Rose pulang bersama Davin yang langsung pergi setelah menurunkannya.
"Aku ada urusan bentar," kata Davin setelah mengantarnya pulang.
Rose hanya mengangguk kemudian masuk rumah, dia melihat Dina sedang duduk di sofa ruang tamu.
"Udah pulang Ros?" tanya Dina begitu melihat calon menantunya memasuki rumah. "Loh, dimana Davin?"
"Ada urusan bentar Tan," jawab Rose.
Rose menghampiri Dina untuk menyalami wanita itu, tadi dia belum mengucapkan salam dengan benar. Bahkan Rose langsung pergi bersama Davin. Dia belum sempat berbincang dengan Dina.
"Makasih ya Tan, udah bantu aku tadi pagi."
"Loh, itu udah jadi tanggung jawab Tante. Kan yang tante bantu calon mantu sendiri bukan orang lain."
Rose tersenyum mendengar ucapan Dina. Ia senang, setidaknya orang tua Davin mendukungnya. Meskipun tidak dengan pria itu. Rose tahu, Davin tidak mungkin meninggalkan Kayla.
"Tan..."
"Iya Ros, kenapa?"
Rose yang duduk di sebelah Dina langsung menggeser posisi duduknya supaya bisa berhadapan dengan wanita itu.
"Ada apa, Sayang?" Dina yang melihat kegusaran pada wajah Rose merasa bingung.
"Apa benar Davin udah punya pacar?"
"Kamu… tahu darimana?" Dina terkejut, sesuatu yang berusaha dia sembunyikan dari Rose, justru wanita itu sudah tahu lebih dulu.
"Jadi bener ya Tan?"
"Ros, dengerin tante. Apa yang dijalani Davin sekarang ini nggak ada artinya. Cepat atau lambat Davin akan meninggalkan wanita itu."
"Itu menurut Tante, tapi nggak bagi Davin. Davin sendiri yang ngomong sama aku."
Dina menekan emosinya begitu mengetahui bahwa putranya sendiri yang mengatakannya pada Rose.
"Dengar Ros, karena kamu udah tahu semuanya, tante nggak bisa bohong lagi sama kamu. Memang benar Davin punya pacar dan tante baru tahu kemarin. Tapi, kamu nggak usah khawatir. Yang perlu kamu lakukan sekarang, buat Davin tergila-gila sama kamu dan meninggalkan pacarnya itu," tutur Dina.
Rose mengangguk setuju dengan usul Dina, memang itu rencananya sejak awal. Rose akan membuat Davin terus berada di sampingnya hingga melupakan kekasihnya. Hanya saja, dia masih penasaran dengan wanita bernama Kayla itu. Rose ingin tahu, seberapa hebat Kayla itu hingga Davin memilihnya.
"Iya Tan, aku akan mengikuti saran tante. Sekarang aku mau mandi dulu, badanku udah lengket banget,” pamit Rose.
"Ros, hubungi mamamu. Dia mengkhawatirkanmu. Dan juga, jangan bertengkar dengannya gara-gara Davin,” nasihat Dina.
"Siap Tan."
Rose menaiki tangga menuju kamar Davin. Dia belum memindahkan barang-barangnya ke ruang tamu, jadi dia akan numpang mandi di kamar Davin terlebih dahulu.
Disaat Rose sudah mengambil handuk dan kimononya, tiba-tiba ponselnya berdering. Meskipun hanya tertera sebuah nomor di layarnya, tetapi Rose tahu telepon dari siapa itu.
"Halo, bagaimana?" tanya Rose tanpa tedeng aling-aling.
"Aku sudah mengirim foto dan informasinya ke nomormu."
"Bagus, aku akan kirim bayaranmu. Ingat, terus awasi wanita itu dan laporkan semuanya padaku."
"Baik."
Rose mematikan panggilannya, beralih pada foto w******p yang dikirimkan orang suruhannya untuk mencari tahu mengenai Kayla.
Rose terdiam cukup lama begitu melihat wajah Kayla, ia bahkan sampai membesarkan foto tersebut. Mengoreksi apakah benar wanita dalam foto itu adalah Kayla, pacar Davin yang sempat dia lihat di taman mini tadi.
