Saidah menarik lengan Malika menjauhi Bagas. Ia masih tak habis pikir anak gadis satu-satunya yang menjadi kebanggaan keluarga membawa laki-laki ke kamar adik nya sendiri.
Tatapan menghunus kini Saidah layangkan pada Bagas. Saidah berkacak pinggang mencecar pemuda itu habis-habisan dan anehnya Bagas malah diam saja seperti orang linglung. Sesekali ia meringis memegangi tengkuknya. "Bu, ini tidak seperti yang ibu lihat. Saya dan mas Bagas tadi nggak lagi ngapa-ngapain. Malika cuman berniat untuk membangunkan Malik, tapi ternyata di atas tempat tidur malah hanya ada mas Bagas" Malika melerai perdebatan keduanya, bagaimana pun Malika harus bisa meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Saidah harus tau kalau Ia dan Bagas memang tidak melakukan tindakan asusila seperti beberapa teman ibunya katakan barusan. Bahkan dari mereka mendesak untuk menikahkan keduanya. "Diam kamu Lika, ibu tidak bicara dengan kamu. Yang ibu heran kenapa Bagas bisa ada di kamar Malik dan berduaan dengan kamu di ranjang. Apa selama ini kalian memiliki hubungan khusus di belakang ibu. Atau jangan-jangan siang tadi yang kamu kunci di kamar ini bukan Malik tapi Bagas, benar begitu??" Tuding Saidah menelisik. Masalah satu belum selesai kini timbul fitnah baru yang di layangkan ibunya. Malika hilang kata-kata, memilih diam dengan lelehan bening yang terus menggenang. "Alah, udah lah Saidah lebih baik nikahkan saja kedua nya, dari pada satu kampung ketimpa dosa. " "Iya bener. Belum ada Loh sekalipun di desa Wonosari ini anak gadis yang lancang membawa laki-laki ke kamar mereka apalagi statusnya belum menikah. Kata nenek buyutku dulu yah kalau nggak segera di nikahkan seluruh keluarga akan ketiban sial seumur hidup. Aib itu mah ." "Setuju. Lebih baik kita bawa mereka ke balai desa. Biar masalahnya clear di tangan perangkat desa. Dari pada di diemin gitu aja, yang ada kita-kita kebagian dosa dari kemaksiatan yang mereka lakukan. Bagaimana ibu-ibu??" SEETUJUU!!! Desakan para ibu-ibu membuat Saidah tak kuasa menahan air matanya. Padahal ia memiliki cita-cita ingin menikahkan anak gadisnya kepada penguasa ataupun seorang konglo yang hartanya tak habis sampai tujuh turunan. Namun apa yang Saidah peroleh atas doa yang ia panjatkan, malah mendapat menantu preman kampung yang tak jelas asal usulnya. Pekerjaan pun Bagas tak punya. Tapi yang anehnya pria itu selalu beres dalam membayar kontrakan rumah. "Lika nggak mau nikah muda, Bu. Lika juga nggak mau jadi istri mas Bagas. " Sergah Malika berlalu begitu saja. Saidah sudah mencoba menahan Malika tetap tinggal, namun wanita muda itu malah mengurung dirinya di kamar. Tanpa Malika tau, Saidah terpaksa mengikuti arahan dari warga desa yang terus mendesak agar pernikahan tetap di langsungkan. Dengan persiapan ala kadarnya, Saidah mendatangkan penghulu dan juga beberapa saksi dalam pernikahan yang akan di gelar malam itu juga. Karena semua orang sudah berkumpul, Saidah pun lantas menyuruh Bagas untuk mengikrarkan akad segera mungkin. Dengan begitu masalah bisa clear dan Saidah tak perlu pusing memikirkan gosip tentang Malika di luaran sana. "Jangan seneng dulu kamu, Gas. Saya nikahkan kamu dengan anak saya juga karena terpaksa. Kamu juga nggak punya apa-apa untuk membahagiakan saya dan anak saya kelak. Kamu harus tau diri. " Bisik Saidah ketika membenahi letak kain polos yang menutupi kepala kedua mempelai. Malika hanya bisa tertunduk menangis. Jemarinya saling meremas satu sama lain. Beberapa menit lagi ia akan resmi menjadi seorang istri dari preman kampung di desanya. Nggak terbayang bagaimana nanti nasib Malika ke depannya. Jika bukan karena almarhum Ayah Malika adalah seorang ustadz yang disegani banyak orang, mungkin Malika akan memilih