Keluarga Keith Wilson datang ke kediaman keluarga Dewangga.
Dan sayangnya penampilan Kiara sama sekali tak baik.
Kedua matanya bengkak karena terlalu lama menangis, lalu senyum yang tak bisa Kiara pasang di wajah karena kini dia sudah tau apa tujuan keluarga gurunya itu datang ke rumah.
"Selamat malam Kiara sayang" Shenina, Mamah dari gurunya itu menyapa Kiara yang harus memaksakan senyum manisnya.
"Malam Tante" Kiara tak tau bagaimana raut wajahnya kali ini. Dia tak berani menatapkan matanya pada sosok laki-laki tinggi yang ia tau terus memandangnya semenjak ketiga manusia ini memasuki rumahnya dan duduk di sofa ruang tamu rumahnya.
"Jangan panggil Tante Kiara, panggil aku Mamah dan Papah juga. Kami kan sebentar lagi juga mau jadi orangtua kamu sayang"
Mendengar itu Kiara mengangkat pandang dan tanpa sengaja kedua matanya bertabrakan dengan sorot tajam yang Keith Wilson berikan.
Jantung Kiara berdebar kuat, dan kemampuannya yang mau membantah tadi kembali ia bungkam di tenggorokan.
"Bagaimana Keith? Kamu mau ajak Kia jalan malam ini?" celetukan Dewa, Papah Kiara membuat Kiara kembali mengangkat kepala untuk melihat Papahnya itu.
Memberikan penolakan jelas di sepasang bola matanya namun sulit untuk ia keluarkan di bibir.
"Boleh Om, Keith mau ajak Kiara jalan sekarang"
Kedua orangtua itu saking lirik dengan senyum lebar saat melihat Keith bangkit dan menyerahkan tangannya untuk Kiara gandeng.
Mereka membutuhkan waktu untuk bicara, namun Kiara nampak enggan dan terlihat keberatan jika harus pergi berdua saja dengan Keith.
"Ayo Kiara! Keith menunggu!" bisikan Mamahnya itulah yang membuat Kiara mau tak mau mengambil tangan Keith dan membiarkan saat tangan besar itu menggenggam telapak tangannya dan menariknya keluar dari ruang tamu rumahnya.
"Ambil waktu kalian sebanyak mungkin!"
Kiara masih bisa dengar godaan yang terlontar dari Bram, Papah Keith dan Papahnya yang tak henti bersautan untuk menggoda dia dan Keith.
***
Kiara tak tau ini kali berapa ia menghembuskan napas beratnya. Karena setelah ia dan Keith keluar dari rumah, keduanya tak ada yang memulai pembicaraan hingga langkah kaki yang membawa mereka menjauh dari kediaman rumah mulai terhenti ketika melewati taman bermain kecil di dekat komplek perumahan Kiara.
"Pak ..." Akhirnya Kiara memberanikan diri membuka suara, karena ia mulai merasa canggung terhadap Keith dan genggaman tangan mereka yang masih saling bertaut.
"Aku senang mendengar suaramu akhirnya keluar" Keith membawa Kiara ke sebuah ayunan dan mendudukan dirinya di sana dengan Kiara yang berdiri di sebelahnya.
"Duduklah" tunjuk Keith pada satu ayunan di sampingnya.
Kiara tak menolak dan ia mendudukan dirinya di ayunan tersebut.
"Pak Keith-"
"Menurutmu bagaimana Kiara? Apa kamu setuju dengan rencana pernikahan kita ini?"
Kiara nampak terkejut mendengar Keith lansung berbicara tanpa berbasa-basi padanya.
Kiara hanya diam menunduk, kakinya saling bertaut dan sesekali mengais tanah di bawahnya.
Hingga mengundang Keith untuk menatapnya.
"Kiara?"
Panggilan Keith membuat Kiara menatapnya dengan kedua mata berkaca, dan Kiara memberikan gelengan pelan pada Keith.
"Maaf Pak ... Saya masih sangat syok dengan berita ini." jujur Kiara.
"Aku paham bagaimana perasaanmu saat ini Kiara, tapi bagaimanapun juga kedua orangtua kita sudah saling setuju tentang ini"
Apa yang Keith katakan justru makin membuat Kiara tertekan.