Rose memiliki ingatan kuat, dia sangat yakin wanita itu yang dia lihat bersama Alan tadi sore. Rose menyunggingkan senyum puas. Ternyata Kayla hanya wanita murahan yang menjajakan dirinya pada pria seperti Davin dan Alan. Sungguh murahan.
"Hah... Ternyata sainganku nggak sepadan denganku," ucap Rose merasa lega. "Aku hanya tinggal mencari bukti mengenai perselingkuhan mereka."
Rose melempar ponselnya ke tempat tidur kemudian melanjutkan rencananya untuk mandi.
***
Flashback
Alan yang memang sedang senggang mengajak Kayla ke taman mini. Ia merasa perlu menghabiskan waktu berdua bersama Kayla. Bukan secara sembunyi-sembunyi yang seperti enam bulan ini mereka jalani.
Ya, Alan telah menjalin hubungan di belakang Davin selama enam bulan lamanya. Awalnya hubungan mereka hanya sebatas teman ngobrol karena Kayla yang sering diabaikan oleh Davin. Davin sering membantu perusahaan orang tuanya sehingga jarang memiliki waktu untuk Kayla. Alan yang semula hanya menemaninya menjadi tertarik pada wanita itu begitu pun dengan Kayla. Mereka sepakat untuk menjalin hubungan di belakang Davin dan berlangsung hingga sekarang.
Kayla yang saat itu tidak tahu bahwa Davin juga berada di tempat yang sama dengan santai menggandeng tangan Alan di tempat umum. Toh, memang hubungannya dengan Davin tidak ada yang tahu jadi ia berani melakukannya.
"Aku mau es krim Al," pinta Kayla dengan manja.
"Ya udah, tunggu sini biar aku beliin buat kamu."
"Thank you."
Kayla yang saat itu sedang menunggu Alan tidak sengaja bertemu Rose yang saat itu sedang mencari toilet.
"Sorry, mau tanya, arah toilet dimana ya?" tanya Rose pada Kayla.
"Oh, di sana Mbak." Tunjuk Kayla ke arah toilet yang sempat dia lewati bersama Alan.
"Terima kasih."
"Sama-sama Mbak."
Rose meninggalkan Kayla menuju arah toilet yang ditunjukkan wanita itu.
Saat Rose keluar dari toilet dia melihat Kayla dan Alan yang sedang bermesraan di tempat yang sama seperti pertama kali Rose bertemu dengannya. Bahkan Rose sempat tersenyum pada wanita itu, seolah mengucapkan terima kasih atas petunjuknya. Dan Kayla juga membalas senyuman Rose.
"Siapa?" Alan yang melihat kekasihnya tersenyum langsung memutar kepala untuk melihat siapa yang Kayla lihat, namun Rose sudah tidak terlihat. Alan hanya dapat melihat punggung wanita itu.
"Tadi mbaknya itu tanya toilet."
"Oh."
Alan dan Kayla tetap melanjutkan keromantisannya hingga wanita itu melihat Davin berdiri di gedung museum di taman tersebut.
"Al, itu bukannya Davin." Kayla langsung bersembunyi. "Davin ada di sini," tambahnya.
"Mana?" Alan mencari pria yang dimaksud Kayla dengan was-was.
"Di dalam museum, dia masuk ke sana. Aku lihat tadi," terang Kayla.
"Okay, gini-gini." Alan ikut panik melihat kepanikan Kayla. "Sekarang kamu ke toilet, telpon Davin dan bilang kamu sakit di kos, suruh dia beliin obat buat kamu. Terus kita langsung pulang," perintah Alan.
"Kenapa nggak di sini aja?" protes Kayla. Dia merasa akan menghabiskan waktu untuk berjalan menuju toilet, ia khawatir bertemu Davin.
"Di sini terlalu ramai, Sayang. Davin bisa curiga."
Kayla mengangguk begitu menyadari kebodohannya, dia berjalan cepat menuju toilet kemudian menghubungi Davin di sana. Kayla mengatakan seperti yang diperintahkan Alan padanya. Begitu akan menghampiri Alan, dia melihat pria itu sedang mengobrol bersama seorang wanita cantik berambut panjang.