kabur dari pernikahan ini. "Bagaimana nak Bagas udah siap?" Tanya pak penghulu mengintruksi sosok pria muda dengan dua tindik di hidungnya yang sejak tadi tak lepas menatap Malika yang tersedu di sampingnya. Hatinya teriris pedih ketika melihat wanita pujaan hatinya menangis seperti itu. Bagas memang menginginkan Malika menjadi pendamping hidup nya. Namun bukan menggunakan jalan pintas seperti ini. Ia mau Malika menikahinya atas dasar suka, tidak terpaksa seperti yang di katakan Saidah barusan. "Siap Pak" jawabnya mantap meyakinkan "Boleh saya minta mahar nya " Bagas mengeluarkan cincin batu yang cukup gede dari saku celananya lalu memberikan pada Pak penghulu. Gelak tawa para tamu terdengar bersahutan, mereka pikir cincin yang di berikan Bagas adalah cincin mainan. "Malu-maluin aja sih Bagas ini. Mending sandal jepit sekalian di jadiin mahar. Emang dia pikir menyekolahkan Malika itu pake daun sirih." Gerutu Saidah bersungut-sungut. Bagas tak ambil pusing dengan cemoohan semua orang, toh di jual pun benda itu bisa menghidupi dia dan keluarga Malika sampek beberapa bulan ke depan. Sebab hanya itulah harta benda berharga yang ia miliki saat ini setelah ia diusir dari rumah. Malik nyengir lebar di samping ibunya, ia tak menyangka posisi ini akan menyulitkan temannya itu. Sebelum kejadian, Malik sengaja mengirim pesan ke Bagas kalau ia memerlukan bantuan buat kabur dari kamarnya. Dalam situasi darurat semua akses dikunci Malika saat itu. Bagas memecahkan kaca jendela dan menelusup masuk. Namun Malik malah membalasnya dengan memukul pria itu hingga pingsan. Bagas di baringkan di tempat tidur dengan posisi sekujur tubuh yang ditutup selimut. Itu sebabnya ketika Malika datang, ia hanya menemukan Bagas di sana. Sampai kapanpun Malik tidak akan ungkap bicara tentang kejadian ini ke keluarganya. Biar saja Malika menikah dengan Bagas, mungkin itu ganjaran yang harus Malika terima jika berani semenah-menah pada Malik. "Saya terima nikah dan kawinnya Malika Kartika Wirayaksa dengan mas kawin cincin batu dan seperangkat alat shalat di bayar. Tunai!" "Bagaimana para saksi, Sah.." Sah!!!! Air mata Malika mengurai deras ketika seruan para tamu mendengung di telinganya. Malika bangkit dari tempat duduknya dan berlari masuk ke kamar. Malika belum siap jika Bagas tadinya berniat mendaratkan kecupan singkat di dahi nya. Malika masih terlalu asing dengan pria itu. Menatapnya saja Malika takut, Bagas itu seperti preman pasar yang pernah Malika lihat di sinetron. Tindik di hidung, celana yang sobek, rambut gondrong dan jangan lupakan rante yang melilit lehernya persis yang digunakan hewan peliharaan. Malika bergidik geli membayangkan jika saja brewok yang nggak pernah di cukur berabad-abad itu menyentuh kulit wajahnya yang mulus. Malika menggeleng cepat untuk menghapus pikiran buruk itu dari otaknya. Pintu kamar dibuka, Malika terkesiap menoleh ke belakang. Ia memang sengaja tidak mengunci pintu kamar agar sang ibu mudah mengakses masuk ke dalam. Malika ingin berbicara pada Saidah meski hanya sebentar. Tapi malah justru yang datang Bagas. Lelaki yang tidak ingin Malika temui untuk saat ini. "Kalau mau masuk biasain ketuk pintu dulu, jangan asal main nyelonong aja. " Sentak Malika yang sudah membuang pandangannya ke arah lain. Bagas memang suaminya, tapi bukan berarti Bagas bisa seenaknya saja bertindak seenak jidatnya. Kamar yang Bagas pijaki sekarang masih kamar Malika seutuhnya. Bukan milik bersama. Hening. Malika pikir Bagas sudah pergi, tapi apa yang Malika lihat. Pria itu masih berdiri di ambang pintu dan mengetuknya berulang kali. Tindakan sederhana, namun mampu membuat Malika jengah dan ingin melahap apapun yang ada di depannya. "Selain pembuat Onar, ternyata kamu itu juga