Share

Bab 7

Penulis: Fadila_mla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-13 12:26:23

Malika masih terus mengguncang tubuh saudara nya. Dan untung saat kejadian, Malika urung berteriak sehingga tidak memicu kecurigaan bahwa kenyataannya pria yang terkapar di hadapannya sekarang adalah seorang copet.

Malika tidak bisa membayangkan, bagaimana tanggapan orang nantinya kalau tau pria tersebut adalah saudara kembar nya sendiri. 

Untuk itu ia menyuruh Bagas buru-buru membawa kembarannya itu keluar dari pasar.  Malik yang belum sadar di baringkan di kursi terminal.

"kamu kan yang nyuruh adik saya nyopet. Ayo ngaku!!" Berang Malika menunjuk wajah pria di depannya. Lengkingan suara Malika menyentak beberapa pasang mata menoleh padanya.

Sadar akan hal itu, Malika melirik ke arah mereka. Dalam sekejap, mereka yang tadinya ingin menguping pembicaraan keduanya pun bergegas pergi.  Tatapan nyalang itu membuat semua orang lari ketakutan.

"Kamu salah paham, Lika. Untuk apa saya menyesatkan saudara ipar saya sendiri. Yang ada Malik yang berinisiatif melakukan nya. Kamu harus percaya, sebelumnya saya sudah melarang Malik melakukan hal itu. Tapi dia nya saja tidak mau dengar. "

Malika tersenyum miring, tangannya bersedekap menatap lawan bicaranya penuh kebencian. Entah kenapa sulit bagi Malika untuk mempercayai Bagas. Banyaknya catatan kenakalan Bagas itulah yang membuat Malika jadi seperti ini. Meski ia menelisik lebih jauh kedua netra itu, yang didapat hanya gurat ketulusan yang terpancar dari dalam sana. 

Bagas salah, Malika tidak akan terperdaya

"Tentu saja aku tidak bisa percaya. Selama ini aku tau betul bagaimana sikap  dan perilaku Malik, dia tidak akan terpengaruh jika tidak ada orang lain yang mengajaknya. "

"Lika.."

"Stop Bagas. Aku nggak mau dengar apapun pembelaan dari kamu. Mulai detik ini jangan pernah kamu deketin Malik lagi. Aku minta tolong, jangan hancurkan masa depan adikku. Cukup kamu saja yang sesaat, Malik jangan  " Malika memohon dengan  sudut mata yang menggenang. Malika bahkan tidak sadar, ucapan itu bisa saja melukai hati Bagas. Sebelum Malik sadar, ia sudah menghapus jejak basah yang menetes di bawah matanya. . 

Layaknya orang linglung, Malik mengedar ke sekeliling. Mendapati Malika berdiri bersedekap menatap nya tajam, ia pun  terhenyak bangkit dari posisinya.

"Lika, aku minta jangan katakan kebenaran ini kepada ibu. " Malik mengibah bersimpuh di kaki Malika yang dengan tenangnya menghentakkan satu kakinya di tanah. Malika hanya ingin membuat saudaranya itu jerah dan tidak melakukan tindakan kriminal itu lagi. Bagaimanapun jika sampai ketahuan, Malik bisa saja di borgol dan di bawa ke pihak berwenang untuk di adili. 

"Boleh, asalkan kamu mau nurutin semua perkataan saya. Apapun tanpa terkecuali." Ucap Malika menyeringai tipis 

"Sebutin dulu, siapa tau kan di dalam permintaan kamu terselubung maksud yang merugikan saya. Jangan ngambil kesempatan dalam kesempitan kamu, Lika " Protes Malik penuh selidik. Menghadapi Malika memang  kudu waspada, dimana pernah beberapa kali Malika melakukan kesalahan. Malik yang menjadi sasaran Omelan Saidah. Itu semua karena kebodohan Malik yang mau-maunya aja menanggung resiko atas kesepakatan yang ia perbuat sebelumnya pada Malika.

