Dalam perjalanan menuju club malam Rose sama sekali tidak mengatakan apa-apa, ia masih marah dan terkejut dengan sifat Davin. Tidak seharusnya mereka membohongi Dina yang begitu berharap pada mereka. Bukankah pernikahan mereka tidak mungkin terjadi, seharusnya Davin mempersiapkan semuanya dari sekarang bukan justru membuat harapan yang tinggi untuk mereka.“Ros, kenapa diem aja?” tanya Davin sambil sesekali menoleh pada Rose yang hanya diam memperhatikan jalanan.“Dav.” Rose memposisikan duduknya menyamping, sedikit menghadap Davin yang fokus menyetir.“Hemm.”“Kenapa kamu bohong sama tante Dina?”Davin menghentikan mobilnya karena bertepatan dengan lampu merah kemudian menatap mata Rose. Dia menangkap ketidak sukaan dari tatapan mata Rose.“Aku bingung aja mau izin gimana sama mami,” jawab Davin.“Kamu tinggal bilang yang sebenarnya.”“Itu nggak mung
"Kok diem sendirian di sini? Gabung sama yang lain yuk!" ajak Davin. Melihat Rose sendirian di meja bartender membuat Davin merasa tidak enak. Pasalnya, dia yang mengajak wanita itu pergi. "Iya bentar lagi aku kesana," jawab Rose masih menikmati minumannya. "Kalau di London kamu ngapain jam segini?" "Di rumah, paling ngobrol sama mama kalau nggak gitu keluar sama Siska." "Siska itu..." "Sahabat baikku, orang Indonesia juga, anak Malang," jawab Rose. Rose melirik Kayla dan Alan yang duduk berdua di tempat yang sama saat mereka bertemu tadi. Dia merasa geram, mereka tidak bisa dibiarkan. "Dav, kenapa kamu nggak nemenin Kayla aja di sana?" "Udah ada Alan," jawab Davin sambil menerima minuman pesanannya. "Tapi kan kamu pacarnya Dav, jangan terlalu dibiarkan mereka dekat." "Alan itu sahabatku Ros, kita sering keluar bertiga. Jadi biasa aja," terang Davin. "Justru itu masalahnya Dav. Kamu sendiri yang membuka ruang untuk mereka mengkhianatimu," batin Rose. Baru sehari bersama D
"Maaf untuk omongan Kayla tadi, dia nggak bermaksud ngomong kayak gitu," kata Davin begitu mereka tiba di rumah.Rose menoleh sekilas pada Davin, bagaimana bisa pria itu mengerti maksud kekasihnya tanpa bertanya. Jelas-jelas ucapan Kayla mengisyaratkan ketidak sukaan padanya. Dan wanita itu menyalahkannya atas peristiwa yang terjadi."Aku mau langsung tidur Dav, aku capek." Rose tidak memberi tanggapan atas ucapan Davin, ia pergi meninggalkan pria itu yang masih duduk di bangku kemudi.Rose mengunci kamar kemudian mencari ponselnya. Dia tidak tidur melainkan menghubungi orang suruhannya. Rose harus bertindak cepat, muak sekali jika harus terus berhubungan dengan Kayla atau Alan."Halo," ucap Rose begitu sambungan teleponnya terjawab."Ya.""Dengarkan aku baik-baik!" perintah Rose tanpa tedeng aling-aling."Ikuti orang dalam foto yang kamu kirimkan. Sepertinya dia dekat dengan pria bernama Alan. Aku butuh foto romantis tentang mereka b
