Home / Romansa / Playboy Kampus / Nasihat Ketua Jurusan

Share

Nasihat Ketua Jurusan

Author: Krisna M
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
“Begini, Beryl. Tadi Bu Liana meminta dewan dosen untuk bersidang membahas persoalanmu. Menurut Bu Liana, kamu telah menghina dan meremehkannya. Apa betul seperti itu? Saya ingin mendengar keterangan langsung darimu.”

Mendengar semua penjelasan ketua jurusan, Beryl jadi terperanjat di atas kursi tamu yang tengah dia duduki di rumah ketua jurusan. Mata Beryl tak berkedip menatap ketua jurusan fakultasnya. Sementara ketua jurusan juga mengawasinya.

“Sampai sebegitunya, Pak?” kata Beryl dengan gugup.

“Iya, Beryl. Bu Liana menginginkan semua persoalan ini masuk dalam agenda sidang dosen. Sepertinya dia sangat marah dan tersinggung. Yang aku pahami dari penjelasannya, dia mengajukan opsi, kamu dikeluarkan atau dia yang keluar.”

“Sampai sebegitunya, Pak?” Tanya Beryl kembali.

“Iya, begitulah Beryl. Dan dalam kasus seperti ini belum ada sejarah dosen yang harus keluar. Kamu menger
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Playboy Kampus    Dialog Tentang Lidya

    Di dalam hati Beryl merasa takut ketika dia harus memikirkan Ririn dan ancaman-ancamannya. Maka sebisa mungkin Beryl berusaha menghindari pertemuan dengan Ririn. Juga berusaha sebisa mungkin tidak menghubungi Ririn lewat media sosial. Membayangkan Ririn seperti membayangkan seorang polisi yang siap menyeretnya ke sel penjara. Itulah yang kini selalu membayangi pikiran Beryl. Entahlah! Apakah ini semua berlebihan. Namun, begitulah yang kini tengah dirasakannya.Beryl tak bisa memastikan apakah semua sikap Ririn bisa berubah lagi. Dulu, di mata Beryl tak pernah ada cewe lain yang mampu melebihi Ririn, begitu lembut, perasa, pengertian, dan pintar. Tapi sekarang, kenapa Ririn berubah menjadi penjajah bagi dirinya? Penjajah kemerdekaannya. Kesetiaan jenis apa yang sebenarnya dimiliki oleh Ririn. Begitu mengikatkah? Seseuatu yang indah dan romantis dalam percintaan dengan Ririn seperti sudah lenyap. Apakah cinta hanya sebuah sarana untuk mencapai sebuah ikatan yang namanya p

  • Playboy Kampus    Senja di Rumah Lidya

    Beryl masih berdiri di depan rumah yang berpagar mewah itu. Ia meneliti keadaan di sekitarnya. Bunga-bunga yang begitu indah sore itu bermekaran dengan aroma yang begitu wangi. Pintu pagar rumah itu tak terkunci. Menunjukkan rumah itu ada penghuninya. Dengan pelan, Beryl mencoba mendorong pintu pagar itu. Bunyi keras terdengar dari pagar yang di dorong Beryl. Apa yang dilakukan Beryl begitu mengejutkan bagi perempuan setengah baya yang tengah menyiram bunga di taman samping rumah. Sejenak perempuan itu menghentikan aktivitasnya. Dia menatap ke arah rambut gondrong Beryl yang dari beberapa waktu lalu belum sempat di potong. Perempuan itu mengeryitkan dahinya, merasa heran dengan sikap Beryl yang dinilainya kurang memiliki tata karma.Beryl mencoba tersenyum pada perempuan setengah baya itu. Namun, perempuan itu bersikap lain. Terlihat merasa kurang suka dengan kedatangan Beryl. Beryl menjadi salah tingkah.“Selamat sore, Bu. Saya teman Lidya.”