"Ya udah kalau nggak mau, gampang kok tinggal aku aduin aja sama ibu. Beres kan??" Ancam Malika sanggup membuat pria itu ketar-ketir.

"Iya-iya terserah kamu deh. Yang penting kamu senang. " 

"Nah gitu dong, itu baru adik ku yang baik. Ya udah yuk kita pulang. "

Malika merangkul pundak kembarannya itu dengan tersenyum lebar. Bagas yang tadi sempat di sisinya hilang entah kemana. Malika tidak ambil pusing. Toh pria itu juga sudah dewasa dan bisa pulang sendiri.

***

"Dari mana aja sih kalian berdua, lama banget. Terus belanjaan yang ibu minta mana??"

Saidah ngedumel di depan teras rumah ketika mendapati dua anaknya turun dari motor, lenggang kangkung.  Bahkan keranjang belanjaan yang tadi Malika bawa tidak ada di cantolan motor. 

Malika nyengir lebar, ia sengaja menyikut lengan pria di sebelahnya untuk mencari alasan yang masuk akal meyakinkan sang ibu. 

"Itu.. a-anu Bu.. anuuu.." Malik tergagap celingukan, ia pun tak tau apa yang akan di katakan pada Saidah. Karena kesepakatan yang Malika perbuat, ia jadi terpojok. Padahal jelas Malika sendiri yang lupa menaruh keranjang belanjaan itu dimana. Sangkin tidak  fokus karena Malik yang pingsan, ia tidak teringat barang belanjaannya. 

"Ibu cari ini." Sebuah suara mengintruksi ketiganya menoleh. Dengan menenteng keranjang dan kresek hitam yang cukup besar Bagas mendekati Saidah yang masih mematung di tempatnya. 

"Kok bisa kamu yang bawa belanjaan Malika. Apa Malika sengaja  membebankan tugas itu ke kamu." Saidah seketika melirik Malika yang gusar. 

"Tidak kok Bu, saya sendiri yang minta Malika untuk pulang duluan. Lagian urusan berbelanja saya memang sudah sering melakukannya. " Ucap Bagas seadanya, ia bicara begitu hanya menutupi kesalahan Malika. Bagas cuman tidak mau Malika kena omel ibunya. 

"Masa?? Emang kamu tau masak?? Sembarangan aja kalau bicara. Ya udah masuk gih, ibu Uda siapin makanan buat kalian. Apalagi kamu Bagas, ibu tau kamu pasti capek menenteng belanjaan dengan berjalan kaki " 

Bagas hanya mengangguk, entah kenapa Saidah bisa tau kalau tadi ia berjalan kaki dari pasar ke rumah. Wanita paruh baya itu seolah memiliki kemampuan membaca pikiran orang saja. 

Sebelum langkah Bagas mengikuti ibu mertuanya, Malika menahan lengan pria itu untuk tetap di posisinya. 

"Apa ini??" Kening Bagas mengerut dalam ketika Malika menyodorkan beberapa lembar uang seratusan di depannya.

"Buat gantiin uang belanjaan tadi. Saya tau sikap kamu kayak gini pasti ingin mengambil  hati ibu saya kan, selamat kamu kayaknya berhasil tuh. Kamu mungkin berpikir dengan membela saya di depan ibu, kamu bisa menarik simpati saya. Kamu salah, Bagas. Sampai kapanpun saya nggak akan pernah luluh dengan sikap kamu itu. " Cecar Malika sebelum berlalu meninggalkan Bagas yang malah tersenyum menanggapinya.

Di meja makan, Bagas kembali membuat kehebohan. Uang yang Malika yakini ia berikan pada pria itu kini sudah berpindah  tangan pada Saidah. Malika itung-itung jumlahnya juga bertambah dua lembar.

Malika sempat bertanya -tanya. Dari mana Bagas mendapatkan uang sebanyak itu??

Tentu sebagai seorang wanita yang tergila-gila dengan uang, Saidah tidak mungkin menolaknya. Ia malah  terang-terangan memuji perlakuan Bagas yang meratukan dirinya sebagai ibu mertuanya. 