Davin mencari keberadaan Rose di kamar tamu, namun tidak dia temui batang hidung wanita itu. Tadi Davin langsung pergi tanpa berpamitan padanya bahkan ibunya."Darimana Dav?" tanya Dina dari arah dapur dengan membawa jus mangga di tangan kanannya."Mi, lihat Rose nggak?" tanya Davin tanpa menjawab pertanyaan ibunya."Ada tuh di kolam renang," jawab Dina kemudian duduk di sofa ruang tengah.Davin menuju kolam renang yang dimaksud ibunya dengan membawa paket milik Rose. Sebuah map coklat yang entah apa isinya.Tiba di kolam renang belakang rumah, Davin tidak langsung memanggil Rose yang masih asyik berenang dengan bikininya. Sudah dua kali Davin melihat keindahan tubuh Rose, wanita itu memang menawan."Hai Dav, udah pulang?" tanya Rose basa-basi."Iya, ini baru sampek.""Tolong ambilkan kimonoku!"Davin berjalan menuju kursi panjang yang memang dikhususkan untuk bersantai di area kolam renang, mengambil kimono yang dimaksu
"Aaak." Rose menjatuhkan dirinya sendiri, mencari cara agar Kayla atau Alan melihat kehadirannya di tempat itu. Sepertinya mereka tidak menyadari jika di sana juga ada dia dan Davin."Ros, kamu kenapa?" Davin berjongkok untuk membantu Rose.Sambil memegangi kakinya yang benar-benar sakit, Rose menyempatkan diri melirik ke arah Kayla dan Alan di seberang jalan. Bersyukur mereka memutar arah hingga Davin tidak dapat melihat mereka.Sial, bagaimana bisa Rose menutupi perselingkuhan mereka. Jika bukan karena Davin Rose tidak akan mau melakukannya. Pasalnya dia benar-benar kesakitan sekarang, sepertinya kakinya terkilir."Kamu ngapain sih, bisa-bisanya," kata Davin."Aku tadi mau... ngambil... Hp-ku di mobil, kayaknya jatuh di sana." Rose membuat alasan."Hati-hati Ros, sekarang bisa bangun nggak?"Rose meringis dengan wajah tidak bersalahnya. "Kayaknya nggak bisa," jawabnya."Kamu ini, belum juga makan nasi goreng. Kita bungkus aja kalau gitu." Davin berbalik hanya untuk berteriak pada pe
Rose pulang dengan perasaan tenang, dia sama sekali tidak menyadari kelicikan Kayla. Agaknya, wanita itu juga mahir bersandiwara. Sebut saja licik. "Darimana Ros?" tanya Davin yang sudah lebih dulu tiba di rumah."Aku pingin jalan-jalan sebentar," jawab Rose dengan sumringah."Kamu nggak tahu kalau kakimu nggak boleh banyak gerak dulu.?""Cuma sebentar, lagian bentar lagi aku balik ke London," kata Rose."Tapi kamu bisa ngomong dulu sama aku, aku bakal nganterin kamu. Kemana aja kamu mau." Davin yang langsung pulang setelah meeting karena mengkhawatirkan Rose yang di rumah sendiri justru terkejut begitu melihat wanita itu tidak ada di kamarnya. Davin berusaha menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Dan sekarang, Rose justru berdiri dengan perasaaan tidak bersalahnya."Iya udah, maaf ya. Lain kali aku ngomong sama kamu kalau aku mau pergi-pergi," sesal Rose."Sudahlah, sini biar aku kompres kakimu!" perintah DavinDavin menuntun Rose yang sedikit pincang menuju sofa tengah, me
"ROS, dengerin mama dulu!"Seorang wanita berparas ayu dengan rambut panjang langsung berdiri, menolak penjelasan apapun yang diberikan Rika selaku ibunya."Nggak bisa Ma! Aku harus nikah sama Davin. Mama tahu sendiri, dari dulu aku cuma cinta sama dia. Terus, tiba-tiba dia mau batalin perjodohan gitu aja. NGGAK BISA." tekan Rose.Elza Rose Maharani, sejak kecil ia hanya memiliki cita-cita menikah dengan Davin. Disaat teman-temannya bercita-cita menjadi seorang guru, dokter atau polisi. Rose dengan lantang mengatakan "Istri Davin" meskipun dia belum tahu apa makna istri sebenarnya, meskipun dia menjadi bahan tertawaan seluruh teman kelasnya. Rose tidak peduli."Ma, dulu aku setuju ikut mama dan papa pindah ke London karena Davin sendiri yang janji bakal nikahin aku," jelas Rose.Ya, berpegang pada janji masa kecil, Rose yang menetap di London tanpa menginjakkan kakinya di Indonesia itu terus memupuk perasaannya pada Davin kendati ia tidak pernah menemui pria itu.Naif memang atau sebu
