Wajah pucat Bondan menegang. Dia menoleh ke arah Leroy. Benaknya langsung dipenuhi dengan senyum sinis Leroy."Nggak bisa gitu, Bu Gina," tolak Bondan. "Saya ini manajer restoran cabang kota Aston. Saya punya penilaian sendiri tentang kinerja para karyawan."Gina menatap ke arah Bondan dan tersenyum sarkas. "Terus, kenapa kalo kamu manajer restoran?! Apa saya nggak bisa pecat seorang manajer yang nggak kompeten kayak kamu?!"Bagaimana pun juga, Bondan memiliki koneksi orang dalam di Aston Pizza. Dia dengan cekatan merogoh saku celana dan mengeluarkan handphone. Dia mencoba menghubungi seseorang kenalannya.Namun sampai beberapa saat, orang yang dihubungi Bondan tidak menerima panggilan teleponnya juga. Bondan menjadi marah karenanya. Bondan dengan percaya diri berkata, "Bu Gina, kamu cuma orang baru di Aston Pizza. Sedangkan saya? Saya udah kerja bertahun-tahun dari karyawan magang, karyawan kontrak sampai karyawan tetap. Dan, saya bisa di titik sekarang karena kerja keras."Ada seny
"Jangan sentuh saya!" Bondan berteriak saat kedua satpam menarik tangannya. "Saya bisa jalan sendiri." Dia menghempaskan tangan satpam. Detik itu juga, handphone Bondan berdering. Dia segera menerima panggilan telepon masuk. "Radityo Wicaksono," ujar Bondan membaca nama si penelepon dengan senang. Bondan tersenyum sumringah. Dia melirik Gina sinis, lalu mengaktifkan mode loudspeaker. Dia berdiri berhadapan dengan Gina seolah sedang menantangnya.Bondan bertanya, "Radityo, kamu ke mana aja? Akuー"Bondan sengaja bicara keras-keras agar Gina dan semua orang bisa mendengarnya. Namun belum sempat menyelesaikan perkataannya, Radityo membentak Bondan."Dasar brengsek! Gara-gara kamu, hari ini aku dipecat dari kantor pusat Aston Pizza. Apa kamu udah puas sekarang, hah?!"Maksud hati ingin berbangga diri, tetapi Bondan justru mendapatkan kalimat makian dan tuduhan.Bondan gugup. Dia membalikkan badan dan memelankan suaranya.Bondan kebingungan. "Jangan sembarangan kamu, Radityo! Kenapa kamu
Hari berikutnya di kota Moco. Sesuai dengan perintah Leroy, Adipati akan mengambil tindakan tegas kepada Matteo pagi ini. Adipati melangkah masuk ke ruang makan di mana Matteo sedang sarapan ditemani oleh seorang pelayan. Begitu melihat Adipati, nafsu makan Matteo menghilang. Tidak lama, Issac datang dengan terburu-buru. Matteo meletakkan roti saus kacangnya di piring. Lalu, dia meminum air jeruk. Dia tidak berbicara sama sekali dengan Adipati ataupun Issac. Sekarang, kedua orang kepercayaan Leroy sudah berdiri di sisi kiri Matteo. Adipati mengangguk saat pelayan menatapnya. Kemudian, pelayan tersebut pergi dari ruang makan. Sekarang, di ruang makan hanya ada mereka bertiga. Adipati meletakkan sebuah dokumen di atas meja makan. "Tuan Matteo, silakan bubuhkan tanda tangan Anda di dokumen ini!" Tidak ada salam sapa ataupun senyuman di wajah Adipati dan Issac. Semua orang di rumah keluarga Opulent sudah berbalik memihak Leroy. Jadi, mereka tidak menghormati Matteo lagi. Matte
"Tunggu dulu!" Matteo berusaha mencari tahu. "Saya nggak pernah nyuruh HRD berhentikan kamu dari posisi sekretaris. Kok bisa kamu berhenti gitu aja tanpa persetujuan saya?!"Mendadak otak Matteo mencerna penjelasan Via dengan cepat. Dia merasa tidak melakukan apa-apa terhadap wanita itu. Dia juga tidak meminta seorang HRD memberhentikan Via. Lalu, mengapa Via tidak lagi menjadi sekretarisnya?Terdengar helaan napas panjang Via. "Ini murni keinginan saya, Tuan.""Jangan bercanda kamu, Via!" tegur Matteo. "Kamu itu Sekretaris andalan saya. Kamu udah lama kerja di bawah kontrol saya. Kalo ada masalah, kita bisa omongin baik-baik.""Maaf, Tuan, keputusan saya udah bulat." Via terus berbicara. "Semua berkas udah tersusun rapi di meja kerja Anda. Selamat tinggal dan terima kasih, Tuan.""Tunggu, Via! Kamuー"Sambungan telepon terputus. Wajah Matteo merah padam. Tiba-tiba, dia teringat sopirnya."Jangan-jangan semua ini bagian permainan Adipati!"Matteo menekan kontak sang sopir sambil marah
