"Dimana dia, Ma Cee?" tanya Ray, tatapan matanya melirik ke segala sudut kamar, sejak memasuki rumah dia belum melihatnya."Ada di ruang belakang, Tuan Ray," jawab Ma Cee."Haruskah saya memanggilnya?" Ray diam beberapa saat, mempertimbangkan tawaran Ma Cee."Tidak perlu, biarkan dia berkeliling hingga terbiasa di rumah ini."Ray berbalik, melepas dua kancing jasnya, lalu duduk. Seorang asisten yang memang memiliki tugas membantu Ray, segera menjalankan tugasnya. Melepaskan sepatu Ray.Saat akan membuka jas yang dikenakan Ray, sontak Ray menolak. "Tidak perlu, kau bisa keluar sekarang.""Ma Cee, apa saja yang dia lakukan hari ini?" tanya Ray."Pagi tadi, sewaktu saya bangun. Saya mendapati Nona Tania menangis di sofa-""Menangis?"Belum selesai Ma Cee berbicara, Ray sudah lebih dulu memotong perkataan Ma Cee. Dia menatap Ma Cee tajam, sebelah alisnya terangkat ke atas."Kenapa dia menangis?""Bagaimana kau mengurusnya, bukankah sudah kukatakan. Jangan membuat dia sampai merasa tidak
“Mengapa dia memanggilku?”“Apa aku melakukan kesalahan lagi?”Jantung Tania terus berdebar sepanjang jalan, pikirannya berputar, mengingat apa saja yang ia lakukan hari ini. Apakah dia telah melanggar aturan tanpa ia sadari?Namun, sekeras apa pun Tania berpikir, ia merasa tidak melanggar aturan yang ada dalam lampiran surat perjanjian. Tania tidak tahu lagi kalau ia melanggar menurut pandangan Ray yang sesuka hatinya.Karena memikirkan semua itu, membuat Tania tidak bisa fokus. Hingga ia nyaris menabrak Ma Cee yang berjalan di depannya.“Nona, Anda baik-baik saja?” tanya Ma Cee khawatir, melihat wajah pucat Tania.“Aku baik-baik saja, tidak apa-apa,” jawab Tania, menggerakkan kedua tangannya di depan dada. Namun ia malah tidak bisa menutupi keadaan kedua tangannya yang gemetaran.“Ash, aku takut Ma Cee,” desah Tania, akhirnya mencurahkan keresahan hatinya. “Mengapa dia ingin menemui aku, apa aku melakukan kesalahan?” tanya Tania dengan wajah cemasnya, napasnya memburu hingga terdeng
“Sial!” gerutu Tania.Ray benar-benar telah menodai penglihatannya. Tania bahkan menatap nanar kedua tangannya yang tidak lagi suci. “Dia benar-benar tidak tahu malu, bagaimana bisa dia mempertontonkan tubuhnya di depan seorang wanita. Tidak tahu malu.” “Tentu saja, dia sudah terbiasa melakukan itu. Tapi, apakah dia tidak memikirkan aku?” Tania terus mengomel pelan. Masih tidak terima dengan apa yang dilakukan Ray. Meski sedang mengomel, Tania berusaha memelankan suaranya sepelan mungkin. Agar Ray yang sedang memakai pakaian di ruang ganti, tidak mendengarnya.“Mengapa tidak sekalian saja dia meminta aku memakaikannya pakai-” Tania membekap mulutnya. Ia mengalami semua ini karena mulutnya yang sering ceplas-ceplos dalam berbicara. Mulai sekarang Tania harus berhati-hati saat hendak mengatakan sesuatu.“Jaga perkataanmu Tania!”“Mulutmu adalah harimaumu!”“Apa kau masih belum sadar juga, haruskah harimau itu menerkam dulu baru sadar.” Tania terus menepuk bibirnya sebagai tanda per
