“Pesan rahasia apa, Hen. Kamu jangan bikin ibu deg-degan dong!” Firda sedikit nyolot terbawa perasaannya yang sudah benar-benar sangat tegang.
“Lima hari sebelum meninggal, Arman memaksa saya untuk menemui Ibu di kantor. Namun saat itu saya sedang sibuk di toko. Lantas malamnya seusai Salat Isya, kami mendatangi rumah ibu.” Hendy bicara dengan sangat hati-hati, sementara Firda masih melongo menunggu kelanjutan ceritanya.
“Namun ternyata rumah Ibu sudah pindah ke BTN Antiex. Lalu kami pulang lagi karena sudah terlalu malam. Walau pada awalnya Arman maksa untuk tetap menemui Ibu. Tapi saya mencegahnya karena tidak enak kalau ke rumah ibu udah terlalu malam. Lagian dia kan betemunya tidak mau kalau ada Bapak.” Hendy kembali terdiam.
“Terus?” Firda mulai terbawa cerita.
“Akhirnya kami sepakat untuk menemui ibu di kantor desa beberapa hari kemudian. Seharusnya hari ini. Namun ternyata rencana hanya tinggal rencana, Arman telah pergi sebelum bisa bertemu dengan Ibu.” Unruk sementara Hendy mengakhiri kisah sedihnya.
‘Hari ini Arman mau menemuiku? Berarti….?’ ucap Firda dalam hati. Isi kepalanya kembali memutar peristiwa yang dialaminya di sekitar warung Bu Qosim. Dan dia semakin yakin jika yang dilihatnya memang benar-benar Arman.
Daada Firda seketika berdebar-debar, suhu tubuhnya mulai dan tak stabil dan bulu kuduknya mulai sedikit merinding. Namun dia tetap berusaha tenang, menyembunyikan semua perasaannya yang mulai berkecamuk. Firda tak ingin Hendy menganggap dirinya pun telah termakan isyu yang menyesatkan.
“Tapi Alhamdulillah, saya bisa bertemu ibu di sini. Anggap saja saya mewakili Arman.” Hendy kembali bertutur membuyarkan lamunan Firda yang sedang mengelana kesana kemari.
“Ma…maaf, me…me…memangnya ada apa Arman mau menemui ibu?” Suara Firda sedikit bergetar, tak mampu menyembunyikan perasaannya yang kian lama kian tak menentu.
“Katanya mau minta maaf sama Ibu, dan…” Hendy menggantung ucapannya seakan sengaja untuk membuat Firda semakin penasaran.
“Mi…min…minta maaf? Minta maaf untuk apa? Seingat ibu, Arman tidak punya salah sama ibu. Andai pun punya salah yang tidak disengaja, ibu sudah pasti memaafkannya, Hen.” Firda kembali tersentak.
Walau dia berusaha tenang agar Hendy tidak bisa membaca perasaannya, namun ternyata suaranya yang bergetar dan sikap gelagapannya, tidak bisa menyembunyikan isi hatinya dan memang Hendy sudah sangat bisa membaca situasi dan isi hati Firda.
“Katanya sih dia punya dosa masa lalu. Kesalahan yang terasa tidak afdol jika tidak meminta maaf langsung pada Ibu. Dosa dua tahun yang lalu, saat kami sama-sama PKL di tempat Ibu. Mungkin ibu sudah lupa atau memang sudah melupakannya.” Ucapan Hendy sontak membuat sekujur tubuh Firda kian merinding, panas dingin tak menentu.
Entah apa yang harus dikatakannya, Firda benar-benar berada dalam situasi yang sangat sulit dan tidak nyaman. Dia ingin segera keluar dari situasi yang seketika membuatnya salah tingkah dan kian merasa berdosa dengan masa lalunya bersama Arman.
“Eh, Hen, ngomong-ngomong kamu lagi olah raga kan, silakan dilanjut aja jangan terganggu. Ibu juga harus segera pulang, udah sore. Takutnya suami Ibu udah nungguin, soalnya kunci rumah kan ibu yang pegang.” Akhirnya Firda menemukan jalan keluar untuk mengakhiri obrolan yang kian mengerikannya bersama Hendy.