"Tapi kenapa Bapak mau? Bapak tau saya siapa kan?" Kiara mulai memberanikan diri bertanya pada Keith mengenai alasan dan mencoba membujuk Keith agar menolak perjodohan ini.
"Kamu muridku di sekolah, tapi di luar tentu bukan itu statusmu" Pandangan Keith nampak begitu tajam menatap pada Kiara.
"Jarak usia kita bahkan sangat jauh Pak, apa Bapak masih mau melanjutkan perjodohan ini? Apa Bapak tidak punya kekasih? Bukankah Bapak dan Miss Nesi berkencan?" tanya Kiara yang mencoba meyakinkan Keith.
Dan Miss Nesi adalah salah satu pengajar di sekolahnya yang digosipkan dekat dengan Pak Keith di sekolah karena mengajar di bidang yang sama.
"Pertama Kia, aku mau menuruti semua yang kedua orangtuaku pinta dariku, dan mereka mau melaksanakan perjodohan ini karena mau berbesan dengan keluargamu. Lalu kedua, aku tidak pernah menjalin kasih dengan wanita manapun di sekolah. Dengan Nesi hanya sebatas pekerjaan" Jelas Keith pada Kiara yang merasa takjub karena mendengar Keith mengeluarkan banyak suara hanya untuk menjelaskan padanya.
"Tapi Pak ... Anda guru saya, akan sangat canggung bagi saya melihat anda di sekolah dan di rumah seperti sekarang-"
"Lama-lama kamu akan terbiasa Kiara."
Namun bagi Kiara, ia tidak bisa membedakan Keith yang ia temui di sekolah dan di rumah.
***
"Mana si Kiara?! Gila ini udah mau jam 7 tapi batang idung tuh anak belum muncul!" Aura mengintip melalui jendela kelasnya dan berharap sosok Kiara segera datang karena hari ini adalah hari Keith.
Kenapa diberi nama seperti itu? Karena memang satu hari ini Keith mendominasi pelajaran di kelas mereka.
"Kamu bisa jatuh kalo berdiri di ujung meja seperti itu Ra" Satria menarik pelan tangan Aura saat merasa bahwa Aura terlalu berjinjit di kaki meja dan takut jika gadis itu tersungkur.
"Kiara belum datang Ra?" kali ini Fia yang merasa cemas jika temannya terlambat di hari pertama Keith mengajar di kelas mereka.
"Mati!! Pak Keith datang!!" Aura membulatkan matanya dan turun dari atas meja untuk kembali ke tempat duduknya.
Banyak murid yang kalang kabut untuk membetulkan posisi duduknya dan mencoba merapihkan meja serta posisi mereka.
"Morning!"
Keith masuk ke dalam kelas dengan sapaan hangatnya, membuat beberapa murid perempuan mendesis senang serta tersenyum penuh pesona pada Keith yang pagi ini terlihat tampan dan tentu saja menggoda.
Terlihat bagaimana otot-otot sempurna yang terbalut kemeja lengan panjangnya yang dilipat ke siku dan dada bidangnya yang mampu membuat semua siswi menelan salivanya.
"Kita absen terlebih dahulu ya" ujar Keith yang memegang buku absen kelas di tangannya dengan kedua mata yang mulai meliarkan ke segala arah sampai terhenti di satu bangku kosong di samping Fia.
"Dimana teman sebangkumu?" tanya Keith pada Fia yang gugup untuk sekedar menjawab pertanyaan simple seperti itu.
"Ehm ... Sepertinya ter-"
"Pagi Pak, maaf saya terlambat"
Belum selesai Fia berbicara, sosok gadis yang berdiri di depan pintu kelas dengan napas memburu dan keringat di dahi mengalihkan setiap pandang mata kelas.
Teman-temannya hanya bisa berkata dalam hati dan mendoakan nasib baik untuk orang yang terlambat itu.
Keith memasang senyum miring di bibirnya. Ia menyandarkan tubuhnya pada ujung meja dan menatap lekat pada sosok gadis yang terlambat di kelasnya.
"Kamu tau bel masuk berbunyi jam berapa?"
