Share

Titik Jenuh

Author: STELL HEER
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Namun nyawaku masih tertolong. Bapak mendobrak pintu kamar dan mendapatiku yang sudah tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dari pergelangan tanganku.

Aku menyesali kebodohanku kala itu, dan itu juga yang membuat aku bangkit kembali.

Tidak ingin berlama-lama terjerembap di dalam kubang keputusasaan, karena manik berkilau milik Firman menyadarkanku bahwa hidupku lebih berharga untuk sekedar meratapi diri.

Pertemuan singkatku dengan Jaya membuat hidupku kembali berwarna, namun nahas itu juga tidak bertahan lama.

Puncaknya ketika kakak iparku mulai mengungkit apa yang telah masuk ke perut aku dan Firman.

Ya, selain padaku dia juga bersikap ketus pada Firman, anakku yang bahkan belum mengerti dengan keadaan yang dia jalani.

"Enak banget orang luar, makan tinggal makan gatau aja yang cari uang susah sampai benar-benar memeras keringat buat keluarga. Eh ini orang luar bawa anak yang gak tau anak siapa tinggal mangap aja," ucap Kak Nina dengan tatapan sinisnya.

Merasa sudah cukup sabar dengan semuanya, aku meminta Jaya mengantarku pulang ke Palered.

Disana aku mengadukan semuanya pada orang tuaku, karena sakit yang selama ini kupendam sudah tak dapat terbendung lagi.

Bapak sebagai orang tuaku memberiku wejangan, membuat rencana apakah ini semua masih bisa diperbaiki atau harus berakhir.

Bapak bilang akan mengantarku kembali ke Sumedang, memberi waktu 2 minggu setelah bapak mengantarku kembali kerumah yang lebih mirip dengan neraka untukku.

Bapak dan ibu yang diantar oleh Mahdar, salah satu kawan bapak di pasar mengantarku kembali ke rumah mertuaku.

Meminta mertuaku mengumpulkan semua anggota keluarga suamiku yang akan membicarakan aduanku pada bapak.

Mertuaku terkejut karena aku berani mengadu, sampai-sampai bapak datang ke rumah besannya yang jaraknya cukup jauh.

"Maafkan saya, Pak Mulyadi. Mungkin saya dan ibunya Jaya terlalu menganggap perselisihan antara Nina dan Amira tidak seserius itu karena selama ini Amira diam saja ketika Nina mengoceh panjang," ucap Bapak mertuaku.

"Padahal itu harus di pertanyakan, kenapa Amira diam saja? Pada akhirnya seperti ini, Amira tidak tahan dengan ini semua terlebih Nina mengungkit bahwa kehadiran Amira dan Firman di keluarga ini menjadi benalu yang hanya bisa menghabiskan nasi di rumah ini. Apakah begitu serakahnya Amira disini? kalau memang begitu tolong hitungkan saja total kerugian yang dialami oleh keluarga bapak atas kehadiran Amira dan Firman di sini!" ucap bapak tegas. 

"Tidak, bukan begitu Pak Mulyadi. Amira disini adalah menantu saya dan Firman juga cucu saya, tidak ada kerugian sama sekali. Nina bicaralah, jangan hanya diam karena semua ini bersumber dari kamu!" ucap bapak mertuaku, pelan namun penuh penekanan.

Kulihat kakak iparku diam menunduk dengan dalam dan memainkan jemarinya tanda dia gelisah.

Mungkin dia tidak menyangka bahwa tindakannya membuat posisinya tersudut.

"Bukan begitu Pak, tapi semua apa yang saya lakukan demi kebaikan Amira," ucapnya seakan membenarkan perbuatannya.

"Kamu bicara apa, Nina?" bentak bapak mertuaku.

"Iya Pak, ini semua saya lakukan demi kebaikan Amira dan Jaya!" ucapnya kembali.

"Omong kosong apa ini, Nina?" jawab mertuaku berapi-api.

"Bilang saja sejujurnya, Kak. Kalau Kakak iri 'kan pada Amira?" ucap Jaya mengejek.

"Jaya, diam! jangan memperkeruh keadaan dengan ucapan yang tidak baik," tekan mertuaku.

