Share

Bab 2

Penulis: Fadila_mla
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-28 15:33:32

Malika memacu langkahnya semakin lebar. Ia menjadi tidak sabar untuk pulang ke rumah untuk bertemu sang adik.

Keselnya Sampek ke ubun-ubun, bayangkan saja di dalam masjid yang tadinya dalam kondisi berduka malah dibuat riuh karena Malika yang tersedu meratapi kematian Pak Seno yang ia pikir adalah Malik.

Malika jadi terngiang ucapan ustadz Yusuf beberapa saat lalu. "Kalau kedatangan mbak Malika kesini cuman mau jemput Malik, bilang dong dari awal ketika masuk, jadi kami tidak terkendala untuk menguburkan Pak Seno sore ini. Mbak Malika harus tau sebelum mbak-nya datang, Bu Saidah sudah terlebih dulu menjemput Malik dengan keponakan nya yang bernama Bagus itu. "

"BAGAS ustadz. Bukan Bagus. " Ralat Malika cepat membenahi nama pria itu. Mungkin saja orang tuanya dulu sudah memotong kerbau lima untuk menamai putranya. Eh, Ustadz Yusuf malah seenaknya mengganti nama orang sesukanya. Kan nggak bener.

"Iya itu maksud saya. Kayaknya sama aja cuman beda 'U' di dua huruf belakang. ''

Orang kampung memang mengenal Bagas adalah keponakan Saidah. Entah keponakan dari mana juga mereka tidak tau. Karena bagaimanapun Saidah menutup mulutnya ketika di tanyain hal yang lebih detail mengenai Bagas dan asal usulnya yang jelas Saidah tidak tau juga dari mana. Ia hanya berusaha melindungi orang yang mengontrak di huniannya. Tujuan biar betah dan Saidah tidak kehilangan income setiap bulannya.

Malika mendengus dingin, menyipit ke arah matahari yang telah naik setengah tiang. Sudah hampir Zuhur tapi Malika tak kunjung menyelesaikan tugasnya.

Sayuran yang ia beli tadi pun sudah layu seolah kehilangan gairah untuk dimasak. Kalau bukan karena Malik yang berulah, Malika tidak akan kesiangan memasak.

"Aduh Lika, sakit!! "Erang Malik tertahan ketika capitan kecil mendarat di telinga lelaki itu. Malika sudah hilang kesabaran ketika sampai di rumah ia langsung menuju ke kamar Malik yang letaknya dekat dapur.

"Sakit yah, lebih sakitan mana saat kamu adu tonjos dengan anak muda kampung sebelah, Hah. Bikin malu aja kamu. " Geram Malika emosi. Tangan yang nganggur ia gunakan untuk mengurut dadanya seraya berucap istighfar dalam hati.

"Ya jelas beda Lika. Kalau itu saya berani ngelawan dan menangkis setiap perlawanan. Kalo kamu digituin yang ada kamunya yang kalah dan nangis. Saya nggak mungkin nyakitin perempuan apalagi saudara sendiri. " Malika spontan melepas kaitannya dan duduk menatap Malik tajam.

"Katakan siapa yang mulai."

"Kamu" jawab Malik enteng, seketika mendapat tatapan sinis dari Malika.

"Enak aja, saya nggak pernah ngajarin kamu berkelahi. Saya tau pasti Bagas yang mempengaruhi kamu kan. "

"Jangan nyalahin mas Bagas, dia itu orang baik. Mereka-mereka aja yang cari gara-gara duluan. "

Malika jadi terngiang ucapan Saidah, mungkin benar Bagas sudah memberi pengaruh buruk kepada adiknya. Malika juga sering melihat interaksi keduanya di warung sambil merokok. Padahal sebelumnya Malik belum pernah bersikap seberani itu di depan orang lain. Jika dicegah, alasan Malik kata nya stress mikir beban hidup. Apa yang dia pikirkan, lah makan aja masih nimbrung ke orang tua.

"Pinter kamu ngeles nya. Mulai sekarang kamu nggak boleh bergaul dengan Bagas. Habis jemaah kamu harus balik ke rumah, nggak usah keluyuran. "

Malika berontak " Ya nggak bisa dong, aku ini udah gede jadi terserah aku dong mau berteman sama siapa aja. Lika, buka pintunya. Lika!!!"

Teriak Malik berusaha keras mendobrak pintu kamarnya yang dikunci dari luar.