ngeselin yah. " "Maksudnya. " Bagas malah balik tanya. Pria dengan kemeja putih yang digulung itu seketika bingung dengan ucapan yang Malika katakan. "Au Akh gelap" Desis Malika kesal. Bagas menoleh ke segala sisi lalu berkata enteng. "Terang kok, apa penglihatan kamu yang lagi bermasalah??" Malika menggeram emosi. Ia beranjak mendekat dan mendorong tubuh suaminya menjauhi pintu. "Pokoknya mulai malam ini kamu nggak boleh masuk ke kamar saya. " "Kenapa?? Bukannya kita suami istri. Bahkan Bu Saidah yang menyuruh saya nginap di sini" "Uhh, kamu itu yah. Dibilangin ada aja jawabannya kesel tau nggak. Udah deh terserah kamu mau gimana. Mau tidur di kamar saya juga boleh tapi jangan harap saya mau tidur bareng satu kamar sama kamu. " Malika berlalu begitu saja dengan kekesalan yang membuncah. Bisa-bisanya ia menikah dengan pria korslet seperti Bagas. Tanpa di sadari sudut bibir pria itu terangkat ketika mengamati punggung Malika yang semakin menjauh. "Menarik" desisnya menyeringai Next??Malika berjalan menuju dapur. Perutnya lapar, sejak siang tadi belum terisi sama sekali.Ketika langkah nya masih di ambang pintu samar Malika mendengar pembicaraan kerabat ibunya yang julid mengomentari nasib Adisty yang setelah beberapa bulan lulus sekolah malah dipinang seorang preman yang keluarganya juga mereka nggak tau ada dimana. Menurut penuturan Bagas kemarin, pria itu hidup sebatang kara sejak ibunya meninggal. Bagas masih memiliki ayah tapi sudah menikah lagi. Bagas juga bilang ibu tirinya itu kejam. Layaknya ibu sambung yang ada di film protagonis bawang putih merah itu lah kenyataan pahit yang Bagas alami. Makanya Saidah tidak mempermasalahkan wali Bagas ketika akad nikah. "Ini terbukti kalau anak mbak yuh, nggak jauh lebih baik dengan anak saya. Walaupun cuman lulus pendidikan dasar, anak saya itu dapet mandor kebun teh. Yah cukuplah penghasilannya buat memenuhi kebutuhan mereka, nggak nyusahin kayak Adisty. Makan masih numpang lah malah nambahin beban ngangkut gelan
Malika masih saja mematung di tempatnya, tanpa sadar ia menyentuh dadanya yang tidak berhenti bertabu. Bagas sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi kenapa ia masih deg deg degan begini.Malika menggeleng cepat, menepis semua anggapan di dalam benaknya. Masa iya seorang Malika mulai menyukai pria seperti Bagas. Nggak kyuut banget!! Lagian kalau dipikir seribu kali tidak ada yang membanggakan dari sosok Bagas. Yang hobinya cuman nyusahin keluarganya dari pertama menginjakkan kaki di Desa Wonosari. Malika lebih cocok di sandingkan dengan artis Farel Bramasta yang kegantengannya hampir sebelas dua belas kayak Dewa. Lain hal Bagas, pria itu lebih cocok di ibaratkan sebagai malaikat pencabut nyawa yang mukanya nyeremin dan membuat Malika takut ketika keduanya beradu pandang. Makanya Malika selalu berusaha menghindari kontak mata dengan pria itu.Malika berusaha memejam namun usahanya sia-sia. Ingatannya selalu berputar ketika Bagas menyentuh sudut bibirnya lembut. Kejadian itu terus
"Gimana sob, berhasil nggak kemarin bobol gawang. " Tanya Malik ketika melihat Bagas yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. Wajah pria itu terlihat lebih segar setelah istirahat dengan cukup. Berbeda dengan Malika yang terus memaksa kelopak matanya terbuka , Bagaimana pun ia harus bisa fokus menyediakan sarapan di atas meja. Meski harus menghalau rasa kantuknya yang begitu tak tertahankan. Malika melirik Bagas yang tidak begitu memperdulikan ucapan saudara kembar nya yang nyerocos membahas hal yang menurut Malika tentang sebuah permainan sepak bola. "Ya elah, di tanya malah diem aja. Ini orang bro bukan patung. Loh itu harusnya bersyukur karena gue Lo jadi nikah sama Malika."Wanita dengan gamis purple itu berbalik, pashmina yang digunakan sampai tersibak ke samping. Sangkin penasaran nya ia sampai memperlambat langkahnya yang hendak kembali ke dapur. Mendengar ucapan Malik, ia lantas mengambil posisi tepat di samping pria itu. Dengan tangan kanan yang sudah mengambil sebuah