Kayla cemburu, tentu saja. Bahkan kecantikannya kalah jauh dengan wanita itu, wanita yang tadi sempat bertanya padanya. Jika tadi Kayla tidak begitu peduli karena baginya dia adalah orang asing, tetapi tidak berlaku untuk sekarang saat dia melihat Alan bahkan tertawa lepas di depan wanita itu.
Kayla menghentakkan kaki. "Dasar laki-laki."
Dia hendak menghampiri Alan yang masih asik ngobrol bersama wanita itu, namun ia urungkan begitu melihat Davin juga ada di sana. Khawatir akan ketahuan, Kayla langsung berjalan bersama kerumunan orang menuju pintu keluar. Kayla menunggu Alan di tempat parkir, ia menghubungi pria itu untuk segera keluar dari sana.
Flashback off
Hai teman baca, terima kasih sudah memilih karya ini untuk menemani hari kalian. Yuk ikutin terus kisah cinta Davin dan Rose.
Davin yang baru pulang dari kos Kayla terkejut begitu melihat Rose keluar kamar mandi hanya menggunakan handuknya. Rambut wanita itu masih basah hingga menetes ke lantai. Davin tidak menampik bahwa saat itu ada bagian dirinya yang berdesir melihat tubuh indah Rose. Dia pria normal.Davin yang semula akan pergi ke apartemennya, mendapat perintah dari ibunya untuk menginap di rumah selama Rose di Indonesia. Dia tidak bisa membantah. Meskipun kesal, Davin tetap melakukan perintah orang tuanya.Dan di sinilah dia sekarang, berhadap-hadapan dengan Rose yang masih memegangi handuknya_ sama-sama terkejut.“Sorry.” Davin memalingkan pandangannya, malu jika sampai Rose melihatnya meneteskan air liur hanya karena menatapnya.“Harusnya aku yang minta maaf, aku belum mindahin barangku, jadi tadi sekalian pinjem kamar mandi.” Rose berusaha menahan senyum melihat ekspresi Davin.Sebenarnya tadi dia sudah membawa kimono. Hanya saja, kakiny
Davin sedang menelpon Alan, dia ingin mengajak pria itu nongkrong daripada di rumah yang akan membuat emosinya diaduk-aduk.“Okay Al, nanti malam aku tunggu di tempat biasa ya.”“Kenapa lagi sih bro, ada masalah lagi?” tanya Alan di seberang.“Ya, biasa lagi berantem sama mami,” jawab Davin.Davin yang sedang mengobrol bersama Alan hanya menoleh sekilas ketika mendengar suara pintu terbuka, dia melihat Rose yang memasuki kamarnya kemudian duduk di sisi ranjang. Davin tetap melanjutkan obrolannya."Ya udah Al gitu aja, jangan lupa nanti malam ya.” Davin mengakhiri obrolannya bersama Alan.Melihat Rose yang tetap diam di tempatnya, Davin berinisiatif menghampiri wanita itu. Dia duduk di sebelah Rose."Ada apa Ros?""Nelpon siapa?"Davin dan Rose bertanya pada satu sama lain dengan waktu yang bersamaan, kemudian tertawa garing."Alan.""Emmm, Alan… sahabat kamu
"Kamu bilang akan liburan selama satu bulan, kenapa berubah jadi satu minggu?" tanya Davin di ambang pintu.Davin mengikuti Rose menuju ruang tamu setelah membereskan hair dryer miliknya, dia mendengar sedikit percakapan antara Rose dan Rika.Penasaran dengan jawaban Rose, ia masuk lebih dalam ke ruang tamu dan berhadapan langsung dengan wanita itu.“Nggak pa-pa Dav, lagian aku juga nunggu wisudaku,” jawab Rose.Rose yang terkejut melihat kehadiran Davin di kamarnya langsung merubah mimik wajahnya, Davin tidak boleh tahu apalagi menaruh curiga padanya.“Lagian Dav, ngapain aku lama-lama di sini, kan kamu juga harus ngurus wisuda kamu kan. Tar aku sendiri lagi di sini,” tambah Rose.“Yakin karena itu?”“Ya.”Padahal Davin masih ingin menahan Rose lebih lama lagi, dia ingin mengenalkannya pada Alan. Ia memiliki rencana untuk menjodohkan mereka berdua. Menurutnya, Alan lah pria yang tepat untuk mendampingi Rose.Rose berjalan mengitari Davin menuju posisi kopernya yang sudah dipindahkan