  • Playboy Kampus    Aksi Mahasiswa

    Kerumunan mahasiswa Universitas Airlangga itu kian bertambah banyak. Mereka berkumpul di hamparan rumput yang dinaungi pepohonan yang rindang. Lingkaran besar telah terbentuk. Mereka akan mengadakan kegiatan Gelar Sastra yang dimotori oleh mahasiswa jurusan sastra dari Fakultas Ilmu Budaya. Pada kegiatan gelar sastra itu mereka akan mengadakan acara pembacaan puisi.Mata Beryl berkeliling di antara sekian banyak mahasiswa. Dia berusaha mencari tempat yang yang luang. Beberapa penyair kenamaaan Jawa Timur dan sekitarnya sudah hadir dan siap untuk membacakan lembar-lembar puisinya.Mata Beryl masih berkeliling. Kali ini pandangan matanya jatuh pada Lidya yang tangah duduk di bawah pohon cemara. Dengan hati-hati dan pelan-pelan, Beryl berusaha mencari jalan agar bisa duduk di dekat Lidya.“Hai?” sapa Beryl pada Koko yang tengah duduk di samping Lidya.“Hai, Lidya,” lanjut Beryl menoleh ke arah Lidya.&ldqu

  • Playboy Kampus    Berangkat Menjalani Riset

    Rombongan mahasiswa fakultas Ilmu Budaya itu telah siap. Mereka semua sudah berkumpul di kampus. Bus yang akan mengantar mereka juga sudah tiba sedari tadi. Beryl telah mengatur tempat duduk untuk rombongan yang ikut riset. Ririn juga ikut dalam rombongan itu. Wajah Ririn terlihat cerah. Dan Bu Liana tetap seperti biasanya, angker. Namun tetap cantik. Mata Bu Liana begitu acuh mengamati keadaan di sekelilingnya. Bahkan tak mau menyinggahkan pandangannya sedikit pun ke arah Beryl. Juga saat Beryl mempersilakannya duduk di bus di kursi paling depan, tak satu huruf pun dia menjawab.Tempat yang akan mereka tuju untuk mengadakan riset yaitu di daerah sekitar Gunung Bromo. Mereka akan meneliti kawasan industri dan dampaknya terhadap kehidupan masyarakat di sekitar BromoBus yang membawa mereka telah melaju meninggalkan kampus Unair. Beryl duduk di kursi deretan paling belakang bersama Joni.“Tolong kamu urus Ririn selama pelaksanaan riset,”

  • Playboy Kampus    Dilema Cinta

    Lidya masih terdiam. Perempuan setengah baya yang menjadi ibu kostnya itu menatapnya. Setiap kedipan mata yang dilakukan Lidya selalu tertangkap oleh perempuan itu.“Bagaiamana menurutmu tentang cowo yang tadi, Lidya?”“Lidya hanya mengangapnya sebagai teman, Bu.”“Baguslah kalau Lidya hanya menganggapnya seperti itu. Demikian juga dengan dia. Tapi kalau dia punya perasaan yang beda, kemudian tunanganmu dating?”Kembali Lidya diam. Pelan-pelan Lidya mengalihkan pandangannya kepada perempuan setengah baya itu.“Jujur Lidya, ibu kurang simpati pada cowo gondrong tadi. Kamu perlu hati-hati. Siapa tahu saja dia mengira mendapatkan angin segar darimu. Meskipun ibu ini hanya ibu kostmu, ibu tetap berharap Lidya menjadi gadis yang baik. Jangan menjadi perempuan yang suka mempermainkan laki-laki.”“Selama kami kenal, kami tak pernah mempermasalahkan soal cinta, Bu.&rdquo

  • Playboy Kampus    Memanggil Dukun Pijat

    Kelompok mahasiswa yang melakukan riset di sekitar kawasan Bromo, Probolinggo, Jawa Timur masih terus berlanjut sampai beberapa hari ke depan. Serangkaian kegiatan dengan masyarakat desa setempat telah mereka laksanakan. Mereka harus mengunjungi satu desa ke desa yang lain, demi mengumpulkan kelengkapan data. Mereka beralih dari satu tempat ke tempat yang lain yang ada di kawasan Cemoro Lawang.Dari belakang, Beryl mengiringi langkah Bu Liana yang tengah berjalan di bawah naungan sang surya. Namun, panas matahari itu tetap tak terasa bagi mereka karena kawasan yang dingin di daerah itu. Meskipun begitu kulit bersihnya Bu Liana terlihat kemerahan. Wajah dosen muda itu juga terlihat ceria. Rambutnya dibelai angin kemarau.Beryl dan Bu Liana masih berjalan tanpa bersuara. Beryl tahu pasti Bu Liana sudah merasa capek. Jalanan berbatu, menanjak dan menurun.“Siapakah yang memimpin riset untuk desa yang di sana?” tiba-tiba saja Bu Liana

