Malika masih saja mematung di tempatnya, tanpa sadar ia menyentuh dadanya yang tidak berhenti bertabu. Bagas sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi kenapa ia masih deg deg degan begini.Malika menggeleng cepat, menepis semua anggapan di dalam benaknya. Masa iya seorang Malika mulai menyukai pria seperti Bagas. Nggak kyuut banget!! Lagian kalau dipikir seribu kali tidak ada yang membanggakan dari sosok Bagas. Yang hobinya cuman nyusahin keluarganya dari pertama menginjakkan kaki di Desa Wonosari. Malika lebih cocok di sandingkan dengan artis Farel Bramasta yang kegantengannya hampir sebelas dua belas kayak Dewa. Lain hal Bagas, pria itu lebih cocok di ibaratkan sebagai malaikat pencabut nyawa yang mukanya nyeremin dan membuat Malika takut ketika keduanya beradu pandang. Makanya Malika selalu berusaha menghindari kontak mata dengan pria itu.Malika berusaha memejam namun usahanya sia-sia. Ingatannya selalu berputar ketika Bagas menyentuh sudut bibirnya lembut. Kejadian itu terus
"Gimana sob, berhasil nggak kemarin bobol gawang. " Tanya Malik ketika melihat Bagas yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. Wajah pria itu terlihat lebih segar setelah istirahat dengan cukup. Berbeda dengan Malika yang terus memaksa kelopak matanya terbuka , Bagaimana pun ia harus bisa fokus menyediakan sarapan di atas meja. Meski harus menghalau rasa kantuknya yang begitu tak tertahankan. Malika melirik Bagas yang tidak begitu memperdulikan ucapan saudara kembar nya yang nyerocos membahas hal yang menurut Malika tentang sebuah permainan sepak bola. "Ya elah, di tanya malah diem aja. Ini orang bro bukan patung. Loh itu harusnya bersyukur karena gue Lo jadi nikah sama Malika."Wanita dengan gamis purple itu berbalik, pashmina yang digunakan sampai tersibak ke samping. Sangkin penasaran nya ia sampai memperlambat langkahnya yang hendak kembali ke dapur. Mendengar ucapan Malik, ia lantas mengambil posisi tepat di samping pria itu. Dengan tangan kanan yang sudah mengambil sebuah
Malika masih terus mengguncang tubuh saudara nya. Dan untung saat kejadian, Malika urung berteriak sehingga tidak memicu kecurigaan bahwa kenyataannya pria yang terkapar di hadapannya sekarang adalah seorang copet.Malika tidak bisa membayangkan, bagaimana tanggapan orang nantinya kalau tau pria tersebut adalah saudara kembar nya sendiri. Untuk itu ia menyuruh Bagas buru-buru membawa kembarannya itu keluar dari pasar. Malik yang belum sadar di baringkan di kursi terminal."kamu kan yang nyuruh adik saya nyopet. Ayo ngaku!!" Berang Malika menunjuk wajah pria di depannya. Lengkingan suara Malika menyentak beberapa pasang mata menoleh padanya.Sadar akan hal itu, Malika melirik ke arah mereka. Dalam sekejap, mereka yang tadinya ingin menguping pembicaraan keduanya pun bergegas pergi. Tatapan nyalang itu membuat semua orang lari ketakutan."Kamu salah paham, Lika. Untuk apa saya menyesatkan saudara ipar saya sendiri. Yang ada Malik yang berinisiatif melakukan nya. Kamu harus percaya, s
Malika tentu tidak akan percaya pernyataan kembarannya itu begitu saja. Seorang Bagas berubah?? Yang benar saja. Emang dia power rangers. Malika cukup mengenal Bagas meski hanya beberapa bulan.Pria pembuat Onar yang hobinya suka tawuran dan malak itu suka melibatkan Saidah ke kelurahan untuk dijadikan jaminan meloloskannya dari amukan warga yang anak-anaknya terpengaruh dengan kenakalan Bagas yang bandelnya tidak tertolong.. Malika kadang tak habis pikir kenapa ibunya itu maunya aja nyelamatin orang seperti Bagas. Untung juga tidak, malu iya. "Bu.." Di sela pijatan terhenti, Malika menyeru ibunya. Ia yang patuh memang kerap memijat kaki Saidah ketika menjelang istirahat. Saidah yang dalam kondisi setengah tertidur menjawab deheman parau. Matanya memejam seolah menikmati sentuhan kecil yang di berikan Malika saat ini."Hemm" Malika yang mendapat sinyal bagus dari Saidah pun sedikit mendekat. " Nih misalnya ya, Bu. Kalo Lika cerai dari Bagas. Ibu restui Lika nggak jadi janda.