Karena kepanikan Ray, semua orang akhirnya terbangun dan berkumpul pada waktu dini hari. Waktu dimana seharusnya orang-orang masih beristirahat, namun Ray memberikan informasi yang tidak jelas, sehingga yang lain ikut panik.“Anda tidak perlu khawatir, Nona Tania akan baik-baik saja, dokter sedang memeriksanya,” jelas Juan.Juan bahkan datang hanya dengan celana tidur dan baju kaos polos. Saat Ray menghubunginya, ia ikutan panik dan khawatir terjadi sesuatu yang buruk pada Ray.“Cih, aku tidak khawatir,” ucap Ray “Aku pikir dia mati, makanya aku menghubungimu. Tidak mungkin aku menguburnya sendiri, jika ternyata dia benar-benar mati,” elaknya.“Merepotkan saja.”Juan hanya tersenyum tipis mendengar apa yang dikatakan Ray. Andai saja dia bisa merekam wajah Ray, saat ia baru sampai bersama para dokter. Pasti tidak akan ada yang mengira bahwa itu adalah Ray, wajah paniknya jauh berbeda dengan wajah tegas yang ia tampilkan setiap hari.Ray jelas menunjukkan sisi lainnya hari ini, sisi la
Tania akhirnya bisa bernapas lega, saat alat penyangga di tangannya sudah dilepas. Tania bisa menggunakan tangannya kembali, tanpa merasa sakit ataupun nyeri.“Ini menyegarkan,” ucap Tania. Merasa bersyukur saat masih bisa menghirup udara segar setelah terkurung hampir sepekan di dalam kamar. “Dia benar-benar berlebihan,” gumam Tania, mengingat perlakuan Ray saat ia belum dinyatakan benar-benar sembuh.Tania hanya bisa berada di dalam kamar, tidak boleh banyak bergerak. Hanya makan dan tidur. Untung saja ia bebas bertemu dengan Rose, meskipun tidak memiliki waktu banyak. Sepertinya Rose lebih senang bermain dengan asistennya, juga Ray.“Dia tidak mengancam Rose ‘kan?”“Bisa saja dia melakukan itu, agar Rose tidak menggangguku. Dasar kejam, licik.”Tania bahkan masih mengingat perkataan Ray, saat Tania hendak keluar dari kamar untuk menemui Rose yang baru pulang dari taman belajar.“Sekali kau melangkahkan kakimu melewati batas kamar, maka aku akan mematahkannya. Agar kau tidak kemana
Tidak seperti dugaan Tania, ternyata ia hanya ketakutan sendiri. Pikirannya yang terlalu jauh, padahal Ray juga memiliki hati untuk rasa kasihan bukan, meskipun hatinya beku setidaknya dia memilikinya.“Apa kau merasa bosan di rumah?” tanya Ray.Tania tidak berani menjawab, ia hanya takut jika jawabannya tidak diterima oleh Ray.“Kau tidak punya mulut untuk menjawab?”“Maaf. Iya, saya merasa bosan,” ucap Tania jujur.Ray memundurkan kursi kerjanya, sebelum ia berdiri. Ray mengambil map coklat dari laci meja, lalu berjalan ke arah sofa.Tania yang melihat itu merasa dejavu. Teringat akan map coklat yang berisi perjanjian. Perjanjian yang pada akhirnya mengikat Tania, membuatnya harus berada dalam kehati-hatian setiap saat.Tania tidak ingin lagi.“Apa lagi yang dia rencanakan,” batin Tania dalam hati.“Jika dia benar-benar ingin membunuhku, mengapa tidak langsung membunuhku saja, jika memang itu yang dia inginkan.”Tania teringat perkataan Ray yang selalu mengingatkannya akan kematian.