Malika masih terus mengguncang tubuh saudara nya. Dan untung saat kejadian, Malika urung berteriak sehingga tidak memicu kecurigaan bahwa kenyataannya pria yang terkapar di hadapannya sekarang adalah seorang copet.Malika tidak bisa membayangkan, bagaimana tanggapan orang nantinya kalau tau pria tersebut adalah saudara kembar nya sendiri. Untuk itu ia menyuruh Bagas buru-buru membawa kembarannya itu keluar dari pasar. Malik yang belum sadar di baringkan di kursi terminal."kamu kan yang nyuruh adik saya nyopet. Ayo ngaku!!" Berang Malika menunjuk wajah pria di depannya. Lengkingan suara Malika menyentak beberapa pasang mata menoleh padanya.Sadar akan hal itu, Malika melirik ke arah mereka. Dalam sekejap, mereka yang tadinya ingin menguping pembicaraan keduanya pun bergegas pergi. Tatapan nyalang itu membuat semua orang lari ketakutan."Kamu salah paham, Lika. Untuk apa saya menyesatkan saudara ipar saya sendiri. Yang ada Malik yang berinisiatif melakukan nya. Kamu harus percaya, s
Malika tentu tidak akan percaya pernyataan kembarannya itu begitu saja. Seorang Bagas berubah?? Yang benar saja. Emang dia power rangers. Malika cukup mengenal Bagas meski hanya beberapa bulan.Pria pembuat Onar yang hobinya suka tawuran dan malak itu suka melibatkan Saidah ke kelurahan untuk dijadikan jaminan meloloskannya dari amukan warga yang anak-anaknya terpengaruh dengan kenakalan Bagas yang bandelnya tidak tertolong.. Malika kadang tak habis pikir kenapa ibunya itu maunya aja nyelamatin orang seperti Bagas. Untung juga tidak, malu iya. "Bu.." Di sela pijatan terhenti, Malika menyeru ibunya. Ia yang patuh memang kerap memijat kaki Saidah ketika menjelang istirahat. Saidah yang dalam kondisi setengah tertidur menjawab deheman parau. Matanya memejam seolah menikmati sentuhan kecil yang di berikan Malika saat ini."Hemm" Malika yang mendapat sinyal bagus dari Saidah pun sedikit mendekat. " Nih misalnya ya, Bu. Kalo Lika cerai dari Bagas. Ibu restui Lika nggak jadi janda.
Pagi-pagi sekali Bagas sudah tidak ada di kamar. Malika yang baru terjaga pada pukul tujuh pun dibuat kelimpungan hingga memutuskan mencari pria itu di setiap sudut ruangan. Baru saja menapak keluar dari pintu kamar, Malika di kejutkan dengan kehadiran Saidah yang berdiri menatapnya penuh selidik. Layaknya hewan pelacak ia mengendus tubuh Malika yang memang belum mandi. Sekedar cuci muka pun Malika tidak sempat sangkin paniknya "Kenapa sih, Bu. Aneh banget. Saya sadar diri kok saya masih bau. " Malika mencium aroma tubuhnya yang bau asem. Malika yang menghirup bau badan nya sendiri aja ingin muntah sangkin baunya apa lagi Saidah. "Ya, tumben aja kamu kesiangan. Biasanya sebelum subuh udah bangun. " Cibir Saidah melipat kedua tangannya di depan dada. Sadar kesalahan nya, wanita dua puluh tahun itu pun cengengesan. "Maaf Bu. "Saidah geleng-geleng ngelihat kelakuan anak perempuannya itu. "Yo wess, Ndak apa. Ibu maklum kok. Lain kali kalo begadang inget waktu. Udah mandi sana s
