Home / Romansa / Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku / Bab 1 Bukan Pernikahan Impian

Share

Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku
Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku
Author: Aurel Ntsya

Bab 1 Bukan Pernikahan Impian

Author: Aurel Ntsya
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Permisi, Pak, maaf mengganggu. Saya Titania Lestari yang diminta untuk menghadap langsung pada Bapak, mengenai surat permohonan cuti yang saya ajukan."

Tania mengepalkan tangannya, ia dapat merasakan dengan jelas bagaimana butir-butir keringat mulai muncul dari dalam tubuhnya. Saat ini, ia sedang berada di ruangan bosnya karena ia perlu mengambil beberapa hari libur dalam waktu dekat.

Namun, sebenarnya ia sendiri pun tahu kalau bosnya tidak akan menyukai pengajuannya ini. Kemungkinan besar, bosnya akan menolak surat permohonan cuti yang ia ajukan.

Akan tetapi, Tania tidak punya pilihan lain.

“Mau bagaimana lagi? Memang disuruh menghadap pria seram ini,” batin Tania dalam hati.

Pandangan mata Tania terarah lurus pada papan nama di atas meja sang atasan, tidak berani menatap wajah bosnya.

Rayanggara Nugraha, nama yang terukir pada papan nama tersebut. Tania tanpa sadar menggigit bibirnya sembari menundukkan kepala, menatap tangannya yang bergetar. Untuk pertama kalinya Tania berhadapan dengan Presiden Direktur tempatnya bekerja.

"Untuk apa?" sebuah amplop surat melayang, jatuh tepat di atas kaki Tania.

Tania terkesima! Terkejut melihat surat pengajuan cuti yang sudah ia buat dibuang begitu saja.

Sesungguhnya, ia tidak terima, tapi Tania tidak berani memungutnya. Ia hanya bisa diam, seolah ia kehilangan pita suara hingga tak mampu menjawab pertanyaan dari Ray, sang Presdir.

"Kamu tidak dengar pertanyaan saya? Untuk apa kamu mengajukan cuti?" Pria itu mengulang pertanyaannya. Kali ini dengan intonasi suara yang terdengar rendah dan pelan, namun mampu membuat Tania merinding seketika. Belum lagi tatapan mata Ray yang menghunjam begitu dalam menatap Tania.

Tania tidak sabar untuk segera keluar dari sini!

"Ada acara pernikahan yang harus saya hadiri, Pak," jawab Tania, panik saat netra matanya tak sengaja bertemu dengan netra gelap Ray yang menatapnya begitu tajam.

"Terus?" tanya Ray tak acuh, seolah itu bukanlah hal penting yang memerlukan cuti.

Rongga pernapasan Tania terasa kosong, sebagian napasnya terasa pergi meninggalkan tubuhnya, saat ia mendengar pertanyaan Ray yang sudah menunjukkan penolakan atas surat permohonan cuti yang ia ajukan.

"Maksudnya, Pak?" tanya Tania, seakan ia tidak tahu maksud perkataan Ray yang hanya satu kata itu.

Ray mengangkat sebelah alisnya, menatap Tania.

"Apakah pesta pernikahan itu tidak dapat berlangsung jika kamu tidak hadir?" tanya pria itu dengan nada datarnya yang biasa.

Tania semakin gelisah, tanpa sadar ia meremas sebelah tangannya. Tania bahkan memejamkan mata selama beberapa saat sembari menunduk, mempertimbangkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Ray.

“Apa yang harus aku katakan,” batin Tania dalam hati, ia merasa sudah tidak memiliki harapan. Ingin mengatakan yang sebenarnya, namun Tania bahkan tidak memiliki keberanian lebih untuk melakukannya.

"Siapa?" tanya Ray sebelum Tania sempat menjawab.

"Saya … Pak," jawab Tania dengan begitu pelan. Kali ini ia dapat menangkap maksud pertanyaan Ray, meski itu hanya satu kata. “Saya yang menikah.”

Hening.

"Tidak membaca peraturan?" Suara Ray terdengar dingin hingga membuat Tania menggigil.

Sebenarnya, sejak awal masuk ke ruangan ini Tania juga sudah pasrah jika Ia kemungkinan akan dipecat dari perusahaan. Tania tahu, ia melanggar peraturan yang sudah ia sepakati saat masuk bekerja di perusahaan ini. Karyawan perusahaan baru boleh mengajukan cuti jika sudah bekerja lebih dari tiga bulan.