Pagi-pagi sekali Bagas sudah tidak ada di kamar. Malika yang baru terjaga pada pukul tujuh pun dibuat kelimpungan hingga memutuskan mencari pria itu di setiap sudut ruangan. Baru saja menapak keluar dari pintu kamar, Malika di kejutkan dengan kehadiran Saidah yang berdiri menatapnya penuh selidik. Layaknya hewan pelacak ia mengendus tubuh Malika yang memang belum mandi. Sekedar cuci muka pun Malika tidak sempat sangkin paniknya "Kenapa sih, Bu. Aneh banget. Saya sadar diri kok saya masih bau. " Malika mencium aroma tubuhnya yang bau asem. Malika yang menghirup bau badan nya sendiri aja ingin muntah sangkin baunya apa lagi Saidah. "Ya, tumben aja kamu kesiangan. Biasanya sebelum subuh udah bangun. " Cibir Saidah melipat kedua tangannya di depan dada. Sadar kesalahan nya, wanita dua puluh tahun itu pun cengengesan. "Maaf Bu. "Saidah geleng-geleng ngelihat kelakuan anak perempuannya itu. "Yo wess, Ndak apa. Ibu maklum kok. Lain kali kalo begadang inget waktu. Udah mandi sana s
Malika mengejar langkah Bagas yang berjalan di depannya. Saat mendekat, ia langsung menarik lengan pria itu yang sontak berhenti. Bagas yang kaget hampir menghempaskan pegangan itu. Dan untungnya ia bisa mengendalikan diri ketika berbalik."Malika??" Ucapnya terbata tak percaya menemukan wanita itu berada di tempat ituCelingukan Bagas melihat sekeliling sebelum menuntun Malika menjauhi kerumunan."Kamu kenapa bisa ada di sini? " wanita berkerudung merah muda itu bergeming. Mengambil paksa benda yang di pegang Bagas kemudian melangkah menuju ke arah seorang ibu yang menangis histeris di dekat penjual cabai. Bahkan wanita itu tidak menyadari kehadiran Malika saat itu. "Bu, ini dompetnya." Malika menyodorkan sebuah dompet berwarna coklat tua dihadapan sang ibu yang membuatnya seketika menengadah. Dari posisinya sekarang, Bagas mengerti kenapa Malika sempat menghentikannya. Malika tampak miris melihat air mata yang tumpah akibat ulah sang adik. Malika sudah mendengar semua pembic
Malika memutuskan untuk mengecek keberadaan pria itu sendiri. Ia terlanjur penasaran akan rupa dari foto pria yang katanya mirip dengan Bagas itu. Samar ia tak sengaja menangkap pembicaraan yang ibu dan pria itu katakan. Dimana sebuah pernyataan mengejutkan yang katanya pria yang tengah ia cari adalah putra kandungnya yang kabur dari rumah. "Kamu datang sendiri Lika. Bagas nya mana???" Sapaan Saidah membuat Malika langsung kembali pada bawah sadarnya. Malika yang canggung kemudian tersenyum tipis menoleh ke sisi kiri ibunya yang tampak ada seorang pria paruh baya yang juga menatapnya tak berkedip. Malika meyakini usianya tak berbeda jauh dari Saidah "Di kamar Bu, lagi istirahat. "Jawab Malika jujur. Karena memang itulah alasan Bagas sebelum ia keluar. Kening Saidah mengerutkan dalam, hingga tatapan itu berubah menelisik"Katanya tadi kamu yang sakit, kok Bagas yang istirahat. Apa dia sengaja ingin menghindari pertemuan ini. " Cecar Saidah mencebik seolah bisa menebak alasan k