  • Playboy Kampus    Kita Jalan-jalan, yok

    Pagi itu matahari mulai muncul dari balik gunung Bromo. Semburatnya membuyarkan embun-embun pagi yang menelimuti daerah sekitarnya. Di atas rerumputan yang ada di depan rumah tempat rombongan mahasiswa itu menginap masih terlihat kristal-kristal embun bak mutiara yang indah. Beberapa mahasiswa telah meninggalkan kamarnya untuk menikmati sejuknya udara pagi di pegunungan. Mereka terlihat lucu, di antaranya ada yang berkerudung sarung layaknya penduduk desa itu. Yang lebih gila lagi, di antara mereka pun ada yang meniru kebiasaan warga desa setempat yang sambil duduk-duduk dengan menghisap rokok lintingan sendiri. Warga desa biasa menyebutnya rokok “tingwe” (Nglinting dewe). Udara yang cukup dingin di desa itu membuat mereka bermalas-malasan untuk segera memulai aktivitas.Namun, di antara mereka semua sangat berbeda dengan yang baru saja dilakukan oleh Beryl. Beryl telah pulang dari pancuran untuk mandi. Dan kali ini dia mengendap-endap kamar Joni. Ternyata J

  • Playboy Kampus    Teori Sigmuend Frued

    Matahari semakin melangkah melewati pucuk-pucuk pinus dan cemara. Pandangan mata mereka berdua sering bertabrakan. Bu Liana terlihat bahagia dengan senyumnya yang mengembang. Mereka tengah asyik melanjutkan makan coklat.“Andai saja dari dulu saya tahu ternyata Bu Liana sebaik ini,” kata Beryl yang diiringi dengan tawa.“Andai saja juga dari dulu aku tahu kamu tidak sebrengsek yang aku duga,” jawab Bu Liana sambil mencubit lengan Beryl.“Lalu, sekarang?” Tanya Beryl sambil memberikan remasan di jari tangan perempuan yang menjadi dosennya.Bu Liana membalas remasan Beryl. Kemudian mereka berdua saling memberikan remas

Latest chapter

  • Playboy Kampus    Pergi Ke Diskotik

    Dalam hati, Beryl merasa senang dan puas ketika membuka ponsel Bu Liana, di sana hanya ada foto-foto Bu Liana dan suaminya. Ditambah juga yang ada foto-foto mesra Bu Liana dengan dirinya dulu, sebelum Bu Liana menikah dengan ketua jurusan.Ketika Beryl tahu bahwa foto-foto mesranya dulu dengan Bu Liana masih tersimpan, hatinya merasa berbunga. Dan hal itu dimanfaatkan Beryl untuk memandang wajah cantiknya Bu Liana. Diam-diam Beryl tersenyum. Beryl menikmati wajah Bu Liana di wajah terpaan cahaya matahari. Entah, mengapa Beryl merasa terpukau kembali dengan kecantikan Bu Liana.Beryl segera mengalihkan pandangannya ke depan kembali saat Bu Liana mulai menyadari kalau Beryl sering mencuri kesempatan untuk memandangnya.“Beryl. Ngapain dari tadi aku lihat kamu sering senyum-senyum sandiri? Kamu gak lagi sedang melihat Widya, bukan?” pertanyaat Bu Liana sempat membuat Beryl merasa terkejut.“

  • Playboy Kampus    Mengantar Dosenku

    “Beryl, bisa gak sore ini jemput aku di bengkel mobil? Mobilku harus masuk bengkel.” Sebuah chat wa masuk ke ponsel Beryl.Sore itu, Beryl tengah berbaring di kamar kontrakannya sambil matanya memandang langit-langit kamar dengan pandangan yang kosong dan hampa. Begitulah yang dialami Beryl setelah kejadian di rumah sakit, bahwa Tuan setephani menyatakan dirinya dan Widya sudah bertunangan.“Bisa, Bu Lia. Siap. Pokoknya, oke deh.”Beberapa saat kemudian Beryl sudah meluncur di jalanan dengan menggunakan mobilnya untuk menuju ke sebuah bengkel mobil di mana mobil Bu Liana harus masuk ke bengkel itu.Senja itu Beryl mengenakan jaket berwarna hitam yang merupakan jaket kebesarannya, dipadu dengan mengenakan bawahan jeans berwarna biru tua, dan sepatu adidas warna putih yang sangat dibanggakannya.Setelah dulu hubungan Beryl dan Bu Liana sempat tidak baik, namun setelah semua kesalahpahaman di antara mereka ter