Dengan tergesa-gesa Firda pun kembali naik ke motornya. Namun semua tingkah Firda yang demikian semakin memberikan keyakinan pada Hendy jika Arman memang punya salah besar pada wanita yang pernah jadi pembimbing PKL-nya ini. Hendy bertekad untuk menuntaskan semuanya agar Arman bisa tenang di alam sana.
“Maaf Bu, apakah saya boleh minta nomor hape Ibu?” Dengan sangat hati-hati Hendy bicara pada Firda yang sudah naik motornya.
“Kalau Ibu tidak keberatan, nanti saya minta waktu untuk menyampaikan semuanya. Saya butuh nomor ibu, hanya untuk konfirmasi kapan ibu punya waktu bisa bicara empat mata dengan saya,” lanjut Hendy meyakinkan.
Firda menatap wajah Hendy penuh curiga. ‘Gila! apakah Hendy sudah tahu semua tentang aku dan Aman? Bahaya!’ ucap Firda dalam hati seraya terus menatap wajah Hendy yang senyumnya terlihat makin jantan dengan lesung pipinya.
“Dua minggu sebelum meninggal, Arman menceritakan kalau dia mengalami kejadian yang sangat tidak masuk akal. Saya pun tidak berani menceritakan lagi pada siapapun, termasuk keluarganya. Jika Ibu ingin mendengarnya, saya siap menceritakannya karena Arman pun sudah mengizinkannya.” Hendy kembali menambahkan penjelasan yang kian membuat jiwa kepo Firda gelonjotan sekaligus dag-dig-dug tak karuan.
‘Arman sudah mengizinkannya? Kapan Arman memberi izin pada Hendy? Apakah Hendy juga didatangi arwah Arman seperti diriny? Benarkah sosok yang masuk warung Bu Qosim itu benar-benar Arman?’ Firda kembali bertanya-tanya dalam hati.
Walau dengan berat hati dan sejuta keraguan menggelayutinya, akhirnya Firda bertukar nomor kontak dengan Hendy. Sebenarnya Firda tidak ingin siapapun membuka kembali kenangan rahasia dirinya dengan Arman. Namun di sini lain dia pun memang harus bicara empat mata dengan Hendy, namun harus mencari waktu dan tempat yang tepat.
Obrolan sore itu pun akhirnya berakhir. Hendy kembali ke lapangan Mukhsin untuk melanjutkan olah raganya, sementara Firda melanjutkan pulang dengan pikiran terus traveling tanpa tujuan.
Seperti biada Firda pun mampir ke warung Bu Sarkoni untuk membeli berbagai kebutuhan sehari-harinya. Namun saat tiba di sana, Firda mau tidak mau menjadi pendengar setia beberapa emak-emak yang bergosip tentang Arman dan segala misteri yang menyelimuti kematiannya.
“Padahal anaknya soleh dan ganteng. Tak menduga anak kesayangan malah dijadiin tumbal pesugihan oleh bapaknya sendiri.” Gosip pertama yang Firda dengar saat tiba di warung Bu Sarkoni.
“Iya, makanya anak itu jadi arwah penasaran. Katanya sih gentayangan gitu. Tiap malam ngedatangin kakeknya, nangis-nangis minta tolong gak mau dijadiin tumbal oleh bapaknya sendiri!” timpal yang lain, kian membuat Firda merinding.
“Jadi itu beneran ya, kalau arwahnya anak itu suka ngedatangin orang-orang yang penrah dekat sama dia?” Ibu yang lainnya bertanya. Jantung Firda serasa mau copot.
“Hih, itu sih udah jadi rahasia umum. Rumah ortuku kan dekat dengan rumah kakeknya almarhum. Pokoknya banyak yang udah ngeliat penampakan hantunya.” Seorang ibu muda berapi-api meyakinkan ibu yang lainnya.
“Eh beneran gak sih, yang didatangi arwah itu sueuh nyanpein pesan buat orang tuanya si arwah?” Bu Sarkoni sang pemilik warung ikut meramaikan gosip sore itu.
“Katanya sih begitu. Tapi aku sendiri sih gak percaya. Masa ada orang mati titip minta dibeliin baju baru dan dikirim uang segala, kan aneh!” sangkal salah seorang ibu muda yang sedikit membuat Firda merasa plong.
“Eh Bisa aja, Bu Yayan. Kan di sini aja kelitan mati, aslinya belum mati. Makanya dia gentayangan karena arwahnya tidak diterima bumi.” Bu Sarkoni merespon sangkalan ibu muda tadi.