Dalam perjalanan menuju club malam Rose sama sekali tidak mengatakan apa-apa, ia masih marah dan terkejut dengan sifat Davin. Tidak seharusnya mereka membohongi Dina yang begitu berharap pada mereka. Bukankah pernikahan mereka tidak mungkin terjadi, seharusnya Davin mempersiapkan semuanya dari sekarang bukan justru membuat harapan yang tinggi untuk mereka.“Ros, kenapa diem aja?” tanya Davin sambil sesekali menoleh pada Rose yang hanya diam memperhatikan jalanan.“Dav.” Rose memposisikan duduknya menyamping, sedikit menghadap Davin yang fokus menyetir.“Hemm.”“Kenapa kamu bohong sama tante Dina?”Davin menghentikan mobilnya karena bertepatan dengan lampu merah kemudian menatap mata Rose. Dia menangkap ketidak sukaan dari tatapan mata Rose.“Aku bingung aja mau izin gimana sama mami,” jawab Davin.“Kamu tinggal bilang yang sebenarnya.”“Itu nggak mung
"Kok diem sendirian di sini? Gabung sama yang lain yuk!" ajak Davin. Melihat Rose sendirian di meja bartender membuat Davin merasa tidak enak. Pasalnya, dia yang mengajak wanita itu pergi. "Iya bentar lagi aku kesana," jawab Rose masih menikmati minumannya. "Kalau di London kamu ngapain jam segini?" "Di rumah, paling ngobrol sama mama kalau nggak gitu keluar sama Siska." "Siska itu..." "Sahabat baikku, orang Indonesia juga, anak Malang," jawab Rose. Rose melirik Kayla dan Alan yang duduk berdua di tempat yang sama saat mereka bertemu tadi. Dia merasa geram, mereka tidak bisa dibiarkan. "Dav, kenapa kamu nggak nemenin Kayla aja di sana?" "Udah ada Alan," jawab Davin sambil menerima minuman pesanannya. "Tapi kan kamu pacarnya Dav, jangan terlalu dibiarkan mereka dekat." "Alan itu sahabatku Ros, kita sering keluar bertiga. Jadi biasa aja," terang Davin. "Justru itu masalahnya Dav. Kamu sendiri yang membuka ruang untuk mereka mengkhianatimu," batin Rose. Baru sehari bersama D
"Maaf untuk omongan Kayla tadi, dia nggak bermaksud ngomong kayak gitu," kata Davin begitu mereka tiba di rumah.Rose menoleh sekilas pada Davin, bagaimana bisa pria itu mengerti maksud kekasihnya tanpa bertanya. Jelas-jelas ucapan Kayla mengisyaratkan ketidak sukaan padanya. Dan wanita itu menyalahkannya atas peristiwa yang terjadi."Aku mau langsung tidur Dav, aku capek." Rose tidak memberi tanggapan atas ucapan Davin, ia pergi meninggalkan pria itu yang masih duduk di bangku kemudi.Rose mengunci kamar kemudian mencari ponselnya. Dia tidak tidur melainkan menghubungi orang suruhannya. Rose harus bertindak cepat, muak sekali jika harus terus berhubungan dengan Kayla atau Alan."Halo," ucap Rose begitu sambungan teleponnya terjawab."Ya.""Dengarkan aku baik-baik!" perintah Rose tanpa tedeng aling-aling."Ikuti orang dalam foto yang kamu kirimkan. Sepertinya dia dekat dengan pria bernama Alan. Aku butuh foto romantis tentang mereka b
