“Oya? Nggak biasanya Dyta begini.”
Aldo jadi berpikir perkataan Dave tadi ada benarnya juga. Mungkin Dyta memang benar-benar kelelahan sampai terlelap selama ini. Sepertinya dia perlu mempertimbangkan lagi soal ke Ciwidey malam ini.
Sesaat Aldo malah terbelalak. “Atau jangan-jangan dia sakit?”
Tepat pada detik ketika dia selesai berkata, Dyta tiba-tiba muncul di hadapannya.
“Siapa bilang aku sakit? Sangat baik malah,” lontarnya yang memang memperlihatkan wajah super fresh karena sudah mendapatkan istirahat cukup.
“Eh, kamu udah bangun?” tanggap Aldo agak kaget, kakinya reflek bergerak melewati Bi Imas menghampiri kekasih cantiknya itu.
Bukan lagi bangun, tapi Dyta bahkan telah rapi. “Mau kemana berpakaian begitu?” kalimat tersebut lolos begitu saja dari mulut Aldo saat ia telah berdiri tegak hampir tak berjarak di depan Dyta.
“Lah, masih nanya … kan kamu mau ngaj
“Ish, kamu ini bener-bener jahil!”“Biarin, biar mereka cepet nikah!”“Dasar!”Pasangan itu lalu terkekeh bersama. Sampai sebuah suara tak asing terdengar menggema menyerbu kuping mereka.“Terus, kalian kapan nikah?” Demikian bunyi dari suara itu.Bagaimana Aldo dan Dyta tidak terkejut, sesungguhnya yang berkata adalah Bi Imas! Aldo sampai menatap asisten rumah tangga itu dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.Demikian juga dengan Bi Imas yang tampak menyentuh bibirnya, ekspresinya itu agak gentar. Sesungguhnya dia bukan dengan sengaja menimpali pembicaraan majikannya ... betapa tidak tahu dirinya dia, Bi Imas juga masih waras!Dia awalnya hanya bergumam, tak disangka malah terdengar jelas di kuping Aldo dan Dyta karena mereka yang sebelumnya sedang sibuk terkekeh ria sempat senyap.“M-maaf, Tuan. Bukan maksud saya lancang. Saya hanya ….”Perempuan par
Aldo benar-benar mengangkat Dyta menuju kamarnya dengan cukup susah payah, ia sampai membanting kekasihnya itu pada ranjang karena kehabisan tenaga. Dyta selalu sangat berat baginya. Napas Aldo ngos-ngosan setelahnya.“Rasain! Udah dibilangin juga, turunin aku ….”“Dan sekarang saatnya kamu membayar semuanya,” tanggap Aldo menyipitkan mata, memasang lagi wajah genit itu sambil menatap intens Dyta.Usai berkata Aldo sudah merangkak menaiki ranjang yang membuat Dyta bersiaga.“Mau apa kamu?”Aldo tak menjawab, tapi bagaikan singa ganas dia langsung meloncat ke arah Dyta serta mendekap perempuan itu erat. Saking cepat gerakannya, Dyta tak sempat menghindar. Selanjutnya Aldo membenamkan wajahnya pada area perut Dyta.“Mau apa sih ih … geli!” respon Dyta berusaha menyingkirkan kepala Aldo. Tanpa lupa menambahkan kalimat ancaman berikut, “Jangan macam-macam!”Ucapan D
“Jangan, Do. Kalau aku hamil gimana?”“Aku akan menikahimu,” sahut Aldo enteng saja tanpa beban.“Tapi ….”“Percayalah padaku, Dyt. Aku sangat mencintaimu.”Aldo tak pedulikan lagi wajah tegang yang masih diperlihatkan Dyta, dia telah mendekatkan wajah ke arah kuping perempuan itu. Sebelum melakukan sesuatu, dia terlebih membisikan sebuah kalimat seperti menanamkan jimat.“I love you so much, Dyta. I will marry you.”Deru napas Aldo menciptakan sensasi geli, tapi juga ada perasaan aneh yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata yang dirasakan oleh Dyta. Entahlah … walau masih sempat menghentikan aksi Aldo sebanyak beberapa kali, Aldo tetap berhasil meruntuhkan benteng pertahanannya.Akhirnya malam itu, segala isi yang ada di dalam ruangan tersebut menjadi saksi bisu kemesraan mereka. Rasa takut yang membuncah di dada Dyta membaur menjadi dengan kenikmatan dun