"Aku nggak mau nikah sama Rose, Mi."Dafin Rafael Daman, pria bertubuh tinggi yang mencapai 172 cm itu dengan tegas mengungkapkan ketidaksetujuannya atas rencana pernikahan yang dirundingkan bersama seseorang yang dia yakini sebagai orang tua Rose. Bagi Davin, antara dirinya dan Rose tidak memiliki hubungan apapun selain teman kecil yang terpisah belasan tahun yang lalu. Bagaimana bisa dia mencintai seorang wanita yang tidak pernah dia lihat sebelumnya. TIDAK MUNGKIN.Hal itulah yang sedang ia ributkan bersama Dina, ibunya, di pagi hari seperti ini."Jaga ucapanmu Dav! Tante Rika bisa denger omongan kamu," kata Dina setelah mematikan ponselnya. Bahkan, dia tidak berani mengangkat ponselnya yang terus berdering karena ulah putranya."Itu bagus, Mi. Mami yang maksa aku buat nikahi Rose, sementara aku nggak cinta sama dia," tekan Davin. "Pokoknya aku nggak bisa menikahi Rose, aku udah punya pacar Mi. Dan aku mau nikah sama pacarku, bukan Rose.""DAVIN!" teriakan Bagas menggema mengisi ru
Rose pulang dengan perasaan tenang, dia sama sekali tidak menyadari kelicikan Kayla. Agaknya, wanita itu juga mahir bersandiwara. Sebut saja licik. "Darimana Ros?" tanya Davin yang sudah lebih dulu tiba di rumah."Aku pingin jalan-jalan sebentar," jawab Rose dengan sumringah."Kamu nggak tahu kalau kakimu nggak boleh banyak gerak dulu.?""Cuma sebentar, lagian bentar lagi aku balik ke London," kata Rose."Tapi kamu bisa ngomong dulu sama aku, aku bakal nganterin kamu. Kemana aja kamu mau." Davin yang langsung pulang setelah meeting karena mengkhawatirkan Rose yang di rumah sendiri justru terkejut begitu melihat wanita itu tidak ada di kamarnya. Davin berusaha menghubungi ponselnya, namun tidak ada jawaban. Dan sekarang, Rose justru berdiri dengan perasaaan tidak bersalahnya."Iya udah, maaf ya. Lain kali aku ngomong sama kamu kalau aku mau pergi-pergi," sesal Rose."Sudahlah, sini biar aku kompres kakimu!" perintah DavinDavin menuntun Rose yang sedikit pincang menuju sofa tengah, me
"Aaak." Rose menjatuhkan dirinya sendiri, mencari cara agar Kayla atau Alan melihat kehadirannya di tempat itu. Sepertinya mereka tidak menyadari jika di sana juga ada dia dan Davin."Ros, kamu kenapa?" Davin berjongkok untuk membantu Rose.Sambil memegangi kakinya yang benar-benar sakit, Rose menyempatkan diri melirik ke arah Kayla dan Alan di seberang jalan. Bersyukur mereka memutar arah hingga Davin tidak dapat melihat mereka.Sial, bagaimana bisa Rose menutupi perselingkuhan mereka. Jika bukan karena Davin Rose tidak akan mau melakukannya. Pasalnya dia benar-benar kesakitan sekarang, sepertinya kakinya terkilir."Kamu ngapain sih, bisa-bisanya," kata Davin."Aku tadi mau... ngambil... Hp-ku di mobil, kayaknya jatuh di sana." Rose membuat alasan."Hati-hati Ros, sekarang bisa bangun nggak?"Rose meringis dengan wajah tidak bersalahnya. "Kayaknya nggak bisa," jawabnya."Kamu ini, belum juga makan nasi goreng. Kita bungkus aja kalau gitu." Davin berbalik hanya untuk berteriak pada pe