Davin mencari keberadaan Rose di kamar tamu, namun tidak dia temui batang hidung wanita itu. Tadi Davin langsung pergi tanpa berpamitan padanya bahkan ibunya."Darimana Dav?" tanya Dina dari arah dapur dengan membawa jus mangga di tangan kanannya."Mi, lihat Rose nggak?" tanya Davin tanpa menjawab pertanyaan ibunya."Ada tuh di kolam renang," jawab Dina kemudian duduk di sofa ruang tengah.Davin menuju kolam renang yang dimaksud ibunya dengan membawa paket milik Rose. Sebuah map coklat yang entah apa isinya.Tiba di kolam renang belakang rumah, Davin tidak langsung memanggil Rose yang masih asyik berenang dengan bikininya. Sudah dua kali Davin melihat keindahan tubuh Rose, wanita itu memang menawan."Hai Dav, udah pulang?" tanya Rose basa-basi."Iya, ini baru sampek.""Tolong ambilkan kimonoku!"Davin berjalan menuju kursi panjang yang memang dikhususkan untuk bersantai di area kolam renang, mengambil kimono yang dimaksu
"Aaak." Rose menjatuhkan dirinya sendiri, mencari cara agar Kayla atau Alan melihat kehadirannya di tempat itu. Sepertinya mereka tidak menyadari jika di sana juga ada dia dan Davin."Ros, kamu kenapa?" Davin berjongkok untuk membantu Rose.Sambil memegangi kakinya yang benar-benar sakit, Rose menyempatkan diri melirik ke arah Kayla dan Alan di seberang jalan. Bersyukur mereka memutar arah hingga Davin tidak dapat melihat mereka.Sial, bagaimana bisa Rose menutupi perselingkuhan mereka. Jika bukan karena Davin Rose tidak akan mau melakukannya. Pasalnya dia benar-benar kesakitan sekarang, sepertinya kakinya terkilir."Kamu ngapain sih, bisa-bisanya," kata Davin."Aku tadi mau... ngambil... Hp-ku di mobil, kayaknya jatuh di sana." Rose membuat alasan."Hati-hati Ros, sekarang bisa bangun nggak?"Rose meringis dengan wajah tidak bersalahnya. "Kayaknya nggak bisa," jawabnya."Kamu ini, belum juga makan nasi goreng. Kita bungkus aja kalau gitu." Davin berbalik hanya untuk berteriak pada pe
Rose pulang dengan perasaan tenang, dia sama sekali tidak menyadari kelicikan Kayla. Agaknya, wanita itu juga mahir bersandiwara. Sebut saja licik. "Darimana Ros?" tanya Davin yang sudah lebih dulu tiba di rumah."Aku pingin jalan-jalan sebentar," jawab Rose dengan sumringah."Kamu nggak tahu kalau kakimu nggak boleh banyak gerak dulu.?""Cuma sebentar, lagian bentar lagi aku balik ke London," kata Rose."Tapi kamu bisa ngomong dulu sama aku, aku bakal nganterin kamu. Kemana aja kamu mau." Davin yang langsung pulang setelah meeting karena mengkhawatirkan Rose yang di rumah sendiri justru terkejut begitu melihat wanita itu tidak ada di kamarnya. Davin berusaha menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Dan sekarang, Rose justru berdiri dengan perasaaan tidak bersalahnya."Iya udah, maaf ya. Lain kali aku ngomong sama kamu kalau aku mau pergi-pergi," sesal Rose."Sudahlah, sini biar aku kompres kakimu!" perintah DavinDavin menuntun Rose yang sedikit pincang menuju sofa tengah, me
"Aaak." Rose menjatuhkan dirinya sendiri, mencari cara agar Kayla atau Alan melihat kehadirannya di tempat itu. Sepertinya mereka tidak menyadari jika di sana juga ada dia dan Davin."Ros, kamu kenapa?" Davin berjongkok untuk membantu Rose.Sambil memegangi kakinya yang benar-benar sakit, Rose menyempatkan diri melirik ke arah Kayla dan Alan di seberang jalan. Bersyukur mereka memutar arah hingga Davin tidak dapat melihat mereka.Sial, bagaimana bisa Rose menutupi perselingkuhan mereka. Jika bukan karena Davin Rose tidak akan mau melakukannya. Pasalnya dia benar-benar kesakitan sekarang, sepertinya kakinya terkilir."Kamu ngapain sih, bisa-bisanya," kata Davin."Aku tadi mau... ngambil... Hp-ku di mobil, kayaknya jatuh di sana." Rose membuat alasan."Hati-hati Ros, sekarang bisa bangun nggak?"Rose meringis dengan wajah tidak bersalahnya. "Kayaknya nggak bisa," jawabnya."Kamu ini, belum juga makan nasi goreng. Kita bungkus aja kalau gitu." Davin berbalik hanya untuk berteriak pada pe
