"Rose? Apakah anda benar-benar tidak mengetahuinya, Non? Bukankah Tuan Ray sudah mengatakannya pada Non Tania?""Tidak, Ray tidak mengatakan apa pun padaku. Dimana putriku?"Tania mulai panik. Ia kembali mengingat-ingat isi surat perjanjian yang membahas tentang Rose. Namun, Tania merasa tidak ada yang aneh."Non Tania, tenang dulu." Ma Cee berusaha menenangkan Tania yang sudah berlari menaiki tangga. "Nona Kecil baik-baik saja, hari ini dia mengikuti kelas pertamanya."Tania mengerutkan keningnya, tidak mengerti maksud Ma Cee. Pikiran Tania masih berkelana, takut sesuatu terjadi pada Rose. Tania bahkan sudah hampir menerobos masuk ke ruang kerja Ray."Maksudnya? Kelas pertama?" tanya Tania, sangat jelas bahwa ia masih panik."Tuan Ray mengatakan bahwa Nona Kecil harus mengikuti pendidikan dasar. Jadi hari ini Nona Kecil mengikuti kelas pertamanya. Anda tidak perlu khawatir, Nona Kecil memiliki dua asisten pribadi yang
Karena tidak tahan dengan perlakuan orang-orang kepadanya, akhirnya Tania memberanikan diri untuk menanyakan langsung pada Ma Cee. Dia adalah asisten kepala di rumah ini, jelas dia mengetahui semuanya. "Tuan Ray membuat batasan. Tidak ada seseorang pun yang boleh berhadapan langsung dengan Taun rumah, apalagi menatap matanya, bagi Taun Ray itu sangat lancang. Mereka harus selalu menghindar, dan berusaha tidak terlihat. Tidak boleh ada interaksi yang berlebihan, kecuali perintah," jelas Ma Cee. "Tapi, itukan berlaku untuk Ray saja, tidak denganku," ucap Tania. "Nona Tania adalah istri Tuan Ray, Tuan rumah di sini, itu artinya aturan itu berlaku untuk menghormati Nona Tania." Rasanya Tania kehabisan kata. Bagaimana bisa seseorang memperlakukan aturan seperti itu, apakah mereka bukan manusia? Mereka manusia, dan tidak ada salahnya berinteraksi dengan mereka. "Aturan itu tidak berlaku untukku, aku bisa berinteraksi dengan siapa pun. Ma Cee, aku bukanlah siapa-siapa tanpa embel-em
"Aku tidak meminumnya, manusia sampah itu tidak sengaja menumpahkannya ke pakaianku," decak Ray geram.Aroma alkohol yang menyengat terasa menusuk ke dalam hidung. Aromanya jelas bersumber dari Ray.Tania sempat terdiam beberapa saat, menatap Ray yang mulai berjalan masuk ke dalam rumah. Memastikan bahwa Ray benar-benar tidak sedang dibawa pengaruh alkohol."Kau mau tidur di luar!"Tania buru-buru mengikuti Ray, saat mendengar suara berat Ray yang penuh ancaman. "Sangat jelas, dia tidak mabuk," batin Tania, berjalan mengekori Ray hingga masuk ke dalam kamar."Mungkinkah dia bisa tetap kejam meski dalam keadaan mabuk?" Tania masih terus menduga-duga. Ia bahkan terdiam di depan pintu, merasa ragu masuk untuk sekedar melewati batas pemisah antara kamar dan ruangan luar. "Apa dia tidur di sini?" batin Tania bergejolak, pikirannya mulai terusik."Mengapa kau hanya berdiri di situ?" tanya Ray, ia memperbaiki cara duduknya dengan menyilangkan kaki. Menunjukkan sepatu pantofel hitam yang m
"Jadi, dia bisa menyalakan lampu hanya dengan menepukkan tangannya. Wah, dia benar-benar sulit ditebak," batin Tania dalam hati."Kau akan berdiri di situ sampai pagi?" tegur Ray, melihat Tania hanya berdiri di dekat saklar lampu."Tidur! Jangan memancing aku untuk membuatmu tidur selamanya!" dengus Ray, namun ia tidak sedikit pun mengalihkan pandangannya dari Tania, membuat Tania semakin gugup.Tania menelan ludahnya. Mulai sekarang Tania harus selalu siap dengan segala ancaman yang akan ia dapatkan. Dan, Tania benar-benar benci netra gelap Ray yang selalu menatapnya tajam, seolah ingin menerkamnya."Aku akan tidur di sofa," ucap Tania."Sepertinya sofa ini sangat empuk, aku pasti akan tidur nyenyak," ucap Tania dengan tawa canggung yang mengiringi, ia duduk di sofa sembari menepuk-nepuk permukaan sofa yang memang begitu empuk."Sofa ini benar-benar nyaman." Tania bahkan sudah berbaring di atas sofa, mencoba memejamkan matanya, menghindari tatapan Ray yang seolah dapat mengulitinya h
