"Tama berhenti. Papa ingin bicara sama kamu. " Rudi masih berseru meski pemuda di sampingnya tidak menggubris. Anehnya berlari berkilo-kilo tak sedikitpun membuat Bagas kelelahan. Malahan kemampuan berlari nya kini hampir menyeimbangi kecepatan laju mobil yang mengikutinya."Kalau Papa datang cuman ingin maksa saya buat balik ke rumah. Sorry, Tama nggak mau. Tama lebih nyaman di kampung ini bareng keluarga kecil Tama yang sederhana. " Cecar nya tanpa menoleh."Oke, baiklah. Papa nggak akan maksa kamu balik. Tapi tolong nak, berhenti. Papa ingin bicara sama kamu, sebentar saja. Boleh yah. "Bagas menghentikan pergerakan nya, bukan karena menuruti perintah dari sang ayah. Hanya saja ia perlu rehat sejenak untuk mengatur pernapasan nya yang memang sudah tak sanggup lagi berlari. Dengan dua tangan yang bertumpu di lututnya. Bagas mencoba menetralkan degup jantungnya yang berdetak tak beraturan. Pintu mobil terbuka memperlihatkan sosok pria paruh baya yang tampak tersenyum menang ket
"Udah nggak usah nangis. Biarin Bagas pergi. Lagian kamu sendiri kan yang minta di turutin kemauan nya, terus ngapain melow drama begitu. Atau jangan-jangan kamu mulai suka yah sama dia. " Saidah malah menggoda Malika yang malah terlihat sebal.Wanita berjilbab biru tua itu melirik sekilas sebelum mengusap air matanya. '' Siapa yang nangis. Orang Lika cuman kelilipan. Justru sebaliknya Lika seneng Bagas udah nggak tinggal bareng sama kita. " Tukas nya bersungut-sungut. "Iya, tapi income ibu berkurang gara -gara ngikutin saran konyol dari kamu. Mana uang yang di kasih Bagas pake di bawa semua. Pokoknya ibu nggak mau tau, ibu mau kamu kejar Bagas dan minta kembaliin uang ibu. Kamu tau kan uang itu aku ibu gunain buat jahit baju di acara kondangan bude Aminah. ""Iih ibu apaan sih. Gengsi lah Lika kalo harus jemput balik Bagas ke sini. Ibu aja sono yang samperin... Lika mah ogah. "Malika meringis tertahan, ketika telapak tangan itu mencengkram lengan nya kuat."Pergi atau ibu akan u
Pinkan tak lain adalah ibu tiri Bagas. Tidak seperti kebanyakan cerita sinetron yang pernah kalian dengar. Ibu sambung Bagas adalah wanita yang baik dan perhatian. Beliau tulus menyayangi Bagas seperti anak kandungnya sendiri."Tama anak Mama. Kamu sehat nak ?? Kok kamu agak kurusan sih, dekil, item kayak nggak keurus begini. Pokoknya setelah ini kita perawatan. Mama udah nggak sabar ingin memangkas habis brewok sama janggut kamu yang menjuntai itu. " Pinkan membolak-balikkan tubuh Bagas layaknya gasingan. Mengamati wajah itu dengan bergidik geli. Sebelum pergi dari rumah, Bagas tidak seburuk rupa itu. "Nggak perlu Ma. Bagas masih keren kok dengan penampilan kayak gini. Udah yah. Bagas mau ke atas dulu. Mau istirahat. '' ucap Bagas lantas berlalu. Di dalam kamar miliknya, Bagas termenung menatap figuran foto yang berhasil ia curi diam-diam dari rumah Saidah. Siapa lagi kalau bukan foto istrinya yang cantik jelita. Tanpa ia sadar, sudut bibirnya terangkat. Dan ketika ia hendak membe
