"Maaf Rin, aku tau ini dosa. Tapi aku sangat mencintaimu dan juga sangat menyayangimu. Aku sangat membutuhkan semua ini, Rin," rayuan gombalnya Beryl yang pura pura memohon pada Ririn.
"Tidak, Beryl! Kita harus menghentikan semua ini," balas Ririn.
Ririn sejak tadi secara halus berusaha menolak kemauan Beryl. Tapi bagi Beryl, cewe seperti Ririn adalah salah satu cewe yang sangat penting buatnya.
"Rin, kita harus melakukannya siang ini. Please, jangan tolak sayang!" pinta Beryl kembali.
Sebenarnya Beryl juga merasa heran di dalam hati, karena sejak tadi Ririn selalu berusaha menolak.
"Jangan pernah lagi, Beryl. Kamu bisa memuaskan nafsumu bersama cewe lain yang tergila-gila sama kamu,"
"Bagaimana kalau cewe yang sanggup membuatku tergila-gila hanya kamu,"
"Sorry, Beryl. Perlakukanlah aku dengan sedikit hormat."
Ini barang kali yang menjadi alasan Ririn, kenapa ia saat ini berusaha menolak kemauannya. Sepertinya Ririn merasa memperlakukannya secara kurang manusiawi.
Siang ini di dalam pikiran Ririn merasa sangat muak dengan semua keinginan Beryl. Namun, entah kenapa di dalam hati merindukan hal lain dari diri Beryl. Sentuhan, kelembutan, dan kehangatan. Hati dan pikiran Ririn siang itu tidak bisa sejalan.
Beryl berusaha tidak putus asa menghadapi Ririn. Selalu saja ada jurus - jurus maut yang dilancarkannya untuk meluluhkan hati Ririn. Beryl mendekatkan mukanya ke muka Ririn. Awalnya Ririn berusaha menghindar dan menggeser duduknya. Tapi Beryl dengan cerdas keburu menangkap tubuhnya dengan menghadiahi sebuah ciuman.
"Kalo nonton film di youtube dulu gimana? Biar kamu lebih semangat lagi. Di youtube banyak film - film yang bagus, deh. Pasti kamu suka."
"Kayaknya aku gak tertarik dengan tawaranmu."
"Kalo gak tertarik kita lanjut aja permainan ini, Rin."
"Sudah kubilang jangan pernah lagi lakukan ini,"
"Ririn, lebih baik gak bahas lagi keinginanmu. Tapi mari kita lanjutkan permainan ini."
"Sudah kubilang dari tadi, jangan!"
"Duh, please, Rin."
"Nekat amat sih, kamu. Udah dibilangin.""Kenapa?"
"Hemmm..."
"Kamu kenapa, Rin?"
"Jangan, ah!"
"Pada hal kalau kuliah kita udah selesai, aku benar-benar ingin menikahimu, lho."
"Busyet! Gombal!"
Ririn langsung berputar membalikkan badannya karena pikirannya merasa kesal dengan Beryl. Dalam pikirannya ia ingin segera keluar meninggalkan kamar hotel.
Hati Ririn merasa nyeri saat teringat Beryl yang selalu mencabuli banyak cewe. Hingga saat ini semua bukti dan kartu merahnya Beryl selalu terlintas di sudut mata Ririn.
Di media sosial, Beryl sering ditemukan Ririn mengumbar rayuan gombalnya pada cewe - cewe media sosial. Dan mereka semua pun menanggapi perlakuan Beryl dengan begitu respeact-nya, ibarat Beryl bagai arjuna bagi dunia maya mereka. Begitulah hobi Beryl, meskipun pada Ririn tak pernah diakuinya.
Mendapati bukti semua itu, Ririn cuma ingin yang terlintas dalam pikirannya menghindar sebisa mungkin dari Beryl. Hatinya seperti tak cukup lagi menampung banyak luka dari semua bukti - bukti yang tak sengaja ditemukannya.
Hari-hari Ririn setelah mendapati banyak bukti kecabulan Beryl terasa mengalami kehancuran. Merasa hancur ia telah menyerahkan kehormatannya pada lelaki yang salah. Pertama kali dulu, Ririn pernah menolaknya karena ia tahu melakukan hubungan persetubuhan pra-nikah merupakan dosa besar.
"Kenapa juga di dunia ini pernah ada cowo seperti Beryl? Omongannya sulit dipegang!" gerutu Ririn merasa kesal pada dirinya sendiri.