Malika mengejar langkah Bagas yang berjalan di depannya. Saat mendekat, ia langsung menarik lengan pria itu yang sontak berhenti. Bagas yang kaget hampir menghempaskan pegangan itu. Dan untungnya ia bisa mengendalikan diri ketika berbalik."Malika??" Ucapnya terbata tak percaya menemukan wanita itu berada di tempat ituCelingukan Bagas melihat sekeliling sebelum menuntun Malika menjauhi kerumunan."Kamu kenapa bisa ada di sini? " wanita berkerudung merah muda itu bergeming. Mengambil paksa benda yang di pegang Bagas kemudian melangkah menuju ke arah seorang ibu yang menangis histeris di dekat penjual cabai. Bahkan wanita itu tidak menyadari kehadiran Malika saat itu. "Bu, ini dompetnya." Malika menyodorkan sebuah dompet berwarna coklat tua dihadapan sang ibu yang membuatnya seketika menengadah. Dari posisinya sekarang, Bagas mengerti kenapa Malika sempat menghentikannya. Malika tampak miris melihat air mata yang tumpah akibat ulah sang adik. Malika sudah mendengar semua pembic
Malika memutuskan untuk mengecek keberadaan pria itu sendiri. Ia terlanjur penasaran akan rupa dari foto pria yang katanya mirip dengan Bagas itu. Samar ia tak sengaja menangkap pembicaraan yang ibu dan pria itu katakan. Dimana sebuah pernyataan mengejutkan yang katanya pria yang tengah ia cari adalah putra kandungnya yang kabur dari rumah. "Kamu datang sendiri Lika. Bagas nya mana???" Sapaan Saidah membuat Malika langsung kembali pada bawah sadarnya. Malika yang canggung kemudian tersenyum tipis menoleh ke sisi kiri ibunya yang tampak ada seorang pria paruh baya yang juga menatapnya tak berkedip. Malika meyakini usianya tak berbeda jauh dari Saidah "Di kamar Bu, lagi istirahat. "Jawab Malika jujur. Karena memang itulah alasan Bagas sebelum ia keluar. Kening Saidah mengerutkan dalam, hingga tatapan itu berubah menelisik"Katanya tadi kamu yang sakit, kok Bagas yang istirahat. Apa dia sengaja ingin menghindari pertemuan ini. " Cecar Saidah mencebik seolah bisa menebak alasan k
"Udah nggak usah nangis. Biarin Bagas pergi. Lagian kamu sendiri kan yang minta di turutin kemauan nya, terus ngapain melow drama begitu. Atau jangan-jangan kamu mulai suka yah sama dia. " Saidah malah menggoda Malika yang malah terlihat sebal.Wanita berjilbab biru tua itu melirik sekilas sebelum mengusap air matanya. '' Siapa yang nangis. Orang Lika cuman kelilipan. Justru sebaliknya Lika seneng Bagas udah nggak tinggal bareng sama kita. " Tukas nya bersungut-sungut. "Iya, tapi income ibu berkurang gara -gara ngikutin saran konyol dari kamu. Mana uang yang di kasih Bagas pake di bawa semua. Pokoknya ibu nggak mau tau, ibu mau kamu kejar Bagas dan minta kembaliin uang ibu. Kamu tau kan uang itu aku ibu gunain buat jahit baju di acara kondangan bude Aminah. ""Iih ibu apaan sih. Gengsi lah Lika kalo harus jemput balik Bagas ke sini. Ibu aja sono yang samperin... Lika mah ogah. "Malika meringis tertahan, ketika telapak tangan itu mencengkram lengan nya kuat."Pergi atau ibu akan u
"Tama berhenti. Papa ingin bicara sama kamu. " Rudi masih berseru meski pemuda di sampingnya tidak menggubris. Anehnya berlari berkilo-kilo tak sedikitpun membuat Bagas kelelahan. Malahan kemampuan berlari nya kini hampir menyeimbangi kecepatan laju mobil yang mengikutinya."Kalau Papa datang cuman ingin maksa saya buat balik ke rumah. Sorry, Tama nggak mau. Tama lebih nyaman di kampung ini bareng keluarga kecil Tama yang sederhana. " Cecar nya tanpa menoleh."Oke, baiklah. Papa nggak akan maksa kamu balik. Tapi tolong nak, berhenti. Papa ingin bicara sama kamu, sebentar saja. Boleh yah. "Bagas menghentikan pergerakan nya, bukan karena menuruti perintah dari sang ayah. Hanya saja ia perlu rehat sejenak untuk mengatur pernapasan nya yang memang sudah tak sanggup lagi berlari. Dengan dua tangan yang bertumpu di lututnya. Bagas mencoba menetralkan degup jantungnya yang berdetak tak beraturan. Pintu mobil terbuka memperlihatkan sosok pria paruh baya yang tampak tersenyum menang ket