Sekian detik berselang, Aldo mulai merasa ada yang aneh dengan Dyta yang memunggunginya saat ini. Dia lalu mengendorkan pelukannya.“Dyt, kamu kok diam aja?”Selanjutnya dia juga membalikkan tubuh Dyta yang sedang memunggung menghadap padanya, dan setelahnya Aldo tampak panik. Bagaimana tidak, ternyata Dyta menangis di belakang sana.“Kamu kenapa, Dyt? Ada yang sakit? Aku terlalu kuat ya semalam?”“Bagian mana yang sakit, di situ ya?” Aldo benar-benar panik. “Apa perlu aku belikan obat?”Saat dia baru akan beranjak, Dyta menahannya.“Tidak ada sakit, aku abik-baik aja kok,” lontar perempuan itu.“Baik gimana? Buktinya kamu nangis gitu ….”“Biar aku beliin obat ya, atau salep buat kamu.”Aldo sudah langsung berdiri, dan melangkah. Dia sungguh akan pergi membelikan obat pada Dyta, dia berpikir gara-gara keperkasaannya semalam membuat
Sekitar 3 jam kemudian, Aldo dan Dyta telah rapi dan bersiap berangkat ke Ciwidey. Mereka barusan melangkah keluar dari dalam mansion menuju mobil. Obralan basa-basi terjadi di antara mereka, Aldo yang memulai.“Kamu yakin, Dyt … mau berangkat? Atau besok aja?!”“Yakin kok, memangnya kenapa denganku?”“Ya … siapa tau kamu capek, atau apalah ….”Aldo tidak berani sedikitpun mengungkit soal kejadian semalam, dia sudah cukup kapok takut Dyta seperti tadi lagi. Rasa bersalah masih terus menghantuinya saat ini.“Nggak, aku nggak capek kok. Ayo berangkat sekarang!”“Baiklah kalau begitu.”Akhirnya Aldo pun membukakan pintu mobil bagi Dyta, setelahnya baru dia sendiri mengitari kendaraan mewahnya itu dan turut masuk kedalam sana. Kali ini mereka tidak lagi menggunakan jasa transportasi umum menuju Ciwidey, Aldo membawa mobil.Alunan musik lembut menemani
Aldo dan Dyta turut duduk di teras saat ini menemani sang nenek, saat dipersilakan masuk mereka berkata di luar saja karena sang nenek sepertinya sedang asyik dengan kegiatannya, jadi mereka tak ingin mengacaukannya.“Bi, tolong buatkan 1 gelas kopi sama 1 gelas the hangat!” teriak Sang nenek kemudian.“Nggak perlu repot, Nek. Kalau mau Dyta bisa minta sendiri.”“Kamu ini kayak orang lain aja, Dyt. Nenek nggak merasa direpotin kok.Jika teringat perjumpaan pertama mereka dengan sang nenek, tentu perlakuan yang mereka dapatkan begitu jauh berbeda. Di kala itu Aldo terlihat biasa-biasa saja, sedangkan sekarang ia telah menampakkan siapa dia.Perasaan begini akan hadir di saat-saat seperti ini, terkadang Aldo merasa muak, uang selalu menjadi tolak ukur orang-orang terhadap yang lain.Seperti yang pernah dia katakan terhadap seorang pria yang kebetulan ketemu dengannya kala itu, pria tersebut ingin bunuh diri karena