"Sungguh, amat menyebalkan!"
"Rin, kamu kenapa?" tanya Beryl yang menangkap sinyal kurang menyenangkan pada diri Ririn.
"Gak pa pa. Yang jelas saja kesal sama kamu,"
"Kalo menurutmu ada masalah, cerita aja. Jangan main ngambek - ngambekan."
"Oke, kalo aku cerita apa kamu bisa terima?" jawab Ririn membalikkan pertanyaan.
Mendengar jawaban Ririn, bukannya Beryl marah. Dia justru mengumbar senyumnya dengan sumringah. Melihat sikap Beryl membuat Ririn kian memelototkan matanya.
Beryl menatap wajah cantiknya Ririn dengan penuh kelembutan dan menyentuh jemari tangan Ririn pelan. Beryl selalu yakin dengan sentuhan hangat dan lembutnya, hati Ririn yang saat itu mengeras pasti akan luluh kembali.
Beryl juga sempat berpikiran, apa mungkin perubahan sikap Ririn karena menginginkan segera dilamarnya tapi sifat perempuan Ririn malu untuk mengatakannya.
Beryl kembali mencoba memeluk Ririn. Namun kali ini sikap Ririn masih sama. Kembali berusaha menolak. Melihat penolakan Ririn membuat Beryl kali ini lebih semangat untuk memakan mangsanya.
Beryl juga berpikir, sebenarnya Ririn hanya pura-pura menolak ajakannya. Biasa, perempuan sok jual mahal. Pada hal hatinya mah, sudah gak tahan. Karena biasanya Ririn bermain begitu garang di ranjang setelah pertama kali dulu merasakan bagaimana nikmatnya bersetubuh.
Dalam filsafat perempuan yang selama ini Beryl tau, bahwa salah satu ciri khas perempuan tidak mau jujur dengan perasaannya dan pura-pura malu buat mengatakan atau melakukan sesuatu.
"Jika memang harus cowo terlebih dahulu yang mulai menyalurkan inisiatif, ya oke - lah," batin Beryl.
"Ada apa, Rin sebenarnya? Ayo, cerita!" pinta Beryl.
"Ada banyak cewe di hati kamu," jawab Ririn ketus.
"Rin, kenapa sih kelakuanmu siang ini aneh banget?"
"Kamu mau lihat?" tanya Ririn sambil meraih handphone - Nya. Beryl menjadi heran dengan semua keseriusan Ririn.
*****
Ririn meraih ponselnya. Dengan cekatan ia membuka menu ponsel sambil tersenyum sendiri. Selanjutnya Ririn sibuk mencari - cari sesuatu di ponsel itu. Ada banyak hal yang ingin ditunjukkan Ririn pada Beryl dengan ponselnya.
Beryl diam melihat semua yang dilakukan Ririn.
"Selamat menikmati tayangan - tayangan romantis ini, Beryl!" kata Ririn sambil menyerahkan ponselnya pada Beryl setelah semua yang dicari - cari ditemukannya.
"Memang ada yang penting?" tanya Beryl terlihat bego.
"Tidak buat kamu. Tapi penting buat aku!"
"Baguslah kalau hanya penting buat kamu,"
"Silakan dilihat dulu, Beryl!"
"Iya..., tapi kamu gak usah marah - marah juga. Bilang aja kalo kamu sebenarnya sudah sangat ingin aku lama,"
"Bagus banget ucapanmu, Beryl!"
"Besok pun aku siap melamar kamu, Rin,"
"Silakan, Beryl! Ayok dilihat semua yang aku berikan ini!" paksa Ririn agar Beryl menuntaskan melihat semua bukti kegilaan Beryl yang disimpan di ponselnya.
Setelah dipaksa Ririn, mau tidak mau Beryl menuntaskan melihat semua bukti yang disimpan Ririn. Beryl hanya terbengong-bengong. Dalam hati bertanya, dari mana Ririn memperoleh semua itu?
"Bagaimana, Beryl?"
"Bagus, Rin. Mulai besok sepertinya kamu harus mengerahkan semua anak buahmu buat mengawal aku."
"Gak perlu nyindir atau pun ngatur aku,"
"Mulai besok aku siap kok dikawal."
"Hebat sandiwaramu, Beryl. Semua cewe cantik mau kamu kantong,"
"Kenapa jadi gak percaya sama aku, Rin? Besok tugasmu bersama anak buahmu membuat pengamanan aku dari cewe-cewe yang kamu curigai."