Malika memutuskan untuk mengecek keberadaan pria itu sendiri. Ia terlanjur penasaran akan rupa dari foto pria yang katanya mirip dengan Bagas itu. Samar ia tak sengaja menangkap pembicaraan yang ibu dan pria itu katakan. Dimana sebuah pernyataan mengejutkan yang katanya pria yang tengah ia cari adalah putra kandungnya yang kabur dari rumah. "Kamu datang sendiri Lika. Bagas nya mana???" Sapaan Saidah membuat Malika langsung kembali pada bawah sadarnya. Malika yang canggung kemudian tersenyum tipis menoleh ke sisi kiri ibunya yang tampak ada seorang pria paruh baya yang juga menatapnya tak berkedip. Malika meyakini usianya tak berbeda jauh dari Saidah "Di kamar Bu, lagi istirahat. "Jawab Malika jujur. Karena memang itulah alasan Bagas sebelum ia keluar. Kening Saidah mengerutkan dalam, hingga tatapan itu berubah menelisik"Katanya tadi kamu yang sakit, kok Bagas yang istirahat. Apa dia sengaja ingin menghindari pertemuan ini. " Cecar Saidah mencebik seolah bisa menebak alasan k
Malika mengejar langkah Bagas yang berjalan di depannya. Saat mendekat, ia langsung menarik lengan pria itu yang sontak berhenti. Bagas yang kaget hampir menghempaskan pegangan itu. Dan untungnya ia bisa mengendalikan diri ketika berbalik."Malika??" Ucapnya terbata tak percaya menemukan wanita itu berada di tempat ituCelingukan Bagas melihat sekeliling sebelum menuntun Malika menjauhi kerumunan."Kamu kenapa bisa ada di sini? " wanita berkerudung merah muda itu bergeming. Mengambil paksa benda yang di pegang Bagas kemudian melangkah menuju ke arah seorang ibu yang menangis histeris di dekat penjual cabai. Bahkan wanita itu tidak menyadari kehadiran Malika saat itu. "Bu, ini dompetnya." Malika menyodorkan sebuah dompet berwarna coklat tua dihadapan sang ibu yang membuatnya seketika menengadah. Dari posisinya sekarang, Bagas mengerti kenapa Malika sempat menghentikannya. Malika tampak miris melihat air mata yang tumpah akibat ulah sang adik. Malika sudah mendengar semua pembic
Pagi-pagi sekali Bagas sudah tidak ada di kamar. Malika yang baru terjaga pada pukul tujuh pun dibuat kelimpungan hingga memutuskan mencari pria itu di setiap sudut ruangan. Baru saja menapak keluar dari pintu kamar, Malika di kejutkan dengan kehadiran Saidah yang berdiri menatapnya penuh selidik. Layaknya hewan pelacak ia mengendus tubuh Malika yang memang belum mandi. Sekedar cuci muka pun Malika tidak sempat sangkin paniknya "Kenapa sih, Bu. Aneh banget. Saya sadar diri kok saya masih bau. " Malika mencium aroma tubuhnya yang bau asem. Malika yang menghirup bau badan nya sendiri aja ingin muntah sangkin baunya apa lagi Saidah. "Ya, tumben aja kamu kesiangan. Biasanya sebelum subuh udah bangun. " Cibir Saidah melipat kedua tangannya di depan dada. Sadar kesalahan nya, wanita dua puluh tahun itu pun cengengesan. "Maaf Bu. "Saidah geleng-geleng ngelihat kelakuan anak perempuannya itu. "Yo wess, Ndak apa. Ibu maklum kok. Lain kali kalo begadang inget waktu. Udah mandi sana s
Malika tentu tidak akan percaya pernyataan kembarannya itu begitu saja. Seorang Bagas berubah?? Yang benar saja. Emang dia power rangers. Malika cukup mengenal Bagas meski hanya beberapa bulan.Pria pembuat Onar yang hobinya suka tawuran dan malak itu suka melibatkan Saidah ke kelurahan untuk dijadikan jaminan meloloskannya dari amukan warga yang anak-anaknya terpengaruh dengan kenakalan Bagas yang bandelnya tidak tertolong.. Malika kadang tak habis pikir kenapa ibunya itu maunya aja nyelamatin orang seperti Bagas. Untung juga tidak, malu iya. "Bu.." Di sela pijatan terhenti, Malika menyeru ibunya. Ia yang patuh memang kerap memijat kaki Saidah ketika menjelang istirahat. Saidah yang dalam kondisi setengah tertidur menjawab deheman parau. Matanya memejam seolah menikmati sentuhan kecil yang di berikan Malika saat ini."Hemm" Malika yang mendapat sinyal bagus dari Saidah pun sedikit mendekat. " Nih misalnya ya, Bu. Kalo Lika cerai dari Bagas. Ibu restui Lika nggak jadi janda.