“Hah, Gak diterima Bumi? Bukannya dia sudah dikuburkan, kok gak diterima Bumi, sih?” Ibu muda yang menyangkal tadi, tak mengerti.
“Eh, kalian tahu gak, Mas Andi yang menggali kuburan orang yang mati itu, minggat dari kampunngnya. Katanya sih, dia ketakutan karena tiap malam selalu didatangi arwah penasaran itu. bahkan…..” Ibu yang berjilbab kuning angkat bicara.
“Bahkan apa, Bu?” hampir semua ibu yang bergosip bertanya kompak.
“Kuburannya ada bekas yang ngegali lagi. Sssst, tapi ini masih rahasia, jangan bilang-bilang!” Ibu itu berbisik melanjutkan beritanya. Namun Firda bisa mendengarnya dengan jelas.
“Hah!” Semua emak-emak biang gosip itu kompak terbelakak dan menganga.
Firda hampir terpancing emosinya. Namun dia pun sadar tidak mudah menyangkal gosip tanpa didukung bukti-bukti otentik. Bukan hanya di dunia maya, di dunia nyata pun dalam kenyataannya orang-orang lebih mudah percaya pada hoax. Firda hanya bisa geleng-geleng kepala seraya pergi pulang setelah membeli beberapa kebutuhan hariannya. Namun gosip tentang Arman sepertinya masih akan tetap berlanjut hingga mereka bosan sendiri membicarakannya. ‘Gila, tidak salah yang dikatan Hendi. Ternyata ada gosip yang sangat edan di kalangan warga. Aku tak menduga sudah sejauh itu gpsip tentang Arman. Tapi benarkah semua itu?’ rutuk Firda dalam hati. Namun diakui atau tidak, sesungguhnya dia pun mulai sedikit terpengaruh dengan berita-berita yang masuk ke telinganya. Akhirnya Firda sampai di rumahnya. Baru lima bulan dia dan suaminya menempati rumah di kompleks BTN Antiex. Nama sebenarnya BTN Sindang Sari. Namun karena hampir 80% penghuninya berstatus karyawan PT. Textile Antiex, perumahan itu pun ser
Setelah melaksanakan Shalat Maghrib, bayangan Alex dan sosok ganjil yang menyerupai Alex dan mengerikan itu pun menguap dari pikiran dan bayangan Firda. Saat suaminya pulang kerja, semua sudah kembali seperti sedia kala. Firda pun merasa apa yang dilihat dan dialaminya hanya halusinasi, hingga dia memutuskan untuk tidak menceritakan itu pada suaminya. Hari berikutnya Firda sampai di kantornya jam setengah tujuh pagi. Sengaja dia berangkat lebih pagi karena ingin segera bertemu dengan Pak Hasan untuk menanyakan banyak hal tentang Arman. Namun dia harus kecewa karena ternyata Pak Hasan tidak masuk kerja tanpa alasan jelas. Akhirnya Firda hanya duduk termangu di meja kerjanya seraya menunggu yang lain dan memikirkan semua yang telah dialaminya dipadu dengan semua info yang masuk ke telinganya. Keyakinan Firda mulai sedikit goyah. Ada sebersit perasaan dalam hatinya yang mengatakan jika Arman memang menjadi tumbal pesugihan dan kini arwahnya gentayangan. Sebenarnya Firda juga ingin
“Kok lama sekali sayang, katanya cuma sebentar?” tanya Mas Bayu saat aku sampai di rumah. “Iya Mas, tadi Bang Alex ngobrolnya lama banget sama teman-temannya,” jawabku berbohong. “Ya udah kita masuk dulu. Mas juga udah nyiapin minuman hangat buat kamu, Sayang” ajak Mas Bayu sambil tersenyum lembut menghangatkan jiwaku yang kaku dan dingin. Aku benar-benar terharu mendapati kelembutan dan perhatiannya. Lalu buru-buru masuk ke rumah dan bergegas masuk kamar mandi. Aku tidak mau Mas Bayu melihatku menangis karena terluka atas penghinaan Alex, sekaligus terharu atas kebaikan suamiku. ‘Mas Bayu, seandainya kamu tahu, istrimu tercinta ini sudah dua dinodai oleh si manusia brengsek itu. Di dalam rahim istrimu kini telah tersemai benih seorang preman kampung yang bertekad ingin merebutku darimu. Maafkan segala kelemahanku, Mas.’ Aku hanya bisa membatin sambil berusaha menahan isak tangis agar tidak menjadi raungan keras yang akan membuat suamiku cemas dan bertanya-tanya, apa sesungguhnya