“Benarkah? Sudah ada harinya? Wah! Nenek turut senang mendengarnya. Sangat bagus!”Jika sang nenek terlihat begitu gembira, Dyta justru menatap Aldo dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. Pada saat bersamaan, Jalu tiba-tiba muncul di hadapan mereka. Dia baru baru pulang kerja, hari itu kebetulan pulang lebih cepat.“Wah! Ada tamu ternyata,” ucap pria paruh baya itu disertai tatapan tak suka yang ditujukan pada Aldo maupun Dyta.Sejak pertemuan yang lalu, dia masih menyimpan dendam terhadap pasangan ini. Sedangkan melihat wajah Jalu, Aldo seperti menemukan air di tengah-tengah gurun pasir. Tampak sangat bersemangat. Namun tentu bukan waktu yang tepat juga buat mencecar pria itu dengan pertanyaan yang ingin dia ajukan, bisa-bisa terkesan aneh.“Tuh, Jalu sudah pulang,” ucap sang nenek, dia lalu beralih pada putranya itu, “Aldo nyariin kamu.”“Nyari aku? Buat apa, mau mencari masalah denganku la
“Memangnya mereka nggak lagi di Amerika ya, Nek?”“Nggaklah … Dirly sama dan Sella masih di Indonesia, mereka tidak pernah kemana-mana.”Senyuman tipis seketika merekah di wajah Aldo. Dia pun bergegas menimpali percakapan nenek dan Dyta.“Memangnya mereka tinggal dimana sekarang? Kok nggak pernah kelihatan?” pancing Aldo.“Mereka sekarang ada di Kalimantan, ikut Ivan.”“What? Ikut Om Ivan?” Dyta memastikan. Dia cukup terkejut mendengar jawaban itu.“Iyalah, Dyt.”“Tunggu, tunggu … tapi kata Om jalu, mereka di Amerika waktu itu. Nenek salah infomasi kali.” Dyta masih belum bisa mempercayainya. Dia juga meminta keterangan lebih lanjut dari Jalu, “Benar kan, Om?”“Hah? Ehm ….” Jalu malah gagap. Apalagi tatapan semua orang tertuju padanya, pria paruh baya itu semakin salah tingkah.“Ish, kamu
“Anda tidak terlihat seperti badut, Nona … tapi sangat cantik, gaun ini benar-benar cocok untuk Anda,” puji si perias. “Ayo Nona kita turun sekarang!”“Tapi aku nggak mungkin berpenampilan begini, apa yang akan dikatakan orang-orang? Di rumah sakit tapi mengenakan pakaian begini.”“Tidak perlu menghiraukan ucapan orang lain, karena mau seperti apapun kita tetap saja akan ada yang nyiyirin hidup kita, kayak saya,” lirih sang perias yang merupakan janda itu. Dia telah menceritakan semuanya pada Dyta selama prosesi berdandan berlangsung, Dyta jadi ikut prihatin.“Mbak benar, jangan dengarkan nyinyiran orang lain, toh mereka juga tidak menghidupimu. Semangat ya, Mbak!”Si perias tersenyum mendengarnya, lain yang dipikirkan Dyta lain pula yang dipikirkan sang perias, “Kalau begitu ayo kita turun sekarang!”Ia bergegas menarik tangan Dyta agar beranjak dari posisi duduk.
Sekuat apapun Aldo berusaha menahan diri untuk tidak terlihat lemah di hadapan Dyta, tetap saja dia tidak dapat melakukannya. Terlalu sulit melewatinya, Aldo tak sanggup. Keadaan Dyta sangat mengkhawatirkan, bagaimana bisa dia menyembunyikan perasaannya itu.Akhirnya tetap meledak, Aldo justru menangis histeris di hadapan Dyta yang terbaring lemah, menangisi kekasihnya itu sambil sesekali melontarkan kalimat berikut secara berulang-ulang."Dyta … kamu nggak boleh ninggalin aku, aku nggak akan bisa hidup tanpamu. Kamu harus bangun, Dyt! Bangun!""Bangunlah, aku mohon, Dyt!"Siapapun jika mengalami kondisi demikian kemungkinan besar akan seperti Aldo pastinya, ini merupakan cobaan paling berat seumur hidupnya, terancam kehilangan separuh napas adalah yang paling menyakitkan. Jika ditinggal selingkuh saja mampu membuat Aldo hampir gila, apalagi ditinggal pergi selamanya, rasanya jauh lebih menyakitkan. Aldo tak siap, dia benar-benar tidak siap.