"Bukan begitu, Pak. Sebenarnya saya juga sudah muak mendengar umpatan demi umpatan yang Kak Nina lontarkan terhadap Amira. Hal itu yang membuat Amira menangis memeluk Firman hampir setiap hari. Padahal Amira tidak pernah mengusik atau melawan perkataan Kak Nina," bela Jaya saat itu.

"Sebentar, kita dengar jawaban Nina tentang kebaikan untuk Amira yang mana?" ucap bapak menengahi.

"Saya melakukan itu semua semata-mata agar Amira tertekan dan mendorong Jaya supaya lebih giat lagi mencari rupiah. Sehingga mereka tidak lagi menumpang di sini dan bisa membeli rumah sendiri. Lihat sekarang! Jangankan rumah toh untuk urusan perut pun masih orang tua yang menanggungnya bukan," ucapnya tanpa merasa bersalah.

PLAK!

Tamparan panas dilayangkan oleh ibu mertuaku pada anak perempuannya itu.

"Lancang kamu Nina! Apa kamu pikir orang tuamu begitu menyedihkan sehingga kamu berbuat demikian?" sentak ibu mertua.

"Ibu menampar saya?" ucap Kak Nina dengan tergagap dan tangan memegang pipi.

"Ya! Seharusnya ini dilakukan sejak lama sebelum masalah mengakar. Kamu tahu yang sebenarnya benalu di rumah ini kamu. Sudah dewasa tidak mau bekerja, di rumah hanya ongkang-ongkang kaki. Semua pekerjaan ibu dan Amira yang mengerjakan. Masih saja berpikir jika Amira yang menjadi benalu? Lagipula Ibu sayang pada Firman, dia anak yang pintar dan lucu. Kamu seharusnya berkaca, Amira dan Firman adalah tanggung jawab Jaya yang otomatis tanggung jawab 

ibu dan bapakmu juga. Kamu bisanya bikin ulah saja," hardik ibu mertuaku.

Sungguh tak kusangka mertuaku sampai segitunya membelaku. Aku tidak tahu ini semua murni dari dalam hatinya atau hanya mencari muka di hadapan orang tuaku.

"Sampai hati ibu memperlakukan saya seperti ini?" ucap Kak Nina dengan air mata tertahan.

"Bahkan kamu lebih tega lagi mempermalukan keluargamu sendiri Nina! Jangan bertindak seakan-akan kamu terzalimi kalau pada awalnya kamu sendiri yang memancing keributan!" jawab Ibu.

"Sudah saya bilang saya hanya ingin Jaya dan Amira keluar dari rumah ini, biar mereka sukses!" teriak Nina histeris.

"Bukan begitu caranya Nina! Sekarang coba posisikan kamu diperlakukan seperti apa yang kamu lakukan pada Amira di keluarga suamimu. Apa kamu akan sanggup? Mengingat kamu adalah pribadi yang sangat manja!" ucap bapak mertua, pelan namun menusuk.

"Terus saja salahkan Nina. Ya memang Nina yang salah. Nina yang manja tidak sehebat Amira yang bahkan sudah mencicipi dua suami ketika masih bocah!" Teriak Kak Nina dengan mata menatap sinis ke arahku.

Aku tersentak dengan apa yang diucapkan Kak Nina. Begitu hina dan tak pantaskah aku yang seorang janda menjadi bagian keluarganya?

"Selalu saja itu yang diungkit oleh Kak Nina. Saya jadi semakin yakin jika ini semua dilakukan Kak Nina karena iri pada Amira. Makanya Kak, jadilah perempuan lemah lembut dan ramah supaya laku!" sungut Jaya berucap tak kalah pedas.

"Kamu …"  ucap Kak Nina sambil tangannya menunjuk Jaya.

"Sudah, saya dan keluarga datang kemari bukan untuk memancing pertikaian keluarga besan. Saya hanya ingin membantu Amira mengeluarkan isi hatinya saja agar tidak berdampak lagi untuk kedepannya," ucap bapak santai.

Mungkin bapak tidak menyangka akan seperti ini jadinya. Sebenarnya sedih juga melihat mertuaku yang terpancing emosi hingga tega menampar anak kandungnya sendiri.

"Tidak, besan. Ini harus diselesaikan segera. Saya tidak ingin anak menantu saya merasa tidak nyaman di rumahnya sendiri," ucap bapak mertua.