Davin mencari keberadaan Rose di kamar tamu, namun tidak dia temui batang hidung wanita itu. Tadi Davin langsung pergi tanpa berpamitan padanya bahkan ibunya."Darimana Dav?" tanya Dina dari arah dapur dengan membawa jus mangga di tangan kanannya."Mi, lihat Rose nggak?" tanya Davin tanpa menjawab pertanyaan ibunya."Ada tuh di kolam renang," jawab Dina kemudian duduk di sofa ruang tengah.Davin menuju kolam renang yang dimaksud ibunya dengan membawa paket milik Rose. Sebuah map coklat yang entah apa isinya.Tiba di kolam renang belakang rumah, Davin tidak langsung memanggil Rose yang masih asyik berenang dengan bikininya. Sudah dua kali Davin melihat keindahan tubuh Rose, wanita itu memang menawan."Hai Dav, udah pulang?" tanya Rose basa-basi."Iya, ini baru sampek.""Tolong ambilkan kimonoku!"Davin berjalan menuju kursi panjang yang memang dikhususkan untuk bersantai di area kolam renang, mengambil kimono yang dimaksu
"Maaf untuk omongan Kayla tadi, dia nggak bermaksud ngomong kayak gitu," kata Davin begitu mereka tiba di rumah.Rose menoleh sekilas pada Davin, bagaimana bisa pria itu mengerti maksud kekasihnya tanpa bertanya. Jelas-jelas ucapan Kayla mengisyaratkan ketidak sukaan padanya. Dan wanita itu menyalahkannya atas peristiwa yang terjadi."Aku mau langsung tidur Dav, aku capek." Rose tidak memberi tanggapan atas ucapan Davin, ia pergi meninggalkan pria itu yang masih duduk di bangku kemudi.Rose mengunci kamar kemudian mencari ponselnya. Dia tidak tidur melainkan menghubungi orang suruhannya. Rose harus bertindak cepat, muak sekali jika harus terus berhubungan dengan Kayla atau Alan."Halo," ucap Rose begitu sambungan teleponnya terjawab."Ya.""Dengarkan aku baik-baik!" perintah Rose tanpa tedeng aling-aling."Ikuti orang dalam foto yang kamu kirimkan. Sepertinya dia dekat dengan pria bernama Alan. Aku butuh foto romantis tentang mereka b
"Kok diem sendirian di sini? Gabung sama yang lain yuk!" ajak Davin. Melihat Rose sendirian di meja bartender membuat Davin merasa tidak enak. Pasalnya, dia yang mengajak wanita itu pergi. "Iya bentar lagi aku kesana," jawab Rose masih menikmati minumannya. "Kalau di London kamu ngapain jam segini?" "Di rumah, paling ngobrol sama mama kalau nggak gitu keluar sama Siska." "Siska itu..." "Sahabat baikku, orang Indonesia juga, anak Malang," jawab Rose. Rose melirik Kayla dan Alan yang duduk berdua di tempat yang sama saat mereka bertemu tadi. Dia merasa geram, mereka tidak bisa dibiarkan. "Dav, kenapa kamu nggak nemenin Kayla aja di sana?" "Udah ada Alan," jawab Davin sambil menerima minuman pesanannya. "Tapi kan kamu pacarnya Dav, jangan terlalu dibiarkan mereka dekat." "Alan itu sahabatku Ros, kita sering keluar bertiga. Jadi biasa aja," terang Davin. "Justru itu masalahnya Dav. Kamu sendiri yang membuka ruang untuk mereka mengkhianatimu," batin Rose. Baru sehari bersama D
