aku, aku tidak tau persis siapa orang satunya yang mereka ajak, tapi kayaknya aku bisa menebaknya. Mungkin si bos yang turun tangan langsung.”“Bos?” Aldo menyipitkan mata.“Iya. Dia yang sekaligus menjadi dalang dari semua yang terjadi padamu waktu itu.”Aldo tak perlu mencecar lebih lanjut, tapi Dirly dengan suka rela membongkarnya. “Dia adalah ….”Dddrrrt!Ponsel Aldo tiba-tiba bergetar, serta berdering menghentikan ucapan Dirly. Awalnya Aldo tak ingin menggubris soal handphonenya, tapi itu nada dering khusus yang Aldo atur buat anggota keluarga Eduard. Kalau mereka menghubungi seharusnya ada hal yang penting.Sempat bergumul beberapa detik, pada akhirnya dia pun tetap menjawab panggilan tersebut. Ternyata Alya yang mengh
Di dalam perjalanan menuju Bukittinggi, Aldo terus mencemaskan keadaan Atika, wanita yang paling dia sayangi seumur hidup ini. Mau menghubungi rumah, tapi tidak mungkin dia lakukan di dalam pesawat seperti ini. Cuaca buruk sudah tak dihiraukannya.Di malam hari begini, ditambah hujan, jarak pandang pilot sempat mengalami sedikit kendala, dan menawarkan untuk kembali lagi ke bandara Kalimantan saja. Namun sudah pasti Aldo menolak. Dia berkata dia sendiri yang akan meneruskan mengoperasikan pesawat jika sang pilot hendak kembali.Mau tidak mau, akhirnya sang pilot pun memaksa untuk tetap melanjutkan penerbangan mereka. Menerobos cuaca buruk yang begitu menyeramkan. Hampir-hampir pesawat mereka menabrak sebuah gunung di depan sana karena jarak pandang yang benar-benar berkabut.Setelah hampir 2 jam bergelut di atas sana, barulah pesawat dapat mendarat dengan sempurna di bandara kota Bukittinggi. Semua orang bernapas lega. Aldo sendiri telah melanjutkan perjalananny
Berikutnya Aldo bertanya dengan pelan, “Memangnya sejak kapan Bagas hilang?”“Kemarin siang.” Erlan yang menyahut.“Apa? Kemarin siang?”Aldo jelas sangat terkejut mendengar keterangan singkat dari Erlan. Bagas sudah menghilang sejak kemarin, yang benar saja dia baru tahu sekarang.“Kok baru bilang ke aku?”“Semua orang sibuk melakukan pencarian, jadi melupakan banyak hal. Akhirnya baru teringat padamu tadi.”Sungguh terdengar begitu konyol, Aldo sampai bingung harus berkomentar apa. Melupakan dia gegara sibuk mencari keberadaan Bagas, alasan macam apa ini? Dia juga pastinya menyalahkan para pengawal sejauh ini. Padahal mereka ketakutan sampai tidak memiliki keberanian melapor.Lagipula para pengawalnya berpikir pasti keluarga Eduard sudah melapor pada Aldo sebelumnya. Memangnya siapa mereka, ada hak apa sampai begitu berani memberi laporan pada Aldo.“Kak Aldo &
“Siapa yang nelpon? Apa Dave sudah menemukan Bagas?”Aldo terlihat antusias membayangkan hal ini. Mengingat dia baru selesai berbicara dengan Dave, bisa saja asistennya itu yang menelpon dia memberi kabar baik.Beruntung Aldo masih mampu menyelamatkan makanan di tangannya. Usai meletakkan apa yang dia bawa di atas meja, dia baru merogoh ponselnya di dalam saku. Dilihatnya segera layar yang menyala, pelan raut wajahnya itu berubah muram.Ternyata Dyta yang menghubunginya, bukan Dave. Sejujurnya agak membuatnya kecewa. Namun Aldo tetap bergegas menjawab panggilan tersebut. Dyta juga penting kan? Apalagi seharian ini Dyta belum menghubunginya, tidak seperti biasa perempuan itu mengabaikannya seperti ini. Sebenarnya Dyta agak berubah terhadap Aldo setelah kejadian malam itu.“Halo, Dyt ….”“Hai … kamu nelpon aku ya siang tadi, maaf aku baru liat hape.”Dari caranya berbicara, tampaknya Dyta juga
Walau entah sampai kapan Alya akan terlelap. Sewaktu-waktu dia bisa saja terbangun lalu mengamuk mencari Bagas. Benar saja, Alya hanya terlelap sekitar 2 jam saja, kemudian terbangun lagi. Sepanjang malam itu, mereka semua harus bekerja keras sekali lagi untuk menenangkan Alya.Melihat keadaan Alya yang seperti ini sungguh membuat hatinya teriris."Aku harus cepat-cepat menemukan Bagas!" janji Aldo di dalam hati. "Tapi dimana aku bisa menemukannya?"Otak Aldo berpikir cukup keras, dia sedang duduk seorang diri di teras saat ini, sambil memutar-mutar ponselnya.Bagas hilang di seputaran rumah, tapi bagaimana bisa sesulit ini mencari keberadaannya? Apa semua ini ada hubungannya dengan para penjahat itu lagi? Yah, mungkin mereka!Tapi masalahnya, siapa pelakunya? Bukankah semua orang telah ditumpas oleh Aldo? Recky, Robert, bahkan peneror itu masih berada di rumah sakit saat ini. Hanya menyisakan Dirly seorang. Aldo jadi teringat pada pria
“Ah! Dasar kalian semua tidak becus!Aldo mengumpat sambil memukul setir.Hingga sejenak kemudian, ketika dia sudah benar-benar menyerah, berpikir buat kembali dulu saja ke rumah, tiba-tiba ponselnya berbunyi, sebuah notifikasi pesan dari nomor tidak dikenal. Aldo membukanya reflek, dan isinya adalah sebuah foto yang tak lain adalah Bagas, diikat di sebuah kursi. Alangkah terkesiapnya dia.“Apa-apaan ini? Siapa yang berani melakukan semua ini?” Aldo marah pastinya.“Aku harus melakukan sesuatu!”Aldo baru akan menekan icon hijau untuk menghubungi nomor yang mengirimkan foto tersebut, akan tetapi orang itu lebih dulu menelepon balik. Aldo mengangkatnya cepat.“Siapa kalian? Dimana kalian sembunyikan Bagas?” Kalimat tersebut yang diucapkan Aldo ketika menjawab telepon.“Wow! Santai, Bro … ini juga mau kasih tau.”“Suara ini, seperti suara ….” Aldo ber