Hingga beberapa saat lamanya Hendy dan Firda hanya terdiam. Keduanya asik berkelana dengan pikirannya masing-masing. Firda merenungi banyaknya kejanggalan dalam kematian Arman. Sementara Hendy asik menikmati rokok dan segelas kopinya yang sudah dingin. Isi kepalanya sudah sangat lelah memikirkan yang sedang terjadi. Sebagai seorang sahabat yang sudah menganggap Arman sebagi saudara kandungnya tentu saja Hendy memiliki beban moral yang lebih dibanding siapapun. Dia sangat mengenal karekater Arman dengan keluarganya, lebih dari siapapun. Kehilangan yang dirasakan oleh orang tua Arman, juga dirasakan olehnya. “Hen, ibu boleh tanya sesuatu yang sedikit sensitif?” Firda kembali angkat bicara. Tiba-tiba saja dia teringat dengan obrolan emak-emak kemarin sore. “Silakan Bu. Saya tidak akan menutup-nutupinya,” balas Hendy santun. “Kamu kenal dengan Mas Andi, tukang gali kuburan?” tanya Firda dengan sangat hati-hati. “Astagfirullah!” seru Hendy seraya menghentakan punggung pada sandaran kur
Aku Dan Cewek Misterius (1) Tok tok tok "Man, kuliah gak lu!" Hendy yang sejak tadi menunggu Arman di luar kamar mandi, berteriak tak sabar. “Bentar, gua lagi nanggung, Nyet!” Arman menjawab sekenanya. “Colay jangan di kamar mandi, Nyet! Ganggu jadwal orang mandi aja!” rutuk Hendy makin kesal. Arman tersenyum puas karena sudah membuat sahabatnya salah persepsi. Dia sama sekali tidak sedang melakukan aktivitas kamar mandi yang menegangkan itu. Dia justru sedang berjongkok menunggu sesuatu yang akan keluar dan terbuang dari dalam tubuhnya. Sementara pikirannya sedang melayang pada peristiwa semalam. Jiltan lidah Firda masih terasa di sekujur tubuhnya. Syaraf-syaraf kenikmatannya kembali menggila dan tersiksa. Perlakuan Firda tadi malam sulit ditebak. Kadang cepat dan kasar, kadang juga lembut penuh perasaan hingga membuat Arman serasa terbang melayang dicabik-cabik badai syahwat birahinya. Firda tiada hentinya memberikan service yang menakjubkan, dia bahkan tidak membiarkan kesemp
Setelah berdiam cukup lama, akhirnya Mas Bayu menjelaskan tentang obsesi dan fantasi dirinya. Mas Bayu mengaku sudah cukup lama memendam hasrat dan terobsesi pada aktivitas seksual yang tak lazim. Dia sangat menginginkan istrinya melakukan hubungan badan dengan laki-laki lain atas seizin dan sepengetahuannya. Bahkan jika perlu dilakukan di depannya. Atau melakukannya secara bersama-sama dengan mengundang lelaki lain. Menurut Mas Bayu gambar dan film-film itu sengaja dia koleksi untuk memancing libidonya agar bergairah saat menyetubuhiku. Jika suatu saat dia tiba-tiba bersemangat menyetubuhi itu akibat fantasinya sedang tinggi. Imajinasinya sedang bagus membayangkan aku disetubuhi lelaki lain. Dia mengakui juga kalau selama ini fantasinya sering gagal karena lama kelamaan bukan hanya khayalan yang dia butuhkan namun melihatnya secara langsung. Dia juga mengakui sering membayangkan bagaimana liar dan binalnya jika aku melakukan hubungan intim dengan laki-laki muda, gagah dan perkasa.