"Untuk sehari ini kamu dapet hukuman nggak boleh kemana-mana. Inget Malik, kamu harus merenungi kesalahan kamu. Berubahlah sebelum terlambat. Jangan sampek nambah beban masalah ibu yang puyeng mikirin kamu." Cecar Malika sebelum melenggang ke dapur.

****

Malika shock bukan main mendapati Saidah keluar dari kamar dengan koyok yang menempel di keningnya.

Wanita dengan jilbab instan itu terlihat lemas dan tak bertenaga. Malika memapah tubuh ringkih itu duduk di kursi ruangan dengan pijatan lembut ia berikan untuk menenangkan Saidah yang mengeluh pusing.

"Migran lagi Bu??"

Saidah mengangguk lemah. Malika tau, kalau penyakit ibunya kumat begini karena mikirin kelakuan Malik. Melihat Malika sudah bersiap, Saidah mencekal lengan itu untuk menjauh.

"Pergi sana, ntar yang ada kamu malah telat ngajar ngaji nya. "

"Lika mau izin nemenin ibu aja di rumah. Lagian ngajinya bisa di ganti lusa. "

"Nggak bisa, Lika. Kalau kamu izin, pasti gaji kamu yang di potong. Bulanan ibu secara otomatis pun akan berkurang. Ibu nggak mau Sampek itu terjadi. Bisa-bisa makan tempe tahu kita. "

Malika menggeleng, sudah sakit begitu Saidah masih memikirkan pemasukan. Padahal satu pintu kontrakan terisi pun masih lebih untuk mencukupi kebutuhan keduanya.

"Ya sudah kalau begitu, Malika pamit yah Bu. Malika janji akan balik lebih awal. "

"Nggak perlu Lika. Di rumah kan ada Malik. Kamu fokus aja ngajarnya nggak usah pikirin ibu. Ibu itu wanita kuat, di tinggal Ayah kamu aja ibu masih sanggup membiayai pendidikan kalian berdua."

Malika berlalu, ia tidak mau berdebat panjang.

Langkahnya terseok menuju ke luar. Sebelumnya ia menoleh ke rumah kecil yang letaknya sepuluh langka dari dirumahnya. Tepatnya pada rumah yang di huni Bagas.

Entah kenapa Malika merasa ada yang memperhatikannya dari jarak dekat. Ketika pandangannya tertoleh, ia tidak menemukan siapapun.

"Mungkin cuman perasaanku saja. " Gumam Malika kembali melanjutkan langkahnya yang terhenti. Ketika Malika sudah menjauh barulah sosok pria itu memperlihatkan dirinya.

Senyumnya terpatri tatkala melihat wajah teduh Malika yang sempat berbalik. Wanita dengan gamis kuning telur itu memang sangat manis, sehingga menggetarkan siapapun yang menatapnya. Tak hanya sekali bahkan hampir setiap kali Malika berangkat, ia menunggu di balik pintu untuk sekedar mengamati sosok bidadari surga di kejauhan. Berbeda ketika keduanya bertemu, ia malah memilih menghindari kontak mata dari sang gadis bahkan tak berani mengajaknya berbicara.

Satu notif pesan masuk membuyarkan lamunan singkatnya. Sekilas ia membaca dan segera memasukkan benda pipih itu ke saku celananya.

Ia tahu apa yang harus ia lakukan sekarang.

***

Malika baru kembali setelah jam menunjukkan pukul lima sore. Dia yang baru datang pun terkejut ketika disodorkan sepiring nasi dengan teh hangat lengkap air putih.

"Baik banget sih Bu. Makasih loh udah mau repot-repot. "

Meski Saidah masih agak lemas ia masih memaksakan diri untuk menyiapkan makanan. Dan secara kebetulan Malika memang sangat lapar.

"Bukan untuk kamu, tapi Malik. Dari tadi ibu telpon kamu buat nanyain kunci kamar Malik, eh kamunya nggak angkat. "

Malika nyengir. Ternyata alasan inilah ibu nya sejak tadi menelpon tanpa jeda. Malika jadi ngerasa bersalah karena mengabaikan dan malah sengaja menonaktifkan ponselnya. Semoga saja Malika tidak di kutuk jadi batu.

"Padahal kunci Malika taruh di laci meja loh Bu." Malika berlalu mengambil benda itu dan di berikan pada Saidah.

"Kamu aja yang masuk, antar makanan ini ke kamar Malik. Ibu mau istirahat. " Ucapnya sebelum beranjak pergi.