  • Playboy Kampus    Tunangan Dengan Setephani

    "Mengapa aku harus sekasar itu kepada Bu Liana? Pada hal ia sangat baik kepadaku. Kenapa aku jadi sekasar itu padanya? Mengapa aku harus marah-marah seperti itu hanya karena Bu Liana membicarakan Beryl?.Kemudian bayangan Beryl menggantikan bayangan Bu Liana. Rasanya tak sulit menukarkan lukisan bayangan itu. Sebabwajah Beryl sudah sangat dihafalnya selama ini. Mengapa aku harus semarah itu hanya karena Bu Liana mengatakan bahwa Beryl itumencintaiku? Haruskah aku marah hanya karena Beryl mencintaiku?Widya masih menelentang. Dia menatap langit-langit kamar. Dan, kesadarannya hinggap lagi.Kenapa sekarang semudah ini aku membalikkan tubuh? Padahal, hari-hari kemarin tubuhku terasa lemas danlunglai sekali.Kemudian sepanjang sore dan malam harinya Widya menimbang-nimbang pertanyaan demi pertanyaan yang muncul di kepalanya. Dia ingin hari cepat berganti. Ingin sore cepat datang. Kemudian ingin segera tergantikan oleh pagi. Widya

  • Playboy Kampus    Hanya Cinta

    Dokter Rendra menatap keempat orang yang ada di hadapannya.“Saya sangat mengharapkan bantuan dari kalian semuanya,” kata dokter itu.Sesaat kemudian dokter itu diam. Hanya matanya yang memandang ke empat orang itu dengan berpindah-pindah.Beryl gelisah, dan keringat dingin itu mengalir di keningnya. Penyejuk ruangan itu tak mampu meredakan gemuruh yang bergolak dalam dirinya.Mata Dokter Rendra menghunjamkan pandangan matanya kepada Beryl. Hal itu membuat Beryl menjadi resah dan tak nyaman.“Kamu mencintainya, Beryl?” kata Bu Liana tiba-tiba.Tawa Antonio kemudian meledak.“Oh, iya, saya lupa. Belum saya perkenalkan. Ini Saudara Beryl,” kata Antonio kepada Dokter Rendra.“Dan, saya sendiri Antonio.”Dokter Rendra mengangguk-angguk, kemudian dokter itu berkata yang ditujukan buat Beryl.“Kalau Saudara dapatmengeluarkan dia dari keadaannya se

  • Playboy Kampus    Terapi Cinta

    “Oh, ya, Beryl. Perempuan yang kamu cintai itu sangat cantik. Tubuhnya juga langsing.”“Masih lebih cantik, Bu Liana. Asal tak terlalu banyak makan coklat sama minum es KRIM saja.”“Sekarang aku mau minum jus advokat. Bagus, ‘kan?”“Yah,” kata Beryl sambil menjentik ujung hidung Bu Liana .“Hidung perempuan yang bernama Widya itu juga bagus sekali. Sangat mancung, juga sangat indah . Harmonis dan serasi dengan mulutnya. Kasihan sekali jika melihat dia menangis. Menangisnya nggak bersuara. Kalau aku nggak bisa nangis model dia. Kalau aku yang nangis pasti bersuara.”Beryl hanya merenungi gelas minuman yang ada di depannya.“Widya itu cantik sekali,” kata Bu Liana.“Tapi, wajahnya terlihat sedih sekali.Apakah anaknya hanya satu itu, Beryl?”“Katanya, iya.”“Lalu suaminya di mana seka