"Amira, untuk kedepannya jika ada yang mau diceritakan boleh pada ibu saja. Kasihan besan sampai jauh-jauh kesini hanya untuk membicarakan hal sepele," ucap ibu mertuaku.

Mendengar ibu mertuaku menyebut masalah yang dihadapi oleh anaknya, bapak terlihat kesal dan, BRAK! 

Related chapters

  • Prahara Cinta Amira   Terkuaknya Tabiat Asli

    "Apakah besan berpikir ini masalah sepele?" tanya bapak sambil menggebrak meja cukup keras. Ternyata bapak peka juga dengan keadaan.Hal sepele? Oh, jadi aku yakin kalau ibu mertua hanya bersandiwara di depan orang tuaku.'Membelaku sampai menampar anaknya sendiri tapi bilang jika ini hanya masalah sepele? Untung saja bapak sudah merencanakan hal lain jadi aku bisa sedikit lega,' batinku."Besan, saya sebagai orang yang melahirkan Amira paham betul bagaimana dia. Sejak kecil dia dididik oleh saya agar menjadi pribadi yang mandiri dan kuat. Jika Amira sudah mengadu pada kami orang tuanya, berarti sudah bukan masalah sepele," ucap mamah dengan sorot mata tajam."Tidak, bukan begitu maksudnya. Ya sebenarnya masal

  • Prahara Cinta Amira   Bermuka dua

    "Bicara apa kamu Amira. Sudah simpan uangmu. Ini Jaya pakai uang ibu saja tidak usah diganti. Asal kalian nyaman di rumah ini," ucap ibu menyodorkan uang pada Jaya."Tuh lihat Mir. Ibu sayang kan pada kamu," ucap Jaya berbinar.'Sayang terlihat di depanmu, tapi ganas saat di belakangmu,' batinku."Sudah sana ajak Firman dan Rafik, mereka ada di kamar Dina. Amira, kalau bosan dengan makanan rumah kamu minta uang pada ibu saja untuk jajan. Ibu akan kasih asal kamu tidak minta uang untuk pergi dari rumah ini ya," ucap ibu sambil mendekatiku.Kemudian ibu merangkul pinggangku. Tangannya melingkar dan ternyata tujuannya adalah mencubit dengan keras pinggangku.

  • Prahara Cinta Amira   Akhir Sebuah Cerita

    Aku melonjak kegirangan. Untung saja Firman dan Rafik sudah berganti pakaian. Akupun sudah siap dan menenteng dua tas besar tadi. Diikuti langkah kecil kedua anakku."Waalaikumsalam, eh besan mampir kemari," ucap bapak mertuaku."Ya, boleh bertemu Amira?" tanpa basa-basi bapak bertanya."Amira, keluarlah. Ini ada Bapak datang," teriak Jaya."Ya aku sudah siap," ucapku.Semua yang ada di sana heran melihatku sudah rapi dan membawa dua tas besar, serta Firman dan Rafik yang sudah kudandani rapi pula."Mau kemana kamu?" tanya ibu mertua ketus.

  • Prahara Cinta Amira   Metamorfosis Amira

    "Punya, namanya Neneng. Itu masalah gampang, saya bisa menghidupi kalian berdua," ucapnya santai."Maksudnya kamu akan menjadikanku istri kedua?" tanyaku kaget."Ya, apa itu masalah?" tanyanya."Jelas. Kamu sudah punya anak dan istri, apalagi yang kamu cari?" tanyaku."Ya pokoknya kamu harus jadi istriku juga, sudah tidak usah banyak tanya, nanti saja rundingkan dengan bapakmu," jawabnya.Bapak hanya terdiam, tidak menyela perbincangan kami.Aku berpikir keras kenapa bapak menerima lamaran Mahdar yang bahkan sudah berkeluarga. Pantas saja akhir-akhir ini Mahdar selalu membantu bapak. Ternyata ada mau

