Kiara memutar-mutar cincin di jari manis sebelah kirinya. Memandang benda itu yang menghias jemarinya.
Masih terasa mengganjal karena sebelumnya Kiara tak pernah memakai cincin di jemarinya.
Dan pesan yang Keith katakan setelah mereka melakukan pertunangan adalah larangan untuk Kiara melepas cincin tersebut sampai nanti cincin yang terpasang di jari manis kirinya terganti dengan cincin pernikahan mereka.
"Kayaknya pulang sekolah hujan deh! Mendung banget gitu" Fia berkata pelan dengan kedua mata yang memandang pada jendela kelasnya.
Mendengar tak ada respon dari teman sebangkunya itu membuat Fia menolehkan wajah pada Kiara yang masih memainkan cincinnya.
"Waah!! Bagus, kenapa? Tumben pake cincin?" Fia menarik jemari Kiara demi bisa melihat cincin yang melingkar di sana.
"Hadiah dari Papah" Beritahunya yang jelas itu bohong.
"Mahal pasti, berkilau banget loh ini Ki!"
Kiara hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan Fia. "Tapi kenapa wajah lo kayak gak seneng gitu Kia?" tanya Fia yang merasa janggal oleh perubahan wajah Kiara.
"Gue- gue sedikit gak enak badan aja makanya wajah gue kayak gini" Fia berkerut kening dan mencoba menelisik wajah temannya memindai apakah Kiara berbohong atau jujur.
"Udahlah Fi, gue gapapa"
Fia mendengus pelan dan mengangguk saja, mengiyakan apa yang Kiara katakan.
***
"Gema di situasi kayak gini kenapa malah gak sekolah ya?"
Fia menggerutu pelan, mengumpati Gema yang kini tengah izin sekolah.
Kiara melipat kedua tangannya di depan dada merasa lucu melihat Fia yang menggerutu karena kesal.
Fia terus berdoa agar pulang sekolah nanti tidak turun hujan, namun sayang doa temannya itu tak dijabah karena kini hujan begitu lebat mengguyur bumi tempat mereka berpijak hingga menghambat langkah mereka untuk pulang.
"Mau bareng gue gak?" Satria yang tengah membuka tas untuk mengambil jaket di dalam tasnya itu bertanya pada Fia yang dibalas dengusan kesal gadis itu.
"Boti' gitu? Gila kali lo ya!" kesal Fia pada Satria yang menawarkan tumpangan namun pria itu justru membawa motor ke sekolah, dan yang pasti Satria akan pulang bersama dengan Aura yang notabene kekasihnya.
"Hihihi, jangan kesal gitu dong Fi, nanti tambah jelek loh" ledekan Aura justru membuat Fia makin berdecak kesal dan mengambil ponselnya untuk memilih memesan taksi.
"Kia lo ikut gue aja ya naik taksi, males gue kalo sendiri" Kiara mengangguk pelan menjawab ajakan Fia, lagi pula dia juga bingung bagaimana caranya pulang jika hujan deras seperti ini. Jika harus menaiki angkutan umum akan sangat berisiko membuat bajunya basah karena dia harus berlari menuju halte sekolah.
"Lo gak mau bareng gue aja Ki?" Bima datang dari arah belakang mereka dan menawarkan Kiara tumpangan membuat kedua mata Fia membulat lebar.
"Ih! Enggak! Kalo Kiara bareng lo, gue sendiri dong! Kiara mau pulang bareng gue Bima!"
"Lo kan bisa pulang sendiri"
"Gue gak mau!"
Di tengah perdebatan yang cukup menghibur Kiara itu, ponselnya yang berada di saku rok abunya bergetar menandakan ada panggilan masuk.
Kiara melihat nama 'Pak Keith' Menghiasi layar ponselnya. Ia perlahan meneguk salivanya kasar dan memilih menjauh dari teman-temannya dan menjawab panggilan Keith.
"Halo Pak?" Kiara terpejam erat dan mengutuk bibirnya yang kelepasan memanggil pria itu dengan sebutan 'Pak.