Para tim medis saja dibuat terkejut bukan main, barusan keadaan Dyta masih stabil, tapi dalam sekejap sudah seperti ini jelas sangat membingungkan.“Gimana, Dok? Apa yang terjadi dengan Dyta?”“Entahlah … tapi kondisinya benar-benar menurun sekarang.”“Sus, tolong pasangkan lagi semua peralatan tadi!” alih sang sang dokter pada timnya.Perasaan Aldo jangan ditanya lagi, ketakutan dan kepanikannya bertambah berkali-kali lipat sekarang ini.“Tolong, Dok … tolong selamatkan Dyta! Lakukan apa saja, yang penting Dyta harus selamat!” cecarnya.“Kami pasti akan melakukan yang terbaik, itu sudah bagian dari tugas kami.”Sang dokter juga memerintahkan agar Aldo keluar dari ruangan tersebut, para tim medis tentu tidak akan dapat bekerja maksimal jika dia terus-terusan bersikap panik seperti tadi. Pasien pun akan merasa terganggu.“Nggak, Dok! Aku harus menema
Tanpa disangka sedikitpun, ternyata Cecep bukanlah lawan yang bisa diremehkan. Kemampuannya melebihi Recky dan Robert, apalagi Aldo sudah sangat kelelahan saat ini jelas membutuhkan perjuangan luar biasa dalam menumbangkan lawannya ini. Aldo sendiri telah babak belur, barulah berhasil menjatuhkan Cecep.“Sekarang terima kematianmu, Bangsat!”Aldo yang awalnya cukup lega berhasil menumbangkan Cecep harus kembali dibuat terkejut, pria itu memang belum mati, Aldo masih harus membereskannya, hanya saja ia membutuhkan jeda untuk mengambil napas. Hal tak terduga lainnya justru terjadi.Pria itu tiba-tiba mendapatkan senjata, dan sedang mengarahkannya ke arah Aldo. Matanya hampir meloncat keluar saking terkejutnya dia. Bagaimana tidak, nyawanya sungguh sedang terancam.Aldo benar-benar kelelahan sampai tidak dapat mengelak saat ini, beranjak dari posisi tersungkur bahkan agak sulit dia lakukan. Dia benar-benar kehabisan tenaga buat menumbangkan Cecep
Suasana di sana saat ini lumayan mengerikan, mayat tergeletak dimana-mana, baik itu anak buah Aldo maupun para musuh, jumlah mereka hampir sama banyaknya. Ada yang tewas karena luka tembak, maupun baku hantam.Aldo pun baru menyadari ternyata yang satu-satunya yang tersisa hanya dia seorang, tentunya cukup mengejutkan dia. Akan tetapi dia tidak akan mundur, satu lawan satu mana mungkin dia akan menyerah.Aldo baru akan melanjutkan langkahnya, suara tembakan membuatnya seketika mundur. Kurang seinci lagi dia hampir tertembak.“Aku seperti mengenal tembakan ini!” batin Aldo agak panik. Ia juga mengingat sesuatu, “Sniper handal itu!”Yah, dia orang yang terlibat pada kejadian di penjara beberapa waktu lalu. Drama penembakan Recky dan Robert saat itu.“Sial! Jadi dia ada disini!Jelas merupakan sebuah kegawatan. Aldo bergegas mencari tempat persembunyian dan bersikap waspada. Namun hal ini tetap tidak akan mengurung
Ketika mereka berdua tiba di hadapannya, Aldo justru berhasil menangkap tangan Robert yang hendak menyerang bagian perut, mematahkan tangannya itu tanpa ampun. Suara erangan mengaum keras.Sementara saat tendangan Recky yang mengincar kepalanya hampir menyentuhnya, Aldo juga dengan gesit menangkap kaki bajingan satu ini, lalu turut melayangkan sebuah tendangan mematikan tepat ke arah junior Recky.Sesaat Robert bangkit lagi, awalnya dia hendak menembak Aldo, tapi segera digagalkan Aldo dengan menendang senjata di tangannya hingga terhempas. Selanjutnya pertarungan sengit sempat menghiasi pertempuran seakan mereka seperti tandingan yang seimbang, hingga Aldo kembali berhasil menjatuhkan lawannya itu. Bagaimanapun dia tidak mungkin menang, dia bukanlah lawan Aldo, apalagi tangannya sedang terluka.Aldo bahkan menghajarnya cukup fatal kali ini, melampiaskan seluruh emosi yang menguasai jiwanya, sampai pria itu tak mampu bangkit lagi.Sambut-menyambut silih b