  • Playboy Kampus    Widya Pingsan

    Mereka berdiri di dekat kamar pasien di tempat anak Widya berbaring.“Luka-lukanya telah kami obati,” lanjut dokter itu.“Tetapi, dalam kasus kecelakaan anak ini ternyata kepalanya terkena benturan benda keras.”Antonio dan Beryl sama-sama menahan nafas.“Kami sudah berusaha dengan maksimal. Kita tunggu hasilnya," kata dokter itu lembut.“Hanya, sembilan dari sepuluh orang yang mengalami kasus dan kondisi seperti kondisi yang dialami anak ini belum dapat dibantu oleh ilmu kedokteran modern kita.”Antonio dan Beryl saling pandang.“Maksud Dokter apa?” keduanya bertanya tak mengerti.“Tadi perawat sempat bilang, ibu dari anak itu kondisinya agak lemah. Maka dari itu kita harus bijaksana untuk memberitahukan kenyataan ini padanya. Kami masih berusaha sebisa mungkin. Tapi, perlu

  • Playboy Kampus    Donor Darah

    Rumah sakit itu terlihat hening. Mereka berpapasan dengan perawat bermatabening dan berpakaian serba putih. Salah seorang perawat itu tadi membantu dokter yang merawat anak Widya.Perawat itu tersenyum ke arah tiga orang yang dipapasinya. Perawat itu mencoba menduga siapa ibu anak kecil yang terluka itu. Perawat itu agak bingung sebab kedua perempuan itu sama-sama berwajah rusuh.Perawat itu mengarahkan ucapannya kepada Anton“Apakah ada yang berdarah golongan A?”Antonio menggeleng.“Saya golongan O,” katanya sambil menoleh ke arah dua perempuan yang ada di sampingnya.Widya dan Istri Antonio hanya menggeleng.“Anak Tuan memerlukan transfusi darah. Kami memang punya persediaan, tetapi terbatas. Akan lebih baik kalauTuan menyediakan donor.”“Apakah parah keadaannya?” tanya Widya terbata-bata.Perawat itu tersenyum lembut.“Dia perlu banyak tam

  • Playboy Kampus    Kecelakaan

    Dan, tiba-tiba, suara jeritan anak Widya dari luar rumah mengagetkan mereka. Ketiganya terlompat bersamaan dari duduk mereka.Ketiganya berlarian ke halaman. Anak Widya tak kelihatan lagi. Kemanakah anak itu?Ketiganya ke luar halaman. Di gang, ada kerumunan orang. Sementara itu, suara derum mesin motor meninggalkan dan lenyap di mulut gang.Kerumunan itu tersibak oleh tangan Antonio. Dan, jantung Antonio seperti mau copot. Di gang itu terbaring anak Widya. Anak itu berlumuran darah. Saliva Antonio terasa pahit. Anak Widya mengalami kecelakaan.“Angga!” jerit Widya bersamaan dengan jerit istri Antonio.Kemudian, entah berapa kali Widya mendesahkan nama anaknya. Dan tidak lama kemudian Widya pingsan. Beberapa orang yangberkerumun menolong Widya, membawa tubuh Widya masuk ke kontrakannya.Antonio mengangkat tubuh anak Wid

  • Playboy Kampus    Tentang Kenangan

    Begitu tiba di kontrakannya, Widya langsung membenamkan tangisnya ke bantal. Tangis yang sebenarnya berusaha untuk ditahannya, tapi akhirnya pecah juga. Siang yang terik membuat kamarnya terasa bertambah pengap. Bukan hanya pengap, tapi juga terasa panas. Sedang dari luar terdengar suara anak nya yang begitu riang gembira dicandai oleh pembantunya. Maka, tangis Widya semakin tersekap. Widya tidak ingin tangis itu terdengar oleh anaknya.Widya merasakan semakin sempurnalah nestapa yang kini melandanya. Sempurnalah sudah semuanya. Widya mengeluh diam-diam. Ibaratnya dia terjerumus ke dalamjurang yang sangat terjal, seperti itulah rasa sakit yang kini diderita Widya. Setelah semua disadarinya betapa jauhnya langit, disadarinyalah pula bahwa jurang yang menjerumuskannya itu teramat dalam. Lalu, terasa betapa sepi, Widya sendirian menanggunghempasan ke dalam jurang yang tak menyimpan harapan baik. Yang tak menyimpan harapan seperti yang

DMCA.com Protection Status