Lirikan mata gadis itu pada teman-temannya nampak tak membantu karena mereka semua hanya memberikan dukungan melalui gerak tangan dan tanpa suara.
"J-jam 7 pagi Pak, tapi maaf saya terlambat karena pagi tadi ada masalah-"
"Saya gak mau mendengar alasan apapun. Kamu terlambat dan kamu salah"
Keith mengambil absen kelas dan berjalan mendekat pada sosok gadis terlambat yang masih berdiri di depan pintu kelas.
"Kiara Dewangga? Kamu terlambat di hari pertama saya mengajar. Jangan kamu pikir karena ini hari pertama, kamu akan bebas dari hukuman. Tentu tidak, kamu pergi keluar dan tulis permohonan maafmu di kertas sebanyak 10 lembar lalu berikan ke saya. Tidak boleh masuk sebelum kamu menyelesaikan hukumanmu"
Keith melepas pandang dari name-tag yang berada di dada kiri Kiara dan melirikan matanya pada sepasang mata Kiara yang menatapnya marah dan kesal namun tak bisa memberontak.
"Cepat nona Kiara! Jika kamu masih bertahan di sana kamu tidak akan bisa mulai hukumanmu"
Kiara mengerjap pelan dan berbalik keluar kelas.
Sepeninggal Kiara ruangan kembali hening dan Keith mulai menoleh memperhatikan setiap muridnya yang menunduk dalam.
"Ini peringatan untuk kalian semua. Ini baru hukuman kecil karena terlambat di kelasku! Jika tak mau kena hukuman jangan berbuat aneh-aneh ataupun melanggar sesuatu yang sudah ku atur!"
"Baiklah kita mulai absennya!"
Teman-teman Kiara nampak meringis pelan, perlahan gosip mengenai Keith yang kejam dan suka memberi hukuman terbukti benar.
Itu membuat mereka semua mulai waspada dan berusaha agar tak berurusan lebih dengan seorang Keith Wilson.
***
"Sumpah ya!! Pak Keith daripada jadi guru mending jadi dosen aja deh! Kejam banget gak ada simpati sedikit!"
Omelan Fia diangguki kuat oleh Aura dan Gema yang mendengarnya. Tadi setelah jam pelajaran kelima berbunyi, Kiara baru bisa masuk ke kelas setelah letih menulis berlembar-lembar halaman ucapan permohonan maaf dan penyesalan karena terlambat.
Namun sekembalinya Kiara ke kelas betapa malangnya teman mereka yang harus kembali menulis karena Pak Keith memberikan banyak rangkuman pelajaran mereka.
Kiara yang hanya bisa diam dan mengerjakan membuat teman-temannya marah namun sayang tak bisa melawan.
"Yaa, mau gimana lagi, ini sekolah juga punya bapaknya! Doi jadinya bebas" celetuk Bima yang diangguki Satria dan Fia.
Mereka cukup tau jika yayasan sekolah ini memang milik keluarga Wilson.
"Mana nanti masih ada pelajaran tuh guru killer lagi sampe pulang! Duhh otak dan hati gue, kalian harus kuat dan sabar ya!!" Gema menyemangati dirinya sendiri yang justru menjadi penghibur teman-temannya.
"Lo gapapa Ki? Tangan lo sakit gak?" Bima nampak iba melihat Kiara yang memijat lengannya karena terlalu lama menulis dan pasti pegal.
"Gue gak papa Bim, pegal sedikit doang kok"
Bima menarik pulpen dan buku milik Kiara. "Kalian ke kantin aja sana, makan. Biar gue lanjutin catatan lo"
Kiara menggeleng, ia tak bisa membiarkan Bima melanjutkan pekerjaannya, namun sayang Bima tak mau mendapat penolakan.
"Fia, Aura! Bawa Kiara ke kantin sana. Kasian dia belum makan"
Fia dan Aura mengangguk kuat mereka setuju, karena sedari tadi saat Kiara diajak beli makan gadis itu selaku menolak dan memilih menyelesaikan tugasnya.
"Ayo Kia! Lo bisa pingsan kalo gak makan! Biar Bima aja yang lanjutin catatan lo!"