Entah karena merasa malu atau bersalah, atau sedang membeli hatiku agar mau mengikuti fantasinya, atau ada udang di balik batu lainnya. Beberapa hari kemudian tiba-tiba saja Mas Bayu mengajakku nonton film di bioskop. Padahal sedang tanggung bulan dan bukan jadwal kami untuk belanja bulanan. Ini benar-benar sesuatu yang sangat baru bagi kami. Selama menjadi istrinya, aku belum pernah diajak nonton film di bioskop, jalan-jalan atau rekreasi ke tempat-tempat wisata ternama, apalagi berbulan madu ke Labuhan Bajo dan tempat eksotik lainnya. Paling banter diajak makan di resturant sekitaran mall sambil belanja bulanan. Itu pun kalau dia sempat. Sejauh ini aku lebih sering belanja sendiri di mini market terdekat. Demi menyenangkan hatinya dan mengetahui apa yang sedang direncanakannya, aku pun langsung menerima ajakannya tanpa banyak pikir. Entah mengapa aku jadi mudah curiga pada suamiku sendiri. Apapun yang dilakukannya terasa tidak tulus lagi, hanya modus dan rekayasa belaka. Dengan be
Aku tidak menceritakan kejadian aneh itu kepada Mas Bayu. Aku tidak ingin mengganggu kenikmatannya menonton. Tapi alasan yang lebih kuatnya, aku justru merasa sangat takut untuk menceritakannya. Ada perasaan Mas Bayu akan marah atau ngamuk pada lelaki itu, sehingga timbul pertengkaran nantinya. Aku berusaha untuk menonton lagi walau pikiranku terus melayang ke sana kemari. Ketika pikiranku berputar-putar tak menentu, tiba-tiba aku merasakan ada yang menyentuh pundak kananku. Awalnya aku mengira Mas Bayu yang menyentuhku. Tetapi setelah aku perhatikan, tangan dia sama sekali tidak sedang bergerak dan memegangi bungkus pop corn yang sudah habis . Matanya pun sangat serius memperhatikan layar film yang kembali menayangkan adegan seru. Lalu dengan sangat pelan-elan, aku menolehkan pandang ke belakangku. Tidak ada apa-apa dan tidak ada siapa-siap karena memang kami duduk di baris paling belakang. Kemduian aku melihat ke sebelah kananku ke arah lelaki ganteng itu. Dan mendapati dia seda
Saat tiba di rumah mertua, entah mengapa suasananya terlihat sangat sepi. Tidak banyak tamu padahal menurut ibu mertua sejak bapak resmi menjadi calon anggota legislatif, rumah mereka nyaris tak pernah sepi hampir 24 jam. Setelah diberi uang tips untuk sekedar beli rokok karena ongkos udah dibayarin Mas Bayu, Leo pun kembali pulang dan aku tidak meminta untuk menjemput karena kemungkinannya menginap. Raut wajah Leo tampak sedikit kecewa karena sepertinya dia berharap kembali memboncengku. Selama dalam perjalanan tadi kami tidak banyak ngobrol karena sama-sama memakai helm full face. Namun aku merasakan jika gestur Leo ada yang sedikit berbeda. Lebih perhatian dan bawa motornya pun lebih santai melewati banyak jalan tikus untuk menghindari kemacetan. Dia bahkan memintaku untuk memeluknya. Entah mengapa dia jadi ganjen. Untungnya aku sudah janji mau melupakan hal-hal demikian. Mas Bayu juga sudah mulai berubah, jadinya godaan-godaan kecil seperti yang dilakukan Leo dengan mudah bisa
Hanya Bah Akin yang tahu persis bagaimana kronologis pertemuan Bunda Eni dengan Ipang. Hal itu memang sangat mereka rahasiakan.Bah Akin tukang pijat kawakan usianya sebaya dengan Pak Kades. Mereka lahir pada tahun yang sama, di kampung yang sama dan bersahabat karib sejak balita. Nasib baik membuat Pak Kades menjadi orang terkaya di kampungnya bahkan diangkat menjadi kepala desa setelahnya. Sementara Bah Akin tetap dengan profesinya sebagai tukang pijat.Pak Kades bukan kacang lupa kulitnya. Untuk membantu perekonomian Bah Akin, dia mengangkatnya menjadi terapis juga buat istrinya yang dinyatkan menderita penyakit menahun diabet. Sementara anak-anak Pak Kades tidak ada yang berminat dipijat.Bah Akin sempat ditawari jadi hansip desa namun menolak karena takut dituduh KKN. Pak Kades selalu memberi imbalan besar, hingga sang kakek sembilan cucu dan lima anak itu merasa sudah sangat cukup menjadi terapis sahabatnya itu. Bah Akin rela membatalkan janji dengan pasien lain jika berbenturan