Bagas terkejut mendapati sosok yang ia rindukan beberapa hari ini tengah menatap nya lekat dan juga tersenyum. Senyum tulus yang bahkan tak pernah ia lihat sebelumnya ketika keduanya bersama."Malika.." ucap Bagas tercekat tak mampu bersuara. Lidah itu tiba-tiba keluh. Ia juga tampak terkejut melihat kondisi Malika yang sangat memperhatikan. Wanita itu berada di atas kursi roda. Apa yang terjadi padanya??"Maaf bukan sok akrab. Tapi sikap kamu yang seperti ini bukanlah cerminan baik bagi seorang pria yang akan membina bahtera rumah tangga. Kalau kamu nggak mau nikah dengan saya juga nggak apa-apa saya bisa ngerti kok kalau kamu juga nggak bakal mau menikahi wanita cacat seperti saya. " Ujar Malika tertunduk lesu. Senyumnya hilang begitu saja berganti raut wajah kesedihan. Bagas menggeleng tak percaya. Kenapa ia baru sadar kalau wanita yang akan ia nikahi adalah Malika. Tau begini ia tidak akan kabur dari rencana pernikahan ini. Malika memutar kursi rodanya berbalik. Bagas berniat
Malika terus menggeleng mengintruksi Bagas untuk menjauh dari tempat itu. Tapi apa yang pria itu lakukan. Dia malah mendekati Malika dan membuka ikatan itu. Bahkan mulut yang di lakban itu di tariknya perlahan agar tidak menyakiti wanitanya. "Bagas kamu harus pergi dari sini. Pergi. " Malika menyeru dengan air mata yang berurai. Namun bukan nya menurut Bagas malah mengusap air mata itu dengan jari telunjuk nya. "Tidak Lika, aku nggak mungkin ninggalin kamu dan ibu di sini. Sebenarnya apa yang terjadi kenapa kalian bisa seperti ini. ""Ceritanya panjang, Gas. Nanti saja aku ceritain ke kamu. Tapi sekarang aku mohon pergi dari sini. Pergi!!! " Malika sampai mendorong tubuh pria itu menjauh tapi sebelum Bagas bangkit dua pria berbadan kekar yang tadi membuat kerusuhan di rumah itu menarik kerah Bagas dan memberi serangan bertubi-tubi di wajah Bagas yang masih terlihat tenang. Malika menjerit histeris, air matanya mengalir dengan bibir yang menyeru Bagas lirih. "Gue tau Lo bakal
Malika malah menemukan adiknya tampak merunduk di bawah tempat tidur dengan membekap mulutnya. "Malik!!! Ngapain kamu di situ! Keluar." sergah Malika emosi. Malik malah cengengesan. Melihat tak ada pergerakan apapun di bawah sana, Malika menarik lengan Malik paksa.Tubuh Malika yang kecil tentu sulit untuk mengangkat Malik yang bobot nya dua kali lipat dari nya. Apalagi melihat kondisi Malika yang mengalami cidera pada saraf kaki nya. "Lika, please.. jangan bilangin ibu saya di sini. Ya.. yah..""Nggak!! Gara-gara ulah kamu, ibu sampek pingsan. Pokoknya kamu harus menghadap ibu sekarang. Atau.. " ucapan Malika tergantung sebab prai itu menyela pembicaraan nya cepat. " Mau tetap tutup mulut Atau Aku akan bilang kalian baru ninunu" Malik mengisyaratkan dua ujung jemarinya bersatu. Yang artinya ia memang sempat melihat Malika mencium Bagas. "Jangan asal bicara kamu. Tau apa kamu anak kecil." Malika mencebik melipat kedua tangannya, Malika malu hanya saja ia pandai menutupi sikap n
"Jadi kamu ini nak Tama. Terus buat apa kamu menyamar di kampung ini sebagai Bagas. " Saidah menggeleng tak habis pikir dengan kenyataan yang baru saja Bagas katakan untuk kesekian kalinya. Karena sempat pingsan, Saidah mengulang pertanyaan yang sama kepada pria itu. Guna memastikan apa yang ia dengar sebelumnya bukan gurauan semata."Seperti yang Ibu dengar sebelumnya dari Papa. Saya kabur dari rumah karena perjodohan yang pernah Papa janjikan ke teman masa kecilnya. Saya pikir wanita yang