Dalam perjalanan menuju club malam Rose sama sekali tidak mengatakan apa-apa, ia masih marah dan terkejut dengan sifat Davin. Tidak seharusnya mereka membohongi Dina yang begitu berharap pada mereka. Bukankah pernikahan mereka tidak mungkin terjadi, seharusnya Davin mempersiapkan semuanya dari sekarang bukan justru membuat harapan yang tinggi untuk mereka.“Ros, kenapa diem aja?” tanya Davin sambil sesekali menoleh pada Rose yang hanya diam memperhatikan jalanan.“Dav.” Rose memposisikan duduknya menyamping, sedikit menghadap Davin yang fokus menyetir.“Hemm.”“Kenapa kamu bohong sama tante Dina?”Davin menghentikan mobilnya karena bertepatan dengan lampu merah kemudian menatap mata Rose. Dia menangkap ketidak sukaan dari tatapan mata Rose.“Aku bingung aja mau izin gimana sama mami,” jawab Davin.“Kamu tinggal bilang yang sebenarnya.”“Itu nggak mung
"Kamu bilang akan liburan selama satu bulan, kenapa berubah jadi satu minggu?" tanya Davin di ambang pintu.Davin mengikuti Rose menuju ruang tamu setelah membereskan hair dryer miliknya, dia mendengar sedikit percakapan antara Rose dan Rika.Penasaran dengan jawaban Rose, ia masuk lebih dalam ke ruang tamu dan berhadapan langsung dengan wanita itu.“Nggak pa-pa Dav, lagian aku juga nunggu wisudaku,” jawab Rose.Rose yang terkejut melihat kehadiran Davin di kamarnya langsung merubah mimik wajahnya, Davin tidak boleh tahu apalagi menaruh curiga padanya.“Lagian Dav, ngapain aku lama-lama di sini, kan kamu juga harus ngurus wisuda kamu kan. Tar aku sendiri lagi di sini,” tambah Rose.“Yakin karena itu?”“Ya.”Padahal Davin masih ingin menahan Rose lebih lama lagi, dia ingin mengenalkannya pada Alan. Ia memiliki rencana untuk menjodohkan mereka berdua. Menurutnya, Alan lah pria yang tepat untuk mendampingi Rose.Rose berjalan mengitari Davin menuju posisi kopernya yang sudah dipindahkan
Davin sedang menelpon Alan, dia ingin mengajak pria itu nongkrong daripada di rumah yang akan membuat emosinya diaduk-aduk.“Okay Al, nanti malam aku tunggu di tempat biasa ya.”“Kenapa lagi sih bro, ada masalah lagi?” tanya Alan di seberang.“Ya, biasa lagi berantem sama mami,” jawab Davin.Davin yang sedang mengobrol bersama Alan hanya menoleh sekilas ketika mendengar suara pintu terbuka, dia melihat Rose yang memasuki kamarnya kemudian duduk di sisi ranjang. Davin tetap melanjutkan obrolannya."Ya udah Al gitu aja, jangan lupa nanti malam ya.” Davin mengakhiri obrolannya bersama Alan.Melihat Rose yang tetap diam di tempatnya, Davin berinisiatif menghampiri wanita itu. Dia duduk di sebelah Rose."Ada apa Ros?""Nelpon siapa?"Davin dan Rose bertanya pada satu sama lain dengan waktu yang bersamaan, kemudian tertawa garing."Alan.""Emmm, Alan… sahabat kamu
Davin yang baru pulang dari kos Kayla terkejut begitu melihat Rose keluar kamar mandi hanya menggunakan handuknya. Rambut wanita itu masih basah hingga menetes ke lantai. Davin tidak menampik bahwa saat itu ada bagian dirinya yang berdesir melihat tubuh indah Rose. Dia pria normal.Davin yang semula akan pergi ke apartemennya, mendapat perintah dari ibunya untuk menginap di rumah selama Rose di Indonesia. Dia tidak bisa membantah. Meskipun kesal, Davin tetap melakukan perintah orang tuanya.Dan di sinilah dia sekarang, berhadap-hadapan dengan Rose yang masih memegangi handuknya_ sama-sama terkejut.“Sorry.” Davin memalingkan pandangannya, malu jika sampai Rose melihatnya meneteskan air liur hanya karena menatapnya.“Harusnya aku yang minta maaf, aku belum mindahin barangku, jadi tadi sekalian pinjem kamar mandi.” Rose berusaha menahan senyum melihat ekspresi Davin.Sebenarnya tadi dia sudah membawa kimono. Hanya saja, kakiny