  • Prahara Cinta Amira   Kilas Balik Perjuangan

    "Kenapa tidak? bukankah yang kedua selalu diutamakan?" jawabku tersenyum penuh arti."Kamu tidak akan aneh-aneh 'kan?" tanya mamah menyelidik."Aneh gimana, Mah? Bukankah Mahdar sendiri yang menginginkan Amira. Kalau Amira yang sengaja menggodanya, baru Amira salah. Ini bahkan Amira tahunya setelah bapak menerima lamaran Mahdar," ucapku santai."Ingat, Amira. Jangan terjerumus karena harta, sumber kebahagiaan bukan hanya harta," petuah mamah.''Lalu apa Mah? Cinta? Bahkan kedua pernikahanku yang berlandaskan cinta juga gagal. Mamah tenang saja, Amira sudah terlatih patah hati," ucapku."Mamah hanya mengingatkan, selebihnya terserah kamu saja. Makan dulu sana, biar anak-anak kalau bangun mamah yang urus saja," titah mamah"Ya, Mah," jawabku sambil beranjak dari kursi menuju dapur.Sambil menyantap makanan, aku berkhayal apa saja yang akan kupinta pada Mahdar. Jujur saja aku tidak ada perasaan padanya. Namun sayang sekali ji

  • Prahara Cinta Amira   Bom Waktu

    Jaya adalah sosok pemuda yang disukai oleh penduduk desa tempat tinggal Uwa. Selain parasnya yang lumayan tampan dengan sorot mata tajam, alis tebal dan hidung mancung, Jaya juga tidak segan membantu warga sekitar. Bahkan pegawai Jaya mayoritas orang pribumi yang tidak memiliki pekerjaan. Merangkul dan mengarahkan mereka semua untuk mencari rupiah dan menunjang keluarganya. Pesona Jaya mampu membalikkan niatku yang tadinya tidak ingin mengawali suatu hubungan karena luka yang ditorehkan oleh Budi sebelumnya. Namun dia mampu meyakinkan hati bahwa luka yang kurasakan akan terganti dengan bahagia. "Walaupun saya tidak memiliki pengalaman dalam membangun rumah tangga, tapi izinkan saya untuk menjadi kepala rumah tanggamu. Fi

  • Prahara Cinta Amira   Strategi

    Besoknya ketika aku sedang bermain dengan Firman di halaman rumah orang tuaku, sayup terdengar suara mobil yang semakin mendekat membuatku menoleh."Assalamualaikum," sapa pria yang keluar dari mobil tersebut."Waalaikumsalam," jawabku tersenyum dengan manis ketika melihat Mahdar yang datang."Amira, saya bawakan beberapa camilan untuk Firman," ucap Mahdar sambil menyodorkan kantong kresek padaku."Terima kasih," jawabku masih dengan senyum yang mengembang.Kemudian aku mengajak Mahdar masuk ke dalam rumah, karena melihat beberapa ekor pasang mata menatapku dengan sinis. Aku sudah menduga akan mendapatkan hal seperti ini dari para tetangga, jadi tidak begitu terkejut."Mana mamah Mir?" tanya Mahdar sambil mengedarkan pandangan."Ada sedang masak. Sebentar ya A, saya ambilkan minum dulu," ucapku pa

  • Prahara Cinta Amira   Penculikan.

    Aku merenungi nasibku sekarang, kejadian yang baru saja terjadi amat mengguncang ketenanganku.Rafik, anakku yang masih berusia satu setengah tahun diculik dari kediamanku ketika hari masih gelap. Azan subuh pun belum berkumandang.Ketika aku sibuk berkutat dengan setumpuk pekerjaan rumah yang harus aku bereskan sebelum Firman dan Rafik, kedua anakku terbangun dari lelapnya tidur. Aku memilih mengerjakannya dini hari karena ingin ketika kedua anakku yang masih kecil terbangun. Aku sudah siap menemani hari mereka.Aku tinggalkan Firman dan Rafik yang masih terlelap, beranjak mencuci baju di sumur belakang. Namun ketika aku kembali karena mendengar tangis Rafik, aku hanya melihat Firman yang sedang terduduk bingung dengan mengucek matanya, hanya Firman saja sementara Rafik tidak ada.