“Apa!”“Kau akan mengirim Rose ke akademik luar negeri?”“Kau gila!” teriak Tania, marah.Tania bahkan tidak terima saat ayahnya menahan Rose untuk tinggal, ia tidak ingin berpisah dengan putrinya. Namun, orang gila dihadapannya ini justru ingin memisahkan Tania dengan Rose sejauh mungkin.Apakah ini memang tujuannya Ray menikah Tania, karena Rose. Apa yang dia harapkan dari anak kecil seperti Rose.“Apa yang sebenarnya kau inginkan? Mengapa harus putriku?”“Kau sudah merencanakan ini sejak awal ‘kan?”“Seharusnya aku tidak mempercayaimu! Kau penjahat! Kau manusia kejam yang tidak punya hati!” teriak Tania, ia tidak akan menahan diri lagi.Tania menangis sesenggukan, merobek map coklat itu hingga berserakan di lantai. Merasa belum puas, Tania bahkan tidak segan menyakiti dirinya sendiri.Semua ini salah Tania. Karena dia yang memiliki nasib buruk, maka orang-orang disekitarnya harus ikut terdampak.Lelah menyakiti dirinya sendiri, Tania akhirnya luruh ke lantai. Dirinya sudah benar-be
Tania bersyukur, ucapan terakhir Ray hanya sebuah candaan. Meski itu sempat membuat jantungnya seolah berhenti berdetak. Namun semuanya sudah selesai, ia tidak perlu lagi mengkhawatirkan ayahnya. Tentu saja tidak mudah membujuk Ray, Tania bahkan harus kembali berlutut dan memohon. Hingga ayahnya menelpon kalau semuanya baik-baik saja, barulah Tania bisa bernapas lega.Dan sialnya, ternyata Ray benar-benar mempermainkannya. Ayah Tania hanya mengalami pemeriksaan biasa, karena terdapat kasus penyelundupan barang terlarang, dan kebetuan ayah Tania baru saja menerima barang-barang untuk bahan jualan di tokonya. Sehingga Ayah Tania harus diperiksa.Tapi tetap saja, Tania sangat yakin. Semua itu tidak lepas dari campur tangan Ray.“Rose akan berangkat besok.”“Dia akan tinggal dengan anak perempuan Ma Cee di sana, aku juga sudah mengirim sepuluh orang asisten. Juga lima pengawal yang akan menemaninya selama di sana.”Tania hanya diam. Ia tidak mungkin bisa menghentikan Ray. Entah apa yan
“Tania,” tegur Ray saat Tania tidak memperhatikannya.“Iya, ada apa sayang?” tanya Tania. Ia keasikan bertukar pesan dengan Maudy, membuat Tania tidak memperhatikan apa yang dikatakan Ray.“Kamu dengar tidak apa yang aku katakan?”Tania kebingungan, ia bahkan tidak ingat kalau Ray berbicara sesuatu padanya. Namun untuk menyelamatkan dirinya, Tania hanya mengangguk pelan, tampak jelas kalau ia sendiri ragu.“Coba jelaskan ulang apa yang aku katakan tadi.”Tania jadi diam seribu bahasa, ia tidak tahu harus mengatakan apa. Ia bahkan tidak tahu apa saja yang dikatakan Ray.“Kau tidak tahu ‘kan.” Ray menyentil dahi Tania, membuat Tania meringis.“Sayang,” rengeknya, mengusap dahinya.“Makanya kalau aku bicara itu dengarkan. Jangan hanya fokus pada ponselmu. Jika kau terus seperti ini, aku akan mematahkan ponselmu.”Tania langsung meletakkan ponselnya di meja. Ia tersenyum menatap Ray, seolah bersikap manis. Menunjukkan bahwa dirinya akan berperilaku baik.“Apa yang tadi kamu katakan, sayan
Tania merasa aneh, Juan tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Juan seolah menghilang begitu saja. Ray juga tidak pernah membahas tentang Juan, bahkan saat Tania bertanya, tidak ada yang memberikan jawaban.“Sayang, aku tidak pernah lagi melihat Juan. Apakah dia sakit?” tanya Tania pada suaminya, Ray.“Tania, sudah berapa kali aku katakan. Jangan pernah membahas tentang laki-laki lain. Aku tidak suka,” jawab Ray, mendengus kesal. Iya bahkan melepaskan pelukannya dan menatap Tania tajam.“Aku ‘kan hanya bertanya karena khawatir, lagipula dia sahabat kamu ‘kan.”Tania bergumam pelan, namun masih bisa didengarkan oleh Ray. Hal itu membuat Ray semakin kesal.“Sayang, kamu marah?” Melihat Ray yang langsung memutar tubuhnya, berbaring membelakangi Tania, membuat Tania menyadari kalau Ray benar-benar kesal. Tania lalu memeluk Ray dari belakang. Tania tidak bisa membiarkan Ray kesal, karena itu bisa berdampak pada hal lainnya juga. Jadi kunci segalanya berjalan baik adalah membuat