dipilih Papa adalah wanita kampung yang jelas bukan tipe saya waktu itu. "Yah alasan itulah kenapa Bagas terdampar di kampung Wonosari. Ia yang gegabah mengambil keputusan harus mengalami nasib malang karena pada saat melarikan diri tidak membawa sepeserpun uang saku. Hingga ia memutuskan menjadi preman pasar yang memalak orang -orang di sekelilingnya. Baginya cara itu yang teramat mudah untuk mendapatkan uang dalam waktu singkat Hidup Bagas yang serba berkecukupan membuatnya terlena. Bagas ti
"Lika, ini obat yang ibu tebus di apotik. Jangan lupa berikan kepada Bagas sesuai anjuran. " Saidah menyerahkan kresek putih yang dipegang nya pada Malika."Iya Bu, nanti Lika kasih ke Bagas. ""Oh, iya sebelum minum obat ada baiknya kamu kasih Bagas makan dulu. Soalnya dia belum makan apapun sejak Agustus tadi. Kasian cucu ibu itu kalau sakit. ""Iya Bu. " Malika hendak beranjak namun seruan Saidah kembali menghentikannya "Lika, ingat semua pesan ibu tadi. ""Iya Bu, iya.. sebenarnya yang istrinya Bagas itu Ibu apa Lika sih. Kayaknya ibu perhatian banget sama Bagas. Perasaan Lika kemarin sakit nggak gini-gini amat. " Malika bersungut-sungut yang malah di tanggapi Saidah nyengir lebar.****Malika mendaratkan bokongnya di tempat tidur. Kresek yang Saidah berikan tadi ia sodorkan tepat di wajah Bagas. "Kata ibu suruh minum obat. Kayaknya ibu takut banget kehilangan mantu kesayangan nya. ""Emang kamu enggak khawatir sama saya ?"Pertanyaan spontan yang keluar dari mulut Bagas membuat
[Kamu balik jam berapa, Aku udah siapin makan malam ]Sebuah pesan singkat yang ia terima membuat Bagas di kursi kebesaran nya tak berhenti mengulas senyum. Bagaimana tidak, sejarah dalam rumah tangganya baru kali ini Malika bersikap manis. Biasanya Bagas yang selalu berinisiatif untuk sekedar mengirim nya pesan atau pun menelpon. Tapi siang ini.. akh, dia ingin sekali menyudahi kepenatan ini dan langsung bergegas pulang. Bagas berniat menghubungi wanitanya, namun tak di sangka ponsel istrinya itu sudah tidak aktif lagi. Mungkin setelah mengirimnya pesan. Ponsel Malika lowbat, pikir nya saat ini. "Pak setengah jam lagi kita ada rapat dengan PT. Windira. " ucap sekretaris Bagas menahan langkah pria itu"Batalkan saja. Saya ada urusan yang lebih penting di luar. " Sahut Bagas tanpa menoleh ke arahnya. "Tapi Pak..""Yang bos di sini siapa sih, saya atau kamu. Kamu turuti aja perintah saya atau kamu memang mau saya pecat" Tukas Bagas menajam, jika begini wanita itu tak bisa membantah.
Pinkan nyaris tak bisa berkata-kata, wajah nya pias ketika beradu pandang dengan manik hitam legam di depan nya. "Kenapa Mama kaget gitu. Mama nggak senang ngeliat anak Mama sehat dan bisa berjalan normal begini. " Sebuah suara menyentak Pinkan dari lamunan, Jelas membuktikan jika saat ini ia benar tidak sedang bermimpi."K-kkamu...Uda sehat nak. Lalu tadi??" Pinkan masih ingat bagaimana Bagas kejang dan banyak mengeluarkan darah ketika ia menjenguknya tapi sekarang justru sebaliknya pria itu terlihat baik-baik saja tanpa kekurangan apapun. Atau jangan-jangan.."Mama pikir aku akan mati setelah memakan sup yang Mama berikan waktu itu. Mama salah telah menargetkan orang yang salah. Nyatanya saya masih bisa bernafas dan berdiri tegap di sini untuk membongkar semua kebusukan Mama. " Sarkas Bagas hilang kendali. Buku jarinya mengetat ketika mengingat bagaimana perlakuan Pinkan padanya. Pinkan gelagapan. "Kamu salah paham, Tam. Kamu tau kan kalau Mama itu sayang banget sama kamu. Mama n
