Saat pintu tertutup, Rindy mengepalkan tangan. Dalam hatinya, dia bersumpah akan melawan Leroy dan Adipati, apa pun yang terjadi. Tidak lama setelah Adipati pergi, pintu ruang rawat inap kembali terbuka. Matteo muncul dengan wajah yang penuh kekhawatiran. Dia berjalan cepat menuju ranjang rumah sakit. "Rindy, gimana kondisi kamu? Gimana perasaan kamu sekarang? Apa kamu udah baikan?" tanya Matteo dengan nada lembut, berusaha menyentuh tangan istrinya. Suaranya dipenuhi kegelisahan. Rindy lantas menarik tangannya, lalu menatap Matteo dengan kemarahan yang tidak terpendam. "Kamu berani bertanya tentang kondisi dan perasaanku?!" Rindy berseru marah. "Kamu ke mana aja semalaman?! Kenapa baru dateng sekarang?!"Suara Rindy dipenuhi kemarahan dan kesedihan. Deru napasnya memburu seolah ingin mencabik-cabik pria yang bersamanya.Rindy melotot. Dengan sisa energi yang dimiliki, dia berteriak, "Semua ini salah kamu dan anak sialanmu! Aku kehilangan bayiku karena kalian! Aku akan balas perl
Emosi Matteo meningkat. Tidak itu saja, dari raut wajahnya juga menunjukkan kekesalan yang sudah bertumpuk-tumpuk. Kesal karena putranya, kesal sudah mendapatkan omelan Rindy, dan kini ditambah dengan sikap dari satpam!Matteo berteriak, "Astaga! Kamu nggak kenal saya?! Di negara Nephila kayaknya cuma kamu yang berani menghalangi jalan masuk saya."Satpam menggeleng. Dia benar-benar kesulitan menghadapi Matteo yang emosional.Akhirnya, satpam pun kembali bicara. "Maaf, Pak. Cuma penghuni dan tamu yang udah buat janji diperbolehkan masuk ke apartemen ini. Tolong jangan mempersulit pekerjaan saya!"Satpam tersebut mulai mengabaikan Matteo. Dia hendak pergi, tetapi kata-kata Matteo menahannya."Oke, oke. Gini aja, periksa buku tamu sekarang! Nama saya pasti ada di sana."Mendengar saran Matteo, satpam menjadi penasaran. 'Tuan Muda aja nggak ninggalin pesan apa-apa. Udah pasti nama Pak Matteo nggak akan ada di catatan,' pikir satpam. Meskipun satpam itu sudah tahu jawabannya, tetapi dia
Matteo telah sampai di rumah keluarga Opulent. Kemarahan masih terpancar jelas dari wajahnya saat dia melangkah ke luar, membanting pintu mobil. Mansion megah di hadapannya berdiri angkuh, menyimpan banyak kenangan dan rahasia keluarga.“Brengsek semuanya! Roy brengsek, Rindy brengsek!” umpat Matteo pelan sambil berjalan. “Awas aja kalo aku ketemu kamu, Roy!”Dengan langkah berat, Matteo memasuki rumah. Suasana sepi menyambutnya, hanya deru lembut pendingin ruangan yang terdengar. Namun, samar-samar dia mendengar suara percakapan dari arah ruang makan. Penasaran, kakinya melangkah perlahan menuju sumber suara.“Hah? Jangan-jangan ….”Betapa terkejutnya Matteo ketika melihat pemandangan di ruang makan. Di sana, duduk di kepala meja, adalah Leroy—putranya yang baru saja dia coba temui di apartemen. "Leroy?! Kok dia di sini?!" Matteo bertanya-tanya kebingungan. Raut wajahnya berubah masam. Di sisi kanan Leroy duduk Jay, asistennya yang loyal, sementara di sisi kiri ada Adipati, asisten
Matteo menatap Leroy dengan mata penuh kebencian dan frustrasi. "Kamu nggak tau, apa yang aku alami untuk meraih di tahap ini!"Leroy berdiri perlahan, menatap ayahnya dengan dingin. "Aku tau lebih dari yang kamu kira, Pak Matteo. Dan aku nggak bakal biarin kamu hancurin semua yang udah aku bangun. Kalo kamu pikir, kamu bisa terus memanipulasi dan mengendalikan, maka kamu salah besar, Pak Matteo."Matteo menggertakkan gigi. Tangannya bergetar menahan kemarahan. "Kamu harus belajar menghormati Papa."Leroy mendekati Matteo, menatapnya langsung di mata. "Aku bakalan hormati Anda saat Anda memang pantas untuk dihormati. Tapi sampai sekarang, aku bakal mastiin kamu tau kalo aku bukan anak kecil yang bisa kamu kendalikan sesuka hati."Setelah itu, Leroy berbalik dan meninggalkan ruang makan. Dia membiarkan Matteo terdiam dengan kemarahan dan rasa malu yang mendidih di dalam dirinya.***Pagi ini, sinar mentari menembus jendela-jendela tinggi ruang makan keluarga Opulent, menyinari meja pan