“Sayang, lihat bukankah ini sangat lucu.” Tania yang antusias, jadi terkejut saat melihat bukan Ray yang ada di sebelahnya.“Iya, itu menggemaskan, cocok untuk Rose,” jawab Juan dengan senyuman tulus yang ia tunjukkan.“Di mana, Ray?” tanya Tania yang langsung menyadari ketidakhadiran Ray di dekatnya.Tania mengedarkan pandangan matanya, mencari keberadaan Ray. Namun, Ray tidak ada di mana pun. Saat ini hanya ada Tania dan juga Juan.“Mau ke mana? Bukankah kau ingin melihat pakaian untuk Rose?” Juan menarik tangan Tania yang hendak pergi. Hal itu membuat Tania menatap Juan heran, ini kali pertama Juan bersikap seperti ini.“Lepaskan.” Tania menarik tangannya yang digenggam oleh Juan.Tania benar-benar merasa tidak nyaman di dekat Juan. Tania merasa ada yang mengganjal dari sikap Juan. Dia tidak seperti biasanya.“Ray harus kembali ke kantor, karena itulah aku yang menemani kamu di sini,” jelas Juan.“Mengapa dia tidak mengatakannya padaku?” protes Tania, seharusnya Ray mengatakannya p
Tani duduk dengan gelisah di atas tempat tidur, ia tidak bisa turun atau bahkan meninggalkan tempat tidur tanpa izin Ray. Kecuali jika Tania sanggup menerima hukuman dua kali lipat, maka ia bisa bebas membangkang.“Dia kemana sih,” gerutu Tania, kesal. Ray sudah pergi sejak tadi dan belum kembali juga. Padahal Ray mengatakan kalau ia tidak akan lama.Karena penasaran, Tania akhirnya memberanikan diri untuk membangkang. Ia harus turun ke bawah dan melihat apa yang terjadi.Tania merasa tidak bisa tenang. Ia sangat yakin kalau Ray dan Juan akan menghukum pengawal dan mungkin juga asisten rumah. Padahal ini tidak ada hubungannya dengan mereka, semua ini murni kesalahan Tania. “Jangan sampai mereka menghukum orang yang tidak bersalah,” gumam Tania pelan.Dan seperti dugaan Tania, saat ia sampai di bawah. Juan sedang mendisiplinkan para pengawal dan seluruh asisten rumah, termasuk Ma Cee. Tania segera menghampirinya, meskipun harus dengan tertatih-tatih karena kakinya yang sedang sakit.
Rapat sedang berlangsung saat telepon Juan terus berdering, sehingga ia terpaksa meninggalkan rapat.Juan mulai curiga saat melihat banyak panggilan tidak terjawab dari telepon rumah, pengawal dan sekarang telpon dari Ma Cee menggunakan nomor pribadinya. Biasanya Ma Cee tidak menggunakan nomor pribadinya untuk menelpon.“Ada apa Ma Cee?” tanya Juan.“Nona Tania … Nona Tania tidak sadarkan diri, Nona Tania terluka, kakinya terluka dan mengeluarkan banyak darah.”Jantung Juan terasa berhenti berdetak mendengar suara ketakutan Ma Cee. Dalam keadaan darurat apa pun itu, Ma Cee biasanya selalu tenang. Namun, sekarang terdengar jelas suara Ma Cee yang bergetar disertai napasnya yang memburu, menunjukkan dengan jelas betapa takut dan khawatirnya Ma Cee.Juan memutar tubuhnya menatap pintu ruang rapat. Jika ia memberitahukan pada Ray sekarang, maka rapat akan terhenti dan semuanya harus ia susun kembali dari awal. Namun jika Juan tidak memberitahukan pada Ray sekarang, maka Juan tidak bisa me