Tania berdiri di depan pintu kamar Rose, satu tangannya telah memegang gagang pintu. Saat Tania memutar gagang pintu tersebut dan mendorongnya, maka pintu akan segera terbuka dan Tania bisa melihat Rose."Aku tidak akan melakukannya, bagaimana jika aku hanya akan membuat Rose harus ikut menanggung akibat dari apa yang aku lakukan."Pada akhirnya Tania berbalik. Ia tidak akan membuat Rose dalam kesulitan, cukup Tania saja yang merasakannya."Benarkah, Rose akan baik-baik saja tanpaku? Tapi, bagaimana dengan aku? Aku tidak bisa baik-baik saja tanpa Rose." Tania menghela napas berat."Kami sudah menjalani kehidupan yang begitu rumit hingga sejauh ini, tidakkah ada sedikit titik terang untuk kami?"Tania hanya terus bermain dengan pikirannya, melupakan bahwa sekarang adalah waktunya untuk mengistirahatkan tubuhnya. Jarum jam sudah akan menunjuk pada angka empat dini hari, namun Tania belum sedikitpun memejamkan matanya."Aku merindukan Ayah!" Tiba-tiba Tania teringat akan sosok Ayahnya,
"Mengapa dia seperti peduli, membuat aku kepikiran saja.""Apa sebenarnya yang dia lihat dariku? Keuntungan seperti apa yang bisa dia dapatkan, sehingga rela membantuku?"Tania berjalan mondar-mandir di dalam kamar. Ia bahkan belum keluar sejak ia bangun beberapa jam yang lalu. Tania mulai kepikiran beberapa hal usai percakapannya dengan Ma Cee."Mengapa juga aku jadi memikirkannya.""Sadarlah, Tania.""Dia memang hanya ingin memanfaatkan kamu. Mungkin dia bosan dengan hidupnya, sehingga butuh sedikit pengacau sepertiku."Tania menepuk kedua pipinya, seolah berusaha menyadarkan dirinya sendiri. Lagipula, Ray tidak mungkin menikahinya karena memiliki perasaan terhadap Tania. Itu sangat mustahil.Tania menghela napas, "aku ingin bertemu Rose, aku belum melihat putriku seharian ini."Karena hukuman yang harus dijalani Tania, ia jadi tidak bisa bertemu dengan Rose. Tania jadi khawatir, bagaimana jika Rose mencarinya."Nona Tania, ini saya, bisakah saya masuk?" Suara Ma Cee yang bersumber
"Dimana dia, Ma Cee?" tanya Ray, tatapan matanya melirik ke segala sudut kamar, sejak memasuki rumah dia belum melihatnya."Ada di ruang belakang, Tuan Ray," jawab Ma Cee."Haruskah saya memanggilnya?" Ray diam beberapa saat, mempertimbangkan tawaran Ma Cee."Tidak perlu, biarkan dia berkeliling hingga terbiasa di rumah ini."Ray berbalik, melepas dua kancing jasnya, lalu duduk. Seorang asisten yang memang memiliki tugas membantu Ray, segera menjalankan tugasnya. Melepaskan sepatu Ray.Saat akan membuka jas yang dikenakan Ray, sontak Ray menolak. "Tidak perlu, kau bisa keluar sekarang.""Ma Cee, apa saja yang dia lakukan hari ini?" tanya Ray."Pagi tadi, sewaktu saya bangun. Saya mendapati Nona Tania menangis di sofa-""Menangis?"Belum selesai Ma Cee berbicara, Ray sudah lebih dulu memotong perkataan Ma Cee. Dia menatap Ma Cee tajam, sebelah alisnya terangkat ke atas."Kenapa dia menangis?""Bagaimana kau mengurusnya, bukankah sudah kukatakan. Jangan membuat dia sampai merasa tidak
“Mengapa dia memanggilku?”“Apa aku melakukan kesalahan lagi?”Jantung Tania terus berdebar sepanjang jalan, pikirannya berputar, mengingat apa saja yang ia lakukan hari ini. Apakah dia telah melanggar aturan tanpa ia sadari?Namun, sekeras apa pun Tania berpikir, ia merasa tidak melanggar aturan yang ada dalam lampiran surat perjanjian. Tania tidak tahu lagi kalau ia melanggar menurut pandangan Ray yang sesuka hatinya.Karena memikirkan semua itu, membuat Tania tidak bisa fokus. Hingga ia nyaris menabrak Ma Cee yang berjalan di depannya.“Nona, Anda baik-baik saja?” tanya Ma Cee khawatir, melihat wajah pucat Tania.“Aku baik-baik saja, tidak apa-apa,” jawab Tania, menggerakkan kedua tangannya di depan dada. Namun ia malah tidak bisa menutupi keadaan kedua tangannya yang gemetaran.“Ash, aku takut Ma Cee,” desah Tania, akhirnya mencurahkan keresahan hatinya. “Mengapa dia ingin menemui aku, apa aku melakukan kesalahan?” tanya Tania dengan wajah cemasnya, napasnya memburu hingga terdeng
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na