Gentala dan Mahapatih Wiguna saling duduk berhadapan, dengan meja makan sebagai pembatas, tentunya Gentala bertanya-tanya sekaligus penarasan. Untuk apa seorang Mahapatih, tiba-tiba ingin bertemu dengannya yang hanya seorang warga biasa?
" Izinkan saya yang rendah ini bertanya, untuk apa seorang Mahapatih mendatangi orang rendahan seperti saya ini? " Tanyanya sopan, memecah keheningan.
Mahapatih tersenyum, meletakkan segelas cangkir berisikan teh di atas meja, seraya berkata. " Anak muda, kamu terlalu merendah untuk seseorang yang berhasil membongkar aib dari putra sulung keluarga Bomo. "
Gentala sedikit tersentak, namun ia berusaha untuk bersikap biasa saja dan tak tahu apa-apa. " Apa maksud tuan? Saya tak mengerti dengan apa yang tuan bicarakan. " Elaknya seraya mengambil beberapa potong kue yang tersaji di atas meja. Memakannya dengan lahap seakan-akan dirinya belum maka
Waktu pemberontakan pun semakin dekat, menurut Mahapatih, pemberontakan akan di laksanakan tiga hari setelah festival bulan, di mana bulan di langit berbentuk bulat sempurna. Akan tetapi Gentala di liputi rasa cemas karena masih belum bisa membuat Darma menjadi sosok orang hebat atau pun sosok yang pantas untuk menjadi seorang Raja.Tak hanya karena kemampuan berpikir Raden Brama Wijaya yang terbilang sangat lambat, dia juga memiliki kekuatan spritual yang sangat lemah jika di bandingkan dengan adik angkatnya.Jika harus memilih siapa yang pantas untuk menjadi Raja? mungkin Gentala akan memilih putra mahkota, yaitu Raden Sugeng yang memilki otak yang cerdas dan juga berwibawa, tapi sayang nya, pria itu memiliki cacat, yaitu memiliki sifatt menjijikan dari ayahnya yang menyukai anak kecil, bahkan dia ini lebih parah dari ayahnya yang hanya menyukai gadis kecil saja sedangkan Ra
Festival Bulan pun, berjalan dengan sangat meriah, ada banyak kedai-kedai kecil berdiri, memenuhi sepanjang jalan sampai menuju ke kerajaan Natu.Semua orang sangat menikmati acara itu termasuk Gentala, dengan jiwa bisnis di dalam tubuhnya, ia pun menjajakan jajanan berupa Wajik, yang terbuat dari beras ketan yang di padukan dengan gula merah dan parutan kelapa. Tentunya makanan ini langsung di buru dan di gandrungi oleh para pelanggan yang jatuh cinta pada rasa manisnya.Gentala pun tersenyum puas, pundi-pundi uang mengalir desar masuk ke dalam kantungnya, membuatnya semakin berantusias untuk berjualan. Ia pun memanggil Darma untuk mengambil beberapa persediaan yang telah di siapkan sebelumnya.Nura yang melihat tersebut hanya bisa memandang kesal pada Gentala yang sejak tadi mengabaikannya, bukankah mereka ke sini untuk menikmati festival? Kenapa malah berjualan? Tak tahan, Nura pun menghampiri Gental
" Ikut atau tidak? " tanya Gentala. Raden Brama Wijaya sedikit tertegun, mendapat pertanyaan yang tak terduga dari Gentala. Bukankah pamannya sudah memanfaatkan nya? Apa dia tak ingin membalas dendam terhadapnya? " Apa kamu tuli?! Jika kita tak bergerak sekarang, maka mereka yang di balik pintu itu akan membunuh mu. " ucapnya kesal Raden Wijaya pun tersadar dari ketertegunannya. Terdengar ada banyak suara gaduh di balik pintu ruangan tempat mereka saling terdiam. " Te-tentu saja aku ikut. " timpalnya dengan susah payah, berjalan tertatih-tatih menghampiri Gentala. " Berpegangan lah dengan erat, dan jangan sampai dirimu terjatuh. " ingatkannya. Raden Brama Wijaya pun menganggukkan pelan kepalanya, Mereka pun langsung terbang dengan kecepatan tinggi melalui balkon, menghindari para mayat hidup yang mendesak masuk ke dalam ruangan, Angin