"Tama berhenti. Papa ingin bicara sama kamu. " Rudi masih berseru meski pemuda di sampingnya tidak menggubris. Anehnya berlari berkilo-kilo tak sedikitpun membuat Bagas kelelahan. Malahan kemampuan berlari nya kini hampir menyeimbangi kecepatan laju mobil yang mengikutinya."Kalau Papa datang cuman ingin maksa saya buat balik ke rumah. Sorry, Tama nggak mau. Tama lebih nyaman di kampung ini bareng keluarga kecil Tama yang sederhana. " Cecar nya tanpa menoleh."Oke, baiklah. Papa nggak akan maksa kamu balik. Tapi tolong nak, berhenti. Papa ingin bicara sama kamu, sebentar saja. Boleh yah. "Bagas menghentikan pergerakan nya, bukan karena menuruti perintah dari sang ayah. Hanya saja ia perlu rehat sejenak untuk mengatur pernapasan nya yang memang sudah tak sanggup lagi berlari. Dengan dua tangan yang bertumpu di lututnya. Bagas mencoba menetralkan degup jantungnya yang berdetak tak beraturan. Pintu mobil terbuka memperlihatkan sosok pria paruh baya yang tampak tersenyum menang ket
"Udah nggak usah nangis. Biarin Bagas pergi. Lagian kamu sendiri kan yang minta di turutin kemauan nya, terus ngapain melow drama begitu. Atau jangan-jangan kamu mulai suka yah sama dia. " Saidah malah menggoda Malika yang malah terlihat sebal.Wanita berjilbab biru tua itu melirik sekilas sebelum mengusap air matanya. '' Siapa yang nangis. Orang Lika cuman kelilipan. Justru sebaliknya Lika seneng Bagas udah nggak tinggal bareng sama kita. " Tukas nya bersungut-sungut. "Iya, tapi income ibu berkurang gara -gara ngikutin saran konyol dari kamu. Mana uang yang di kasih Bagas pake di bawa semua. Pokoknya ibu nggak mau tau, ibu mau kamu kejar Bagas dan minta kembaliin uang ibu. Kamu tau kan uang itu aku ibu gunain buat jahit baju di acara kondangan bude Aminah. ""Iih ibu apaan sih. Gengsi lah Lika kalo harus jemput balik Bagas ke sini. Ibu aja sono yang samperin... Lika mah ogah. "Malika meringis tertahan, ketika telapak tangan itu mencengkram lengan nya kuat."Pergi atau ibu akan u
"Tama berhenti. Papa ingin bicara sama kamu. " Rudi masih berseru meski pemuda di sampingnya tidak menggubris. Anehnya berlari berkilo-kilo tak sedikitpun membuat Bagas kelelahan. Malahan kemampuan berlari nya kini hampir menyeimbangi kecepatan laju mobil yang mengikutinya."Kalau Papa datang cuman ingin maksa saya buat balik ke rumah. Sorry, Tama nggak mau. Tama lebih nyaman di kampung ini bareng keluarga kecil Tama yang sederhana. " Cecar nya tanpa menoleh."Oke, baiklah. Papa nggak akan maksa kamu balik. Tapi tolong nak, berhenti. Papa ingin bicara sama kamu, sebentar saja. Boleh yah. "Bagas menghentikan pergerakan nya, bukan karena menuruti perintah dari sang ayah. Hanya saja ia perlu rehat sejenak untuk mengatur pernapasan nya yang memang sudah tak sanggup lagi berlari. Dengan dua tangan yang bertumpu di lututnya. Bagas mencoba menetralkan degup jantungnya yang berdetak tak beraturan. Pintu mobil terbuka memperlihatkan sosok pria paruh baya yang tampak tersenyum menang ket
Malika memutuskan untuk mengecek keberadaan pria itu sendiri. Ia terlanjur penasaran akan rupa dari foto pria yang katanya mirip dengan Bagas itu. Samar ia tak sengaja menangkap pembicaraan yang ibu dan pria itu katakan. Dimana sebuah pernyataan mengejutkan yang katanya pria yang tengah ia cari adalah putra kandungnya yang kabur dari rumah. "Kamu datang sendiri Lika. Bagas nya mana???" Sapaan Saidah membuat Malika langsung kembali pada bawah sadarnya. Malika yang canggung kemudian tersenyum tipis menoleh ke sisi kiri ibunya yang tampak ada seorang pria paruh baya yang juga menatapnya tak berkedip. Malika meyakini usianya tak berbeda jauh dari Saidah "Di kamar Bu, lagi istirahat. "Jawab Malika jujur. Karena memang itulah alasan Bagas sebelum ia keluar. Kening Saidah mengerutkan dalam, hingga tatapan itu berubah menelisik"Katanya tadi kamu yang sakit, kok Bagas yang istirahat. Apa dia sengaja ingin menghindari pertemuan ini. " Cecar Saidah mencebik seolah bisa menebak alasan k