Malika masih terus mengguncang tubuh saudara nya. Dan untung saat kejadian, Malika urung berteriak sehingga tidak memicu kecurigaan bahwa kenyataannya pria yang terkapar di hadapannya sekarang adalah seorang copet.Malika tidak bisa membayangkan, bagaimana tanggapan orang nantinya kalau tau pria tersebut adalah saudara kembar nya sendiri. Untuk itu ia menyuruh Bagas buru-buru membawa kembarannya itu keluar dari pasar. Malik yang belum sadar di baringkan di kursi terminal."kamu kan yang nyuruh adik saya nyopet. Ayo ngaku!!" Berang Malika menunjuk wajah pria di depannya. Lengkingan suara Malika menyentak beberapa pasang mata menoleh padanya.Sadar akan hal itu, Malika melirik ke arah mereka. Dalam sekejap, mereka yang tadinya ingin menguping pembicaraan keduanya pun bergegas pergi. Tatapan nyalang itu membuat semua orang lari ketakutan."Kamu salah paham, Lika. Untuk apa saya menyesatkan saudara ipar saya sendiri. Yang ada Malik yang berinisiatif melakukan nya. Kamu harus percaya, s
"Gimana sob, berhasil nggak kemarin bobol gawang. " Tanya Malik ketika melihat Bagas yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. Wajah pria itu terlihat lebih segar setelah istirahat dengan cukup. Berbeda dengan Malika yang terus memaksa kelopak matanya terbuka , Bagaimana pun ia harus bisa fokus menyediakan sarapan di atas meja. Meski harus menghalau rasa kantuknya yang begitu tak tertahankan. Malika melirik Bagas yang tidak begitu memperdulikan ucapan saudara kembar nya yang nyerocos membahas hal yang menurut Malika tentang sebuah permainan sepak bola. "Ya elah, di tanya malah diem aja. Ini orang bro bukan patung. Loh itu harusnya bersyukur karena gue Lo jadi nikah sama Malika."Wanita dengan gamis purple itu berbalik, pashmina yang digunakan sampai tersibak ke samping. Sangkin penasaran nya ia sampai memperlambat langkahnya yang hendak kembali ke dapur. Mendengar ucapan Malik, ia lantas mengambil posisi tepat di samping pria itu. Dengan tangan kanan yang sudah mengambil sebuah
Malika masih saja mematung di tempatnya, tanpa sadar ia menyentuh dadanya yang tidak berhenti bertabu. Bagas sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi kenapa ia masih deg deg degan begini.Malika menggeleng cepat, menepis semua anggapan di dalam benaknya. Masa iya seorang Malika mulai menyukai pria seperti Bagas. Nggak kyuut banget!! Lagian kalau dipikir seribu kali tidak ada yang membanggakan dari sosok Bagas. Yang hobinya cuman nyusahin keluarganya dari pertama menginjakkan kaki di Desa Wonosari. Malika lebih cocok di sandingkan dengan artis Farel Bramasta yang kegantengannya hampir sebelas dua belas kayak Dewa. Lain hal Bagas, pria itu lebih cocok di ibaratkan sebagai malaikat pencabut nyawa yang mukanya nyeremin dan membuat Malika takut ketika keduanya beradu pandang. Makanya Malika selalu berusaha menghindari kontak mata dengan pria itu.Malika berusaha memejam namun usahanya sia-sia. Ingatannya selalu berputar ketika Bagas menyentuh sudut bibirnya lembut. Kejadian itu terus