Share

Part 20

Penulis: Hanina Zhafira
last update Terakhir Diperbarui: 2023-07-20 23:25:49

Pisah Terindah

#20

Sepertinya Mas Danar baru menyadari kalau ada kendaraan lain yang parkir di halaman rumah. Dia melayangkan pandangan ke arahku yang telah sedari tadi tak lepas pandangan darinya. Tatapan kami bertemu. Ada ekspresi yang menunjukkan kekagetan di wajah Mas Danar. Pelan-pelan bibirnya bergerak. Sepertinya tengah mengeja namaku.

Aku balas menatapnya dengan tajam. Sementara pintu mobil terbuka semakin lebar. Lalu muncullah kepala seorang wanita dengan posisi menghadap ke Mas Danar. Wanita dalam balutan dress warna marun kembali berbalik badan ke arqh mobil. Sepertinya akan mengambil sesuatu. Di saat itulah aku sempat melihat wajahnya.

Sepertinya dia juga tidak menyadari keberadaanku. Sebelum dia menyadari kalau aku tengah mengamatinya, aku buru-buru melanjutkan mengambil kue-kue di bagasi.

Aku bergegas mengantarkannya ke teras dan meletakkan ke meja.

"Dara pamit, ya, Bu." Aku meraih tangan ibu mertua sebelum dia mengulurkannya. Setelah menyalami aku kembali menuju mo
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Tri Wahyuni
udah Dara buat apa d pertahan kn suami itu dia udah punya yg baru dn lagi sedang hamil dn g mungkin dia merhatiin kmu .bikin sakit hati kmu aja ...
goodnovel comment avatar
Yati Syahira
lalisa,salah danar juga doyan selangkangan baru munafik buktinya bunting,sdh jelas istri sah harus ngalah pergi cerai
goodnovel comment avatar
Jamiah Kampil
lanjutkan dong dgn byk bab. kelamaan tunggu bisa lupa jalan cerita
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pisah Terindah   Part 21

    Pisah Terindah #21"Aku harap ibu tidak terlalu jauh ikut campur masalah kita. Jika pun ibu ikut campur, cukuplah menjadi penengah. Bukan untuk memperjelas kecondongannya," ujarku dengan melirik sekilas pada Mas Danar. "Emangnya ibu ikut campur bagaimana?" tanya Mas Danar dengan wajah bingung. "Nggak usah pura-pura nggak tahulah, Mas," sergahku "Aku benar-benar nggak tahu," jawab Mas Danar pelan. Aku mengembuskan napas dengan sedikit keras sebagai pelambiasan kekesalan yang bersarang di dalam dada. Perlu sekali harus ada pengelakan dari Mas Danar. Seolah-olah dia tidak tahu watak ibunya saja. "Mas, aku tahu bahkan sangat tahu malah kalau ibu nggak pernah benar-benar bisa menerima aku. Tapi nggak harus juga ibu ngerecokin sampai ke hal-hal yang seharusnya cuma antara aku dan kamu. Lagian, kamu juga bukan lagi anak kecil yang apa-apa harus ngadu sama ibu," ujarku setengah bersungut. Mas Danar seketika menoleh begitu mendengar kalimat terakhirku. Dia pasti tidak suka mendengar kat

    Terakhir Diperbarui : 2023-07-26
  • Pisah Terindah   Part 22

    Pisah Terindah #22Mudah diucapkan, tetapi tidak untuk dilakukan. Meskipun aku telah bertekad untuk terlihat baik-baik saja dan menampilkan kesan bahwa pernikahan kami tidak pernah dilanda prahara. Nyatanya, begitu sulit. Aku harus bertarung menaklukkan diriku sendiri. Aku harus mati-matian berjuang mengesampingkan perasaan yang sebenarnya. Hati yang telah retak bahkan patah berkeping-keping harus terlihat seakan masih utuh, mulus tiada cela. Entah mimpi apa yang menjambangiku hingga harus seperti ini yang kulalui. Mimpi? Oh, tidak! Andaikan ini hanya sebatas mimpi tentu takkan berarti apa-apa. Toh, ketika terbangun mimpi pun akan buyar. Sayangnya, ini adalah kenyataan yang benar-benar nyata. Tengah terjadi dan aku adalah salah satu pemeran utamanya. Dan hanya akan berakhir jika secara sadar diakhiri. Lagi-lagi wajah wanita bernama Lalisa itu menghinggapi otakku. Berputar-putar, menghentak-hentak di kepala. Menimbulkan kesakitan yang teramat sangat. Benar-benar menyiksa. Aku