Malika menurut, kaki jenjangnya pun mulai menapak mendekat ke pintu kamar Malik. Membuka perlahan setelah menekan kunci yang menggantung.

Suasana kamar menjadi gelap, entah kenapa Malik menutup gorden serta jendelanya sore ini.

Apa Malik sakit karena luka ringan yang di deritanya.

"Saya bawa makanan untuk kamu. Dimakan yah. " Malika meletakkan nampan di atas meja kecil kemudian berbalik menatap sosok pria yang berdiam di tempat tidur dengan wajah yang tertutup persis seperti orang mati.

Malika yang penasaran lantas menyingkap selimut yang menutupi seluruh tubuh Malik. Tak disangka bukan Malik yang berbaring di sana melainkan seorang yang Malika tidak bisa kenali karena pencahayaan ruangan yang temaram.

Malika menjerit keras, tangannya terulur memukuli pria itu membabi buta. Di waktu bersamaan Saidah yang kini membawa beberapa temannya menjenguk pun berlari mendekat, hingga lampu menyala memperlihatkan Malika sudah berbaring di atas Bagas yang menatapnya lekat.

"Lika, apa yang kalian berdua lakukan??" Pekik Saidah yang membuat keduanya sontak menoleh ke ambang pintu

Bersambung

Bab terkait

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 3

    Saidah menarik lengan Malika menjauhi Bagas. Ia masih tak habis pikir anak gadis satu-satunya yang menjadi kebanggaan keluarga membawa laki-laki ke kamar adik nya sendiri. Tatapan menghunus kini Saidah layangkan pada Bagas. Saidah berkacak pinggang mencecar pemuda itu habis-habisan dan anehnya Bagas malah diam saja seperti orang linglung. Sesekali ia meringis memegangi tengkuknya. "Bu, ini tidak seperti yang ibu lihat. Saya dan mas Bagas tadi nggak lagi ngapa-ngapain. Malika cuman berniat untuk membangunkan Malik, tapi ternyata di atas tempat tidur malah hanya ada mas Bagas" Malika melerai perdebatan keduanya, bagaimana pun Malika harus bisa meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Saidah harus tau kalau Ia dan Bagas memang tidak melakukan tindakan asusila seperti beberapa teman ibunya katakan barusan. Bahkan dari mereka mendesak untuk menikahkan keduanya. "Diam kamu Lika, ibu tidak bicara dengan kamu. Yang ibu heran kenapa Bagas bisa ada di kamar Malik dan berduaan dengan kamu di

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 4

    Malika berjalan menuju dapur. Perutnya lapar, sejak siang tadi belum terisi sama sekali.Ketika langkah nya masih di ambang pintu samar Malika mendengar pembicaraan kerabat ibunya yang julid mengomentari nasib Adisty yang setelah beberapa bulan lulus sekolah malah dipinang seorang preman yang keluarganya juga mereka nggak tau ada dimana. Menurut penuturan Bagas kemarin, pria itu hidup sebatang kara sejak ibunya meninggal. Bagas masih memiliki ayah tapi sudah menikah lagi. Bagas juga bilang ibu tirinya itu kejam. Layaknya ibu sambung yang ada di film protagonis bawang putih merah itu lah kenyataan pahit yang Bagas alami. Makanya Saidah tidak mempermasalahkan wali Bagas ketika akad nikah. "Ini terbukti kalau anak mbak yuh, nggak jauh lebih baik dengan anak saya. Walaupun cuman lulus pendidikan dasar, anak saya itu dapet mandor kebun teh. Yah cukuplah penghasilannya buat memenuhi kebutuhan mereka, nggak nyusahin kayak Adisty. Makan masih numpang lah malah nambahin beban ngangkut gelan

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 5

    Malika masih saja mematung di tempatnya, tanpa sadar ia menyentuh dadanya yang tidak berhenti bertabu. Bagas sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi kenapa ia masih deg deg degan begini.Malika menggeleng cepat, menepis semua anggapan di dalam benaknya. Masa iya seorang Malika mulai menyukai pria seperti Bagas. Nggak kyuut banget!! Lagian kalau dipikir seribu kali tidak ada yang membanggakan dari sosok Bagas. Yang hobinya cuman nyusahin keluarganya dari pertama menginjakkan kaki di Desa Wonosari. Malika lebih cocok di sandingkan dengan artis Farel Bramasta yang kegantengannya hampir sebelas dua belas kayak Dewa. Lain hal Bagas, pria itu lebih cocok di ibaratkan sebagai malaikat pencabut nyawa yang mukanya nyeremin dan membuat Malika takut ketika keduanya beradu pandang. Makanya Malika selalu berusaha menghindari kontak mata dengan pria itu.Malika berusaha memejam namun usahanya sia-sia. Ingatannya selalu berputar ketika Bagas menyentuh sudut bibirnya lembut. Kejadian itu terus

