Sarah mengangguk dan mendongak ke atas di mana ada peserta senam yang sudah mulai lagi melakukan kegiatan tersebut.“Bagus. Karena mulai saat ini aku akan menuruti semua keinginanmu.” Marc berkata lagi.Mendengar pernyataan Marc, Sarah menatap lelaki tampan di depannya. “Aku minta kita bercerai.”“Kecuali itu.” Marc berjalan melewati Sarah.Tampak sekali wajah datar suaminya menegang saat Sarah mengucapkan kalimat cerai itu. Sarah juga bingung kenapa Marc jadi mau mempertahankan pernikahan ini. Bukannya mereka tidak saling mencintai?“Kamu marah?” Sarah membuntuti Marc.“Aku hanya tidak suka kamu terus-menerus mengucapkan kata cerai.”“Aku hanya meminta apa yang telah kita sepakati.”“Aku sudah meralatnya.”Sarah membuang kasar napasnya. Selain datar, irit kata kecuali sedang mode banyak tanya dan marah, Marc ini juga menyebalkan. Rasanya ketampanan dan tubuh bagusnya tertutupi sikapnya itu.Dan Marc memang benar-benar kesal. Semalam mereka sudah mulai dapat berbincang lama. Tadi saat
Sarah mengungkapkan alasannya. Tiga orang yang ia sebutkan membencinya, terutama Mama Lucy. Ia tidak ingin keluarga Carrington bertambah sulit jika mereka mengumumkan tetap bersama.“Kasihan Papa. Ia pasti pusing mendengar omelan Mama tentang kita.” Dengan embusan napas panjang, Sarah mengakhiri kalimat panjang lebarnya.Marc mendengarkan dengan penuh perhatian. “Jadi maksudmu, kita berpura-pura tetap akan bercerai?”Sarah mengangguk.“Aku tidak suka ide ini.” Kedua tangan Marc terlipat di perut sambil menatap lekat pada Sarah.Namun begitu, untuk sementara, Marc akhirnya menyetujui permintaan Sarah. Alasan yang paling masuk akal baginya adalah agar orang tuanya tidak sering bertengkar.“Kamu bilang akan menurutiku mulai saat ini, ‘kan? Itu permintaanku. Kita lanjutkan pernikahan dengan syarat kita tetap berjarak saat ada Ibu Tinna, Marsha dan Mama Lucy.”Tidak ada cara lain bagi Marc. Lelaki itu merasa ada rahasia yang disembunyikan Sarah, meski istrinya belum mau jujur padanya.“Oke
“Silahkan obat-obatan dan vitaminnya, Tuan.” Adrian meletakkan baki berisi obat dan air mineral.Hanya anggukan kepala yang diberikan Frank yang lalu meminum obat-obatnya. Ia mengucapkan terima kasih pada sang asisten setia.“Bulan ini obatnya habis, bukan?”“Benar, Tuan. Setelah ini Anda hanya minum dua atau tiga vitamin untuk menjaga kesehatan saja.”Frank kembali mengangguk. “Berarti sudah tiga bulan aku memiliki ginjal baru ini.’Setelah berkata demikian, Frank mengelus perut bagian bawahnya. Luka sayatan operasi memang sudah tidak terasa sakit, terutama di bagian luar.“Bagaimana rasanya, Tuan? Apa ada keluhan?”“Tidak sama sekali. Ginjal ini bekerja dengan baik.”“Syukur lah. Bulan depan kita konsultasi dengan Nephrologist, Tuan.”“Bukannya dokter ginjalnya tidak ada di negara ini?”“Memang benar, Tuan. Tetapi karena ginjalnya bisa diterima baik di tubuh Anda, tim dokter di sini lah yang akan melanjutkan merawat Anda.”Frank sebenarnya pernah mendengar berita tersebut. Nephrolog
Sarah mundur satu langkah. Wajahnya pucat pasi dengan napas memburu cepat. Mungkin karena saat masuk ruang operasi semua dokter telah mengenakan penutup kepala dan masker, ia jadi tidak mengenali lelaki yang berdiri di depan mereka.“Dokter Samuel?” Marc menjulurkan tangannya ke depan lelaki tersebut. “Saya Marc, putra Frank Carrington.”“Marc. Ya, saya ingat Anda.” Dokter tersebut membalas jabatan tangan Marc.“Oh, dan ini adalah Sarah -- istri saya, bukan Marsha. Sarah ini adiknya Marsha.” Marc menarik pelan tangan istrinya yang berdiri di sampingnya.“Sarah.” Wanita itu memaksakan senyum lalu mengangguk singkat.“Sarah? Bukan Marsha? Kalian anak kembar?” Dokter Samuel bertanya dengan wajah penasaran.Berhasil menguasai diri dan demi rahasia yang masih harus ia tutupi, Sarah hanya terkekeh pelan. Dengan nada bercanda berkata bahwa Marsha dan dirinya memang sama.“Kami sama-sama wanita, Dok.”Dokter Samuel tergelak. “Akh, salah orang ternyata. Kalian sedang liburan?”Marc merentangka