"Kamu pikir, aku akan tetap peduli sama kamu,"
"Kamu mesti tetap peduli dong, Rin. Makanya jangan lupa kerahkan anak buah biar gak ada cewe yang ganggu aku!"
"Duh.... Capek ngomong sama kamu bajingan,"
"Gampang, Rin. Makanya kita gak perlu ngomong yang neko-neko. Kita lakukan aja rencana yang tadi,"
"Rencana gila!"
Tanpa menunggu jawaban, Beryl segera merengkuh tubuh Ririn dan menganggap semua ocehan Ririn tadi gak penting.
Beryl segera membaringkan tubuh Ririn dan rasa tak sabar untuk segera menyalurkan hasratnya telah membuat rasa sadarnya sedikit menghilang. Hati Beryl sudah tidak sabar buat melepas seluruh baju Ririn.
Saat Beryl menyentuh kancing bajunya, Ririn berusaha untuk mendorongnya. Namun dengan cepat Beryl mengumpulkan tenaganya untuk secepatnya mendekap Ririn. Sengaja Beryl tak memberi kesempatan sedikit pun pada Ririn. Hal ini membuat Ririn benar - benar merasa tidak berdaya dan sangat terkejut. Tanpa disadari oleh Ririn, semua hal yang terjadi siang itu telah dipasang alat rekam dengan apik oleh Beryl.
Beryl menangkap sinyal kurang bagus yang ditunjukkan oleh Ririn. Makanya dia mempersiapkan kamera buat merekam semuanya.
Dengan cekatan Beryl telah melepas seluruh baju Ririn. Hanya tersisa bra dan celana dalam. Tampak tubuh Ririn yang halus dan mulus terbaring tanpa daya siap menjadi santapan lezat Beryl.
Tanpa membuang kesempatan lagi, Beryl segera mendekatkan bibirnya ke bibir Ririn. Kemudian dengan cepat, namun lembut segera melumat bibir Ririn yang ranum itu. Siang itu Ririn tak mampu menolaknya. Ia nikmati semua lumatan Beryl dengan desahannya yang kian menggoda.
Mereka berdua bergulat di atas ranjang dan lupa dengan semua perdebatan kecil yang sebelumnya dilancarkan Ririn.
Beryl menghentikan ciuman dan lumatannya, begitu melihat Ririn mulai membuka resletting celana Beryl, kemudian melepaskan baju Beryl.
Apa yang ada di pikiran Ririn kembali kalah dengan gelora rasa yang ada di dalam hatinya. Kehangatan yang ditawarkan Beryl siang itu, akhirnya lebih menggoda dari pada dibanding penolakan yang sebelumnya sempat dilakukan Ririn.
"Kau bius aku dengan apa, Beryl?" suara Ririn di antara desahan yang kian tak terkendali.
Mendengar desahan Ririn yang kian gelisah, Beryl tak menyia-nyiakan kesempatan itu.
"Kamu sudah siap, Rin?"
Ririn hanya mengangguk sambil memandang mata Beryl dengan sendu. Akhirnya.... Ririn harus menyerah pada Beryl. Akan ada pergulatan ranjang yang seru yang akan dilakukan keduanya....Penasaran Reader....
Setia terus di novel ini ya....
Thanks you....