" BISAKAH KAMU MENGANYUNKAN PEDANG ITU DENGAR BENAR?! " teriak kesal Gentala pada Raden Brama Wijaya seraya berkacak pinggang. Di dekat sebuah air terjun yang berada di kedalaman hutan, seorang pria dengan tubuh kurus, lemah, bermandikan air keringat, dengan tangannya yang kurus, pria itu terus mengayunkan pelan sebilah pedang di tangannya yang memiliki berat kurang lebih dari dua kilo yang di berikan oleh Gentala. " Bagaimana bisa kamu menjadi seorang pemimpin negeri ini? jika mengayunkan pedang yang ringan itu saja kamu tak mampu! " teriak kembali Gentala. Raden Brama Wijaya hanya tertunduk kelelahan, telinganya terasa sakit karena terus mendengar semua omelan yang keluar dari mulut Gentala sejak tadi pagi. " Apa kamu dengar?! " " Tentu saja bos. " timpalnya susah payah dengan nafas yang terengah-engah. " Kala
Setelah menceritakan Si hitam dan juga masa lalunya, Nayaka pun mulai mengerti kenapa dirinya terkadang selalu lupa dengan apa yang di lakukannya?Lalu bagaimana dengan Raden Brama Wijaya? Setelah sering kali memeriksa denyut nadinya, Gentala pun akhirnya menemukan sesuatu yang berada di dalam tubuh Sang Raden, yang selama ini di carinya.Pantas saja, tubuh Sang Raden semakin lemah setiap kali ia melatihnya, itu semua berkat racun yang berada di tubuh Sang Raden, meski tak tahu jenis racun apa itu? Namun, Gentala sangat kagum pada tubuh sang Raden yang mampu bertahan menahan racun itu selama belasan tahun. Seperti yang di katakan oleh Nayaka, kelak, Raden Brama Wijaya akan bisa menjadi seorang Raja yang Gagah perkasa. Dan Gentala mempercayai itu sekarang.Berkat energi spiritual yang di berikan oleh Gentala serta ramuan herbal buatan Nayaka, membuat racun yang berada di dalam tubuh Raden Brama Wijaya, sedikit demi
" Anda sudah bangun? " Tanya Gentala pada Raden Brama Wijaya, yang baru berjalan keluar dari sebuah ruangan tempatnya berbaring.Sang Raden berjalan mendekati Gentala, memijat pelipisnya yang masih terasa pening, ia pun bertanya dengan penasaran. " Apa yang terjadi. "" Duduklah, ada yang harus aku katakan pada Raden. " Ucap Gentala.Raden Brama Wijaya pun dengan patuh menuruti perkataan Gentala." Ada apa? " tanyanya saat sudah terduduk di depan Gentala dengan sebuah meja kecil sebagai pembatas.Gentala tak langsung menjawab, kepalanya tertunduk sejenak lalu bangkit dari posisi duduknya, ke dua tangannya ia letakkan di belakang punggungnya, berjalan mendekati sebuah jendela, menatap ke arah luar, seraya melihat aktivitas para rakyat yang mulai menjalani kehidupan normal.Berkat Gentala dan juga Raden Brama Wijaya yang berhasil memusnakan para mayat hidup y