Apalagi Bagas sempat berkata kalau uang yang diberikan nya barusan adalah hasil kerja kerasnya sendiri. Apapun itu, Malika masih tidak percaya. Malahan ia menebak kalau uang yang di berikan pada ibunya tak lain hasil merampok milik orang lain. Seperti yang tadi Malik lakukan. Kalau saja ia tidak berjanji pada Saudaranya itu ia sudah membeberkan masalah ini ke Saidah 

"Tuh Malik, contoh si Bagas. Walaupun kerjanya serabutan, ia masih bisa menyisihkan sebagian kerja kerasnya buat ibu. Duh senengnya."

Malik yang di ajak berbicara hanya mengangguk saja.

Sementara Malika dibuat geram. Padahal sebelumnya ia sudah menyuruh Malik membantunya untuk menjatuhkan harga diri  Bagas di depan Saidah. Tapi yang dilakukan Malik justru sebaliknya, ia malah memilih bungkam dan nurut aja setiap ucapan yang di lontarkan ibunya. 

"Kamu maunya apa sih Lik, ngajak gelut??" Malika menahan kembarannya itu ketika hendak memasuki kamar. Dia yang kaget seketika menyentak tangan Malika menyingk. 

"Apaan sih, gaje banget. Udah akh sana jangan ganggu, aku mau istirahat."  Ucap pria itu bersungut-sungut. 

"Kamu itu yah, katanya mau bantuin saya buat jatuhin Bagas. Yang kamu lakukan tadi itu jelas menunjukkan kamu masih berpihak ke Bagas. " Cecar Malika frustasi 

"Ngomong apa sih, aku nggak ngerti. Seharusnya kamu itu bersyukur sejak menikah dengan kamu sikap Bagas mulai  berubah. Bahkan dia rela melepas predikat preman -nya demi melakukan pekerjaan halal hari ini " Malik mengibaskan tangannya ke udara mengisyaratkan Malika menjauhi pintu yang seketika ia tutup rapat.

Malika bergeming, menelaah setiap ucapan yang keluar dari mulut kembarannya dengan penuh tanda tanya.

Apakah benar Bagas sudah mulai berubah??

Bab terkait

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 8

    Malika tentu tidak akan percaya pernyataan kembarannya itu begitu saja. Seorang Bagas berubah?? Yang benar saja. Emang dia power rangers. Malika cukup mengenal Bagas meski hanya beberapa bulan.Pria pembuat Onar yang hobinya suka tawuran dan malak itu suka melibatkan Saidah ke kelurahan untuk dijadikan jaminan meloloskannya dari amukan warga yang anak-anaknya terpengaruh dengan kenakalan Bagas yang bandelnya tidak tertolong.. Malika kadang tak habis pikir kenapa ibunya itu maunya aja nyelamatin orang seperti Bagas. Untung juga tidak, malu iya. "Bu.." Di sela pijatan terhenti, Malika menyeru ibunya. Ia yang patuh memang kerap memijat kaki Saidah ketika menjelang istirahat. Saidah yang dalam kondisi setengah tertidur menjawab deheman parau. Matanya memejam seolah menikmati sentuhan kecil yang di berikan Malika saat ini."Hemm" Malika yang mendapat sinyal bagus dari Saidah pun sedikit mendekat. " Nih misalnya ya, Bu. Kalo Lika cerai dari Bagas. Ibu restui Lika nggak jadi janda.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 9