Akhirnya setelah sedikit paksaan, Kiara berhasil dibujuk dan pergi ke kantin untuk membeli makan.
Bima tersenyum tipis melihat Kiara yang ditarik pergi bersama kedua teman gadisnya itu.
"Jadi kapan mau majunya?"
Bima melirik Satria yang menaikan alis menggodanya.
"Apasih lo!" Bima mencoba mengabaikan Gema dan Satria yang saling melirik geli padanya.
Bima kini melanjutkan tulisan Kiara pada catatannya.
"Bim, lo nahan perasaan lo dari SMP tapi gak pernah berani buat nyatain ke orangnya! Cupu lo ah!"
Bima berdecak pelan dan mencoba abai pada ledekan teman-temannya.
"Berisik kalian!"
Kedua temannya hanya tertawa melihat Bima yang terus menahan perasaannya sendiri namun merasa lucu karena Bima tak memiliki keberanian untuk mengungkapkan.
Kiara tengah belajar di meja belajarnya jika saja panggilan sang Mamah tak mengacaukan pikirannya. "Kiara sayang" wajah Rima muncul di pintu kamarnya membuat Kiara menghentikan gerak tangannya yang tengah menulis. "Iya Mah?" Kiara menoleh ke arah pintu memperhatikan bagaimana Mamahnya yang mendekat ke arahnya dengan senyum yang sudah Kiara tau apa artinya. "Kenapa belum siap sayang? Sebentar lagi Keith akan datang loh" Kiara kini sudah sepenuhnya menatap pada Mamahnya yang menarik satu kursi untuk duduk dekat Kiara. "Mah, ini sangat mendadak, boleh Kiara menolak?" Rima mengusap rambut Kiara tanpa bisa memandang wajah serta kedua mata putrinya itu. "Mah! Kiara belum siap! Kiara tidak akan siap dengan apa yang akan Kiara jalani sebentar lagi!" Kiara menangkup tangan Mamahnya dan meletakannya di atas pangkuannya, meminta Rima untuk menatap kedua matanya. "Mah! Tolong Kiara batalkan rencana perjo
"Lo kenapa sih? Udah hampir satu minggu lo jadi pendiem banget Ki" Ucapan Aura itu diangguki oleh keempat temannya yang kini tengah berkumpul bersama di kantin sekolah."Iya, lo lagi ada masalah?" tanya Bima yang melihat Kiara hanya menggeleng pelan dengan senyum tipis di bibirnya."Gue gapapa, cuman ada sedikit masalah di rumah" ujar jujur Kiara, dia memang masih ada masalah mengenai perjodohannya dengan Keith Wilson namun dirinya masih bertahan agar tak memberitahu teman-temannya lebih dulu."Masalah apa? Dari kemaren kayaknya lo ditimpa masalah terus?" Gema menatap Kiara penuh selidik membuat Kiara menjadi gugup."Bukan apa-apa, hanya saja keluarga gue sedang mengalami masalah kecil. Besok mungkin akan segera reda permasalahannya, maaf ya karena gue kalian jadi risih liat gue murung kayak gini" lirih Kiara pelan."Kia, lo gak boleh ngomong gitu, kita mana pernah risih sama lo! Oke gapapa kalo lo gak mau cerita sama
Sebelum Keith mengantar Kiara pulang ke rumah, terlebih dulu Keith membawa Kiara ke sebuah restoran untuk mengisi perut Kiara yang kelaparan.Karena tadi saat di parkiran Mall Keith sempat bertanya pada Kiara apakah gadis itu sudah makan malam? Dan jawaban yang Kiara beri adalah sudah dengan anggukan serius. Keith pikir memang gadis itu sudah makan bersama teman-temannya.Namun ketika Keith mau menyalakan mesin mobilnya, ia mendengar jelas suara perut Kiara yang berbunyi hingga membuat wajah Kiara yang rona merahnya sudah hilang kembali menghias di sana.Keith tak tahan untuk tak tertawa karena kebohongan yang Kiara katakan. Gadis itu berkata sudah makan malam namun perut wanita itu lebih jujur mengatakan bahwa ia belum diisi.Alhasil Keith membawa mobilnya keluar dari Mall untuk pergi ke sebuah restoran favoritnya untuk mengisi perut Kiara yang berbunyi."Kamu tidak mau keluar?" Keith bertanya pada Kiara yang duduk me