Davin mencari keberadaan Rose di kamar tamu, namun tidak dia temui batang hidung wanita itu. Tadi Davin langsung pergi tanpa berpamitan padanya bahkan ibunya."Darimana Dav?" tanya Dina dari arah dapur dengan membawa jus mangga di tangan kanannya."Mi, lihat Rose nggak?" tanya Davin tanpa menjawab pertanyaan ibunya."Ada tuh di kolam renang," jawab Dina kemudian duduk di sofa ruang tengah.Davin menuju kolam renang yang dimaksud ibunya dengan membawa paket milik Rose. Sebuah map coklat yang entah apa isinya.Tiba di kolam renang belakang rumah, Davin tidak langsung memanggil Rose yang masih asyik berenang dengan bikininya. Sudah dua kali Davin melihat keindahan tubuh Rose, wanita itu memang menawan."Hai Dav, udah pulang?" tanya Rose basa-basi."Iya, ini baru sampek.""Tolong ambilkan kimonoku!"Davin berjalan menuju kursi panjang yang memang dikhususkan untuk bersantai di area kolam renang, mengambil kimono yang dimaksu
"Maaf untuk omongan Kayla tadi, dia nggak bermaksud ngomong kayak gitu," kata Davin begitu mereka tiba di rumah.Rose menoleh sekilas pada Davin, bagaimana bisa pria itu mengerti maksud kekasihnya tanpa bertanya. Jelas-jelas ucapan Kayla mengisyaratkan ketidak sukaan padanya. Dan wanita itu menyalahkannya atas peristiwa yang terjadi."Aku mau langsung tidur Dav, aku capek." Rose tidak memberi tanggapan atas ucapan Davin, ia pergi meninggalkan pria itu yang masih duduk di bangku kemudi.Rose mengunci kamar kemudian mencari ponselnya. Dia tidak tidur melainkan menghubungi orang suruhannya. Rose harus bertindak cepat, muak sekali jika harus terus berhubungan dengan Kayla atau Alan."Halo," ucap Rose begitu sambungan teleponnya terjawab."Ya.""Dengarkan aku baik-baik!" perintah Rose tanpa tedeng aling-aling."Ikuti orang dalam foto yang kamu kirimkan. Sepertinya dia dekat dengan pria bernama Alan. Aku butuh foto romantis tentang mereka b
"Kok diem sendirian di sini? Gabung sama yang lain yuk!" ajak Davin. Melihat Rose sendirian di meja bartender membuat Davin merasa tidak enak. Pasalnya, dia yang mengajak wanita itu pergi. "Iya bentar lagi aku kesana," jawab Rose masih menikmati minumannya. "Kalau di London kamu ngapain jam segini?" "Di rumah, paling ngobrol sama mama kalau nggak gitu keluar sama Siska." "Siska itu..." "Sahabat baikku, orang Indonesia juga, anak Malang," jawab Rose. Rose melirik Kayla dan Alan yang duduk berdua di tempat yang sama saat mereka bertemu tadi. Dia merasa geram, mereka tidak bisa dibiarkan. "Dav, kenapa kamu nggak nemenin Kayla aja di sana?" "Udah ada Alan," jawab Davin sambil menerima minuman pesanannya. "Tapi kan kamu pacarnya Dav, jangan terlalu dibiarkan mereka dekat." "Alan itu sahabatku Ros, kita sering keluar bertiga. Jadi biasa aja," terang Davin. "Justru itu masalahnya Dav. Kamu sendiri yang membuka ruang untuk mereka mengkhianatimu," batin Rose. Baru sehari bersama D