"Pak? Kamu minta ku hukum Kiara?"
Kiara memutar otaknya dan mencari alasan yang tepat untuk terhindar dari hukuman yang akan Keith beri. "Sa-saya masih di sekolah Pak, tidak mungkin saya harus sebut nama Bapak" ia membela dirinya dan berharap Keith akan percaya.
"Baiklah! Kamu pulang denganku sekarang. Aku tunggu di parkiran guru, di sini tidak ada orang, kamu tidak perlu takut ketahuan"
"Tapi-"
"Atau aku yang harus menjemputmu ke sana Kiara?" Kiara membulatkan kedua matanya lebar dan lantas menggeleng kuat. Tak bisa ia bayangkan bagaimana hebohnya orang-orang yang masih ada di gedung sekolah jika melihat Pak Keith, guru killer di sekolah mereka mendatanginya dan mengajaknya untuk pulang bersama.
Kiara pasti akan menjadi trending topik pembicaraan selama berhari-hari di sekolah.
"Tidak! Saya yang akan ke sana Pak!"
"Bagus! Cepat datang" Panggilan tersebut dimatikan oleh Keith dan membuat Kiara mendesah pelan.
Setelah menyimpan kembali ponselnya ke dalam saku roknya, Kiara kembali menemui keempat temannya yang masih bertahan di depan kelas dan bingung cara mereka menyebrang lapangan untuk pulang.
Setibanya di samping Fia, gadis itu berkata pada Kiara bahwa ia masih belum mendapatkan taksi online.
"Gimana kalo lo pulang bareng Bima aja Fi" usul Kiara pada temannya itu.
"Terus lo gimana?" tanya Bima serius, karena kini hujan sangat deras dan mereka tak mungkin meninggalkan salah satu dari temannya di sekolah.
"Papah gue udah jalan kok mau jemput gue" ucap Kiara dengan nada biasa. Sepertinya ia perlahan makin terbiasa berbohong pada teman-temannya ini.
"Kalo gitu kita tunggu sampai Om Dewa jemput" ucap Aura yang sudah memakai jaket tebal milik Satria karena hawa dingin yang menusuk kulit.
"Kalian gak perlu ikut tunggu, udah kalian duluan aja. Gue gapapa sendiri di sini-"
"Enggak Kia! Kita gak mungkin biarin lo tunggu sendirian di sini" Bima berujar tegas pada Kiara yang tidak menerima bantahan.
Kiara pun kian bingung bagaimana caranya agar dia bisa pergi ke parkiran guru tanpa membuat teman-temannya curiga dan percaya?
Di tengah kebingungannya, ponselnya kembali berbunyi yang sudah ia tau siapa yang meneleponnya. Kiara mengambil ponselnya dan menjawab panggilan itu tanpa melihat namanya.
"Iya Pah? Ohh Papah sudah di sini? Iya Kiara ke sana!" Kiara kemudian mematikan panggilan tersebut tanpa menunggu seseorang di balik panggilannya itu berucap sepatah kata.
"Papah udah tunggu gue, kalo gitu gue duluan ya" Kiara tersenyum lebar dan memilih berlari meninggalkan teman-temannya yang belum sempat bertanya padanya, namun Kiara memilih menembus hujan demi bisa kabur dari teman-temannya dan tak membiarkan mereka bertanya lebih jauh atau akan mengantar dirinya.
Terkadang Kiara kesal terhadap teman-temannya yang memiliki sifat solidaritas begitu tinggi.
Kini dia harus rela basah-basahan demi bisa mencapai mobil Keith yang mesinnya sudah menyala terparkir di parkiran guru yang sudah sepi.
Kiara membuka pintu mobil Keith dan duduk di dalam mobil dengan tubuh yang sudah basah kuyup.
"Maaf Pak, badan saya basah, jadi mobil Bapak ikut basah" Kiara berujar permohonan maafnya pada Keith yang menatap datar padanya membuat Kiara takut akan tatapan yang Keith beri.
Ia berpikir bahwa Keith marah padanya karena dia membuat mobil Keith basah.
