Waktu pemberontakan pun semakin dekat, menurut Mahapatih, pemberontakan akan di laksanakan tiga hari setelah festival bulan, di mana bulan di langit berbentuk bulat sempurna. Akan tetapi Gentala di liputi rasa cemas karena masih belum bisa membuat Darma menjadi sosok orang hebat atau pun sosok yang pantas untuk menjadi seorang Raja.
Tak hanya karena kemampuan berpikir Raden Brama Wijaya yang terbilang sangat lambat, dia juga memiliki kekuatan spritual yang sangat lemah jika di bandingkan dengan adik angkatnya.
Jika harus memilih siapa yang pantas untuk menjadi Raja? mungkin Gentala akan memilih putra mahkota, yaitu Raden Sugeng yang memilki otak yang cerdas dan juga berwibawa, tapi sayang nya, pria itu memiliki cacat, yaitu memiliki sifatt menjijikan dari ayahnya yang menyukai anak kecil, bahkan dia ini lebih parah dari ayahnya yang hanya menyukai gadis kecil saja sedangkan Ra
Festival Bulan pun, berjalan dengan sangat meriah, ada banyak kedai-kedai kecil berdiri, memenuhi sepanjang jalan sampai menuju ke kerajaan Natu.Semua orang sangat menikmati acara itu termasuk Gentala, dengan jiwa bisnis di dalam tubuhnya, ia pun menjajakan jajanan berupa Wajik, yang terbuat dari beras ketan yang di padukan dengan gula merah dan parutan kelapa. Tentunya makanan ini langsung di buru dan di gandrungi oleh para pelanggan yang jatuh cinta pada rasa manisnya.Gentala pun tersenyum puas, pundi-pundi uang mengalir desar masuk ke dalam kantungnya, membuatnya semakin berantusias untuk berjualan. Ia pun memanggil Darma untuk mengambil beberapa persediaan yang telah di siapkan sebelumnya.Nura yang melihat tersebut hanya bisa memandang kesal pada Gentala yang sejak tadi mengabaikannya, bukankah mereka ke sini untuk menikmati festival? Kenapa malah berjualan? Tak tahan, Nura pun menghampiri Gental
" Ikut atau tidak? " tanya Gentala. Raden Brama Wijaya sedikit tertegun, mendapat pertanyaan yang tak terduga dari Gentala. Bukankah pamannya sudah memanfaatkan nya? Apa dia tak ingin membalas dendam terhadapnya? " Apa kamu tuli?! Jika kita tak bergerak sekarang, maka mereka yang di balik pintu itu akan membunuh mu. " ucapnya kesal Raden Wijaya pun tersadar dari ketertegunannya. Terdengar ada banyak suara gaduh di balik pintu ruangan tempat mereka saling terdiam. " Te-tentu saja aku ikut. " timpalnya dengan susah payah, berjalan tertatih-tatih menghampiri Gentala. " Berpegangan lah dengan erat, dan jangan sampai dirimu terjatuh. " ingatkannya. Raden Brama Wijaya pun menganggukkan pelan kepalanya, Mereka pun langsung terbang dengan kecepatan tinggi melalui balkon, menghindari para mayat hidup yang mendesak masuk ke dalam ruangan, Angin
" BISAKAH KAMU MENGANYUNKAN PEDANG ITU DENGAR BENAR?! " teriak kesal Gentala pada Raden Brama Wijaya seraya berkacak pinggang. Di dekat sebuah air terjun yang berada di kedalaman hutan, seorang pria dengan tubuh kurus, lemah, bermandikan air keringat, dengan tangannya yang kurus, pria itu terus mengayunkan pelan sebilah pedang di tangannya yang memiliki berat kurang lebih dari dua kilo yang di berikan oleh Gentala. " Bagaimana bisa kamu menjadi seorang pemimpin negeri ini? jika mengayunkan pedang yang ringan itu saja kamu tak mampu! " teriak kembali Gentala. Raden Brama Wijaya hanya tertunduk kelelahan, telinganya terasa sakit karena terus mendengar semua omelan yang keluar dari mulut Gentala sejak tadi pagi. " Apa kamu dengar?! " " Tentu saja bos. " timpalnya susah payah dengan nafas yang terengah-engah. " Kala