Beryl dan Ririn saling tatap tanpa ada pembicaraan. Hanya mata mereka yang seperti berbicara dan bercerita tentang lagu cinta yang siang itu mereka nyanyikan di kamar 404. Lagu cinta dari dua insan yang sudah sulit untuk menahan diri dari gelora api cinta yang sepertinya siang itu kian membara, sepanas bara matahari yang siang itu panas memanggang.Sejurus kemudian, tak ingin menyia-nyiakan sebuah kesempatan, Beryl mendaratkan kecupan lembut namun garang ke wajah Ririn. Dengan mata dan jiwa yang pasrah, Ririn hanya bisa menikmati kecupan itu. Karena kenyataan selama ini dirinya selalu tak punya daya untuk melawan Beryl. Atau karena juga Ririn yang tak mampu menahan diri atas hasrat dan keinginan yang ditawarkan Beryl?"Kenapa lama, Beryl," suara manja Ririn sambil melingkarkan tangannya ke leher Beryl.Selama ini liarnya permainan Beryl sangat diakui oleh Ririn. Menyadari kegelisahan Ririn yang telah menunggu dengan tatapan yang sendu, Beryl yang
"Beryl memang bangsat," suara itu yang kini tengah berputaran di kepala Ririn."Dia memang lihai untuk menebar daya pikat pada wanita. Dia tak pernah puas dengan satu perempuan. Bajingan Kampus itu selalu mengoleksi banyak cewe. Berapa banyak lagi cewe-cewe yang menjadi sasaran barunya? Oke, Beryl, aku akan menyelidiki dunia yang selalu membuatmu terlena. Jangan kira aku akan kalah terus. Kamu kira memang, kamu bisa seenaknya menebar rayuan gombalmu padaku terus. Lalu kamu campakkan begitu saja setelah kamu bosan. Wanita lain bisa kamu perlakukan sebiadab itu. Tapi tidak terus - terusan dengan aku! "Di bawah terik mentari yang panas memijar di dalam avanza metalic milik Beryl kalimat kutukan itu terus menerus dilontarkan Ririn di dalam hati. Meski di sampingnya sambil memegang kendali mobil, Beryl sesekali masih bisa mencium wajah lembut Ririn. Wajah Ririn yang tirus, dengan mata yang bening, bulu matanya yang lentik, hidungnya yang mancung, dan bibirnya yang ranum.&n
"Ya Tuhan....., terima kasih telah Engkau pertemukan aku dengan jelita hati ini," kata Beryl mencoba merayu gadis itu."Aku gak cantik, Mas. Rupaku biasa saja." Gadis berbaju pink itu tersipu malu mendengar pujian Beryl.Beryl terpaku menatap wajah cantik yang tengah berdiri di depannya."Dunia belum terbalik rupanya. Gadis secantik kamu dengan malu-malu bilang gak cantik. Rupanya kamu memang gadis antik yang tengah aku cari. Semakin menggoda."Gadis itu masih berdiri di sudut ruang perpustakaan."Ngomong apa, Mas? Ah, terlalu berlebihan. Sudah beberapa jam aku di ruangan ini. Bagaimana kalau aku permisi duluan, Mas?" ujar gadis itu dengan sopan di depan Beryl.Beryl mengeluarkan sebuah kartu nama. Lalu diberikan pada gadis berbaju pink itu."Siapa tau besok berte
Di tempat parkir kendaraan, gadis berbaju pink itu memandang Beryl berkali-kali. Gadis itu tampak gelisah. Entah apa yang membuatnya gundah. Sedangkan matahari mulai condong ke barat. Langit tampak mulai kelam. Mereka para pengendara bermotor mulai menyalakan lampu kendaraan. Bukan itu saja, tapi lampu - lampu di jalan juga mulai menyala.Gadis berbaju pink itu kembali memandang Beryl. Dia seperti sedang menunggu sesuatu, namun Beryl pura-pura tidak menghiraukannya. Jahat! Padahal gadis itu tidak ada yang menjemput, sementara hari sudah mulai gelap.Kenapa Beryl tak menawari buat ngantar gadis itu ya? Gadis berbaju pink itu mulai menarik nafas dalam - dalam, berusaha meredam kejengkelannya. Suasana kampus juga mulai remang dan sepi."Kenapa masih bengong di situ?" tanya Beryl."Belum ada yang jemput," kata gadis berbaju pink.
“Ayok kita pulang.” Beryl membukakan pintu mobil lalu menyuruh Lidya masuk.“Terima kasih. Ternyata kamu sangat baik.” Puji Lidya pada Beryl.“Masama,” kata Beryl pelan.“Aku harus mengantarmu pulang kemana? Rumahmu di mana?” Tanya Beryl.Gadis berbaju pink itu tak segera menjawab. Tetapi ketika sampai di perempatan lampu merah, ia memberikan isyarat untuk menyuruh Beryl berbelok ke arah kiri.“Melewati jalur itu menuju rumahmu?” Lidya tak menjawab. Ia hanya mengangguk.“Di sebelah mana?”“Tak jauh dari sini.”“Aku tinggal di seputaran Bungur Asih.”Beryl pura-pura tak mendengar. Mereka tiba di depan terminal. Lampu-lampu di sudut terminal sudah mulai menerangi. Lidya menatap ke arah Beryl. Dalam hati gadis itu memuji. Ternyata Beryl cowo yang ganteng, mirip artis Korea. Lampu-lampu yang m
Beryl masih menatap mengawasi perempuan yang duduk di depannya. Namun, Bu Liana tetap tak acuh, sama sekali tak menghiraukan Beryl. Ruangan Bu Liana begitu sepi. Yang ada hanya deretan meja-meja kaca yang mengkilat kehitaman. Dosen perempuan itu terkesan angker. Kesan angker akan jelas terlihat jika dosen itu tengah menghadapi mahasiswa yang akan ujian.Dosen perempuan itu tampak membuka-buka buku yang ada di depannya. Tak tahu teori apa yang sedang dicarinya di buku itu untuk menjatuhkan mahasiswanya. Semua hal yang dilakukan dosen itu memang tepat untuk menambah wibawanya di depan mahasiswa agar tambah disegani.Hampir seperempat jam Beryl dibiarkan seperti patung di seberang meja Bu Liana. Dosen perempuan itu masih sibuk dengan pulpennya, menulis. Entah catatan kekurangan apa lagi yang dibuatnya. Rasanya Beryl kepo juga untuk tahu apa yang ditulis dosen perempuan itu. Namun, etika mahasiswanya mencegahnya buat usil pada sang dosen.
