"Sudah sudah, masih kecil kok sibuk sama gebetan. Suci hari ini kamu di antar Toni aja ya, biar lebih cepat sampai sekolahnya. Gak pakek bantahan!"
"Ayah!!!!" Aku melongo mendengar ucapan Ayah.
Sebegitu percaya nya kah Ayah terhadap Toni, ya ampun dan bagaimana kalau bang Ardan beneran menunggu ku di sekolah. Ah Abang Tampan ku, aku belum siap kamu jauhi.
"Pokoknya Suci pergi sma Rere aja naik angkot!"
Dengan cepat aku bangkit dari meja makan dan berlalu keluar tanpa salam sama Emak dan Ayah.
Tapi begitu sampai di ambang pintu kaki ku mendadak berhenti, aku melupakan sesuatu, uang saku.
Bagaimama aku mau naik angkot kalau uang nya saja tidak ada.
Dengan sangat terpaksa aku kembali ke dapur dengan wajah yang sedikit menahan malu.
"Haha ... Tuh kan balik lagi. Gak ada uang aja sok sokan mau kabur!" ujar kak Resti mengejek.
Dasar kakak sebijik, gak pernah baik sama adeknya yang cantik ini."Mak?" panggil ku yang
Brakk, tiba tiba seseorang memukul kuat meja ku."Bagus,ya, tadi di antar laki laki, sekarang duduk sama laki laki, perempuan macam apa kamu?" Bentak seseorang membuat jantungku serasa ingin lepas dari tempatnya.Bukan hanya aku yang terkejut, tapi satu kelas juga terkejut. Mereka memegang dada masing masing dan melihat ke arahku."Bagus sedikit kalau bicara! Emang kau kira aku lagi ngapain? Ci*um*an? Iya? Lagi pula ya, aku mau duduk dan di antar siapapun itu bukan urusan kau!" ucapku tak kalah emosi."Aku ini pacar kau, aku berhak atas diri kau!"Lagi lagi seisi kelas terkejut mendengar ucapan Bobi. Mungkin mereka tidak menyangka kalau aku dan Bobi berpacaran."Kau dengar ya,Bob. Kau itu bukan siapa siapa aku. Aku gak pernah merasa pacaran sama kau!""Yasudah kalau gitu, kembalikan cincin dan bunga yang ku kasih untuk kau. Susah payah aku mengambilnya dari rumah khusus untuk kau, malah tega kau ginikan aku!" Mata Bobi ter
"Eh Ci, betewe, tadi kau kenapa campak uang 50 rebu di muka,Bobi? Apa dia minta kembali cincin sama bunga yang dia kasih pas nembak kau?" Seketika mata ku melotot dan mulut ku menganga mendengar pertanyaan Rere yang di ucapkan dengan santai dan tanpa beban.Kenapa Rere tiba tiba mendadak poltak begini?Kulihat Toni pun menatap tajam ke arah ku."Eh aku salah waktu ya bertanyanya?" tanya Rere yang semakin sok polos."Gak, gak salah kok. Si Bobi itu nembak kamu,Ay?""Mending kau pulang Re!" Sentak ku."Kenapa kamu suruh Rere pulang? Kamu takut ketahuan?""Duh jangan ribut. Maaf ya maaf, memang ada yang nembak Suci,Bang. Tapi di tolak kok, bunga sama cincinnya aja yang di ambil karena kasihan. Percayalah Rere gak bohong, Suci tuh orangnya setia!" Ujar Rere.Tadi dia sengaja menjatuhkan ku sekarang dengan gayanya sok menolongku. Dasar sahabat, gaje!"Yaudah deh aku mau pulang, mau siap siap. Dahh!" Rere pulan
Aku tau Rere mengingatkan ku soal Toni sebab takut kalau Rahmat malah kepincut dengan ku.Makanya Re, cantik, batinku sombong."Kau suka sama Rahmat?" tanyaku pelan."Dia ganteng,Ci," jawab Rere."Tapi kau udah pdkt dengan Bang Rian?""Kan mau pasang banyak juga kayak kau!""Asekk. Kita liat saja nanti Rahmatnya mau kemana, ke kau atau ke aku. Oke?""Oke, pasti dia maunya ke aku!" jawab Rere yakin.Setelah berjuang keras, akhirnya tenda kami selesai juga.Kami membuat dua tenda.Aku membaringkan badan di dalam tenda, meski hanya beralaskan terpal tapi terasa begitu nikmat."Ganti baju yuk,Ci?" ucap Rere saat kami sama sama baring."Aku ganti bajunya aja,Re" aku mengganti baju Pramuka ku dengan baju kaos.Sedangkan Rere dia mengganti baju dan juga celana Pramuka."Lega banget,Ci. Enak tau, ganti celana juga. Plonggg!""Bodoh amat!""Semua Anggota berkumpul dengan pakaian le