Keith tak menjawab ucapan Kiara, pria itu lebih memilih menjalankan mobilnya keluar dari lingkungan sekolah dan menembus hujan untuk membawa mereka pulang.
Kiara yang didiamkan memilih menempelkan tubuhnya pada pintu mobil dan memeluk dirinya sendiri karena ac mobil yang berhembus makin membuat tubuh basahnya kedinginan.
***
Kiara tak mengerti mengapa Keith tak membawanya ke rumah, karena jalan yang mobil Keith lalui ini bukan mengarah ke rumahnya.
"Pak, sebenarnya kita mau pergi kemana?" tanya Kiara pada Keith, dia sudah begitu kedinginan dan ingin segera pulang untuk bisa berendam air panas di rumah, namun Keith justru tak mengantar dia kembali pulang.
"Panggil Pak sekali lagi, akan aku cium sampai kamu kehabisan napas Kiara!" Suara Keith menggeram dalam membuat tubuh Kiara kaku, ia melupakan persoalan itu.
"Ma-maaf ... Maaf aku lupa" Kiara menutup hidungnya saat ia mulai bersin. tubuhnya menggigil karena kedinginan.
Tak tega melihat Kiara yang kedinginan, Keith memilih mematikan ac mobilnya dan mempercepat laju mobilnya agar mereka segera tiba di tujuan.
Mobil yang Keith kendarai itu mulai memasuki area apartemen mewah di pusat kota. Kiara tak mengerti mengapa Keith membawanya kemari dan bukan pulang ke rumahnya.
"Kenapa kita ke sini?" Tanya Kiara setelah Keith berhasil memparkirkan kendaraannya di parkiran apartemen.
"Orangtuamu menitipkanmu padaku Kiara, mereka sedang tak ada di rumah"
Kening Kiara berkerut dalam mendengarnya, karena ia merasa tak mendapat telepon atau pesan dari kedua orangtuanya yang berkata seperti apa yang Keith katakan barusan.
"Tapi Mamah dan Papah tidak menghubungiku" Kiara mengambil ponselnya dan melihat pesan atau daftar riwayat panggilan, namun nihil yang didapatinya. Tak ada pesan atau panggilan masuk ke ponselnya dari kedua orangtuanya.
"Coba hubungi, mungkin mereka lupa" Keith mengangkat kedua bahunya datar, menunggu Kiara yang kini mencoba menelepon Mamahnya itu.
Pada dering ketiga panggilan Kiara dijawab dan itu mencipta desah lega Kiara.
"Mah-"
"Kiara? Apa kamu sudah dengan Keith sekarang?" Belum selesai Kiara menyapa Mamahnya, wanita di sebrang teleponnya itu sudah bertanya mengenai Keith yang duduk di sebelahnya dengan pandangan menyorot ke depan.
"Iya Mah, sudah" jawab Kiara pelan.
"Baguslah, kamu dengan Keith dulu ya malam ini. Mamah dan Papah sedang ke rumah sakit, teman Papah ada yang dirawat. Kamu jangan merepotkan Keith" Jelas Rima pada Kiara.
"Tapi Mah-"
"Kiara, Mamah sedang dijalan, nanti lagi ya teleponnya. Bye sayang!"
Panggilan dimatikan tanpa sempat Kiara mengucap sepatah kata.
"Bagaimana? Sudah jelas?" Keith menatap Kiara yang mengerjap pelan. Keith yang melihat itu begitu gemas dan tak sabar untuk berada di dekat Kiara malam ini.
Ia sudah berkata pada orangtua Kiara bahwa malam ini ia ingin Kiara bersamanya, alasannya memang hanya untuk mendekatkan dirinya meski dia sudah terlanjur berjanji pada kedua orangtua Kiara agar tak menyentuh dan bersikap kurang ajar pada anak gadis mereka sebelum ia dan Kiara sah menjadi sepasang suami istri nanti.
Tak apa, Keith masih bisa menahannya agar tak menyentuh lebih jauh Kiara malam ini.