Matteo akhirnya berkata dengan suaranya bergetar antara marah dan putus asa. "Gimanapun juga, saya ini tetap aja Papa kamu dan Sagari tetap perusahaan saya!" Harga diri seorang Matteo yang sudah terbiasa hidup mewah, tidak boleh luruh hanya gara-gara anak kurang ajar yang hendak mengatur ayahnya! Dia harus menunjukkan wibawa seorang ayah dan seorang kepala keluarga! Leroy tersenyum tipis, tetapi senyum itu tidak mencapai matanya. "Ternyata, Pak Matteo nggak sepintar dugaanku. Sebagai seorang Komisaris Utama dan pemegang saham mayoritas di Sagari, aku punya kuasa penuh untuk ngelakuin apapun." Mendadak saja Matteo bungkam, dia terdiam. Kini Matteo perlahan menyadari bahwa dia telah kehilangan kendali atas situasi. Putranya yang dulu selalu patuh dan bodoh, sekarang telah berubah menjadi sosok yang tidak dia kenali, bahkan gagal dia kendalikan. Apakah Matteo masih memiliki sisa harga diri jika sudah dalam tahap semacam ini? "Kasih aku waktu." Matteo akhirnya mengalah karena sa
Hari hampir pagi. Matteo mulai mengerang pelan. Matanya perlahan terbuka, pandangannya kabur.“Hmh ….” Matteo siuman.Matteo merasakan kepalanya berdenyut akibat tekanan darah yang melonjak setelah perdebatan sengit dengan Leroy. Kini justru orang yang membuatnya mengalami serangan hipertensi ada di dekatnya, menatapnya dengan ekspresi tak terbaca."Syukurlah Pak Matteo udah sadar," kata Leroy dengan nada datar.Dengan satu gerakan singkat, dia menutup buku yang dibaca dengan asyik.Matteo mencoba bangkit perlahan, tetapi dia masih merasa lemah. Amarah yang terpendam kembali membara dalam dirinya. "Roy, jangan jadi anak durhaka! Lagian perbuatanmu ke Rindy nggak bisa dibenarkan!" suaranya bergetar, penuh tuduhan.Leroy masih tetap tenang, hanya mengangkat alisnya seakan dia bingung atas apa yang diucapkan ayahnya. "Aku nggak paham apa yang Anda maksud, Pak Matteo."Matteo mengepalkan tangannya, menggertakkan gigi. "Nggak usah pura-pura bego! Kamu kan yang nyuruh orang nabrak Rindy
Pagi hari berikutnya di Sagari Tower.Leroy berdiri di depan jendela bersama Jay. Dia memandang jauh ke horizon. Jas hitamnya yang rapi menegaskan posturnya yang tegap. Dia sedang menghisap rokok dengan tenang. "Tuan Muda, ini udah dua hari. Anda harus ambil sikap tegas untuk Tuan Matteo." Jay berbicara mengutarakan isi pikirannya. "Apa Anda udah punya rencana?"Leroy mengembuskan asap rokok tinggi-tinggi. Dia tampak seperti sedang berpikir keras. Leroy menjawab, "Aku tau. Aku udah punya rencana, Jay. Kamu tenang aja! Sepulang kantor nanti, aku akan pergi temui Papa." Saat itu juga, dia mendengar ketukan halus di pintu."Masuk!" perintahnya tanpa berbalik.Sinta DeltaーSekretaris senior yang tugasnya mengurus semua pekerjaan di kantor pusat melangkah masuk dengan anggun.Sinta berkata, "Tuan Muda, perwakilan dari PT Sembiring Agro Tbk dan PT Chandra Asri Tbk sudah datang."Leroy berbalik, senyum tipis tersungging di bibirnya. "Oke. Bawa mereka ke sini!"Sinta mengangguk dan keluar.
Sore hari setelah pulang bekerja, Leroy masuk ke kamar Matteo bersama Jay dan Adipati. Di samping ranjang, Issac duduk dengan tegak menjaga Matteo yang sedang duduk bersandar sambil membaca buku. Saat melihat Leroy, Issac langsung berdiri dan membungkuk hormat. Dia menjauh dari kursi. Sedangkan Matteo mengalihkan pandangan dari bukunya. Dia menatap Leroy sambil meningkatkan kewaspadaan.Leroy berdiri di samping ranjang Matteo, tatapannya dingin dan menusuk. Meski ayahnya masih dalam tahap pemulihan, Leroy tak menunjukkan belas kasihan. Ini kesempatan untuk menekan Matteo saat dia lemah."Pak Matteo," ujar Leroy dengan nada datar, "Aku pikir, sekarang adalah waktu yang tepat untuk Anda buat keputusan."Matteo mendengus lemah. Keringat dingin membasahi dahinya. "Saya tau, hari ini udah lebih dari 48 jam. Tapi, Roy, saya baru kena serangan hipertensi."Sinar matahari sore menerobos masuk dan menciptakan bayangan panjang di lantai marmer. Leroy mengambil satu langkah maju. Sosoknya yang