“Sayang, coba lihat sini bentar!” seru Ipang pada Bunda Eni yang sedang menyeduh kopi di meja makan rumah megahnya.“Ada apa, Sayang?” tanya Bunda Eni seraya bergegas mendatangi Ipang yang berdiri depan kaca jendela balkon rantai dua seraya menatap ke luar, lebih tepatnya jauh ke jalan.“Hmmm liat tuh Bu Firda. Dia sepertinya udah main brondong lagi. Kenal gak sama yang diboncengnya?” Ipang menunjuk Firda yang melintas di depan rumah sang kepala desa itu. “Yang dibonceng Firda? Siapa yang ngebonceng, Sayang? Firda bawa motor sendiri kok!” sangkal Bunda Eni seraya menajamkan pandangan matanya menatap sekaligus mengawasi Firda yang dia lihat hanya punggungnya yang semakin kecil dan menjauh.“Hai, itu liat di belakangnya. Masa Bunda gak bisa ngeliat orang yang dibonceng Bu Firda? Keliatannya masih brondong, tuh dia ngeliat ke belakang ke arah kita, orangnya putih, pake jaket ala si Dilan gitu. Coba deh perhatikan baik-baik.” Ipang berusaha meyakinkan Bunda Eni.“Eh Sayang, kamu kok ja
“Jadi beneran Arman datang dalam mimpi Ibu?” Asrul kembali memastikan.Firda segera menjawabnya dengan menganggukkan kepala. Dan Asrul hanya bisa menganga, tak menduga jika Arman benar-benar mendatangi Firda. Tidak mungkin Arman datang hanya dalam mimpi pasti datang juga di alam nyata. Tidak mugkin Firda tahu segalanya kalau hanya sebatas mimpi. Demikian asumsi Asrul.Berbeda dengan Asrul, Firda justru sedang memikirkan siapa sesungguhnya Bunda Eni. Firda coba menyusun berbagai mozaik potongan kisah wanita tajir melintir itu dengan apa yang baru saja disaksikan. Bukan sesuatu yang mustahil jika wanita pemburu brondong ini ada di balik kematian Arman.Bunda Eni banyak tahu tentang Arman. Dia pernah ditolak keingiannya oleh Arman. Sebagai istri seorang kades yang tajir melintir, tentu bukan hal yang susah baginya untuk membalas sakit hatinya, bahkan jika perlu melenyapkan siapapun yang dianggap telah melukainya. “Sekarang saya mau tanya. Dari mana Pak Asrul tahu kalau Bunda Eni seb
Tok tok tok…Pintu dapur kantor tiga kali diketuk dengan tidak terlalu keras, namun sudah sangat keras untuk bisa menyadarkan Firda dari semua lamunan dan bayangan percintaan Bunda Eni dengan Ipang.“Bu Firda, are you, oke?” tanya Asrul dari balik pintu dengan suara yang terdengar sangat khawatir, karena Firda tidak langsung menjawab ketukan pintunya.“Oke banget, masuk aja, Pak!” balas Firda seraya merapikan pakaian dan duduknya. Dia berharap Asrul tidak terlalu bisa melihat sisa-sisa ketegangan dalam dirinya. Asrul masuk kembali ke ruangan dan langsung duduk berhadapan dengan Firda. Wajah sang lelaki berwatak agamis itu tampak cerah. Hatinya sudah sedikit lega dan tenang karena melihat wajah Firda yang sudah kembali normal. Berdarah dan sedikit berseri-seri walau masih ada sisa-sisa keringat di beberapa titik.“Gimana Bu sudah enteng dan lebih enakan?” Asrul langsung bertanya dengan senyum khasnya.“Alhamdulillah.” Firda menjawab seraya mengulaskan senyum manisnya juga.“Hmmm, gima