Namun tetap saja, Keith yang tidak bisa bertindak dan berpikir normal saat berada di dekat Kiara akan tetap melancarkan aksinya untuk menyentuh Kiara malam ini. Meski tak sampai melanggar janji, namun semua ini sudah Keith bayangkan bahkan sejak dulu saat ia mengenal dan bertemu Kiara.
"Ayo kita masuk, ganti pakaian basahmu itu" Keith memasang senyum miringnya dan keluar dari mobil diikuti Kiara di belakangnya.
"Keith mau pernikahan itu dimajukan sampai minggu depan!""Keith kita gak bisa-""Bisa! Kiara harus jadi istri Keith minggu depan!"Kedua orangtua Keith yang berada di ruang yang sama dengan Keith itu menatap Keith dengan pandangan lelah."Keith akan mempercepat semuanya ... "Setidaknya apa yang Keith inginkan itu tengah diatur oleh kedua orangtuanya yang pasti akan menuruti setiap maunya. Hanya tinggal ia yang berbicara pada Kiara dan inilah saatnya.***"Ayo masuk" Keith membuka pintu apartemennya dan membiarkan Kiara agar masuk lebih dulu ke dalam.Kiara yang pertama kalinya datang ke tempat tinggal Keith itu terpesona oleh betapa luasnya apartemen Keith yang bahkan memiliki liftnya tersendiri.Apartemen yang memiliki dua lantai dan sangat mewah, memang cocok untuk seorang Keith Wilson yang kekayaannya tak perlu dibayangkan betapa banyaknya.Kiara melangkah
21+Kiara tak tau mengapa, namun kini ia merasa sangat mengantuk dan kedua matanya terasa berat untuk bisa terus terbuka, sampai ia harus meninggalkan Keith sendiri di sofa sana.Kiara bahkan harus terus tersadar sampai ia bisa mencapai pintu kamarnya.Setibanya di kamar, Kiara bahkan lansung merebahkan dirinya di atas ranjang dan tak menunggu hitungan detik ia sudah terpejam dan terlelap.***Kiara merasakan ada tangan-tangan yang mengerayangi tubuhnya. Kiara mencoba mengangkat kedua tangannya dan mengusir satu tangan yang menangkup payudara kanannya yang tak tertutupi kain lagi dan terasa dingin karena terkena hembusan AC di dalam kamar.Mencoba untuk membuka kedua matanya pun tak bisa, karena Kiara merasa sangat lelah dan mengantuk untuk sekedar tersadar dan melihat apa yang tengah terjadi pada tubuhnya.Desahan kecil itu terlontar dari bibirnya saat Kiara merasakan ada yang menjilat payudaranya dan pe
Kiara yang wajahnya memerah itu tak mampu menatap Keith yang kini sudah menutup pintu apartemennya dan berjalan mendekat ke arahnya. "Sudah makan Kiara?" suara Keith mengalun masuk ke telinganya. Membayangi kembali di otaknya, tentang suara serak yang berujar cinta padanya dan hal itu membuat wajah Kiara merona. "Aku su-sudah makan" Kiara menjawab dengan canggung. Ia merasakan sofa di sisinya sedikit bergoyang yang ia tau Keith duduk di sebelahnya. Namun Kiara tak mau menatap Keith di saat wajahnya memerah begini. Terlalu lama keduanya terdiam dan membuat Kiara tak nyaman, gadis itu segera putar otak untuk berbicara pada Keith agar suasana canggung ini tak berangsur lama. "Keith ... Aku mau pulang" ketika Kiara menatap Keith dan lansung bicara, betapa terkejutnya dia saat Keith ternyata tengah memandangnya dengan senyum lebar di bibir. "A-aaku--" Kiara tak bisa lagi berkata saat Keith mendekatkan wajah padanya, dia sampai harus memejamkan mata
Tiba di hari yang dijadwalkan.Ya, pernikahan Kiara juga Keith.Semalaman Kiara sudah menangis hingga kedua matanya bengkak. Dirinya masih dalam perasaan labilnya karena tak siap untuk hari esok.Mamahnya bahkan harus mengkompres matanya agar tidak bengkak.Bahkan sudah sejak pagi buta rumah Kiara sangat ramai karena banyak orang-orang panggilan Keith yang mengatur pesta serta untuk merias dirinya datang.Pesan dari Keith juga sering sekali memenuhi ponselnya yang terus menanyakan kesiapannya dan mengatakan bahwa sebentar lagi mereka akan menjadi suami istri.Kiara tak bisa memasang raut senangnya, dia tertekan dan berbicara pada Mamahnya pun percuma.Wanita itu hanya mengatakan bahwa ia akan bahagia bila menikah dengan Keith dan tak memikirkan risiko serta ketidaknyamanan dia saat nanti datang ke sekolah dan bertemu Keith.Atau rasa bersalahnya pada teman-temannya karena Kiara harus menyembunyikan hal ini dari mereka.S