Padahal Tania baru saja bekerja selama dua bulan. Tidak seharusnya ia mengajukan cuti sekarang.

"Maaf, Pak, saya tahu kalau saya telah melanggar peraturan perusahaan,” ucap Tania. Ia menelan ludah dengan gugup.

"Saya akan mengundurkan diri. Saya akan mengirim surat pengunduran diri saya segera."

Tania membungkuk, memberi hormat sebelum ia pergi dari sana. Meninggalkan Ray yang bahkan tidak mengatakan apa pun.

Sesungguhnya, Tania merasa sedih karena ia harus merelakan pekerjaan yang sudah susah payah ia dapatkan. Namun, pernikahannya tidak bisa ditunda lagi. Berdasarkan kesepakatan dua keluarga, memang pernikahan Tania dan sang kekasih harus dilaksanakan di hari kerja.

Tania tidak bisa membantah soal pemilihan tanggal tersebut. Karena menurut keluarga mereka, itu adalah hari yang baik untuk melangsungkan pernikahan.

"Tidak apa-apa, lagipula aku akan menikah." Tania mencoba untuk menyemangati dirinya sendiri, meskipun air mata sudah berada di ujung mata. “Jika memang aku harus menjadi ibu rumah tangga, aku juga tidak masalah.”

Akan tetapi, tepat di hari pernikahan, Tania dengan segera menyesali keputusannya.

“Tania! Calon suamimu kabur dengan selingkuhannya!”

Saat mendengar itu, tatapan Tania kosong, tidak percaya.

“Aku dengar, dia punya anak di luar nikah.”

“Pantas saja calon suaminya kabur.”

Tania mulai mendengarkan orang-orang di sekitarnya mulai bergunjing. Tidak dapat dicegah karena gedung pernikahan tersebut sudah ramai oleh tamu undangan.

Bukan hanya itu, Tanialah satu-satunya yang harus menanggung malu hingga rasanya ia ingin menghilang dari bumi ini.

“Ini semua pasti salah Tania! Tidak mungkin putraku kabur begitu saja jika si Tania itu tidak melakukan kesalahan!”

Semua cemoohan yang dilontarkan orang-orang terus berdengung di telinganya, membuat Tania bertanya-tanya apakah benar ia melakukan kesalahan yang tak termaafkan, hingga calon suaminya tega mempermalukannya seperti ini?

"Jika sudah seperti ini, apa yang harus kita lakukan? Kamu mempermalukan keluarga besar kita Tania!"

Tania menutup matanya, mencoba menenangkan diri. Entah berapa lama ia diam saja, tak bergerak di ruang rias tersebut , membiarkan orang-orang di sekitarnya mengatakan hal-hal yang tidak mengenakkan.

“Tuhan, bantulah hambamu,” batin Tania. “Apa yang harus aku lakukan?”

Tiba-tiba terdengar keributan di luar gedung, membuat semua perhatian langsung terarah ke sana. Termasuk Tania. Jantungnya nyaris berhenti saat ia mendengar seseorang berteriak:

“Mempelai prianya sudah datang!”

Related chapters

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 2 Sebuah Mimpi Buruk

    “Mempelai prianya sudah datang!”Apa? Bagaimana maksudnya?Apakah pria brengsek itu kembali dan melanjutkan pernikahan? Tania mengepalkan tangannya hingga buku-buku jarinya memutih. Rasa marah yang membakar dadanya membuat Tania tidak menampakkan sedikit pun senyuman di wajahnya.“Apa aku baru saja dipermainkan?” batin Tania geram..“Nak, ayo!” Tiba-tiba sang ayah menghampiri Tania dan menarik tangan wanita itu agar mengikutinya keluar dari ruangan, menuju aula utama. “Kita temui calon suamimu.”“Aku tidak akan menahan diri, aku akan menghajarmu sialan!” batin Tania.Dari kejauhan, Tania melihat punggung pria itu. Calon suaminya sudah duduk di pelaminan, membelakangi pintu masuk. Tampak sudah siap untuk menikah.Namun, Tania tidak peduli. Sosok itu sudah mempermainkannya!Sesampainya ia di dekat pria itu, Tania langsung menampar bagian belakang kepala sosok itu dengan keras.Para hadirin terperangah. Tidak percaya.“Tania! Apa yang kamu lakukan!?” Sang ayah tak kalah terkejut, langsu