Dalam perjalanan menuju club malam Rose sama sekali tidak mengatakan apa-apa, ia masih marah dan terkejut dengan sifat Davin. Tidak seharusnya mereka membohongi Dina yang begitu berharap pada mereka. Bukankah pernikahan mereka tidak mungkin terjadi, seharusnya Davin mempersiapkan semuanya dari sekarang bukan justru membuat harapan yang tinggi untuk mereka.“Ros, kenapa diem aja?” tanya Davin sambil sesekali menoleh pada Rose yang hanya diam memperhatikan jalanan.“Dav.” Rose memposisikan duduknya menyamping, sedikit menghadap Davin yang fokus menyetir.“Hemm.”“Kenapa kamu bohong sama tante Dina?”Davin menghentikan mobilnya karena bertepatan dengan lampu merah kemudian menatap mata Rose. Dia menangkap ketidak sukaan dari tatapan mata Rose.“Aku bingung aja mau izin gimana sama mami,” jawab Davin.“Kamu tinggal bilang yang sebenarnya.”“Itu nggak mung
"Kamu bilang akan liburan selama satu bulan, kenapa berubah jadi satu minggu?" tanya Davin di ambang pintu.Davin mengikuti Rose menuju ruang tamu setelah membereskan hair dryer miliknya, dia mendengar sedikit percakapan antara Rose dan Rika.Penasaran dengan jawaban Rose, ia masuk lebih dalam ke ruang tamu dan berhadapan langsung dengan wanita itu.“Nggak pa-pa Dav, lagian aku juga nunggu wisudaku,” jawab Rose.Rose yang terkejut melihat kehadiran Davin di kamarnya langsung merubah mimik wajahnya, Davin tidak boleh tahu apalagi menaruh curiga padanya.“Lagian Dav, ngapain aku lama-lama di sini, kan kamu juga harus ngurus wisuda kamu kan. Tar aku sendiri lagi di sini,” tambah Rose.“Yakin karena itu?”“Ya.”Padahal Davin masih ingin menahan Rose lebih lama lagi, dia ingin mengenalkannya pada Alan. Ia memiliki rencana untuk menjodohkan mereka berdua. Menurutnya, Alan lah pria yang tepat untuk mendampingi Rose.Rose berjalan mengitari Davin menuju posisi kopernya yang sudah dipindahkan
Davin sedang menelpon Alan, dia ingin mengajak pria itu nongkrong daripada di rumah yang akan membuat emosinya diaduk-aduk.“Okay Al, nanti malam aku tunggu di tempat biasa ya.”“Kenapa lagi sih bro, ada masalah lagi?” tanya Alan di seberang.“Ya, biasa lagi berantem sama mami,” jawab Davin.Davin yang sedang mengobrol bersama Alan hanya menoleh sekilas ketika mendengar suara pintu terbuka, dia melihat Rose yang memasuki kamarnya kemudian duduk di sisi ranjang. Davin tetap melanjutkan obrolannya."Ya udah Al gitu aja, jangan lupa nanti malam ya.” Davin mengakhiri obrolannya bersama Alan.Melihat Rose yang tetap diam di tempatnya, Davin berinisiatif menghampiri wanita itu. Dia duduk di sebelah Rose."Ada apa Ros?""Nelpon siapa?"Davin dan Rose bertanya pada satu sama lain dengan waktu yang bersamaan, kemudian tertawa garing."Alan.""Emmm, Alan… sahabat kamu
Davin yang baru pulang dari kos Kayla terkejut begitu melihat Rose keluar kamar mandi hanya menggunakan handuknya. Rambut wanita itu masih basah hingga menetes ke lantai. Davin tidak menampik bahwa saat itu ada bagian dirinya yang berdesir melihat tubuh indah Rose. Dia pria normal.Davin yang semula akan pergi ke apartemennya, mendapat perintah dari ibunya untuk menginap di rumah selama Rose di Indonesia. Dia tidak bisa membantah. Meskipun kesal, Davin tetap melakukan perintah orang tuanya.Dan di sinilah dia sekarang, berhadap-hadapan dengan Rose yang masih memegangi handuknya_ sama-sama terkejut.“Sorry.” Davin memalingkan pandangannya, malu jika sampai Rose melihatnya meneteskan air liur hanya karena menatapnya.“Harusnya aku yang minta maaf, aku belum mindahin barangku, jadi tadi sekalian pinjem kamar mandi.” Rose berusaha menahan senyum melihat ekspresi Davin.Sebenarnya tadi dia sudah membawa kimono. Hanya saja, kakiny