Setelah menceritakan Si hitam dan juga masa lalunya, Nayaka pun mulai mengerti kenapa dirinya terkadang selalu lupa dengan apa yang di lakukannya?Lalu bagaimana dengan Raden Brama Wijaya? Setelah sering kali memeriksa denyut nadinya, Gentala pun akhirnya menemukan sesuatu yang berada di dalam tubuh Sang Raden, yang selama ini di carinya.Pantas saja, tubuh Sang Raden semakin lemah setiap kali ia melatihnya, itu semua berkat racun yang berada di tubuh Sang Raden, meski tak tahu jenis racun apa itu? Namun, Gentala sangat kagum pada tubuh sang Raden yang mampu bertahan menahan racun itu selama belasan tahun. Seperti yang di katakan oleh Nayaka, kelak, Raden Brama Wijaya akan bisa menjadi seorang Raja yang Gagah perkasa. Dan Gentala mempercayai itu sekarang.Berkat energi spiritual yang di berikan oleh Gentala serta ramuan herbal buatan Nayaka, membuat racun yang berada di dalam tubuh Raden Brama Wijaya, sedikit demi
" Anda sudah bangun? " Tanya Gentala pada Raden Brama Wijaya, yang baru berjalan keluar dari sebuah ruangan tempatnya berbaring.Sang Raden berjalan mendekati Gentala, memijat pelipisnya yang masih terasa pening, ia pun bertanya dengan penasaran. " Apa yang terjadi. "" Duduklah, ada yang harus aku katakan pada Raden. " Ucap Gentala.Raden Brama Wijaya pun dengan patuh menuruti perkataan Gentala." Ada apa? " tanyanya saat sudah terduduk di depan Gentala dengan sebuah meja kecil sebagai pembatas.Gentala tak langsung menjawab, kepalanya tertunduk sejenak lalu bangkit dari posisi duduknya, ke dua tangannya ia letakkan di belakang punggungnya, berjalan mendekati sebuah jendela, menatap ke arah luar, seraya melihat aktivitas para rakyat yang mulai menjalani kehidupan normal.Berkat Gentala dan juga Raden Brama Wijaya yang berhasil memusnakan para mayat hidup y
Seperti yang di katakan Gentala kemarin, ia dan Raden Brama Wijaya pun, memutuskan pergi di pagi buta, agar mereka bisa sampai ke tempat Nayaka dan Nura sebelum matahari terbenam.Mengetahui bahwa mereka akan pergi meninggalkan desa, seluruh rakyat di desa yang telah di selamatkan oleh Gentala dan juga Raden Brama Wijaya, berbondong-bondong menghampiri gubuk tempat mereka beristihat, meminta untuk tinggal lebih lama lagi, rakyat di desa itu masih terlalu takut pada mayat hidup yang bisa datang kapan saja.Dengan wibawa yang di miliki oleh Raden Brama Wijaya, dia menjelaskan dengan baik dan benar, mengatakan bahwa mereka tak perlu khawatir, karena tuannya, Gentala telah memasang pelindung tak kasat mata, yang mampu melindungi mereka dari marabahaya termasuk dari serangan para mayat hidup.Meski begitu, rakyat di desa itu masih enggan untuk mereka tinggalkan." Maafkan kami, tapi masih ada
" Gentala! " seru Nayaka, pria itu melambaikan tangannya sembari berjalan setengah berlari menghampiri Gentala dan yang lainnya. " Kamu baik-baik saja? " tanyanya.Gentala menyipitkan matanya, kedua tangannya menyilang di dada. " Jika aku tidak baik-baik saja, mungkin aku tak akan berada di depan mu sekarang. "" Mendengar nada ketus mu, berarti kamu baik-baik saja. " Nayaka berkata, ia menoleh pada Raden Brama Wijaya yang berdiri tak jauh dari Gentala." Salam Raden. " ucap Nayaka seraya menangkupkan kedua tangan tangan." Salam juga. "" Bukankah ini sedikit aneh? "" Apanya? "" Bukankah seharusnya kamu yang membawa itu? " menunjuk pada sekeranjang bahan makanan yang berada di punggung Sang Raden." Kenapa harus? Lagi pula dia sendiri yang menginginkannya, bukan aku. "" Kamu
Karena kota Lilin memiliki kerusakan yang parah, Gentala pun memutuskan untuk tinggal sementara sekaligus membiarkan Raden Brama Wijaya untuk mengambil hati rakyat di sana dan menjadi sekutu untuk membantu sang Raden melakukan pemberontakan nantinya. Meski seminggu ini Raden Brama Wijaya telah berusaha keras mencuri hati rakyat di sana, namun hal tersebut belum juga membuahkan hasil sedikit pun, mereka bahkan menolak tawaran sang Raden, bersikap dingin padanya secara terang-terangan. Tak ada satu pun dari mereka yang mau menerima bantuannya, tak sedikit pula dari mereka yang menjauhkan anak-anak mereka yang mereka ambil dari persembunyian, menjauhkan mereka dari jangkauan Raden Brama Wijaya. Raden Brama Wijaya hanya bisa pasrah menerima sikap dingin dari seluruh rakyat kota Lilin itu, namun dengan sikap gigihnya ia tak menyerah begitu saja. Setiap hari, dia akan menawarkan bantuannya kepada siapa saja meski