“Apakah kamu ingin ikut ke kantor?” tanya Ray. Tania yang baru bangun dibuat terkejut dengan pertanyaan Ray. Yang benar saja, bagaimana mungkin Tania tiba-tiba muncul di kantor setelah semua yang terjadi. “Tidak, aku di rumah saja,” jawab Tania cepat.“Aku takut jika kau akan bosan di rumah,” ujar Ray, berjalan mendekati Tania yang masih duduk di tempat tidur.“Sudah tidak ada Rose yang akan mengganggumu,” ujar Ray lagi, mengusap wajah Tania yang memerah.Rose kembali ke luar negeri untuk melanjutkan akademik. Sebelumnya Rose memang tidak dikeluarkan, sehingga ia masih terdaftar sebagai siswa di sana. Meskipun berat, Tania tidak punya pilihan lain selain melepas Rose. Lagipula itu juga permintaan Rose yang ingin kembali belajar dan bermain bersama teman-temanya.“Aku bisa pergi ke pantai yang di depan rumah, apakah boleh?” tanya Tania.“Boleh, pergilah bersama asisten rumah dan beberapa pengawal.”“Ray,” ujar Tania memelas. Tania tahu, hubungannya dengan Ray sudah berubah, bukan l
“Ray, apa yang kamu lakukan? Aku tidak membutuhkan semua ini.” Tania menatap Ray yang seolah tidak merasa bersalah. Padahal Ray sudah benar-benar kelewatan. Bagaimana tidak, Ray membeli semua barang yang di sentuh Tania.Bukan hanya barang yang disentuhnya, Ray bahkan membeli setiap barang yang dilirim Tania. “Kamu tidak akan membeli seluruh isi mall ini ‘kan?”“Mall ini milik aku. Kamu ingin memilikinya? Aku bisa menggunakan namamu sebagai pemilik mall ini, juga menggunakan namamu sebagai nama baru mall ini.”“Sepertinya mall ini memang perlu pembaruan.”Tania sampai terdiam mendengar apa yang dikatakan Ray. Yang benar saja. Bagaimana bisa Ray dengan mudahnya mengatakan itu.“Apalagi yang kamu inginkan?” tanya Ray, sedangkan Tania masih bungkam dan hanya menatap Ray dengan kedua matanya yang berkedip-kedip.“Seharusnya Rose ikut bersama kita. Dia pasti ingin membeli banyak mainan,” ujar Ray lagi.Rose memang tidak ikut bersama mereka. Ia pulang dengan asistennya setelah Rose tertid
“Ray,” panggil Tania.“Hm,” jawab Ray.“Aku benar-benar tidak terbiasa dengan semua ini. Bisa lepaskan aku?”Tania berusaha melepaskan lilitan tangan Ray di tubuhnya. Ia masih tidak terbiasa dengan perubahan secepat ini. Sekarang mereka akan benar-benar menjalani kehidupan sebagai pasangan suami istri. Bukankah itu melegakan. Tania tidak perlu lagi merasa takut dengan segala kemungkinan yang tidak pasti.“Aku merindukanmu, Tania,” bisik Ray lirih. Suaranya begitu pelan hingga membuat Tania merinding mendengarnya.“Tapi, ini sudah siang, Ray. Kita harus menjemput Rose, dia pasti sudah mencari aku.”Ray tidak menjawab, ia masih nyaman dalam posisinya. Mencari kehangatan dari tubuh Tania. Terus merapatkan tubuhnya, membuat kulit mereka saling menempel tanpa penghalang.“Ray. Kau tidak lupa dengan Rose ‘kan?”“Tidak, sayang.” Ray segera bangun. “Dia putri aku, bagaimana bisa aku melupakannya.”Ray segera bangun, ia harus membersihkan diri sekarang. Ini kali pertama ia bangun telat. Sekar
Tania duduk termenung, mendengar semua perkataan Raka membuat Tania semakin bimbang. Apakah keputusannya untuk berpisah sudah benar atau tidak.Tania menatap kosong ke depan, ia tidak menyangka kalau Ray akan seserius ini. “Ayah, apakah Rose sudah tidur?” tanya Tania. Ia menelpon Ayahnya, berharap bisa mendapatkan solusi setelah berbicara dengan Ayahnya.“Dia sudah tidur sejak tadi, sepertinya dia kelelahan.” “Bagaimana denganmu, Nak? Apakah kau akan menginap di sana?”Tania diam. Sekarang sudah pukul sembilan malam. Hanya Tania sendirian di sini. Raka dan Ali sudah pergi. Ma Cee dan para asisten rumah sudah berisitirahat sembari menunggu Ray kembali.“Ayah, bagaimana ini?” “Nak, tetapkan pilihanmu. Ayah akan selalu mendukung kamu apa pun pilihan yang kamu putuskan. Namun, kamu harus ingat. Terkadang kita terlalu sering mencari kesalahan pasangan kita, hingga kita tidak menyadari segala kebaikannya.”“Meskipun Ayah mengatakan kalau Ayah mendukung kamu apa pun itu keputusan kamu, na