"Hey, kalian! Cepat sedikit jalannya!" teriak kakak pembina dari arah pos satu.Aku langsung berlari dan di susul dengan Rahmat.Aku lebih dulu maju untuk melapor, selanjutnya aku di suruh untuk ke pos dua beristirahat seraya menunggu yang lain.Sudah ada Bima dengan gayanya yang santai duduk di atas tanah tanpa alas.Aku juga ikut duduk di samping Bima dan di ikuti dengan Rahmat.Jam sudah menunjukan pukul tiga pagi, tapi masih ada sekitaran 8 orang lagi yang masih mengambil kacu.Kini Rere juga sudah selesai mengambil kacu, sepertinya Rere ketakutan. Terlihat dari wajahnya yang pucat dan nafasnya yang tidak karuan."Tegang,Re?" tanyaku."Terakhir ini lah,Ci, aku ikut kek gini. Jantungan aku!" ucapnya mengundang tawa orang yang mendengarnya."Baru gitu aja udah takut. Anak Pramuka harus berani!" sahut kakak pembina."Hehe ... Tapi ini serem banget, kak.!" jawab Rere.Tiba tiba kami mendengar
Pelan aku berjalan menjaga keseimbangan.Saat hampir sampai diujung, kaki ku kepleset dan untungnya Rahmat berhasil menangkapku.Jantungku berdegup kencang, antara karena mau jatuh dan ditangkap Rahmat.Aku yakin Rere yang melihat pasti semakin hareudang. Panas panas panas.Setelah semua selesai kami diberi waktu membersihkan diri.Kami juga diberi waktu untuk mengelilingi sekitar Swimbath. Aku hanya memilih duduk di depan tenda."Kau kok tega sih bilang aku bukan sahabat kau?" tanya Rere yang ikut duduk di depan tenda."Kau yang kok tega bicara seperti itu didepan Rahmat, kau mau merusak image aku? Kau kesal sama aku karena Rahmat lebih milih aku?" aku meluapkan emosi yang sedari tadi tertahan."Aku tadi keceplosan,Ci!" jawaban Rere sama sekali tak masuk akal."Aku masih tau mana yang keceplosan mana yang memang sengaja!" hardikku."Yasudah aku minta maaf,Ci""Iya aku maafin!"Aku malas be
"A-aku... Kita harus pergi dari sini!" ucapku seraya menarik tangan Rahmat saat melihat dua sosok yang menakutkan.Bisa kena ceramah tujuh hari tujuh malam aku kalau ketahuan duduk berduaan sama lelaki."Kenapa?" tanya Rahmat dengan nafas yang ngos-ngosan."Ada Emak dan Ayah ku," jawabku juga dengan nafas yang tersendat."Kan gak papa, jadinya aku bisa kenalan!" jawab Rahmat enteng."Duh,Rahmat... Kita ini masih SMP tahu, masih jauh untuk tahap perkenalan dengan orang tua!"Kami bersembunyi di balik wahana 'Tong Setan'. Dulu aku mengira isi tong sebesar ini setan beneran, rupanya tong setan ini seperti pertunjukan aksi motor. Begitulah kira-kira."Mau sampai kapan kita di sini?" tanya Rahmat. Sepertinya ia sudah lelah kaerna di serbu dengan nyamuk. Kulihat beberapa kami Rahmat memukul dan menggaruk bagian tubuhnya."Kita pulang saja,ya!" ajak ku."Tapi?" Cegah Rahmat.Aku tau, Rahmat belum siap mengungkapkan
"Hm ... Aku dengar kamu jual diri ya,Ci? Terus kamu di bayar 300 ribu. Aku gak nyangka,Ci. Kamu gunain wajah cantik mu untuk itu," jawaban Raya membuat aku terkejut.Jantungku berdetak sangat kencang dan hatiku seperti tersayat-sayat.Siapa yang sudah tega memfitnah ku!"Aku jual diri? Aku gak sebodoh itu,Ray. Bilang sama aku siapa yang sudah nyebarin fitnah." Aku menatap Raya serius."Aku sih,di bilang Putri!" jawab Raya.Aku langsung menghampiri Putri yang berdiri di depan pintu kelas."Maksud kamu apa fitnah aku,ha?" Aku langsung menghardik Putri."Lagian benar, kan? Kamu jual diri terus di bayar 300 ribu. Mana ada cowok yang mau ngasih uang dengan cuma-cuma,Ci. Kami gak bodoh," jawab Putri dengan santai.Perihal uang 300 ribu hanya Rere yang tahu.Saat Toni memberiku uang juga tak ada siapa pun di situ.Apa mungkin Rere?"Emangnya kamu punya bukti?""Enggak sih, aku juga dengar dari orang!"
"Ayu jangan dekat-dekat sama Suci. Nanti di ajak jual diri juga lho," ucap Putri saat kami tiba di kelas."Siapa yang jual diri?" Bentak seseorang membuat kami bertiga terkejut."Kalian ya, masih SMP tapi bahasa kalian sudah seperti orang dewasa," Buk Ranti guru agama memarahi kami."Siapa yang kalian tuduh jual diri?" sambung Buk Ranti.Spontan Putri dan Ayu melihat ke arahku.Aku langsung menggeleng, "Enggak benar,Buk. Mereka menuduh Suci tanpa bukti. Iyakan, Yu?" ucapku sambil meminta pembelaan dari Ayu."Iya,Buk," jawab Ayu mengangguk."Tapi kamu memang di beri uang kan sama cowok?" ujar Putri membenarkan tuduhannya.Buk Ranti membenarkan kacamatanya dan memandang ku meminta penjelasan."Dia teman Suci dari kampung nenek,Buk. Kebetulan dia kemarin main ke rumah Suci. Bahkan Emak dan Ayah nyuruh dia nginap,""Tuhkan,Buk. Pasti di rumahnya tu mereka melakukannya." Putri memotong ucapan ku."Kau kira di ruma