    Pagi-pagi sekali Bagas sudah tidak ada di kamar. Malika yang baru terjaga pada pukul tujuh pun dibuat kelimpungan hingga memutuskan mencari pria itu di setiap sudut ruangan. Baru saja menapak keluar dari pintu kamar, Malika di kejutkan dengan kehadiran Saidah yang berdiri menatapnya penuh selidik. Layaknya hewan pelacak ia mengendus tubuh Malika yang memang belum mandi. Sekedar cuci muka pun Malika tidak sempat sangkin paniknya "Kenapa sih, Bu. Aneh banget. Saya sadar diri kok saya masih bau. " Malika mencium aroma tubuhnya yang bau asem. Malika yang menghirup bau badan nya sendiri aja ingin muntah sangkin baunya apa lagi Saidah. "Ya, tumben aja kamu kesiangan. Biasanya sebelum subuh udah bangun. " Cibir Saidah melipat kedua tangannya di depan dada. Sadar kesalahan nya, wanita dua puluh tahun itu pun cengengesan. "Maaf Bu. "Saidah geleng-geleng ngelihat kelakuan anak perempuannya itu. "Yo wess, Ndak apa. Ibu maklum kok. Lain kali kalo begadang inget waktu. Udah mandi sana s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 10

    Malika mengejar langkah Bagas yang berjalan di depannya. Saat mendekat, ia langsung menarik lengan pria itu yang sontak berhenti. Bagas yang kaget hampir menghempaskan pegangan itu. Dan untungnya ia bisa mengendalikan diri ketika berbalik."Malika??" Ucapnya terbata tak percaya menemukan wanita itu berada di tempat ituCelingukan Bagas melihat sekeliling sebelum menuntun Malika menjauhi kerumunan."Kamu kenapa bisa ada di sini? " wanita berkerudung merah muda itu bergeming. Mengambil paksa benda yang di pegang Bagas kemudian melangkah menuju ke arah seorang ibu yang menangis histeris di dekat penjual cabai. Bahkan wanita itu tidak menyadari kehadiran Malika saat itu. "Bu, ini dompetnya." Malika menyodorkan sebuah dompet berwarna coklat tua dihadapan sang ibu yang membuatnya seketika menengadah. Dari posisinya sekarang, Bagas mengerti kenapa Malika sempat menghentikannya. Malika tampak miris melihat air mata yang tumpah akibat ulah sang adik. Malika sudah mendengar semua pembic

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 11

    Malika memutuskan untuk mengecek keberadaan pria itu sendiri. Ia terlanjur penasaran akan rupa dari foto pria yang katanya mirip dengan Bagas itu. Samar ia tak sengaja menangkap pembicaraan yang ibu dan pria itu katakan. Dimana sebuah pernyataan mengejutkan yang katanya pria yang tengah ia cari adalah putra kandungnya yang kabur dari rumah. "Kamu datang sendiri Lika. Bagas nya mana???" Sapaan Saidah membuat Malika langsung kembali pada bawah sadarnya. Malika yang canggung kemudian tersenyum tipis menoleh ke sisi kiri ibunya yang tampak ada seorang pria paruh baya yang juga menatapnya tak berkedip. Malika meyakini usianya tak berbeda jauh dari Saidah "Di kamar Bu, lagi istirahat. "Jawab Malika jujur. Karena memang itulah alasan Bagas sebelum ia keluar. Kening Saidah mengerutkan dalam, hingga tatapan itu berubah menelisik"Katanya tadi kamu yang sakit, kok Bagas yang istirahat. Apa dia sengaja ingin menghindari pertemuan ini. " Cecar Saidah mencebik seolah bisa menebak alasan k

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 12

    "Tama berhenti. Papa ingin bicara sama kamu. " Rudi masih berseru meski pemuda di sampingnya tidak menggubris. Anehnya berlari berkilo-kilo tak sedikitpun membuat Bagas kelelahan. Malahan kemampuan berlari nya kini hampir menyeimbangi kecepatan laju mobil yang mengikutinya."Kalau Papa datang cuman ingin maksa saya buat balik ke rumah. Sorry, Tama nggak mau. Tama lebih nyaman di kampung ini bareng keluarga kecil Tama yang sederhana. " Cecar nya tanpa menoleh."Oke, baiklah. Papa nggak akan maksa kamu balik. Tapi tolong nak, berhenti. Papa ingin bicara sama kamu, sebentar saja. Boleh yah. "Bagas menghentikan pergerakan nya, bukan karena menuruti perintah dari sang ayah. Hanya saja ia perlu rehat sejenak untuk mengatur pernapasan nya yang memang sudah tak sanggup lagi berlari. Dengan dua tangan yang bertumpu di lututnya. Bagas mencoba menetralkan degup jantungnya yang berdetak tak beraturan. Pintu mobil terbuka memperlihatkan sosok pria paruh baya yang tampak tersenyum menang ket