Setelah bersimpuh, Bunda Eni langsung mejilati tepian celana dalam Ipang. Bulu-bulu yang mengawali wilayah yang paling menggairhkankanya itu tampak terserak di batas tepian celana tipis nan seksi itu. Firda baru kali melihat celana dalam lelaki dengan bentuk yang sangat aneh juga menarik. Dia hanya tahu semua sempak lelaki sama saja bentuknya hanya beda warna.Dan pada detik berikutnya, Bunda Eni menampakkan sosok dirinya yang sangat rakus dan nakal. Dengan sangat liarnya wanita yang dalam kesehariannya selalu menutup rapat-rapat auratnya itu membetot celana dalam lelaki yang bukan suaminya itu. Dan dengan gigitannya dia pun menarik lepas celana dalam Ipang dari selangkangannya.Bunda Eni terus menggigit, sementara Ipang mengikuti tarikan gigi Bunda Eni dengan mengangkat kakinya bergantian hingga celan itu benar-benar lepas dan kini berada dalam genggaman sang wanita.Bunda Eni menciumi kain berbentuk segitiga itu sebelum melemparnya ke lantai. Dia tampak begitu bergairah saat menyesa
Bagai tersambar petir siang bolong, sekujur tubuh Firda terasa panas membara. Namun juga menggigil kedinginan seperti orang yang terkena demam. Saat ini depan matanya terpampang pemandangan yang sangat mencengangkan. Bunda Eni yang selama ini mengaku sakit diabet ternyata sudah sembuh total.Beliau kini bahkan hanya memakai celana dalam dan bra warna hitam berenda. Tubuhnya yang gempal, montok putih mulus, tampak sangat nyaman duduk mesra di pangkuan lelaki muda berwajah tampan dan bertubuh altelis yang masih berpakaian lengkap. Mereka tampak seperti pasangan ibu dengan anaknya.Seperti itu juga yang seketika Firda bayangkan saat Bunda Eni merenggut keperjakaan Hendy atau lelaki muda lainnya. Beruntung sekali Arman tidak pernah tergoda. Sungguh semua kamuplase yang dilakukan Bunda Eni, benar-benar luar biasa, pikir Firda.Bunda Eni melingkarkan kedua tangannya pada leher Ipang. Mereka berhadap-hadapan dan saling saling berpagutan mesra. Kepala mereka tampak bergerak pelan ke berbagai
Satu jam yang lalu, karena tergesa-gesa untuk segera keluar dari rumah megah nan mewah itu, Firda akhirnya terpaksa harus balik lagi ke lantai dua. Sebenarnya dia sangat enggan untuk kembali bertemu Ipang, namun kunci motornya tertinggal di meja ruang tengah tempat tadi dia menyimpannya.Firda segera kembali naik ke lantai dua. Ketika tiba di sana untuk beberapa saat dia terpaksa harus tergamam tak bisa bergerak. Telinganya dengan sangat jelas menangkap obrolan tak bisada antara Bunda Eni dengan sang terapis. Firda pun segera merapatkan tubuhnya pada dinding dekat pintu masuk. Awalnya dia tidak berniat menguping, namun saat namanya disebut-sebut dalam obrolan itu, jiwa keponya pun meronta-ronta.“Jadi kamu sudah sangat yakin kalau Firda saat ini sedang tidak baik-baik saja, Pang.” Dengan suara yang agak lantang, Bunda Eni melanjutkan obrolannya. “Saya sangat yakin, Bunda. Bu Firda memang sedang didekati arwah penasaran anak itu. Atau setidaknya dia sudah pernah didatangi si Arman it
“Bu Firda kenapa?” tanya Asrul dengan intonasi yang sangat khawatir dan tiba-tiba.“Eh, ke..ke..kenapa, Pak?” Firda yang sedang duduk melamun di dapur kantor pun seketika terperanjat. Karena panik dan gugup dia malah balik bertanya dengan suara yang tergagap.“Lah, kok malah balik tanya. Itu wajah Bu Firda sampai pucat begitu kenapa? keringat lagi. Ibu sakit bukan?” Asrul kembali bertanya, kian tak mengerti dengan sikap Firda yang akhir-alhir dia lihat mudah gugup dan sering melamun. Asrul bahkan menangkap sebuah keganjilan aneh yang menyelimuti Firda.“Aduh, sebentar Pak, saya masih capek!” jawab Firda mencari alasan sekenanya.Tadi ketika berada di dalam ruangan kantor, Asrul melihat Firda baru kembali dari rumah Pak Kades. Saat Firda turun dari motornya, Asrul dengan sangat melihat wajah rekan kerjanya itu dalam keadaan pucat dan tegang. Naluri sebagai rekan langsung berkata jika Firda sedang tidak baik-baik saja. Atau setidaknya ada sesuatu yang tidak beres.Dan ketika Firda tidak