"Keith" Panggilan lembut itu mengundang Keith serta Kiara memandang ke asal suara.Di hadapan mereka berdiri sesosok wanita cantik dengan gaun berwarna merah muda dan riasannya yang tipis namun Kiara mau mengakui bahwa wanita ini begitu cantik."Keith ... Gaun ini, gaun yang kamu belikan padaku minggu lalu. Aku memakainya di saat pernikahanmu, aku tidak tau mengapa kamu sangat menyukai wanita memakai gaun berwarna merah muda"Kiara menegang sejenak mendengar ucapan si wanita pada Keith, namun apa yang wanita itu katakan mengingatkan dia mengenai gaun yang pernah Keith belikan untuknya. Keith memang hanya membelikan ia gaun berwarna merah muda.Apakah Keith menyukai warna itu?"Ahh, Jane. Terimakasih sudah datang, sebelumnya kamu belum pernah bertemu dengan istriku kan?" Keith tak menyahuti ucapan wanita bernama Jane yang berdiri di depannya itu. Tangan Keith justru menarik Kiara dan meletakan tanganya di pinggang Kiara
Kiara bertahan sangat lama di dalam kamar mandi. Dia baru saja selesai mandi dan lagi suara Keith di luar sana tak sama sekali ia dengar.Keith juga tak menyuruhnya cepat keluar.Kiara memberanikan dirinya untuk mengintip melalui pintu kamar mandi yang ia buka sedikit. Dan betapa leganya ia melihat tak ada sosok Keith di dalam kamar. Kiara perlahan menarik kopernya yang ia bawa ke dalam kamar mandi keluar dan meletakannya di samping sofa.Keith memang tak ada di kamar, entah pergi kemana pria itu Namun hal itu juga membuat Kiara merasa lega sejenak.Kiara duduk di atas ranjang hotel dan menyalakan ponselnya yang seharian ini ia matikan.Kiara mendapat banyak sekali pesan dan telepon dari teman-temannya yang menanyakan dimana dia saat ini.Kiara membuka obrolan grup di ponselnya yang tengah sibuk mencari dirinya itu.Satria bucinnya Aura:'Kiara dimana l
Lagi?!Kiara kembali merasakan lagi rasa yang sangat gatal dan nikmat di pusat tubuhnya.Kedua matanya sangat sulit terbuka karena masih sangat mengantuk, namun Kiara bisa merasakan ada seseorang yang meremas payudaranya dan mencium lembut bibirnya.Ini sama seperti mimpinya beberapa waktu lalu."Kiara, kamu yakin mau menunda hal ini sampai minggu depan?"bisikan lirih di telinganya itu Kiara jawab dengan erangan pelan.Dengan perlahan Kiara membuka kedua matanya dan memfokuskan pandangan di hadapannya."Sudah bangun istriku?" suara serak yang berada di hadapannya itu membuat kedua mata Kiara lansung terbuka dengan lebar.Di atas tubuhnya ada sosok Keith yang bertelanjang dada tengah memperhatikannya dengan senyum manisnya.Kiara masih berusaha mengumpulkan kesadarannya, sampai ia sadar sepenuhnya saat merasakan remasan pelan di payudaranya. Barulah ia sadar terhadap apa yang Keith lakukan."Kyaaa!!!!" Kiar
"Nih, orang sibuk baru datang"Kiara memberikan senyuman lebarnya pada teman-temannya yang sudah berkumpul di mejanya dengan Fia itu."Kenapasih manyun terus tuh bibir" Kiara mencolek pipi Fia yang merajuk padanya karena Kiara mengacuhkan pesan gadis itu.Ya, bagaimana bisa Kiara memegang ponsel jika ada Keith di dekatnya.Pria itu selalu mengganggunya dengan godaan kecil atau mengajak Kiara untuk pergi jalan-jalan meski hanya sebatas berbelanja isi kulkas dan makanan ringan kesukaan Kiara.Keith bahkan meminta pada Kiara untuk mengambil liburan, karena Keith mau membeli tiket bulan madu mereka.Namun Kiara berusaha menolak dan memberikan alasan pada Keith, ia tidak bisa bolos begitu saja, karena dia baru naik kelas 11 dan jika ia berlibur di awal semester ia akan banyak ketinggalan materi.Keith mencoba mengerti dan Kiara tak bisa menolak Keith yang meminta liburan semester Kiara untuk mereka gunakan liburan dan berbulan madu.