"Mamah? Mamah kenapa?" Kiara membuka pintu rumahnya dan disuguhkan pemandangan Mamahnya yang tengah menangis dalam pelukan Papahnya itu.Kiara duduk di samping sang Mamah dengan wajah khawatirnya."Kenapa Mah? Pah, Mamah kenapa?" risaunya yang tak kuasa melihat tangis Rima."Mamah gapapa sayang" Rima mengusap tangan Kiara penuh sayang diikuti dengan senyumnya yang tak mau membuat Kiara khawatir.Namun Kiara terlihat tak percaya dengan apa yang Mamahnya katakan, ia lebih memilih menatap Papahnya yang justru membuang muka saat ia melihat pada pria baya itu."Apa terjadi sesuatu Pah? Mamah kenapa?" Kiara merasa bahwa ada sesuatu yang orangtuanya sembunyikan darinya dan hal itu sangat tak Kiara suka jika kedua orangtuanya menyembunyikan sesuatu hal darinya."Mamah hanya sedih ketika mendapat kabar duka dari temannya Kiara, hanya itu"Kiara menatap pada Mamahnya dan menelisik apakah yang dikatakan Papahnya itu
Kiara memutar-mutar cincin di jari manis sebelah kirinya. Memandang benda itu yang menghias jemarinya.Masih terasa mengganjal karena sebelumnya Kiara tak pernah memakai cincin di jemarinya.Dan pesan yang Keith katakan setelah mereka melakukan pertunangan adalah larangan untuk Kiara melepas cincin tersebut sampai nanti cincin yang terpasang di jari manis kirinya terganti dengan cincin pernikahan mereka."Kayaknya pulang sekolah hujan deh! Mendung banget gitu" Fia berkata pelan dengan kedua mata yang memandang pada jendela kelasnya.Mendengar tak ada respon dari teman sebangkunya itu membuat Fia menolehkan wajah pada Kiara yang masih memainkan cincinnya."Waah!! Bagus, kenapa? Tumben pake cincin?" Fia menarik jemari Kiara demi bisa melihat cincin yang melingkar di sana."Hadiah dari Papah" Beritahunya yang jelas itu bohong."Mahal pasti, berkilau banget loh ini Ki!"Kiara hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Fia.
"Keith mau pernikahan itu dimajukan sampai minggu depan!""Keith kita gak bisa-""Bisa! Kiara harus jadi istri Keith minggu depan!"Kedua orangtua Keith yang berada di ruang yang sama dengan Keith itu menatap Keith dengan pandangan lelah."Keith akan mempercepat semuanya ... "Setidaknya apa yang Keith inginkan itu tengah diatur oleh kedua orangtuanya yang pasti akan menuruti setiap maunya. Hanya tinggal ia yang berbicara pada Kiara dan inilah saatnya.***"Ayo masuk" Keith membuka pintu apartemennya dan membiarkan Kiara agar masuk lebih dulu ke dalam.Kiara yang pertama kalinya datang ke tempat tinggal Keith itu terpesona oleh betapa luasnya apartemen Keith yang bahkan memiliki liftnya tersendiri.Apartemen yang memiliki dua lantai dan sangat mewah, memang cocok untuk seorang Keith Wilson yang kekayaannya tak perlu dibayangkan betapa banyaknya.Kiara melangkah
21+Kiara tak tau mengapa, namun kini ia merasa sangat mengantuk dan kedua matanya terasa berat untuk bisa terus terbuka, sampai ia harus meninggalkan Keith sendiri di sofa sana.Kiara bahkan harus terus tersadar sampai ia bisa mencapai pintu kamarnya.Setibanya di kamar, Kiara bahkan lansung merebahkan dirinya di atas ranjang dan tak menunggu hitungan detik ia sudah terpejam dan terlelap.***Kiara merasakan ada tangan-tangan yang mengerayangi tubuhnya. Kiara mencoba mengangkat kedua tangannya dan mengusir satu tangan yang menangkup payudara kanannya yang tak tertutupi kain lagi dan terasa dingin karena terkena hembusan AC di dalam kamar.Mencoba untuk membuka kedua matanya pun tak bisa, karena Kiara merasa sangat lelah dan mengantuk untuk sekedar tersadar dan melihat apa yang tengah terjadi pada tubuhnya.Desahan kecil itu terlontar dari bibirnya saat Kiara merasakan ada yang menjilat payudaranya dan pe