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 6

    "Gimana sob, berhasil nggak kemarin bobol gawang. " Tanya Malik ketika melihat Bagas yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. Wajah pria itu terlihat lebih segar setelah istirahat dengan cukup. Berbeda dengan Malika yang terus memaksa kelopak matanya terbuka , Bagaimana pun ia harus bisa fokus menyediakan sarapan di atas meja. Meski harus menghalau rasa kantuknya yang begitu tak tertahankan. Malika melirik Bagas yang tidak begitu memperdulikan ucapan saudara kembar nya yang nyerocos membahas hal yang menurut Malika tentang sebuah permainan sepak bola. "Ya elah, di tanya malah diem aja. Ini orang bro bukan patung. Loh itu harusnya bersyukur karena gue Lo jadi nikah sama Malika."Wanita dengan gamis purple itu berbalik, pashmina yang digunakan sampai tersibak ke samping. Sangkin penasaran nya ia sampai memperlambat langkahnya yang hendak kembali ke dapur. Mendengar ucapan Malik, ia lantas mengambil posisi tepat di samping pria itu. Dengan tangan kanan yang sudah mengambil sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-12
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 7

    Malika masih terus mengguncang tubuh saudara nya. Dan untung saat kejadian, Malika urung berteriak sehingga tidak memicu kecurigaan bahwa kenyataannya pria yang terkapar di hadapannya sekarang adalah seorang copet.Malika tidak bisa membayangkan, bagaimana tanggapan orang nantinya kalau tau pria tersebut adalah saudara kembar nya sendiri. Untuk itu ia menyuruh Bagas buru-buru membawa kembarannya itu keluar dari pasar. Malik yang belum sadar di baringkan di kursi terminal."kamu kan yang nyuruh adik saya nyopet. Ayo ngaku!!" Berang Malika menunjuk wajah pria di depannya. Lengkingan suara Malika menyentak beberapa pasang mata menoleh padanya.Sadar akan hal itu, Malika melirik ke arah mereka. Dalam sekejap, mereka yang tadinya ingin menguping pembicaraan keduanya pun bergegas pergi. Tatapan nyalang itu membuat semua orang lari ketakutan."Kamu salah paham, Lika. Untuk apa saya menyesatkan saudara ipar saya sendiri. Yang ada Malik yang berinisiatif melakukan nya. Kamu harus percaya, s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 8

    Malika tentu tidak akan percaya pernyataan kembarannya itu begitu saja. Seorang Bagas berubah?? Yang benar saja. Emang dia power rangers. Malika cukup mengenal Bagas meski hanya beberapa bulan.Pria pembuat Onar yang hobinya suka tawuran dan malak itu suka melibatkan Saidah ke kelurahan untuk dijadikan jaminan meloloskannya dari amukan warga yang anak-anaknya terpengaruh dengan kenakalan Bagas yang bandelnya tidak tertolong.. Malika kadang tak habis pikir kenapa ibunya itu maunya aja nyelamatin orang seperti Bagas. Untung juga tidak, malu iya. "Bu.." Di sela pijatan terhenti, Malika menyeru ibunya. Ia yang patuh memang kerap memijat kaki Saidah ketika menjelang istirahat. Saidah yang dalam kondisi setengah tertidur menjawab deheman parau. Matanya memejam seolah menikmati sentuhan kecil yang di berikan Malika saat ini."Hemm" Malika yang mendapat sinyal bagus dari Saidah pun sedikit mendekat. " Nih misalnya ya, Bu. Kalo Lika cerai dari Bagas. Ibu restui Lika nggak jadi janda.