Special Kiara Pov *** Gelap ... Sunyi ... Dan terasa sangat hampa. Aku tidak pernah menyangka jika aku terjebak dalam kegelapan yang tidak ada ujungnya. Semuanya terasa aneh dan menyeramkan untukku. Berlari kemanapun kakiku melangkah aku tidak bisa menemukan cahaya atau seseorang. "Kiara ... Kapan kamu akan bangun? Aku membutuhkanmu Kleo dan putri kita juga begitu ..." Keith! Itu suara Keith! Aku bisa mendengarnya namun aku tak bisa melihatnya dan merasakan kehadirannya! "Keith! Kamu di mana?!" Aku berteriak memanggilnya namun tidak ada jawaban, aku hanya bisa mendengar suara Keith yang terus bercerita seolah aku mendengarnya namun dia tak bisa mendengar suaraku. "Cepatlah sadar Kiara, jangan pernah pergi tinggalkan kami!" Sadar? Kenapa Keith berharap aku sadar? Memang aku sedang dimana? Jantungku berdebar dengaan kuat, hari berganti hari tak lagi aku rasa. Aku terus ketakutan berada di ruang gelap ini. Sampai entah aku menunggu berapa lama, aku mulai merasakan
Special Keith's Pov***Aku tidak pernah merasakan kehancuran di dalam hidupku sebelumnnya.Hanya saja, saat melihat Kiara terbaring koma di ranjang pesakitan sudah benar-benar merengut sebagian kewarasanku. Aku sungguh takut kehilangan dia, aku takut tidak bisa lagi melihat wajahnya ketika bangun tidur, aku takut tidak ada yang menyambutku pulang bekerja dengan pelukan hangat lagi setiap harinya. Sungguh ketakutanku membuatku terus bermimpi buruk setelah melihat sendiri bagaimana detik-detik istri tercintaku ingin pergi. Mimpi itu selalu menggangguku sehingga aku selalu mengalami panik berlebih.Contohnya seperti malam ini, aku kembali bangun di tengah malam ketika mimpi mengerikan itu datang lagi, Kiara yang bersimbah darah dan meninggal tepat di depan mataku."Tidak!! Kiara sayang jangan pergi!!" aku mengigau dengan keringat yang membanjiri wajahku. Rasanya sangat berat saat akan membuka kedua mata. Saat merasakan usapan di kening dan tepukan ringan di pipi barulah aku berhasi
Kiara membuka perlahan kedua matanya dan mengerang pelan. Merasakan rasa sakit di perut, tangan Kiara mengusap perutnya dan merasakan keanehan di sana. Ia merasakan perutnya lebih keras dari biasanya, jantungnya berdebar kuat menduga apa yang terjadi pada dirinya. "Kiara sayang, kamu sudah bangun? Apa yang kamu rasakan?" Kiara menoleh pada pintu dan melihat Keith yang datang membawakan nampan berisikan makanan dan air untuknya. Keith masih dengan pakaian kantornya namun dasinya sudah tak dipakai juga tiga kancing atas kemejanya yang sudah terbuka, penampilan Keith pun sedikit berantakan namun Kiara bisa melihat ada sebuah sinar bahagia di kedua mata Keith. "Aku kenapa" tak menjawab tanya Keith padanya, Kiara justru menanyakan apa yang terjadi pada dirinya sendiri. Keith berjalan makin dekat dan meletakan nampan tersebut di atas nakas di samping ranjang sebelum duduk di sisi tubuh Kiara. Tangan Keith menjangkau satu tangan Kiara dan digenggamnya erat. "Kamu berhasil ... Kita berd