Beryl menuruni tangga dengan perasaan tak karuan. Perpaduan dari rasa gundah, khawatir, dan mungkin juga marah. Sepanjang kakinya menuruni tangga empat tingkat itu taka da sesuatu pun yang membuatnya menarik. Dia juga sama sekali tak tertarik untuk mengamati wajah-wajah sumringah penuh pupur dan make up yang begitu tebalnya daric ewe-cewe yang berjalan berpapasan dengannya. Dia juga tak tertarik untuk menikmati pinggul cewe-cewe yang bergoyang dan berlenggok di depannya. Menghadapi pemandangan seperti itu biasanya Beryl selalu menelan saliva karena merasa tergoda. Tapi kali ini semua seperti kelabu. Salivanya kini terasa pahit.Matahari senja masih menyisakan sinar hangatnya di atas atap kampus Universitas Airlangga. Hanya sisa hangat yang samar berbaur dengan sejuk angin kemarau. Tapi hatinya masih seperti digodok yang panasnya jauh lebih panas dari panasnya matahari karena sekian kali tak lulus ujian pada mata kuliah Bu Liana. Ya, tak lulus ujian. Persoalan terb
“Begini, Beryl. Tadi Bu Liana meminta dewan dosen untuk bersidang membahas persoalanmu. Menurut Bu Liana, kamu telah menghina dan meremehkannya. Apa betul seperti itu? Saya ingin mendengar keterangan langsung darimu.”Mendengar semua penjelasan ketua jurusan, Beryl jadi terperanjat di atas kursi tamu yang tengah dia duduki di rumah ketua jurusan. Mata Beryl tak berkedip menatap ketua jurusan fakultasnya. Sementara ketua jurusan juga mengawasinya.“Sampai sebegitunya, Pak?” kata Beryl dengan gugup.“Iya, Beryl. Bu Liana menginginkan semua persoalan ini masuk dalam agenda sidang dosen. Sepertinya dia sangat marah dan tersinggung. Yang aku pahami dari penjelasannya, dia mengajukan opsi, kamu dikeluarkan atau dia yang keluar.”“Sampai sebegitunya, Pak?” Tanya Beryl kembali.“Iya, begitulah Beryl. Dan dalam kasus seperti ini belum ada sejarah dosen yang harus keluar. Kamu menger
Dalam hati, Beryl merasa senang dan puas ketika membuka ponsel Bu Liana, di sana hanya ada foto-foto Bu Liana dan suaminya. Ditambah juga yang ada foto-foto mesra Bu Liana dengan dirinya dulu, sebelum Bu Liana menikah dengan ketua jurusan.Ketika Beryl tahu bahwa foto-foto mesranya dulu dengan Bu Liana masih tersimpan, hatinya merasa berbunga. Dan hal itu dimanfaatkan Beryl untuk memandang wajah cantiknya Bu Liana. Diam-diam Beryl tersenyum. Beryl menikmati wajah Bu Liana di wajah terpaan cahaya matahari. Entah, mengapa Beryl merasa terpukau kembali dengan kecantikan Bu Liana.Beryl segera mengalihkan pandangannya ke depan kembali saat Bu Liana mulai menyadari kalau Beryl sering mencuri kesempatan untuk memandangnya.“Beryl. Ngapain dari tadi aku lihat kamu sering senyum-senyum sandiri? Kamu gak lagi sedang melihat Widya, bukan?” pertanyaat Bu Liana sempat membuat Beryl merasa terkejut.“