Latest chapter

  • Prahara Cinta Amira   Strategi

    Besoknya ketika aku sedang bermain dengan Firman di halaman rumah orang tuaku, sayup terdengar suara mobil yang semakin mendekat membuatku menoleh."Assalamualaikum," sapa pria yang keluar dari mobil tersebut."Waalaikumsalam," jawabku tersenyum dengan manis ketika melihat Mahdar yang datang."Amira, saya bawakan beberapa camilan untuk Firman," ucap Mahdar sambil menyodorkan kantong kresek padaku."Terima kasih," jawabku masih dengan senyum yang mengembang.Kemudian aku mengajak Mahdar masuk ke dalam rumah, karena melihat beberapa ekor pasang mata menatapku dengan sinis. Aku sudah menduga akan mendapatkan hal seperti ini dari para tetangga, jadi tidak begitu terkejut."Mana mamah Mir?" tanya Mahdar sambil mengedarkan pandangan."Ada sedang masak. Sebentar ya A, saya ambilkan minum dulu," ucapku pa

  • Prahara Cinta Amira   Bom Waktu

    Jaya adalah sosok pemuda yang disukai oleh penduduk desa tempat tinggal Uwa. Selain parasnya yang lumayan tampan dengan sorot mata tajam, alis tebal dan hidung mancung, Jaya juga tidak segan membantu warga sekitar. Bahkan pegawai Jaya mayoritas orang pribumi yang tidak memiliki pekerjaan. Merangkul dan mengarahkan mereka semua untuk mencari rupiah dan menunjang keluarganya. Pesona Jaya mampu membalikkan niatku yang tadinya tidak ingin mengawali suatu hubungan karena luka yang ditorehkan oleh Budi sebelumnya. Namun dia mampu meyakinkan hati bahwa luka yang kurasakan akan terganti dengan bahagia. "Walaupun saya tidak memiliki pengalaman dalam membangun rumah tangga, tapi izinkan saya untuk menjadi kepala rumah tanggamu. Fi

  • Prahara Cinta Amira   Kilas Balik Perjuangan

    "Kenapa tidak? bukankah yang kedua selalu diutamakan?" jawabku tersenyum penuh arti."Kamu tidak akan aneh-aneh 'kan?" tanya mamah menyelidik."Aneh gimana, Mah? Bukankah Mahdar sendiri yang menginginkan Amira. Kalau Amira yang sengaja menggodanya, baru Amira salah. Ini bahkan Amira tahunya setelah bapak menerima lamaran Mahdar," ucapku santai."Ingat, Amira. Jangan terjerumus karena harta, sumber kebahagiaan bukan hanya harta," petuah mamah.''Lalu apa Mah? Cinta? Bahkan kedua pernikahanku yang berlandaskan cinta juga gagal. Mamah tenang saja, Amira sudah terlatih patah hati," ucapku."Mamah hanya mengingatkan, selebihnya terserah kamu saja. Makan dulu sana, biar anak-anak kalau bangun mamah yang urus saja," titah mamah"Ya, Mah," jawabku sambil beranjak dari kursi menuju dapur.Sambil menyantap makanan, aku berkhayal apa saja yang akan kupinta pada Mahdar. Jujur saja aku tidak ada perasaan padanya. Namun sayang sekali ji

  • Prahara Cinta Amira   Metamorfosis Amira

    "Punya, namanya Neneng. Itu masalah gampang, saya bisa menghidupi kalian berdua," ucapnya santai."Maksudnya kamu akan menjadikanku istri kedua?" tanyaku kaget."Ya, apa itu masalah?" tanyanya."Jelas. Kamu sudah punya anak dan istri, apalagi yang kamu cari?" tanyaku."Ya pokoknya kamu harus jadi istriku juga, sudah tidak usah banyak tanya, nanti saja rundingkan dengan bapakmu," jawabnya.Bapak hanya terdiam, tidak menyela perbincangan kami.Aku berpikir keras kenapa bapak menerima lamaran Mahdar yang bahkan sudah berkeluarga. Pantas saja akhir-akhir ini Mahdar selalu membantu bapak. Ternyata ada mau

  • Prahara Cinta Amira   Akhir Sebuah Cerita

    Aku melonjak kegirangan. Untung saja Firman dan Rafik sudah berganti pakaian. Akupun sudah siap dan menenteng dua tas besar tadi. Diikuti langkah kecil kedua anakku."Waalaikumsalam, eh besan mampir kemari," ucap bapak mertuaku."Ya, boleh bertemu Amira?" tanpa basa-basi bapak bertanya."Amira, keluarlah. Ini ada Bapak datang," teriak Jaya."Ya aku sudah siap," ucapku.Semua yang ada di sana heran melihatku sudah rapi dan membawa dua tas besar, serta Firman dan Rafik yang sudah kudandani rapi pula."Mau kemana kamu?" tanya ibu mertua ketus.