"Jadi sebelumnya kamu sama Jane memang pernah berkirim pesan?" tanya Kiara dengan tatapan menyelidiknya pada Keith. Pria yang ditanya hanya memberi cengirannya dan mengangguk tanpa rasa bersalah. "Saat itu aku pikir kamu masih memendam benci pada Jane. Aku mau menjagamu sayang, jangan salah paham ya?"Kiara mendengus pelan dan bersidekap jemarinya menarik pelan pipi Keith dengan penuh rasa gemas."Alasan!" ujarnya yang justru mendapat tawa geli Keith."Sudah yuk, ikut aku, kita kencan" ajak Keith pada istrinya."Kleo bagaimana? Dia di rumah sendiri!""Jangan khawatir, sebelum aku kesini Mamah dan Papah mu datang dan mereka mengajak Kleo keluar. Jadi kita punya waktu berdua sampai malam nanti"Kedua mata Kiara berbinar mendengar kalimat akhir Keith."Benarkah?!""Ya, kita akan berkencan satu hari ini! Kita habiskan waktu ini berdua saja"Kiara memeluk lengan Keith dengan senyum yang mengambang lebar di bibir."Iya aku mau!!"Keduanya pun meninggalkan area restoran dan mencari tempat l
Jane terkekeh geli dan menepuk pelan punggung tangan Kiara yang raut wajahnya berubah sendu setelah mendengar kalimatnya barusan. "Jangan dipikirkan, meski aku mencintai Keith kita tidak akan pernah bisa bersama. Aku tau bagaimana besarnya cinta Keith padamu!" Kiara mendesahkan pelan napasnya, "bukan itu yang aku khawatirkan! Apa selama ini kamu tersiksa karena perasaan cinta itu melekat di hatimu?" Senyum di bibir Jane perlahan menghilang dan jujur saja Jane mengiyakan pertanyaan Kiara di hatinya. "Tersiksa sih tidak, namun karena perasaan itu aku justru susah menerima kehadiran pria lain di hidupku. Hanya suamiku pria paling sabar yang mau menunggu aku siap menerimanya sampai akhirnya aku menikah dengannya" "Apa kamu mencintai suamimu?" "Aku sayang padanya, jika dikatakan cinta mungkin belum pasti. Aku masih ragu dengan perasaanku sendiri" Kegiatan keduanya terinterupsi saat dering ponsel Jane berbunyi. Wanita itu nampak sangat serius menjawab telepon yang masuk ke dalam pons
"Jadi ada apa memanggilku kemari?" tanya Kiara lansung pada intinya, tak menanyakan kabar serta pertanyaan basa-basi lainnya pada Jane yang terlihat sibuk menenangkan balita di gendongannya karena terlihat mulai tak nyaman. "Seperti yang sudah ku tulis di pesan itu, aku mau meminta maaf padamu. Sungguh bertahun-tahun lamanya setelah apa yang menimpamu membuat hidupku terasa tak tenang" Kening Kiara berkerut dalam, "mengapa kamu sampai memikirkannya? Bukankah seharusnya kamu kesal padaku karena membuatmu terusir dari perusahaan Keith?" Bibir Jane menyunggingkan senyum kecut dan kepala wanita itu mengangguk "iya. Jika persoalan itu tentu aku masih kesal padamu, namun tentu aku sudah melupakannya dan mengikhlaskannya. tapi bukan itu yang menggangguku"Kiara mengangguk mengerti, bibirnya tersungging senyum tipis. "Apa kamu mau pesan minum dulu?" Kiara mengangguk pelan "boleh" Jane memanggil seorang pelayan untuk memesankan minuman untuk dirinya dan Kiara. Selagi menunggu pesanannya