“Beryl, bisa gak sore ini jemput aku di bengkel mobil? Mobilku harus masuk bengkel.” Sebuah chat wa masuk ke ponsel Beryl.Sore itu, Beryl tengah berbaring di kamar kontrakannya sambil matanya memandang langit-langit kamar dengan pandangan yang kosong dan hampa. Begitulah yang dialami Beryl setelah kejadian di rumah sakit, bahwa Tuan setephani menyatakan dirinya dan Widya sudah bertunangan.“Bisa, Bu Lia. Siap. Pokoknya, oke deh.”Beberapa saat kemudian Beryl sudah meluncur di jalanan dengan menggunakan mobilnya untuk menuju ke sebuah bengkel mobil di mana mobil Bu Liana harus masuk ke bengkel itu.Senja itu Beryl mengenakan jaket berwarna hitam yang merupakan jaket kebesarannya, dipadu dengan mengenakan bawahan jeans berwarna biru tua, dan sepatu adidas warna putih yang sangat dibanggakannya.Setelah dulu hubungan Beryl dan Bu Liana sempat tidak baik, namun setelah semua kesalahpahaman di antara mereka ter
"Mengapa aku harus sekasar itu kepada Bu Liana? Pada hal ia sangat baik kepadaku. Kenapa aku jadi sekasar itu padanya? Mengapa aku harus marah-marah seperti itu hanya karena Bu Liana membicarakan Beryl?.Kemudian bayangan Beryl menggantikan bayangan Bu Liana. Rasanya tak sulit menukarkan lukisan bayangan itu. Sebabwajah Beryl sudah sangat dihafalnya selama ini. Mengapa aku harus semarah itu hanya karena Bu Liana mengatakan bahwa Beryl itumencintaiku? Haruskah aku marah hanya karena Beryl mencintaiku?Widya masih menelentang. Dia menatap langit-langit kamar. Dan, kesadarannya hinggap lagi.Kenapa sekarang semudah ini aku membalikkan tubuh? Padahal, hari-hari kemarin tubuhku terasa lemas danlunglai sekali.Kemudian sepanjang sore dan malam harinya Widya menimbang-nimbang pertanyaan demi pertanyaan yang muncul di kepalanya. Dia ingin hari cepat berganti. Ingin sore cepat datang. Kemudian ingin segera tergantikan oleh pagi. Widya
Dokter Rendra menatap keempat orang yang ada di hadapannya.“Saya sangat mengharapkan bantuan dari kalian semuanya,” kata dokter itu.Sesaat kemudian dokter itu diam. Hanya matanya yang memandang ke empat orang itu dengan berpindah-pindah.Beryl gelisah, dan keringat dingin itu mengalir di keningnya. Penyejuk ruangan itu tak mampu meredakan gemuruh yang bergolak dalam dirinya.Mata Dokter Rendra menghunjamkan pandangan matanya kepada Beryl. Hal itu membuat Beryl menjadi resah dan tak nyaman.“Kamu mencintainya, Beryl?” kata Bu Liana tiba-tiba.Tawa Antonio kemudian meledak.“Oh, iya, saya lupa. Belum saya perkenalkan. Ini Saudara Beryl,” kata Antonio kepada Dokter Rendra.“Dan, saya sendiri Antonio.”Dokter Rendra mengangguk-angguk, kemudian dokter itu berkata yang ditujukan buat Beryl.“Kalau Saudara dapatmengeluarkan dia dari keadaannya se
“Oh, ya, Beryl. Perempuan yang kamu cintai itu sangat cantik. Tubuhnya juga langsing.”“Masih lebih cantik, Bu Liana. Asal tak terlalu banyak makan coklat sama minum es KRIM saja.”“Sekarang aku mau minum jus advokat. Bagus, ‘kan?”“Yah,” kata Beryl sambil menjentik ujung hidung Bu Liana .“Hidung perempuan yang bernama Widya itu juga bagus sekali. Sangat mancung, juga sangat indah . Harmonis dan serasi dengan mulutnya. Kasihan sekali jika melihat dia menangis. Menangisnya nggak bersuara. Kalau aku nggak bisa nangis model dia. Kalau aku yang nangis pasti bersuara.”Beryl hanya merenungi gelas minuman yang ada di depannya.“Widya itu cantik sekali,” kata Bu Liana.“Tapi, wajahnya terlihat sedih sekali.Apakah anaknya hanya satu itu, Beryl?”“Katanya, iya.”“Lalu suaminya di mana seka