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-13
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 9

    Pagi-pagi sekali Bagas sudah tidak ada di kamar. Malika yang baru terjaga pada pukul tujuh pun dibuat kelimpungan hingga memutuskan mencari pria itu di setiap sudut ruangan. Baru saja menapak keluar dari pintu kamar, Malika di kejutkan dengan kehadiran Saidah yang berdiri menatapnya penuh selidik. Layaknya hewan pelacak ia mengendus tubuh Malika yang memang belum mandi. Sekedar cuci muka pun Malika tidak sempat sangkin paniknya "Kenapa sih, Bu. Aneh banget. Saya sadar diri kok saya masih bau. " Malika mencium aroma tubuhnya yang bau asem. Malika yang menghirup bau badan nya sendiri aja ingin muntah sangkin baunya apa lagi Saidah. "Ya, tumben aja kamu kesiangan. Biasanya sebelum subuh udah bangun. " Cibir Saidah melipat kedua tangannya di depan dada. Sadar kesalahan nya, wanita dua puluh tahun itu pun cengengesan. "Maaf Bu. "Saidah geleng-geleng ngelihat kelakuan anak perempuannya itu. "Yo wess, Ndak apa. Ibu maklum kok. Lain kali kalo begadang inget waktu. Udah mandi sana s

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14
  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 10

    Malika mengejar langkah Bagas yang berjalan di depannya. Saat mendekat, ia langsung menarik lengan pria itu yang sontak berhenti. Bagas yang kaget hampir menghempaskan pegangan itu. Dan untungnya ia bisa mengendalikan diri ketika berbalik."Malika??" Ucapnya terbata tak percaya menemukan wanita itu berada di tempat ituCelingukan Bagas melihat sekeliling sebelum menuntun Malika menjauhi kerumunan."Kamu kenapa bisa ada di sini? " wanita berkerudung merah muda itu bergeming. Mengambil paksa benda yang di pegang Bagas kemudian melangkah menuju ke arah seorang ibu yang menangis histeris di dekat penjual cabai. Bahkan wanita itu tidak menyadari kehadiran Malika saat itu. "Bu, ini dompetnya." Malika menyodorkan sebuah dompet berwarna coklat tua dihadapan sang ibu yang membuatnya seketika menengadah. Dari posisinya sekarang, Bagas mengerti kenapa Malika sempat menghentikannya. Malika tampak miris melihat air mata yang tumpah akibat ulah sang adik. Malika sudah mendengar semua pembic

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-14

Bab terbaru

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 13

    "Udah nggak usah nangis. Biarin Bagas pergi. Lagian kamu sendiri kan yang minta di turutin kemauan nya, terus ngapain melow drama begitu. Atau jangan-jangan kamu mulai suka yah sama dia. " Saidah malah menggoda Malika yang malah terlihat sebal.Wanita berjilbab biru tua itu melirik sekilas sebelum mengusap air matanya. '' Siapa yang nangis. Orang Lika cuman kelilipan. Justru sebaliknya Lika seneng Bagas udah nggak tinggal bareng sama kita. " Tukas nya bersungut-sungut. "Iya, tapi income ibu berkurang gara -gara ngikutin saran konyol dari kamu. Mana uang yang di kasih Bagas pake di bawa semua. Pokoknya ibu nggak mau tau, ibu mau kamu kejar Bagas dan minta kembaliin uang ibu. Kamu tau kan uang itu aku ibu gunain buat jahit baju di acara kondangan bude Aminah. ""Iih ibu apaan sih. Gengsi lah Lika kalo harus jemput balik Bagas ke sini. Ibu aja sono yang samperin... Lika mah ogah. "Malika meringis tertahan, ketika telapak tangan itu mencengkram lengan nya kuat."Pergi atau ibu akan u

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 12

    "Tama berhenti. Papa ingin bicara sama kamu. " Rudi masih berseru meski pemuda di sampingnya tidak menggubris. Anehnya berlari berkilo-kilo tak sedikitpun membuat Bagas kelelahan. Malahan kemampuan berlari nya kini hampir menyeimbangi kecepatan laju mobil yang mengikutinya."Kalau Papa datang cuman ingin maksa saya buat balik ke rumah. Sorry, Tama nggak mau. Tama lebih nyaman di kampung ini bareng keluarga kecil Tama yang sederhana. " Cecar nya tanpa menoleh."Oke, baiklah. Papa nggak akan maksa kamu balik. Tapi tolong nak, berhenti. Papa ingin bicara sama kamu, sebentar saja. Boleh yah. "Bagas menghentikan pergerakan nya, bukan karena menuruti perintah dari sang ayah. Hanya saja ia perlu rehat sejenak untuk mengatur pernapasan nya yang memang sudah tak sanggup lagi berlari. Dengan dua tangan yang bertumpu di lututnya. Bagas mencoba menetralkan degup jantungnya yang berdetak tak beraturan. Pintu mobil terbuka memperlihatkan sosok pria paruh baya yang tampak tersenyum menang ket