Seperti yang di katakan Gentala kemarin, ia dan Raden Brama Wijaya pun, memutuskan pergi di pagi buta, agar mereka bisa sampai ke tempat Nayaka dan Nura sebelum matahari terbenam.Mengetahui bahwa mereka akan pergi meninggalkan desa, seluruh rakyat di desa yang telah di selamatkan oleh Gentala dan juga Raden Brama Wijaya, berbondong-bondong menghampiri gubuk tempat mereka beristihat, meminta untuk tinggal lebih lama lagi, rakyat di desa itu masih terlalu takut pada mayat hidup yang bisa datang kapan saja.Dengan wibawa yang di miliki oleh Raden Brama Wijaya, dia menjelaskan dengan baik dan benar, mengatakan bahwa mereka tak perlu khawatir, karena tuannya, Gentala telah memasang pelindung tak kasat mata, yang mampu melindungi mereka dari marabahaya termasuk dari serangan para mayat hidup.Meski begitu, rakyat di desa itu masih enggan untuk mereka tinggalkan." Maafkan kami, tapi masih ada
" Gentala! " seru Nayaka, pria itu melambaikan tangannya sembari berjalan setengah berlari menghampiri Gentala dan yang lainnya. " Kamu baik-baik saja? " tanyanya.Gentala menyipitkan matanya, kedua tangannya menyilang di dada. " Jika aku tidak baik-baik saja, mungkin aku tak akan berada di depan mu sekarang. "" Mendengar nada ketus mu, berarti kamu baik-baik saja. " Nayaka berkata, ia menoleh pada Raden Brama Wijaya yang berdiri tak jauh dari Gentala." Salam Raden. " ucap Nayaka seraya menangkupkan kedua tangan tangan." Salam juga. "" Bukankah ini sedikit aneh? "" Apanya? "" Bukankah seharusnya kamu yang membawa itu? " menunjuk pada sekeranjang bahan makanan yang berada di punggung Sang Raden." Kenapa harus? Lagi pula dia sendiri yang menginginkannya, bukan aku. "" Kamu
Tidak terasa, akhirnya aku bisa namatin ini buku, padahal sebelumnya aku bingung mau menamatkan buku ini bagaimana? Terlebih lagi karena kesehatan aku yang kemarin-kemarin sempat drop yang mengharuskan istirahat full. Buat kalian yang sudah setia baca cerita ini dari awal hingga akhir, terima kasih karena sudah mau mampir ke cerita aku yang notabenya masih acak-acakan baik itu dari segi penulisan, alur cerita dan masih banyak lagi kekurangannya, sungguh aku sangat, sangat berterima kasih pada kalian. Di lain cerita, aku akan berusaha sebaik mungkin untuk memperbaiki kekurangan yang terdapat di buku ini. Semoga kalian bisa sabar menunggu cerita baru ku. see you next time ^3^ <3 <3 Love you.
Perburuan malam itu membuat setidaknya beban yang berada di pundak Juan terangkat sedikit. Ia menatap sebuah batu giok yang merupakan milik dari Gentala, tangannya menggenggam batu itu lalu membawanya ke dadanya, berharap gurunya yang sudah di alam sana bisa merasakan kerinduannya.Juan tak pernah menyangka bahwa dirinya yang dulunya selalu di hina dan di kucilkan kini berbalik menjadi sosok yang disegani dan di hormati bahkan di takuti oleh banyak kalangan karena kekuatannya yang sudah melegenda.Dirinya tak pernah menyangka bahwa pertemuannya dengan Gentala akan merubah nasib sepenuhnya, tak pernah terpikirkan olehnya bahwa dirinya akan menjadi seorang Raja.Keesokkan paginya, Juan pun meminta kepada semua mahapatih untuk berkumpul di aula rapat. Sebab ada hal yang ingin dia katakan.Tentunya setelah mendengar titah tersebut para Mahapatih pun berbondong-bondong menuju aula untuk menghadiri rapat.Setibanya di sana, semua mahapatih ya