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 3 Surat Perjanjian

    "A-apa ini?" Tania cukup terkejut, ia baru masuk ke dalam ruangan dan sebuah map berwarna coklat melayang ke arahnya. Pria menyeramkan itu, si antagonis yang tak punya hati. Bagaimana Tania akan hidup bersamanya, sebagai suami-istri. Niatnya untuk beristirahat terpaksa ia urungkan, mereka harus membicarakan hal yang jauh lebih penting dibandingkan berisitirahat. "Aku sudah mengatakannya 'kan, kau harus membayar mahal atas bantuanku hari ini!" "Aku tahu! Kau akan melakukan ini!" batin Tania dalam hati, ia segera mengambil map coklat tersebut, di dalamnya terdapat beberapa kertas yang telah dijilid menjadi satu. "Surat Perjanjian?" gumam Tania, keningnya berkerut membaca tulisan tebal yang menjadi sampul dari tumpukan kertas tersebut. Meski masih berada dalam kebingungan, Tania berusaha tenang dan membuka tiap lembar dari kertas itu, sebelum ia benar-benar membacanya, alangkah baiknya jika ia memastikan terlebih dahulu apa isi dari kertas-kertas tersebut. "Kapan dia menyiapkan s

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 4 Harga Diri

    "Jadi, apa yang harus aku lakukan?" tanya Tania begitu pelan, berusaha agar tidak meneriaki Ray saat ini juga. "Apakah tidak cukup dengan mengalungkan sebuah rantai di leherku?" batin Tania. Ingin rasanya Tania membatalkan semua ini. Membatalkan pernikahannya, dan menghilang dari dunia ini. Mungkin itu jalan terbaik yang seharusnya ia pilih. "Kembali pada perjanjian, jika kau membawa orang lain untuk ikut bersamamu, maka peraturan baru harus dibuat." Tania mendengus, "apa kau ingin menjadikan anak kecil sebagai budakmu juga?" teriak Tania, akhirnya ia benar-benar lepas kendali. "Apa kau tidak benar-benar membaca peraturannya? Kau bahkan dilarang meninggikan suaramu di depanku, dan beraninya kau berteriak!" Ray berdecak marah, untuk pertama kalinya ada orang yang berani berteriak di depannya. Ia benar-benar benci hal itu. "Kau tau 'kan apa yang harus kau lakukan, setelah kau melanggar aturan yang aku buat." Tania mencengkram gaun pernikahan yang masih melekat di tubuhnya. Waja

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 5 Pilihan Yang Sulit

    "Mengapa Ayah melarang aku membawa Rose? Dia putriku, aku akan membawanya kemana pun aku pergi!"Ayah Tania tampak frustasi, harus bagaimana lagi ia menjelaskan pada Tania.“Tania! Kau bisa bertemu dengan Rose kapan pun itu, tapi membawanya bersamamu, Ayah tidak setuju!” tegas Ayah Tania, menolak mentah-mentah keinginan Tania.“Ayah, Rose akan ikut bersamaku. Ayah tidak berhak untuk memisahkan aku dengan Rose.”Suasana di dalam ruangan bernuansa putih itu semakin memanas. Seorang ayah yang selalu menatap putrinya dengan mata berbinar, berubah jadi menakutkan untuk dipandang.“Kau tidak berhak, Tania! Kau tidak memiliki hak atas Rose!”“Kau akan ikut dengan suamimu, tapi tidak dengan Rose. Rose akan tetap bersama ayah.”Keputusan akhir oleh ayah Tania, tidak dapat lagi diganggu gugat. "Dia-" Ray tiba-tiba menyahut, menunjuk Rose, "akan ikut bersama kami."Saat Ray mengatakan itu, tidak ada seorang pun yang boleh membantah, termasuk ayah Tania. Ia sangat sadar akan posisinya.Meski san

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 6 Diasingkan

    "Bunda!" bentak Ray, tak suka dengan apa yang diucapkan ibunya "Kenapa, Ray! Karena perempuan ini, sekarang kamu berani membentak Bunda?""Ingat Ray, Bunda hanya menerima satu perempuan sebagai menantu di rumah ini. Tidak dengan yang lainnya."Nyonya besar membanting pintu, menimbulkan suara nyaring. Ia segera mengunci pintu rumah utama, menunjukkan penolakan bagi siapa pun yang hendak masuk."Mama, mengapa nenek tua itu marah-marah? Dia seperti penyihir, rambutnya juga putih." Ucapan Rose baru saja memecah keheningan yang sempat tercipta, membuat Ray menatap Tania kasihan. Dia tampak lelah dengan wajahnya yang lesu."Rose, Mama tidak pernah mengajarkan Rose untuk berbicara seperti itu 'kan," tegur Tania."Maaf, Mama," ucap Rose tampak menyesal.Tania tersenyum, mengusap rambut Rose. Hingga, garis lengkung di wajahnya itu berubah datar, saat tatapan matanya tanpa sengaja bertemu dengan netra gelap Ray, yang se