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 11

    Malika memutuskan untuk mengecek keberadaan pria itu sendiri. Ia terlanjur penasaran akan rupa dari foto pria yang katanya mirip dengan Bagas itu. Samar ia tak sengaja menangkap pembicaraan yang ibu dan pria itu katakan. Dimana sebuah pernyataan mengejutkan yang katanya pria yang tengah ia cari adalah putra kandungnya yang kabur dari rumah. "Kamu datang sendiri Lika. Bagas nya mana???" Sapaan Saidah membuat Malika langsung kembali pada bawah sadarnya. Malika yang canggung kemudian tersenyum tipis menoleh ke sisi kiri ibunya yang tampak ada seorang pria paruh baya yang juga menatapnya tak berkedip. Malika meyakini usianya tak berbeda jauh dari Saidah "Di kamar Bu, lagi istirahat. "Jawab Malika jujur. Karena memang itulah alasan Bagas sebelum ia keluar. Kening Saidah mengerutkan dalam, hingga tatapan itu berubah menelisik"Katanya tadi kamu yang sakit, kok Bagas yang istirahat. Apa dia sengaja ingin menghindari pertemuan ini. " Cecar Saidah mencebik seolah bisa menebak alasan k

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 10

    Malika mengejar langkah Bagas yang berjalan di depannya. Saat mendekat, ia langsung menarik lengan pria itu yang sontak berhenti. Bagas yang kaget hampir menghempaskan pegangan itu. Dan untungnya ia bisa mengendalikan diri ketika berbalik."Malika??" Ucapnya terbata tak percaya menemukan wanita itu berada di tempat ituCelingukan Bagas melihat sekeliling sebelum menuntun Malika menjauhi kerumunan."Kamu kenapa bisa ada di sini? " wanita berkerudung merah muda itu bergeming. Mengambil paksa benda yang di pegang Bagas kemudian melangkah menuju ke arah seorang ibu yang menangis histeris di dekat penjual cabai. Bahkan wanita itu tidak menyadari kehadiran Malika saat itu. "Bu, ini dompetnya." Malika menyodorkan sebuah dompet berwarna coklat tua dihadapan sang ibu yang membuatnya seketika menengadah. Dari posisinya sekarang, Bagas mengerti kenapa Malika sempat menghentikannya. Malika tampak miris melihat air mata yang tumpah akibat ulah sang adik. Malika sudah mendengar semua pembic

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 9

    Pagi-pagi sekali Bagas sudah tidak ada di kamar. Malika yang baru terjaga pada pukul tujuh pun dibuat kelimpungan hingga memutuskan mencari pria itu di setiap sudut ruangan. Baru saja menapak keluar dari pintu kamar, Malika di kejutkan dengan kehadiran Saidah yang berdiri menatapnya penuh selidik. Layaknya hewan pelacak ia mengendus tubuh Malika yang memang belum mandi. Sekedar cuci muka pun Malika tidak sempat sangkin paniknya "Kenapa sih, Bu. Aneh banget. Saya sadar diri kok saya masih bau. " Malika mencium aroma tubuhnya yang bau asem. Malika yang menghirup bau badan nya sendiri aja ingin muntah sangkin baunya apa lagi Saidah. "Ya, tumben aja kamu kesiangan. Biasanya sebelum subuh udah bangun. " Cibir Saidah melipat kedua tangannya di depan dada. Sadar kesalahan nya, wanita dua puluh tahun itu pun cengengesan. "Maaf Bu. "Saidah geleng-geleng ngelihat kelakuan anak perempuannya itu. "Yo wess, Ndak apa. Ibu maklum kok. Lain kali kalo begadang inget waktu. Udah mandi sana s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 8