"Mama apakan suami saya??"Satu pertanyaan mengejutkan membuat Pinkan berbalik. "Kamu??" Seolah tak terima dengan tuduhan yang Malika lontarkan, Pinkan mencecar wanita itu tatapan penuh kebencian. Ruangan yang tadinya hening kini mendadak tak terkendali. "Ini pasti ulah kamu buat menjebak saya. Seharusnya saya yang tanya apa yang udah kamu lakukan pada putra saya sampai dia jadi begini." Tuding Pinkan yang dengan berani menarik lengan Malika dan menghempaskan nya di lantai. Malika meringis, memegangi pergelangan tangannya yang tampak memerah. "Tolong, suster. Dokter.. Tolong saya."Beberapa perawat jaga yang mendengar teriakan Malika pun berbondong-bondong datang. Dari ekspresi yang mereka tunjukan mereka juga sangat terkejut melihat kondisi Bagas yang sudah berlumuran darah. "apa yang terjadi pada Pak Bagas, kenapa dia bisa mendapat luka begini. " Tanya salah seorang suster itu sambil cekatan menghentikan pendarahan."Saya juga nggak tau suster. Tadi saya menemukan Mama mertua s
Pintu ruangan terbuka, Bagas yang berbaring di ranjang pun menoleh saat langkah Pinkan mendekatinya. Senyum tipis ia perlihatkan, seolah tak benar tau apa yang terjadi. "Mama sengaja bawain makanan kesukaan kamu. Sup iga buat putra Mama tersayang. Kamu pasti rindu kan masakan Mama." Aroma bau harum sup yang Pinkan buka menggugah selera. Dalam sekejap wanita paruh baya itu sudah menyendok kan nasi beserta lauk yang ia bawa" tangannya tersodor dengan mulut yang mengintruksi terbuka"Boleh nggak Ma, kalau suapan pertama saya kasih buat Mama. " Bagas mengambil alih mangkok itu, Ia meminta hal sederhana tapi mengapa wajah Pinkan terlihat pucat sekali. "Ma.. Mama kok bengong. Buka dong mulutnya. " Bagas mengintruksi. Namun Pinkan masih saja bergeming tanpa melakukan tindakan apapun."T-tapi, ini kan masakan buat kamu. Kenapa Mama yang makan lebih dulu. Mama udah kenyang , Tam. Buat kamu aja. " "Tidak Ma... Saya akan makan setelah Mama makan. Ayo dong Ma. Tidak ada racun di makanan itu
Bersamaan itu pintu ruangan terbuka memperlihatkan Pinkan yang sudah berdiri bingung menatap ketiganya. "Ada apa?? Kenapa kalian liatin Mama seperti itu??"Pinkan menelisik tajam, ternyata Malika sudah lebih dulu sampai di rumah sakit ketimbang dirinya. Ia berpikir wanita berbahaya itu sudah memberitahukan semua kebenaran ini pada Bagas. "Bukan apa-apa Ma. Tadi Malika cuman bilang kalau dia, Akhh.."Bagas tak jadi melanjutkan ucapannya. Malika sengaja mencubit lengan pria itu keras untuk tutup mulut. "Malika bilang apa ke kamu? " Desak Pinkan penasaran. Bagas hanya menggeleng cepat, dan memilih tetap menyembunyikan kebenaran itu dari Pinkan sesuai intruksi yang Malika inginkan. Pinkan dibuat geram dan melayangkan tatapan tak suka pada Malika. Wanita itu pasti sudah mencuci otak putranya. ***Setelah Pinkan pergi. Malika mengeluarkan jarum suntik dari laci meja di samping ranjang Bagas. Tentu nya ia menggunakan sapu tangan untuk menghindari banyak sidik jari pada benda tersebut.