  • Prahara Cinta Amira   Bermuka dua

    "Bicara apa kamu Amira. Sudah simpan uangmu. Ini Jaya pakai uang ibu saja tidak usah diganti. Asal kalian nyaman di rumah ini," ucap ibu menyodorkan uang pada Jaya."Tuh lihat Mir. Ibu sayang kan pada kamu," ucap Jaya berbinar.'Sayang terlihat di depanmu, tapi ganas saat di belakangmu,' batinku."Sudah sana ajak Firman dan Rafik, mereka ada di kamar Dina. Amira, kalau bosan dengan makanan rumah kamu minta uang pada ibu saja untuk jajan. Ibu akan kasih asal kamu tidak minta uang untuk pergi dari rumah ini ya," ucap ibu sambil mendekatiku.Kemudian ibu merangkul pinggangku. Tangannya melingkar dan ternyata tujuannya adalah mencubit dengan keras pinggangku.

  • Prahara Cinta Amira   Terkuaknya Tabiat Asli

    "Apakah besan berpikir ini masalah sepele?" tanya bapak sambil menggebrak meja cukup keras. Ternyata bapak peka juga dengan keadaan.Hal sepele? Oh, jadi aku yakin kalau ibu mertua hanya bersandiwara di depan orang tuaku.'Membelaku sampai menampar anaknya sendiri tapi bilang jika ini hanya masalah sepele? Untung saja bapak sudah merencanakan hal lain jadi aku bisa sedikit lega,' batinku."Besan, saya sebagai orang yang melahirkan Amira paham betul bagaimana dia. Sejak kecil dia dididik oleh saya agar menjadi pribadi yang mandiri dan kuat. Jika Amira sudah mengadu pada kami orang tuanya, berarti sudah bukan masalah sepele," ucap mamah dengan sorot mata tajam."Tidak, bukan begitu maksudnya. Ya sebenarnya masal

  • Prahara Cinta Amira   Titik Jenuh

    Namun nyawaku masih tertolong. Bapak mendobrak pintu kamar dan mendapatiku yang sudah tidak sadarkan diri dengan darah yang mengalir dari pergelangan tanganku.Aku menyesali kebodohanku kala itu, dan itu juga yang membuat aku bangkit kembali.Tidak ingin berlama-lama terjerembap di dalam kubang keputusasaan, karena manik berkilau milik Firman menyadarkanku bahwa hidupku lebih berharga untuk sekedar meratapi diri.Pertemuan singkatku dengan Jaya membuat hidupku kembali berwarna, namun nahas itu juga tidak bertahan lama.Puncaknya ketika kakak iparku mulai mengungkit apa yang telah masuk ke perut aku dan Firman.Ya, selain padaku dia juga bersikap ketus pada Firman, anakku yang bahkan b

  • Prahara Cinta Amira   Awal Masalah

    Aku mencoba mengikuti keinginan Jaya. Karena kurasa mertua dan iparku bukan orang yang tidak baik. Memang selama tinggal dirumah mertua, akupun tidak ingin berleha-leha seperti di rumah sendiri. Membereskan hampir seluruh bagian rumah juga memasak adalah tugas yang dikerjakan. Agar ibu dan kakak iparku tidak terlalu capek. Ibu tidak banyak bicara, pun dengan Kak Dina. Namun berbeda dengan kakak iparku yang satu lagi. Kak Nina selalu saja membuat kegaduhan di rumah. Awalnya aku tidak terlalu mengambil hati, namun semakin kesini sikap Kak Nina bukan hanya sekedar teriak-teriak mengkritik hasil pekerjaanku yang menurutnya tidak beres. Teriakan itu berubah menjadi makian dan hinaan yang sangat jelas Kak Nina tujukan padaku.Hampir setiap hari aku memeluk anakku sambil menangis mendengar makian dari Kak Nina. Aku tidak ingin melawan, karena aku tidak ingin membuat mertuaku kepikiran. Jika aku meng

DMCA.com Protection Status