Mereka berdiri di dekat kamar pasien di tempat anak Widya berbaring.“Luka-lukanya telah kami obati,” lanjut dokter itu.“Tetapi, dalam kasus kecelakaan anak ini ternyata kepalanya terkena benturan benda keras.”Antonio dan Beryl sama-sama menahan nafas.“Kami sudah berusaha dengan maksimal. Kita tunggu hasilnya," kata dokter itu lembut.“Hanya, sembilan dari sepuluh orang yang mengalami kasus dan kondisi seperti kondisi yang dialami anak ini belum dapat dibantu oleh ilmu kedokteran modern kita.”Antonio dan Beryl saling pandang.“Maksud Dokter apa?” keduanya bertanya tak mengerti.“Tadi perawat sempat bilang, ibu dari anak itu kondisinya agak lemah. Maka dari itu kita harus bijaksana untuk memberitahukan kenyataan ini padanya. Kami masih berusaha sebisa mungkin. Tapi, perlu
Rumah sakit itu terlihat hening. Mereka berpapasan dengan perawat bermatabening dan berpakaian serba putih. Salah seorang perawat itu tadi membantu dokter yang merawat anak Widya.Perawat itu tersenyum ke arah tiga orang yang dipapasinya. Perawat itu mencoba menduga siapa ibu anak kecil yang terluka itu. Perawat itu agak bingung sebab kedua perempuan itu sama-sama berwajah rusuh.Perawat itu mengarahkan ucapannya kepada Anton“Apakah ada yang berdarah golongan A?”Antonio menggeleng.“Saya golongan O,” katanya sambil menoleh ke arah dua perempuan yang ada di sampingnya.Widya dan Istri Antonio hanya menggeleng.“Anak Tuan memerlukan transfusi darah. Kami memang punya persediaan, tetapi terbatas. Akan lebih baik kalauTuan menyediakan donor.”“Apakah parah keadaannya?” tanya Widya terbata-bata.Perawat itu tersenyum lembut.“Dia perlu banyak tam
Dan, tiba-tiba, suara jeritan anak Widya dari luar rumah mengagetkan mereka. Ketiganya terlompat bersamaan dari duduk mereka.Ketiganya berlarian ke halaman. Anak Widya tak kelihatan lagi. Kemanakah anak itu?Ketiganya ke luar halaman. Di gang, ada kerumunan orang. Sementara itu, suara derum mesin motor meninggalkan dan lenyap di mulut gang.Kerumunan itu tersibak oleh tangan Antonio. Dan, jantung Antonio seperti mau copot. Di gang itu terbaring anak Widya. Anak itu berlumuran darah. Saliva Antonio terasa pahit. Anak Widya mengalami kecelakaan.“Angga!” jerit Widya bersamaan dengan jerit istri Antonio.Kemudian, entah berapa kali Widya mendesahkan nama anaknya. Dan tidak lama kemudian Widya pingsan. Beberapa orang yangberkerumun menolong Widya, membawa tubuh Widya masuk ke kontrakannya.Antonio mengangkat tubuh anak Wid
Begitu tiba di kontrakannya, Widya langsung membenamkan tangisnya ke bantal. Tangis yang sebenarnya berusaha untuk ditahannya, tapi akhirnya pecah juga. Siang yang terik membuat kamarnya terasa bertambah pengap. Bukan hanya pengap, tapi juga terasa panas. Sedang dari luar terdengar suara anak nya yang begitu riang gembira dicandai oleh pembantunya. Maka, tangis Widya semakin tersekap. Widya tidak ingin tangis itu terdengar oleh anaknya.Widya merasakan semakin sempurnalah nestapa yang kini melandanya. Sempurnalah sudah semuanya. Widya mengeluh diam-diam. Ibaratnya dia terjerumus ke dalamjurang yang sangat terjal, seperti itulah rasa sakit yang kini diderita Widya. Setelah semua disadarinya betapa jauhnya langit, disadarinyalah pula bahwa jurang yang menjerumuskannya itu teramat dalam. Lalu, terasa betapa sepi, Widya sendirian menanggunghempasan ke dalam jurang yang tak menyimpan harapan baik. Yang tak menyimpan harapan seperti yang