"Dasar mesum!" teriak Assad. Dia bangun dari kursi, lalu mengambil tongkatnya.Buk! Buk! Buk!Karena ajakannya tadi, Assad memukuli punggung Bastian dengan tongkat. "Aduh, Kakek!" Bastian berteriak. "Ampun, Kakek! Ampun!"Gina menahan tawa saat melihat wajah Bastian memerah menahan sakit juga menahan malu. Ezra yang berada di negara lain pun menertawakan tingkahnya. "Kakek, ini namanya penganiayaan." Bastian mencoba membela diri. "Kakek, tolong berhenti! Jangan bikin aku malu di depan Tuan Muda!"Mendengar kata-kata pembelaan dari Bastian justru membuat Assad semakin marah. Assad melotot. "Malu kata kamu?! Kamu masih punya muka di depan Tuan Muda, hah?!"Assad memukuli punggung Bastian lagi.Buk! Buk! Buk!Bastian berdiri, mencoba menghindari amukan Assad. "Kakek, aku ini Presdir OpH. Semua orang pasti ketawa kalo liat Anda memperlakukanku kayak anak kecil gini.""Ha! Ha! Ha!" Tiba-tiba saja Assad menganggapnya lucu. Saat Leroy menatapnya, Assad buru-buru meminta maaf atas nama Ba
Pagi hari berikutnya di Bukit Aston Village.Leroy sudah duduk di depan laptop dengan kemeja merah anggur lengan panjang. Rambutnya tersisir rapi. Sesekali dia menyesap kopi sambil mencermati surat kontrak mega proyek di layar laptop."Hemm!" Leroy bergumam. "Jay, meeting dimulai jam berapa?"Ruang kerja Leroy memiliki desain klasik dengan meja kayu besar, kursi kulit yang nyaman, dan rak buku yang penuh dengan koleksi buku. Ruangan ini dilengkapi dengan komputer, printer, dan peralatan kantor lainnya. Jendela besar memberikan pencahayaan alami yang cukup dan pemandangan hijau yang mengelilingi mansion. Dekorasi ruangan ini mencakup lukisan seni klasik dan tanaman hias untuk menambah suasana yang inspiratif dan produktif.Jay melirik jam di tangannya sekilas. "Jam 09:00 waktu kota Moco, Tuan. Itu artinya beda satu jam lebih lambat dari kota Aston.""Oke. Masih ada waktu 10 menit buat baca-baca isi surat kontraknya sebelum aku tanda tangan nanti." Leroy angguk-angguk. "Masih ada selem
Leroy dan Jay bersantai di dalam ruang billiard, tepatnya di area lounge dengan sofa empuk dan meja, tempat yang sempurna untuk bersantai.Jay Qasam, yang mendengar penjelasan Leroy berpikir bahwa Bastian Mamahit adalah seorang pemain. Dia meneguk bir kalengnya lagi. Sementara Leroy meletakkan rokok di asbak, lalu membuka bir kaleng. Jay yang semakin penasaran, langsung bertanya, "Saya pernah denger nama Pagoda Beats. Tapi sebatas yang saya tau, itu tempat kasino. Bener nggak, Tuan Muda? Apa Tuan Bastian penjudi?"Pagoda Beats terletak di kota Celestial, Venom. Pagoda Beats adalah salah satu kasino termegah dan terbesar di dunia. Kasino ini tidak hanya menawarkan pengalaman berjudi yang luar biasa, tetapi juga berbagai fasilitas mewah lainnya yang populer.Leroy menjawab, "Iya. Pagoda Beats adalah kasino sekaligus tempat pelacuran berkedok wisata. Ha! Ha! Ha!""Tuan Muda ngapain ke sana sama Tuan Bastian?" tanya Jay lagi. "Ada dua kalah judi dan berutang banyak?""Nggak. Tian emang p
Gina memberikan tepuk tangan meriah, "Bagus sekali, Bastian! Kamu mulai menguasai permainan ini."Leroy mengangguk setuju. "Kamu memang punya bakat, Bastian. Teruskan seperti itu!"Bartender membawakan anggur untuk mereka. Leroy langsung mengangkat gelasnya untuk bersulang. Mereka semua tertawa dan menikmati momen tersebut, merayakan setiap pukulan yang berhasil dan menikmati kebersamaan di ruang billiard yang mewah itu. Leroy mengambil giliran terakhirnya dengan penuh konsentrasi. Dia memukul bola putih dengan tepat, membuat bola hitam terakhir masuk ke dalam lubang."Permainan selesai!" serunya dengan senyum lebar. Gina dan Bastian memberikan tepuk tangan meriah, mengakui kemenangan Leroy."Selamat, Tuan Muda! Kamu memang hebat," kata Gina sambil tersenyum. Bastian mengangguk setuju, "Kamu benar-benar menguasai permainan ini."Leroy mengangkat gelasnya sekali lagi. Mereka semua bersulang.Ketika semua orang lengah, Bastian mendekati Gina. "Kamu sengaja deketin Tuan Muda? Kamu mau