Kiara yang wajahnya memerah itu tak mampu menatap Keith yang kini sudah menutup pintu apartemennya dan berjalan mendekat ke arahnya. "Sudah makan Kiara?" suara Keith mengalun masuk ke telinganya. Membayangi kembali di otaknya, tentang suara serak yang berujar cinta padanya dan hal itu membuat wajah Kiara merona. "Aku su-sudah makan" Kiara menjawab dengan canggung. Ia merasakan sofa di sisinya sedikit bergoyang yang ia tau Keith duduk di sebelahnya. Namun Kiara tak mau menatap Keith di saat wajahnya memerah begini. Terlalu lama keduanya terdiam dan membuat Kiara tak nyaman, gadis itu segera putar otak untuk berbicara pada Keith agar suasana canggung ini tak berangsur lama. "Keith ... Aku mau pulang" ketika Kiara menatap Keith dan lansung bicara, betapa terkejutnya dia saat Keith ternyata tengah memandangnya dengan senyum lebar di bibir. "A-aaku--" Kiara tak bisa lagi berkata saat Keith mendekatkan wajah padanya, dia sampai harus memejamkan mata
Special Kiara Pov *** Gelap ... Sunyi ... Dan terasa sangat hampa. Aku tidak pernah menyangka jika aku terjebak dalam kegelapan yang tidak ada ujungnya. Semuanya terasa aneh dan menyeramkan untukku. Berlari kemanapun kakiku melangkah aku tidak bisa menemukan cahaya atau seseorang. "Kiara ... Kapan kamu akan bangun? Aku membutuhkanmu Kleo dan putri kita juga begitu ..." Keith! Itu suara Keith! Aku bisa mendengarnya namun aku tak bisa melihatnya dan merasakan kehadirannya! "Keith! Kamu di mana?!" Aku berteriak memanggilnya namun tidak ada jawaban, aku hanya bisa mendengar suara Keith yang terus bercerita seolah aku mendengarnya namun dia tak bisa mendengar suaraku. "Cepatlah sadar Kiara, jangan pernah pergi tinggalkan kami!" Sadar? Kenapa Keith berharap aku sadar? Memang aku sedang dimana? Jantungku berdebar dengaan kuat, hari berganti hari tak lagi aku rasa. Aku terus ketakutan berada di ruang gelap ini. Sampai entah aku menunggu berapa lama, aku mulai merasakan
Special Keith's Pov***Aku tidak pernah merasakan kehancuran di dalam hidupku sebelumnnya.Hanya saja, saat melihat Kiara terbaring koma di ranjang pesakitan sudah benar-benar merengut sebagian kewarasanku. Aku sungguh takut kehilangan dia, aku takut tidak bisa lagi melihat wajahnya ketika bangun tidur, aku takut tidak ada yang menyambutku pulang bekerja dengan pelukan hangat lagi setiap harinya. Sungguh ketakutanku membuatku terus bermimpi buruk setelah melihat sendiri bagaimana detik-detik istri tercintaku ingin pergi. Mimpi itu selalu menggangguku sehingga aku selalu mengalami panik berlebih.Contohnya seperti malam ini, aku kembali bangun di tengah malam ketika mimpi mengerikan itu datang lagi, Kiara yang bersimbah darah dan meninggal tepat di depan mataku."Tidak!! Kiara sayang jangan pergi!!" aku mengigau dengan keringat yang membanjiri wajahku. Rasanya sangat berat saat akan membuka kedua mata. Saat merasakan usapan di kening dan tepukan ringan di pipi barulah aku berhasi