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 13

    "Udah nggak usah nangis. Biarin Bagas pergi. Lagian kamu sendiri kan yang minta di turutin kemauan nya, terus ngapain melow drama begitu. Atau jangan-jangan kamu mulai suka yah sama dia. " Saidah malah menggoda Malika yang malah terlihat sebal.Wanita berjilbab biru tua itu melirik sekilas sebelum mengusap air matanya. '' Siapa yang nangis. Orang Lika cuman kelilipan. Justru sebaliknya Lika seneng Bagas udah nggak tinggal bareng sama kita. " Tukas nya bersungut-sungut. "Iya, tapi income ibu berkurang gara -gara ngikutin saran konyol dari kamu. Mana uang yang di kasih Bagas pake di bawa semua. Pokoknya ibu nggak mau tau, ibu mau kamu kejar Bagas dan minta kembaliin uang ibu. Kamu tau kan uang itu aku ibu gunain buat jahit baju di acara kondangan bude Aminah. ""Iih ibu apaan sih. Gengsi lah Lika kalo harus jemput balik Bagas ke sini. Ibu aja sono yang samperin... Lika mah ogah. "Malika meringis tertahan, ketika telapak tangan itu mencengkram lengan nya kuat."Pergi atau ibu akan u

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-17
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 14

    Pinkan tak lain adalah ibu tiri Bagas. Tidak seperti kebanyakan cerita sinetron yang pernah kalian dengar. Ibu sambung Bagas adalah wanita yang baik dan perhatian. Beliau tulus menyayangi Bagas seperti anak kandungnya sendiri."Tama anak Mama. Kamu sehat nak ?? Kok kamu agak kurusan sih, dekil, item kayak nggak keurus begini. Pokoknya setelah ini kita perawatan. Mama udah nggak sabar ingin memangkas habis brewok sama janggut kamu yang menjuntai itu. " Pinkan membolak-balikkan tubuh Bagas layaknya gasingan. Mengamati wajah itu dengan bergidik geli. Sebelum pergi dari rumah, Bagas tidak seburuk rupa itu. "Nggak perlu Ma. Bagas masih keren kok dengan penampilan kayak gini. Udah yah. Bagas mau ke atas dulu. Mau istirahat. '' ucap Bagas lantas berlalu. Di dalam kamar miliknya, Bagas termenung menatap figuran foto yang berhasil ia curi diam-diam dari rumah Saidah. Siapa lagi kalau bukan foto istrinya yang cantik jelita. Tanpa ia sadar, sudut bibirnya terangkat. Dan ketika ia hendak membe

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 15

    Bagas terkejut mendapati sosok yang ia rindukan beberapa hari ini tengah menatap nya lekat dan juga tersenyum. Senyum tulus yang bahkan tak pernah ia lihat sebelumnya ketika keduanya bersama."Malika.." ucap Bagas tercekat tak mampu bersuara. Lidah itu tiba-tiba keluh. Ia juga tampak terkejut melihat kondisi Malika yang sangat memperhatikan. Wanita itu berada di atas kursi roda. Apa yang terjadi padanya??"Maaf bukan sok akrab. Tapi sikap kamu yang seperti ini bukanlah cerminan baik bagi seorang pria yang akan membina bahtera rumah tangga. Kalau kamu nggak mau nikah dengan saya juga nggak apa-apa saya bisa ngerti kok kalau kamu juga nggak bakal mau menikahi wanita cacat seperti saya. " Ujar Malika tertunduk lesu. Senyumnya hilang begitu saja berganti raut wajah kesedihan. Bagas menggeleng tak percaya. Kenapa ia baru sadar kalau wanita yang akan ia nikahi adalah Malika. Tau begini ia tidak akan kabur dari rencana pernikahan ini. Malika memutar kursi rodanya berbalik. Bagas berniat