Malika mengejar langkah Bagas yang berjalan di depannya. Saat mendekat, ia langsung menarik lengan pria itu yang sontak berhenti. Bagas yang kaget hampir menghempaskan pegangan itu. Dan untungnya ia bisa mengendalikan diri ketika berbalik."Malika??" Ucapnya terbata tak percaya menemukan wanita itu berada di tempat ituCelingukan Bagas melihat sekeliling sebelum menuntun Malika menjauhi kerumunan."Kamu kenapa bisa ada di sini? " wanita berkerudung merah muda itu bergeming. Mengambil paksa benda yang di pegang Bagas kemudian melangkah menuju ke arah seorang ibu yang menangis histeris di dekat penjual cabai. Bahkan wanita itu tidak menyadari kehadiran Malika saat itu. "Bu, ini dompetnya." Malika menyodorkan sebuah dompet berwarna coklat tua dihadapan sang ibu yang membuatnya seketika menengadah. Dari posisinya sekarang, Bagas mengerti kenapa Malika sempat menghentikannya. Malika tampak miris melihat air mata yang tumpah akibat ulah sang adik. Malika sudah mendengar semua pembic
Pagi-pagi sekali Bagas sudah tidak ada di kamar. Malika yang baru terjaga pada pukul tujuh pun dibuat kelimpungan hingga memutuskan mencari pria itu di setiap sudut ruangan. Baru saja menapak keluar dari pintu kamar, Malika di kejutkan dengan kehadiran Saidah yang berdiri menatapnya penuh selidik. Layaknya hewan pelacak ia mengendus tubuh Malika yang memang belum mandi. Sekedar cuci muka pun Malika tidak sempat sangkin paniknya "Kenapa sih, Bu. Aneh banget. Saya sadar diri kok saya masih bau. " Malika mencium aroma tubuhnya yang bau asem. Malika yang menghirup bau badan nya sendiri aja ingin muntah sangkin baunya apa lagi Saidah. "Ya, tumben aja kamu kesiangan. Biasanya sebelum subuh udah bangun. " Cibir Saidah melipat kedua tangannya di depan dada. Sadar kesalahan nya, wanita dua puluh tahun itu pun cengengesan. "Maaf Bu. "Saidah geleng-geleng ngelihat kelakuan anak perempuannya itu. "Yo wess, Ndak apa. Ibu maklum kok. Lain kali kalo begadang inget waktu. Udah mandi sana s
Malika tentu tidak akan percaya pernyataan kembarannya itu begitu saja. Seorang Bagas berubah?? Yang benar saja. Emang dia power rangers. Malika cukup mengenal Bagas meski hanya beberapa bulan.Pria pembuat Onar yang hobinya suka tawuran dan malak itu suka melibatkan Saidah ke kelurahan untuk dijadikan jaminan meloloskannya dari amukan warga yang anak-anaknya terpengaruh dengan kenakalan Bagas yang bandelnya tidak tertolong.. Malika kadang tak habis pikir kenapa ibunya itu maunya aja nyelamatin orang seperti Bagas. Untung juga tidak, malu iya. "Bu.." Di sela pijatan terhenti, Malika menyeru ibunya. Ia yang patuh memang kerap memijat kaki Saidah ketika menjelang istirahat. Saidah yang dalam kondisi setengah tertidur menjawab deheman parau. Matanya memejam seolah menikmati sentuhan kecil yang di berikan Malika saat ini."Hemm" Malika yang mendapat sinyal bagus dari Saidah pun sedikit mendekat. " Nih misalnya ya, Bu. Kalo Lika cerai dari Bagas. Ibu restui Lika nggak jadi janda.