Perasaan Aldo benar-benar hancur melihat keadaan kekasihnya itu, sedikitpun dia tidak pernah menyangka hal setragis ini akan terjadi terhadap Dyta. Padahal sebentar lagi mereka akan menjadi pasangan paling berbahagia, tapi keadaan justru berbalik seperti ini.Sakit sekali pastinya, Aldo yang tak kuasa menahan diri. Untuk pertama kalinya ia tak memedulikan keadaan sekeliling, tangisannya meledak sudah sambil menggenggam tangan Dyta.“Maafin aku, Dyt … seharusnya aku tidak membiarkan kamu pergi sendirian, aku yang patut disalahkan!”“Dyta, bangunlah! Bangun, Sayang!”Ternyata Aldo sungguh tidak dapat mengontrol dirinya untuk bersikap tenang sehingga dokter harus memperingatkan dia, mengatakan bahwa orang yang sedang koma seharusnya disupport, bukan ditangisi seperti ini. Sebab walau Dyta sedang tak sadar tapi dia bisa mendengar semua yang dikatakan Aldo saat ini.Akhirnya Aldo harus berusaha tegar, menahan emosinya yang
Betapa terkejutnya Aldo mendapatkan kabar yang disampaikan oleh Dave barusan. Tanpa berpikir panjang dia langsung beranjak dari tempat duduknya dan pergi dari ruangan rapat begitu saja. Dia tentu harus menuju rumah sakit saat itu juga.Aldo pergi seorang diri, lagipula Dave harus mengambil alih meneruskan rapat yang sedang berlangsung. Keadaan Aldo tentu sangat tidak stabil, ia mengemudi dengan sangat brutal. Namun keberuntungan selalu memihak padanya di jalanan. Aldo berhasil tiba di rumah sakit dalam keadaan selamat.Usai memarkirkan kendaraannya secara sembarangan tak memedulikan apapun lagi, Aldo bergegas berlarian menuju ke dalam rumah sakit secepat mungkin.Baru saja dia menginjakkan kaki di pintu lift menuju ruangan VVIP, panggilan untuknya telah terdengar karena mobilnya yang parkir seenak jidat itu, tapi Aldo tetap tak menghiraukannya, bukannya kembali ke depan, Aldo justru melangkah memasuki lift.Mau mobilnya itu diderek atau diapapun, dia tak
Lain halnya dengan Dave yang segera mengiyakan kalimat Aldo, Dyta justru dibuat terkejut bukan main.“S-sekarang? Kenapa kalian para pria suka sekali seenaknya begini sih?!” rutuk perempuan itu kesal.Bagaimana tidak, barusan menghadapi Cecep yang bertingkah seenak jidat memaksa menikahinya, sekarang giliran Aldo yang melakukan hal serupa.“Kamu kok kayak nggak senang gitu, memangnya kamu keberatan nikah sama aku?”Aldo agak salah mengerti.“Bukan begitu, tapi menikah kan bukan main-main, Do … kita perlu menyiapkannya dengan mateng! Gimana bisa seenaknya aja begini, mau nikah ya nikah aja gitu!”“Kau pikir nggak akan bikin kaget kedua orang tuaku apa? Terus papi sama mami kamu, bisa-bisa mereka jantungan mikirin ide gilamu itu!”Dyta ngambek lagi, ia membuang muka keluar jendela sambil memeluk tangan. Ternyata mereka telah memasuki kawasan mansion Aldo berada.“Oh, ak