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 7 Kehidupan Baru Dimulai

    Tania terbangun dari tidurnya. Kedua tangannya berada di depan dada, seolah ingin menenangkan detak jantungnya yang berdetak begitu cepat, seakan hendak meloncat keluar dari tubuhnya.Matanya tampak was-was menatap sekeliling, mengusap keringat yang membasahi keningnya."Hanya sebuah mimpi," gumam Tania, masih mengatur napasnya yang terasa memburu. Mimpi yang ia alami terasa sangat nyata, seolah Ray benar-benar ada di sana.Sepertinya, Tania terlalu memikirkan tentang Ray dan segala aturan-aturannya, membuat Tania merasa takut. Hingga, ketakutan itu merangkak masuk ke alam bawa sadarnya.Karena mimpi itu, Tania jadi tidak bisa lagi tidur. Hanya duduk di atas ranjang, menatap kosong ke depan, menanti matahari naik dan memancarkan cahaya kemerahannya."Non Tania, anda sudah bangun?" Tania tersadar dari lamunannya, saat ia mendengar suara ketukan pintu. Itu adalah suara asisten kepala. "Iya, saya sudah bangun."Setelah mengatakan itu, pintu kamar terbuka, memperlihatkan seorang wanita

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 8 Aturan Tambahan

    "Sepertinya, kau tidur dengan nyenyak." Tania mematung di tempatnya, saat sebuah suara menginterupsi tepat di belakangnya."Mati aku," batin Tania dalam hati. "Aku tidak membuatnya menunggu 'kan? Aku yang lebih dulu masuk ke ruang makan, sebelum dia." Tania terus berperan dengan pikirannya, takut jika dia kembali melakukan kesalahan dan melanggar aturan.Tania masih berdiri di tempatnya, hingga tidak menyadari bahwa Ray telah duduk di kursi meja makan. Menatapnya dengan sebelah alis yang terangkat, seulas senyuman terbit di ujung bibirnya."Sampai kapan kau akan berdiri di situ? Apakah kau benar-benar ingin aku memberimu hukuman?""Tidak!" Tania sontak berteriak, lalu menutup mulutnya saat menyadari apa yang baru saja ia lakukan. Ray tampak terkejut dan menatapnya tajam.Untung saja otak Tania bekerja dengan cepat untuk menyelamatkan diri. Segera menarik kursi dan duduk berhadapan dengan Ray.Tania benar-benar sudah kehilangan keberanian di hadapan Ray. Apalagi saat Ray menatapnya de

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 9 Dimana Rose?

    "Harus berapa kali aku katakan! Ikuti aturan, kau bahkan baru saja menandatangi perjanjian, dan sudah akan melanggar lagi?""Maaf, aku hanya merasa tidak nyaman harus menerima semua pemberianmu." Tania mengusap tangannya, menunduk dalam."Kau membayar untuk itu? Kenapa kau tidak nyaman, aku tidak memberikan semua itu secara cuma-cuma."Tania melotot, menatap Ray dengan tampang terkejutnya. "Benar 'kan, semuanya tidak gratis. Dia benar-benar menyeramkan dengan tabiatnya itu," maki Tania dalam hati.Ray menyandarkan tubuhnya ke kursi. Melihat ekspresi terkejut Tania, selalu menyenangkan untuknya. Apalagi jika Tania harus menahan amarahnya, itu seperti pertunjukan yang selalu dinantikan Ray."Kenapa menatapku seperti itu?""Maaf." Tania kembali menunduk."Kau sudah membayarnya dengan tanda tanganmu di sini, nikmati fasilitas yang aku berikan. Atau, kau akan menerima hukuman jika menolak apa yang aku berikan.""Sekarang, kau bisa keluar!"Meski masih tidak menyangka dengan apa yang baru

Latest chapter

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 134 Kembalinya Juan

    “Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 133 Ray dan Sandiwaranya

    Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 132 Keanehan Juan

    “Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 131 Kesalahan Tania

    Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 130 Terluka

    Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 129 Perlindungan

    “Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 128 Keluarga 2

    “Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 127 Keluarga

    “Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar

  • Presdir Dingin Itu Suami Dadakanku   Bab 126 Kesempatan

    Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na

DMCA.com Protection Status