Malika masih terus mengguncang tubuh saudara nya. Dan untung saat kejadian, Malika urung berteriak sehingga tidak memicu kecurigaan bahwa kenyataannya pria yang terkapar di hadapannya sekarang adalah seorang copet.Malika tidak bisa membayangkan, bagaimana tanggapan orang nantinya kalau tau pria tersebut adalah saudara kembar nya sendiri. Untuk itu ia menyuruh Bagas buru-buru membawa kembarannya itu keluar dari pasar. Malik yang belum sadar di baringkan di kursi terminal."kamu kan yang nyuruh adik saya nyopet. Ayo ngaku!!" Berang Malika menunjuk wajah pria di depannya. Lengkingan suara Malika menyentak beberapa pasang mata menoleh padanya.Sadar akan hal itu, Malika melirik ke arah mereka. Dalam sekejap, mereka yang tadinya ingin menguping pembicaraan keduanya pun bergegas pergi. Tatapan nyalang itu membuat semua orang lari ketakutan."Kamu salah paham, Lika. Untuk apa saya menyesatkan saudara ipar saya sendiri. Yang ada Malik yang berinisiatif melakukan nya. Kamu harus percaya, s
"Gimana sob, berhasil nggak kemarin bobol gawang. " Tanya Malik ketika melihat Bagas yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. Wajah pria itu terlihat lebih segar setelah istirahat dengan cukup. Berbeda dengan Malika yang terus memaksa kelopak matanya terbuka , Bagaimana pun ia harus bisa fokus menyediakan sarapan di atas meja. Meski harus menghalau rasa kantuknya yang begitu tak tertahankan. Malika melirik Bagas yang tidak begitu memperdulikan ucapan saudara kembar nya yang nyerocos membahas hal yang menurut Malika tentang sebuah permainan sepak bola. "Ya elah, di tanya malah diem aja. Ini orang bro bukan patung. Loh itu harusnya bersyukur karena gue Lo jadi nikah sama Malika."Wanita dengan gamis purple itu berbalik, pashmina yang digunakan sampai tersibak ke samping. Sangkin penasaran nya ia sampai memperlambat langkahnya yang hendak kembali ke dapur. Mendengar ucapan Malik, ia lantas mengambil posisi tepat di samping pria itu. Dengan tangan kanan yang sudah mengambil sebuah
Malika masih saja mematung di tempatnya, tanpa sadar ia menyentuh dadanya yang tidak berhenti bertabu. Bagas sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi kenapa ia masih deg deg degan begini.Malika menggeleng cepat, menepis semua anggapan di dalam benaknya. Masa iya seorang Malika mulai menyukai pria seperti Bagas. Nggak kyuut banget!! Lagian kalau dipikir seribu kali tidak ada yang membanggakan dari sosok Bagas. Yang hobinya cuman nyusahin keluarganya dari pertama menginjakkan kaki di Desa Wonosari. Malika lebih cocok di sandingkan dengan artis Farel Bramasta yang kegantengannya hampir sebelas dua belas kayak Dewa. Lain hal Bagas, pria itu lebih cocok di ibaratkan sebagai malaikat pencabut nyawa yang mukanya nyeremin dan membuat Malika takut ketika keduanya beradu pandang. Makanya Malika selalu berusaha menghindari kontak mata dengan pria itu.Malika berusaha memejam namun usahanya sia-sia. Ingatannya selalu berputar ketika Bagas menyentuh sudut bibirnya lembut. Kejadian itu terus