Di temani oleh Dewi Ayu dan juga Sekar, kini adalah kali pertama Juan mengunjungi pemakaman gurunya, meski masih terasa berat, namun kini dia sudah baik-baik saja, ia pun meletakkan beberapa dupa serta satu kendi berisi air keras. Menangkupkan kedua tangannya lalu mulai berdo'aSetelah selesai mengirim do'a dan mengutarakan perasaannya, Juan berserta ibunya, memilih untuk kembali ke istana, namun di tengah perjalanan dirinya bertemu dengan Rengganis yang baru pulang dari ekspedisinya.Wanita itu memberi salam, lalu berjalan bersama-sama serta berbagi cerita tentang ekspedisinya membantu Sang ayah memusnahkan para bandit yang selalu meresahkan para warga.Meski tak selalu bisa berada di sisi Juan terus menerus, namun Rengganis sebisa mungkin menyempatkan waktu untuk menemui Juan tentunya ia selalu pulang tanpa tangan kosong.Kendati begitu, Rengganis tak pernah tahu tentang perasaan Juan terhadapnya, apakah dia menganggapnya sebagai teman saja? Atau pria i
Perkataan Rengganis membuat Juan tersadar, apa yang dilakukannya selama ini tak akan membuat gurunya kembali ke sisi nya.Ia pun menarik Rengganis ke dalam dekapannya, membuat wanita itu terlonjak kaget akan tindakan yang di lakukan oleh Juan." Maaf. " Kata itu terlontar begitu saja dari mulut Juan, tangannya semakin erat mendekap tubuh wanita itu.Tangan Rengganis yang berniat membalas pelukan itu tiba-tiba berhenti ketika ibu Juan, Dewi Ayu datang bersama Sekar." Ekhem! Maaf ibunda mengganggu kalian. "Rengganis yang terkejut pun langsung bangkit dari posisi ambigunya, ia berdiri seraya merapihkan diri. " Sama sekali tidak bibi. " ujarnya.Seketika suasana di dalam sana berubah menjadi canggung. Semua orang yang berada di dalam sana terdiam, menambah suasana semakin canggung." A-ah kebetulan, Ibunda baru saja memasak wajik kesukaan mu. Apa kamu ingin memakannya putraku? " kata Dewi Ayu memecah kecanggungan di antara mereka.
Beberapa bulan setelah peperangan itu, kerajaan Nemu pun mulai menemukan kembali cahayanya.Namun selama itu kursi tahta itu masih kosong, Sebab Juan menolak untuk mengisinya. Karena mereka tak mungkin memaksa Jaraka yang mentalnya masih hancur. Tapi hanya tinggal Juan saja yang memiliki darah dari Raden Brama Wijaya.Meski sudah di bujuk oleh teman-temannya. Bahkan oleh ibunya sendiri, Juan tetap berkata tidak.Hingga suatu ketika, Gentala memintanya sembari berkata bahwa dirinya ingin melihatnya menjadi seorang raja di sisa akhir hidupnya.Karena gurunya sudah berkata seperti itu, Juan pun mau tak mau harus mengisi kursi itu, dengan syarat bahwa gurunya tak boleh jauh dari dirinya.Gentala pun memutar bola matanya malas.Sungguh merepotkan!" Terserah pada mu saja. Sekalian saja kamu pasangkan tali kekang di leher ku, dan jadikan aku binatang piaraan mu! Kau pikir aku ini Widura! Yang selalu mengikuti mu kemana pun
Setelah berhasil memenangkan peperangan tersebut, Juan maupun Gentala dan Juga Nura sama sama kehabisan tenaga. Ketiganya langsung tak sadarkan diri. Beruntung posisi mereka tak jauh dari Rengganis dan lainnya.Mereka pun berbondong-bondong menghampiri ketiganya.Meski Rengganis dan Ling ling sempat berebut siapa yang akan membawa tubuh Juan? Tapi pada akhirnya Yodha Wisesa lah yang membawanya selaku kakeknya.Sesampainya di camp militer, Ayu Dewi pun langsung memburu tubuh putranya dan langsung memberinya pertolongan pertama.Walau terbilang sangat terlambat, namun ayah Rengganis sebisa mungkin membantu, karena sebelumnya ia terkurung di rumahnya sendiri dan tak bisa melepaskan diri.Alhasil, ia tak membantu sama sekali saat perang berlangsung. Demi menebus dosanya, ia bekerja dua kali lipat di banding yang lain, seperti menyediakan makanan, obat-obatan, dan perlengkapan lainnya.Saat tahu Ranu adalah Nura yang merupakan seorang