Malika merebahkan tubuhnya di atas ranjang empuk. Raganya memang berada di kamar itu tapi tidak pikirannya yang selalu saja memikirkan kondisi Bagas yang belum juga sadar. Malika bangkit dari tempat nya, ia tidak bisa meninggalkan suaminya itu tanpa pengawasan. Meski disana ada Malik yang menjaganya tapi ia tidak bisa tenang jika belum memastikannya sendiri. Setelah bersih-bersih, Malika bersiap pergi. Ketika ia baru membuka pintu, ia cukup terkejut melihat keberadaan Pinkan yang berdiri menatapnya tak suka. "Kamu itu tu li atau bagaimana? Dipanggilin dari tadi nggak nongol-nongol. Atau kamu sengaja mengabaikan saya biar saya kesel, gitu?? " "Maaf Ma. Mungkin tadi saya lagi di kamar mandi. Makanya nggak dengar Mama manggil. " Jawab Malika jujur. Meski hubungan keduanya belakangan itu tak begitu baik, Malika tetap menghargai Pinkan sebagai ibu nya. Malika tau, jika apa yang dilakukan Pinkan sekarang adalah bentuk rasa cintanya pada putra nya. Pinkan mencebik melipat kedua tanga
Mobil yang Malika tumpangi kini tampak memasuki gerbang utama sebuah bangunan mewah. Bangunan yang menurutnya tidak asing lagi ia lihat. Dimana ia pernah menginap di sana meski dalam waktu yang teramat singkat. "Lika.. ayo masuk. Kenapa bengong begitu." Sebuah sapuan lembut di bahunya menyentak Malika dari lamunan nya. Ia menoleh pada sosok pria paruh baya di sampingnya dan tersenyum kaku. "I-iya Pa. ""Kamu tidak usah sungkan, bagaimana pun rumah ini sekarang sudah menjadi rumah kamu juga. Bukan hanya menantu keluarga ini, kamu sudah saya anggap sebagai anak Papa sendiri" Ucap pria itu terlihat tulus. Malika beruntung bisa mendapat mertua sebaik Rudi. Pria itu mengingatkannya pada sosok ayahanda yang sudah berpulang lebih dulu. "Makasih Papa sudah begitu baik dan menerima saya di rumah ini. " Malika tak kuasa untuk tidak menitikan air mata nya. Melihat itu Rudi iba dan menghapus jejak basah itu dengan jari besarnya. Tanpa mereka sadar, ada seseorang yang mengamati interaksi
Sebelum Malika kembali bersuara, pintu ruangan kembali terbuka. Hingga mendapati seorang pria paruh baya tengah berdiri di ambang pintu menatap keduanya."Suster Ana, sedang apa anda di sini."Tanya nya membuat Malika menoleh pada Pinkan. Wanita itu mudah sekali mengelabui orang sekitarnya yang mana saat ini masker yang tadi terlepas sudah ia kenakan kembali. Mungkin karena Pinkan mengenakan identitas suster Ana makanya Dokter Reno kira itu adalah suster Ana, tapi nyatanya bukan. "Saya tadi hanya mengambil ponsel saya yang tertinggal dok. " Jawabnya berbohong menunjukkan ponsel yang ada dalam genggamannya. Benda runcing yang berisi cairan racun itu entah ia taruh dimana. Setelah mengatakan itu Pinkan pamit undur diri. "Awas aja kalau kamu berani buka mulut di depan yang lain. Saya tidak akan segan menghancurkan kamu dan keluarga kamu di kampung " Bisiknya di telinga Malika saat melintas. Malika mematung, masih belum percaya dengan apa yang terjadi pada suaminya."Bu Malika, boleh
Tanpa pikir panjang, Malika bergegas menyambangi rumah sakit tempat dimana Bagas kini tengah di rawat. Memerlukan waktu sejam untuk sampai di sana. Malika tidak berhenti khawatir ketika langkahnya menjejak masuk loby rumah sakit, meski pria muda di sampingnya terus mengatakan semua akan baik-baik saja."Biar saya saja. " Ucapnya menahan Malika untuk tetap diam di tempat nya. Mengingat kondisi Malika saat ini sedang terpuruk, ia mungkin tidak akan bisa berinteraksi dengan orang di sekeliling nya. " Pasien kecelakaan atas nama Pratama Bagas Adiwijaya dirawat di ruangan mana yah, sus. Kalau boleh tau. " Malik bersuara"Maaf Bapak dan ibu ini siapanya Pak Bagas yah. ""Kami berdua keluarganya, sus. " Terang pria itu membuat wanita dengan nurse di kepalanya itu mengangguk paham "Oh begitu. Sebentar yah Pak saya check dulu."Sembari menunggu suster itu mencari data di layar monitor, Malik menyempatkan untuk menghubungi Rudi di sebarang sana."Pak Bagas masih di tangani di ruang ICU. Te