Kiara membuka perlahan kedua matanya dan mengerang pelan. Merasakan rasa sakit di perut, tangan Kiara mengusap perutnya dan merasakan keanehan di sana. Ia merasakan perutnya lebih keras dari biasanya, jantungnya berdebar kuat menduga apa yang terjadi pada dirinya. "Kiara sayang, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan?" Kiara menoleh pada pintu dan melihat Keith yang datang membawakan nampan berisikan makanan dan air untuknya. Keith masih dengan pakaian kantornya namun dasinya sudah tak dipakai juga tiga kancing atas kemejanya yang sudah terbuka, penampilan Keith pun sedikit berantakan namun Kiara bisa melihat ada sebuah sinar bahagia di kedua mata Keith. "Aku kenapa" tak menjawab tanya Keith padanya, Kiara justru menanyakan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Keith berjalan makin dekat dan meletakan nampan tersebut di atas nakas di samping ranjang sebelum duduk di sisi tubuh Kiara. Tangan Keith menjangkau satu tangan Kiara dan digenggamnya erat. "Kamu berhasil ... Kita berd
"Jadi sebelumnya kamu sama Jane memang pernah berkirim pesan?" tanya Kiara dengan tatapan menyelidiknya pada Keith. Pria yang ditanya hanya memberi cengirannya dan mengangguk tanpa rasa bersalah. "Saat itu aku pikir kamu masih memendam benci pada Jane. Aku mau menjagamu sayang, jangan salah paham ya?"Kiara mendengus pelan dan bersidekap jemarinya menarik pelan pipi Keith dengan penuh rasa gemas."Alasan!" ujarnya yang justru mendapat tawa geli Keith."Sudah yuk, ikut aku, kita kencan" ajak Keith pada istrinya."Kleo bagaimana? Dia di rumah sendiri!""Jangan khawatir, sebelum aku kesini Mamah dan Papah mu datang dan mereka mengajak Kleo keluar. Jadi kita punya waktu berdua sampai malam nanti"Kedua mata Kiara berbinar mendengar kalimat akhir Keith."Benarkah?!""Ya, kita akan berkencan satu hari ini! Kita habiskan waktu ini berdua saja"Kiara memeluk lengan Keith dengan senyum yang mengambang lebar di bibir."Iya aku mau!!"Keduanya pun meninggalkan area restoran dan mencari tempat l
Jane terkekeh geli dan menepuk pelan punggung tangan Kiara yang raut wajahnya berubah sendu setelah mendengar kalimatnya barusan. "Jangan dipikirkan, meski aku mencintai Keith kita tidak akan pernah bisa bersama. Aku tau bagaimana besarnya cinta Keith padamu!" Kiara mendesahkan pelan napasnya, "bukan itu yang aku khawatirkan! Apa selama ini kamu tersiksa karena perasaan cinta itu melekat di hatimu?" Senyum di bibir Jane perlahan menghilang dan jujur saja Jane mengiyakan pertanyaan Kiara di hatinya. "Tersiksa sih tidak, namun karena perasaan itu aku justru susah menerima kehadiran pria lain di hidupku. Hanya suamiku pria paling sabar yang mau menunggu aku siap menerimanya sampai akhirnya aku menikah dengannya" "Apa kamu mencintai suamimu?" "Aku sayang padanya, jika dikatakan cinta mungkin belum pasti. Aku masih ragu dengan perasaanku sendiri" Kegiatan keduanya terinterupsi saat dering ponsel Jane berbunyi. Wanita itu nampak sangat serius menjawab telepon yang masuk ke dalam pons
"Jadi ada apa memanggilku kemari?" tanya Kiara lansung pada intinya, tak menanyakan kabar serta pertanyaan basa-basi lainnya pada Jane yang terlihat sibuk menenangkan balita di gendongannya karena terlihat mulai tak nyaman. "Seperti yang sudah ku tulis di pesan itu, aku mau meminta maaf padamu. Sungguh bertahun-tahun lamanya setelah apa yang menimpamu membuat hidupku terasa tak tenang" Kening Kiara berkerut dalam, "mengapa kamu sampai memikirkannya? Bukankah seharusnya kamu kesal padaku karena membuatmu terusir dari perusahaan Keith?" Bibir Jane menyunggingkan senyum kecut dan kepala wanita itu mengangguk "iya. Jika persoalan itu tentu aku masih kesal padamu, namun tentu aku sudah melupakannya dan mengikhlaskannya. tapi bukan itu yang menggangguku"Kiara mengangguk mengerti, bibirnya tersungging senyum tipis. "Apa kamu mau pesan minum dulu?" Kiara mengangguk pelan "boleh" Jane memanggil seorang pelayan untuk memesankan minuman untuk dirinya dan Kiara. Selagi menunggu pesanannya