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-20

Bab terbaru

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 57

    [Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 56

    Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 55

    "Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 54

    Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 53

    Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 52

    Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 51

    Mobil yang Malika tumpangi kini tampak memasuki gerbang utama sebuah bangunan mewah. Bangunan yang menurutnya tidak asing lagi ia lihat. Dimana ia pernah menginap di sana meski dalam waktu yang teramat singkat. "Lika.. ayo masuk. Kenapa bengong begitu." Sebuah sapuan lembut di bahunya menyentak Malika dari lamunan nya. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya di sampingnya dan tersenyum kaku. "I-iya Pa. ""Kamu tidak usah sungkan, bagaimana pun rumah ini sekarang sudah menjadi rumah kamu juga. Bukan hanya menantu keluarga ini, kamu sudah saya anggap sebagai anak Papa sendiri" Ucap pria itu terlihat tulus. Malika beruntung bisa mendapat mertua sebaik Rudi. Pria itu mengingatkannya pada sosok ayahanda yang sudah berpulang lebih dulu. "Makasih Papa sudah begitu baik dan menerima saya di rumah ini. " Malika tak kuasa untuk tidak menitikan air mata nya. Melihat itu Rudi iba dan menghapus jejak basah itu dengan jari besarnya. Tanpa mereka sadar, ada seseorang yang mengamati interaksi

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 50

    Sebelum Malika kembali bersuara, pintu ruangan kembali terbuka. Hingga mendapati seorang pria paruh baya tengah berdiri di ambang pintu menatap keduanya."Suster Ana, sedang apa anda di sini."Tanya nya membuat Malika menoleh pada Pinkan. Wanita itu mudah sekali mengelabui orang sekitarnya yang mana saat ini masker yang tadi terlepas sudah ia kenakan kembali. Mungkin karena Pinkan mengenakan identitas suster Ana makanya Dokter Reno kira itu adalah suster Ana, tapi nyatanya bukan. "Saya tadi hanya mengambil ponsel saya yang tertinggal dok. " Jawabnya berbohong menunjukkan ponsel yang ada dalam genggamannya. Benda runcing yang berisi cairan racun itu entah ia taruh dimana. Setelah mengatakan itu Pinkan pamit undur diri. "Awas aja kalau kamu berani buka mulut di depan yang lain. Saya tidak akan segan menghancurkan kamu dan keluarga kamu di kampung " Bisiknya di telinga Malika saat melintas. Malika mematung, masih belum percaya dengan apa yang terjadi pada suaminya."Bu Malika, boleh

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 49

    Tanpa pikir panjang, Malika bergegas menyambangi rumah sakit tempat dimana Bagas kini tengah di rawat. Memerlukan waktu sejam untuk sampai di sana. Malika tidak berhenti khawatir ketika langkahnya menjejak masuk loby rumah sakit, meski pria muda di sampingnya terus mengatakan semua akan baik-baik saja."Biar saya saja. " Ucapnya menahan Malika untuk tetap diam di tempat nya. Mengingat kondisi Malika saat ini sedang terpuruk, ia mungkin tidak akan bisa berinteraksi dengan orang di sekeliling nya. " Pasien kecelakaan atas nama Pratama Bagas Adiwijaya dirawat di ruangan mana yah, sus. Kalau boleh tau. " Malik bersuara"Maaf Bapak dan ibu ini siapanya Pak Bagas yah. ""Kami berdua keluarganya, sus. " Terang pria itu membuat wanita dengan nurse di kepalanya itu mengangguk paham "Oh begitu. Sebentar yah Pak saya check dulu."Sembari menunggu suster itu mencari data di layar monitor, Malik menyempatkan untuk menghubungi Rudi di sebarang sana."Pak Bagas masih di tangani di ruang ICU. Te

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status