Setelah berkali-kali bertukar kekuatan dengan Agri Brata, lambat laun Juan pun mulai merasa bahwa seluruh tubuhnya sudah tak bisa menahan rasa sakit lagi. bahkan ia merasa bahwa seluruh tulang di badannya seperti sedang diremukkan secara perlahan, sehingga menimbulkan sensasi rasa sakit yang amat luar biasa.Akan tetapi, dia tak bisa menyerah begitu saja dan melewatkan kesempatan langka, sebab ia menyadari bahwa Agri Brata yang merupakan makhluk setengah abadi itu mulai kehilangan kekuatannya. Membuat Juan tak bisa mundur.Tapi sayangnya kedua kakinya sudah tak bisa di gerakkan lagi, bahkan untuk menopang tubuhnya saja sudah sangat sulit, apalagi mengeluarkan kekuatan untuk menyerang." Ayo gerakkan tubuhmu, hanya perlu satu serangan lagi untuk menunju kemenangan. " gumam Juan pada diri sendiri yang tengah berusaha bangkit seraya mengumpulkan tenga.Akan tetapi, seberapa keras ia memaksa tubuhnya untuk berge
Entah siapa yang harus ia salahkan? Apakah ramalan itu? Ataukah karena hasutan istrinya? Maheswara termangu. Hingga sebuah hantaman besar menyadarkannya dari lamunannya.Bledum!! Tubuhnya menghantam sebuah tembok hingga hancur menjadi kepingan yang kecil, dari mulutnya ia memuntahkan banyak kental.Ia terkekeh menerima hantaman tersebut, berkat hantaman itu ia pun menyadari bahwa semua itu karena ambisinya yang terlalu tinggi yang kemudian membutakannya, dirinya bahkan rela mengirimkan ke tujuh saudaranya ke nirwana.Bahkan, ibunya pun ikut menyusul, tak lama setelah ia mengatakan bahwa dia akan menjadi raja.Mungkin ibunya sengaja pergi, agar dirinya tak melihat kehancuran kerajaan di tangan putra sulungnya.Setelah berhasil menduduki tahta, ia mengusir semua selir ayahnya, mengembalikan mereka ke tempat asal mereka. Dan menyisakan mayat ibunya yang sengaja ia awetkan. Supaya dia bisa mendengar dan merasakan bagaimana ia memakmurkan ke
Sejak kepergian Wuyang dan juga Burdana, membuat suasana istana menjadi tak terkendali, banyak pertumpahan terjadi di mana-mana, di mana ketiga putra mendiang raja saling membunuh antar sama lain. Karena mereka percaya bahwa salah satu diantara mereka merupakan penyebab semua ini.Selang beberapa hari , kekuatan Jayara dan Mandana menghilang secara bersamaan. Kecuali Jaraka.Mengetahui hal tersebut, kedua saudara itu bekerja sama untuk membunuh Jaraka, sehingga melupakan bahwa diantara mereka masih ada Maheswara.Di sisi lain Maheswara terduduk manis di dalam kediamannya, menyesap teh panas yang telah di sajikan oleh sang istri seraya menatap permukaan danau yang begitu damai nan tenang.Sejak pembantaian keluarga Burdana yang ia lakukan secara diam-diam, serta mengusir keluarga Wuyang, yang kemudian ia bantai di tengah-tengah perjalanan, meski awalnya sulit.Namun karena ia menyuntikkan racun bunga hitam pada adiknya itu, membuat