Sudah berjalan hampir 5 bulan setelah hari ulang tahun Kiara.Wanita satu anak itu kembali menjalani kehidupan rumah tangganya dengan seperti biasa.Dan semenjak pemeriksaan 4 bulan lalu, dan masih dinyatakan bahwa Kiara belum juga hamil membuat Kiara menyerah untuk konsul pada dokter kandungan.Kiara berbicara pada Keith, jika memang dia masih diberikan kehamilan biar menjadi kejutan untuknya dan Keith.Sejak itu pula Kiara tak lagi berharap lebih ketika memeriksakan dirinya pada dokter kandungan dan menanyakan apa rahimnya telah terisi sosok mungil.Menjadi ibu satu anak juga lumayan menguras tenaganya, meski Kiara tak melakukan pekerjaan berat seperti mencuci dan membersihkan rumah namun memasak yang memang dilakukan Kiara dan melayani Keith serta mengajak bermain Kleo berhasil menguras banyak tenaganya.Namun Kiara juga menikmati itu semua. Baginya tak ada yang lebih penting dari keluarga.Saat tengah melakukan kegiatan berkebun yang dibantu Kleo, kegiatannya yang Kiara terhenti k
Keith yang saat itu baru pulang dari kantornya melihat seseorang pria yang tengah bermasalah dengan kendaraannya tepat di depan gerbang perumahannya. Sudah ada seseorang sekuriti yang tengah membantu pria muda tersebut melihat ke dalam kap mobilnya yang menurut Keith ada sedikit masalah. Karena penasaran, Keith turun dan menghampiri pria muda yang sepertinya keturunan bangsa eropa tersebut. "Apa terjadi masalah?" Keith turun dari mobilnya dan menghampiri si sekuriti yang lansung mengenalnya dan memberinya hormat. "Pak Keith, mobil pemuda ini mogok, dan saya tengah mencari apa yang salah dengan mesinnya" Keith mengangguk pelan dan mengerti "memang di mana rumahmu?" tanyanya pada si pria muda tersebut."Blok D nomor A39" Keith tak menyangka jika pria ini bisa lancar berbicara bahasanya, dan mendengar alamat yang disebutkan membuat kening Keith berkerut, karena dia tau jelas rumah siapa yang pria tersebut maksud. "Rumah Oma Nadia?" tanya Keith yang mendapat delikan kaget pria it
Setelah pulang dari rumah Nenek Kara, Kiara masuk ke dalam kamarnya dan mendudukan dirinya di atas ranjang. Tadi sekilas ia berbicara pada Oma Nadia, Nenek Kara ya g mengenalkan Aiden padanya. Pria itu rupanya anak bungsu dari Oma Nadia, Oma Nadia juga cerita jika Aiden baru menyelesaikan studi S1nya di Australia dan kini tengah berlibur di negara ini. Dan sialnya Kiara harus melihat tatapan menggoda Aiden untuknya. Bahkan di depan Ibu pria itu, masih bisa-bisanya Aiden mengatakan menyukainya. Meski Oma Nadia sudah memperingati Aiden bawa Kiara wanita beristri dan memiliki satu orang putra, tak menyurutkan senyuman Aiden dan godaan kecilnya untuk Kiara yang justru membuat Kiara tak nyaman dan lansung saja dia pamit pulang. Meski Kleo masih mau bermain dengan Kara dan tak bisa Kiara ajak pulang bersama, Kiara mengkhawatirkan Kleo, jika pria itu mencuci otak anaknya. Tidak! Kiara tak boleh berpikir begitu, di rumah itu ada Oma Nadia yang pasti akan menjaga Kleo. Tetap saja, Kiar