Sudah berjalan hampir 5 bulan setelah hari ulang tahun Kiara.Wanita satu anak itu kembali menjalani kehidupan rumah tangganya dengan seperti biasa.Dan semenjak pemeriksaan 4 bulan lalu, dan masih dinyatakan bahwa Kiara belum juga hamil membuat Kiara menyerah untuk konsul pada dokter kandungan.Kiara berbicara pada Keith, jika memang dia masih diberikan kehamilan biar menjadi kejutan untuknya dan Keith.Sejak itu pula Kiara tak lagi berharap lebih ketika memeriksakan dirinya pada dokter kandungan dan menanyakan apa rahimnya telah terisi sosok mungil.Menjadi ibu satu anak juga lumayan menguras tenaganya, meski Kiara tak melakukan pekerjaan berat seperti mencuci dan membersihkan rumah namun memasak yang memang dilakukan Kiara dan melayani Keith serta mengajak bermain Kleo berhasil menguras banyak tenaganya.Namun Kiara juga menikmati itu semua. Baginya tak ada yang lebih penting dari keluarga.Saat tengah melakukan kegiatan berkebun yang dibantu Kleo, kegiatannya yang Kiara terhenti k
Keith yang saat itu baru pulang dari kantornya melihat seseorang pria yang tengah bermasalah dengan kendaraannya tepat di depan gerbang perumahannya. Sudah ada seseorang sekuriti yang tengah membantu pria muda tersebut melihat ke dalam kap mobilnya yang menurut Keith ada sedikit masalah. Karena penasaran, Keith turun dan menghampiri pria muda yang sepertinya keturunan bangsa eropa tersebut. "Apa terjadi masalah?" Keith turun dari mobilnya dan menghampiri si sekuriti yang lansung mengenalnya dan memberinya hormat. "Pak Keith, mobil pemuda ini mogok, dan saya tengah mencari apa yang salah dengan mesinnya" Keith mengangguk pelan dan mengerti "memang di mana rumahmu?" tanyanya pada si pria muda tersebut."Blok D nomor A39" Keith tak menyangka jika pria ini bisa lancar berbicara bahasanya, dan mendengar alamat yang disebutkan membuat kening Keith berkerut, karena dia tau jelas rumah siapa yang pria tersebut maksud. "Rumah Oma Nadia?" tanya Keith yang mendapat delikan kaget pria it
Setelah pulang dari rumah Nenek Kara, Kiara masuk ke dalam kamarnya dan mendudukan dirinya di atas ranjang. Tadi sekilas ia berbicara pada Oma Nadia, Nenek Kara ya g mengenalkan Aiden padanya. Pria itu rupanya anak bungsu dari Oma Nadia, Oma Nadia juga cerita jika Aiden baru menyelesaikan studi S1nya di Australia dan kini tengah berlibur di negara ini. Dan sialnya Kiara harus melihat tatapan menggoda Aiden untuknya. Bahkan di depan Ibu pria itu, masih bisa-bisanya Aiden mengatakan menyukainya. Meski Oma Nadia sudah memperingati Aiden bawa Kiara wanita beristri dan memiliki satu orang putra, tak menyurutkan senyuman Aiden dan godaan kecilnya untuk Kiara yang justru membuat Kiara tak nyaman dan lansung saja dia pamit pulang. Meski Kleo masih mau bermain dengan Kara dan tak bisa Kiara ajak pulang bersama, Kiara mengkhawatirkan Kleo, jika pria itu mencuci otak anaknya. Tidak! Kiara tak boleh berpikir begitu, di rumah itu ada Oma Nadia yang pasti akan menjaga Kleo. Tetap saja, Kiar