    Malika tentu tidak akan percaya pernyataan kembarannya itu begitu saja. Seorang Bagas berubah?? Yang benar saja. Emang dia power rangers. Malika cukup mengenal Bagas meski hanya beberapa bulan.Pria pembuat Onar yang hobinya suka tawuran dan malak itu suka melibatkan Saidah ke kelurahan untuk dijadikan jaminan meloloskannya dari amukan warga yang anak-anaknya terpengaruh dengan kenakalan Bagas yang bandelnya tidak tertolong.. Malika kadang tak habis pikir kenapa ibunya itu maunya aja nyelamatin orang seperti Bagas. Untung juga tidak, malu iya. "Bu.." Di sela pijatan terhenti, Malika menyeru ibunya. Ia yang patuh memang kerap memijat kaki Saidah ketika menjelang istirahat. Saidah yang dalam kondisi setengah tertidur menjawab deheman parau. Matanya memejam seolah menikmati sentuhan kecil yang di berikan Malika saat ini."Hemm" Malika yang mendapat sinyal bagus dari Saidah pun sedikit mendekat. " Nih misalnya ya, Bu. Kalo Lika cerai dari Bagas. Ibu restui Lika nggak jadi janda.

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 7

    Malika masih terus mengguncang tubuh saudara nya. Dan untung saat kejadian, Malika urung berteriak sehingga tidak memicu kecurigaan bahwa kenyataannya pria yang terkapar di hadapannya sekarang adalah seorang copet.Malika tidak bisa membayangkan, bagaimana tanggapan orang nantinya kalau tau pria tersebut adalah saudara kembar nya sendiri. Untuk itu ia menyuruh Bagas buru-buru membawa kembarannya itu keluar dari pasar. Malik yang belum sadar di baringkan di kursi terminal."kamu kan yang nyuruh adik saya nyopet. Ayo ngaku!!" Berang Malika menunjuk wajah pria di depannya. Lengkingan suara Malika menyentak beberapa pasang mata menoleh padanya.Sadar akan hal itu, Malika melirik ke arah mereka. Dalam sekejap, mereka yang tadinya ingin menguping pembicaraan keduanya pun bergegas pergi. Tatapan nyalang itu membuat semua orang lari ketakutan."Kamu salah paham, Lika. Untuk apa saya menyesatkan saudara ipar saya sendiri. Yang ada Malik yang berinisiatif melakukan nya. Kamu harus percaya, s

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 6

    "Gimana sob, berhasil nggak kemarin bobol gawang. " Tanya Malik ketika melihat Bagas yang mengambil tempat duduk di sebelahnya. Wajah pria itu terlihat lebih segar setelah istirahat dengan cukup. Berbeda dengan Malika yang terus memaksa kelopak matanya terbuka , Bagaimana pun ia harus bisa fokus menyediakan sarapan di atas meja. Meski harus menghalau rasa kantuknya yang begitu tak tertahankan. Malika melirik Bagas yang tidak begitu memperdulikan ucapan saudara kembar nya yang nyerocos membahas hal yang menurut Malika tentang sebuah permainan sepak bola. "Ya elah, di tanya malah diem aja. Ini orang bro bukan patung. Loh itu harusnya bersyukur karena gue Lo jadi nikah sama Malika."Wanita dengan gamis purple itu berbalik, pashmina yang digunakan sampai tersibak ke samping. Sangkin penasaran nya ia sampai memperlambat langkahnya yang hendak kembali ke dapur. Mendengar ucapan Malik, ia lantas mengambil posisi tepat di samping pria itu. Dengan tangan kanan yang sudah mengambil sebuah

  • Preman Kampung itu Suamiku   Bab 5

    Malika masih saja mematung di tempatnya, tanpa sadar ia menyentuh dadanya yang tidak berhenti bertabu. Bagas sudah pergi beberapa menit yang lalu, tapi kenapa ia masih deg deg degan begini.Malika menggeleng cepat, menepis semua anggapan di dalam benaknya. Masa iya seorang Malika mulai menyukai pria seperti Bagas. Nggak kyuut banget!! Lagian kalau dipikir seribu kali tidak ada yang membanggakan dari sosok Bagas. Yang hobinya cuman nyusahin keluarganya dari pertama menginjakkan kaki di Desa Wonosari. Malika lebih cocok di sandingkan dengan artis Farel Bramasta yang kegantengannya hampir sebelas dua belas kayak Dewa. Lain hal Bagas, pria itu lebih cocok di ibaratkan sebagai malaikat pencabut nyawa yang mukanya nyeremin dan membuat Malika takut ketika keduanya beradu pandang. Makanya Malika selalu berusaha menghindari kontak mata dengan pria itu.Malika berusaha memejam namun usahanya sia-sia. Ingatannya selalu berputar ketika Bagas menyentuh sudut bibirnya lembut. Kejadian itu terus

DMCA.com Protection Status