"Dari mana?”Lucy yang baru pulang larut malam tersentak kaget. Ruangan itu gelap, tetapi dari suara, ia tau suaminya lah yang baru saja menegurnya.Lampu ruangan menyala otomatis. Lucy kini dapat melihat suaminya duduk di kursi malas dan menatapnya tajam. Sementara wanita itu yang masih shock karena kepergok pulang dini hari tidak bisa berkata-kata.“Apa ini pekerjaanmu selama aku tidak di rumah? Pulang jam dua dini hari dengan pakaian seperti ini?” Mata Frank menatap tajam pakaian istrinya yang menggunakan mini dress serta sepatu hak tinggi.“Ehm.” Lucy menjernihkan kerongkongannya yang tercekat. “Aku baru pergi bersama teman-teman ke klub malam.”“Begitu? Ada yang merayakan sesuatu?”“Akh, ya. Benar. Salah satu temanku merayakan kelahiran cucunya. Iya, seperti itu. Kami hanya minum-minum dan mendengar cerita temanku itu tentang kelahiran cucunya.” Panjang lebar, Lucy menjelaskan.“Aku tau kamu berbohong!” sentak Frank.Lucy mundur satu langkah. Selain bicara tegas, Frank kini mengh
“Kamu yakin tidak ingin keluar? Tidak bosan?” Marc menatap Sarah yang hanya bermalas-malasan di sofa sambil menonton televisi.“Iya, aku ingin di kamar saja. Kalau kamu mau pergi, silahkan.”Wajah Marc memberengut mendengar pernyataan Sarah. Akhirnya ia menjatuhkan bokongnya di samping Sarah dan ikut menonton drama romantis yang sedang diperhatikan istrinya.Kurang tertarik, Marc akhirnya membolak-balik majalah yang memuat fasilitas di pulau. Setelah beberapa lembar, Marc menemukan yang menarik perhatiannya.“Aku mau menelepon dulu, ya.” Marc berdiri lalu meninggalkan Sarah.Sarah mengangguk dengan mata tetap pada layar televisi. Sambil menonton, sekali-kali, ia mengatur napas. Rasa sakit pada bagian dalam luka sayatan operasi ternyata masih ia rasakan.Untungnya, Marc tidak curiga. Sebenarnya Sarah jadi merasa kasihan pada Marc. Menurut Sarah, suaminya itu terlalu baik hingga selalu percaya begitu saja pada apa yang dikatakan orang.Meskipun sikapnya datar bahkan kadang dingin, Marc
“Woooo.” Sarah berdiri di pinggir kapal yang berlayar di laut sambil berteriak. “Marc ini menyenangkan.”Marc tersenyum. Kejutannya berhasil. Saat melihat iklan bahwa pengelola villa menyewakan kapal untuk berlayar dan memancing di tengah laut, Zack langsung teringat tentang keinginan Ayah Thomas untuk mengajak Sarah melakukan kegiatan tersebut.“Jadi, bagaimana rasanya berlayar?” Marc berdiri di samping Sarah.Sarah menoleh dan menatap wajah tampan yang memerah karena terik matahari itu dengan senyum. “Panas.”Marc terkekeh dan mengangguk. Untung saja awal kapal menyiapkan tabir surya dalam bentuk spray. Sarah menyemprotkan skincare itu ke wajah dan bagian tubuh Marc yang terbuka.Setelah itu, Marc gantian membantu Sarah menggunakan tabir surya. Cukup lama karena Sarah menggunakan gaun terbuka di punggung. Marc juga meratakan cairan itu di kulit istrinya.Marc berlama-lama mengusap kulit Sarah. Ia baru merasakan halus dan kenikmatan tersendiri menyentuh kulit tersebut.“Sudah?” Sarah
Sarah dan Marc menikmati pemandangan matahari tenggelam di dek kapal. Para pelayar yang berpengalaman menyiapkan suguhan makan malam yang romantis.Membayangkan situasi ini bersama pasangan yang saling mencintai, pasti akan sangat bahagia. Sarah tersenyum simpul dalam khayalannya.Marc tetaplah lelaki datar. Yang sulit mengungkapkan isi hatinya, meski sangat ingin. Baginya saat ini, Sarah menikmati apa yang ia rancang sebagai rangkaian bulan madu mereka.Mereka kembali ke villa menjelang malam. Sarah dan Marc tidur nyenyak berpelukan. Entah bagaimana nanti setelah ini, Sarah memilih tidak memikirkannya.Dalam pesawat yang mengantar mereka kembali, Sarah menatap keluar jendela. Benar kata Marc, ternyata ide bulan madu ini tidak lah buruk. Salah satu sisi baiknya, ia bisa melihat pribadi Marc yang lembut dan diam-diam perhatian.“Larry akan menjemput kita di bandara.”“Siapa Larry?” Sarah membalas pernyataan Marc.“Dulu, Larry adalah asisten pribadiku. Saat aku mendirikan cabang perusah