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-04
  • Pisah Terindah   Part 23

    Pisah Terindah #23"Mas Ada di mana?" Akhirnya telepon dariku diangkat juga setelah beberapa kali aku mengulang panggilan. "Di rumah sakit." Suara Mas Danar terdengar datar saja. "Di rumah sakit mana?" "Rumah sakit Kasih Bunda." "Okey." Aku menutup telepon tanpa kata basa-basi. Rumah Sakit Ibu dan Anak Kasih Bunda, di sinilah aku berdiri sekarang. Persis menghadap ke pintu utama. Sehabis mengantar Shahna aku sengaja ke sini. Beberapa hari yang lalu aku sempat melihat brosur digital rumah sakit tersebut di galeri ponsel Mas Danar. Feeling-ku mengatakan kalau di rumah sakit itulah istri kedua suamiku itu akan melaksanakan persalinannya. Tadi pagi aku menguatkan hati untuk menghampiri ke sini. Ternyata benar Mas Danar ada di sini. Harusnya hari ini, aku dan Mas Danar berada di aula sekolahnya Shahna untuk menyaksikan penampilan putri semata wayang kami. Namun, tentu saja hal itu tidak terlaksana karena Mas Danar lebih memilih memfokuskan waktu dan perhatiannya pada anaknya yang

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-05
  • Pisah Terindah   Part 24

    Pisah Terindah #24Aku mengulas senyum walau tak terlalu lepas. Aku menatap wanita yang baru saja menjadi ibu itu dengan tatapan ramah. Tergambar jelas kekagetan di wajahnya yang mulus. Dia menatap aku dan Mas Danar bergantian. "Dara mau membesuk kamu dan bayi kita," sambung Mas Danar agak terputus-putus. Mas Danar berjalan ke arah di mana si bayi mungil itu tengah berada di samping ibunya. Aku mengikuti pergerakan Mas Danar. "Hmm ...lucu sekali. Perempuan?" tanyaku tanpa mengalihkan tatapan dari makhluk mungil itu. "Iya. Perempuan," jawab Mas Danar sementara wanita yang bernama Lalisa itu mengangguk pelan tatkala aku melirik padanya. "Pantasan cantik banget. Boleh aku gendong?" tanyaku sembari melihat pada Mas Danar dan istri barunya itu secara bergantian. Wanita yang terbaring di depanku itu melirik pada Mas Danar. Tatapannya penuh tanya. Tentu saja dia butuh pertimbangan dari suaminya. Kutahu pasti ada kekhawatiran di hatinya. Pasti terbesit di pikirannya kalau aku punya ni

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-14
  • Pisah Terindah   Part 25

    Pisah Terindah #25"Iya, Win" ujarku seketika telepon tersambung. Entah apa yang menghubungkan hati kami hingga seketika aku teringat dia, dia pun tengah sama. "Kamu di mana? Bisa ke sini, nggak? Aku ada di Soto Hits," ungkapnya. Kebetulan sekali keberadaanku saat ini tidak terlalu jauh dari lokasi yang disebutkan Windi. "Iya, deh, aku ke sana. Aku juga lagi di jalan. Nggak jauh kok. Bentar lagi nyampai." "Okey, aku tunggu. Take care!" Windi pun mematikan telepon. Begitu lampu hijau menyala, aku yang niat awalnya jalan lurus merubah haluan jadi belok kiri. Aku masih punya waktu sekitar satu jam sebelum menjemput Shahna. Kukira cukuplah untuk berbagi cerita dengan Windi. Jika pun sampai terlambat, bisa nitipkan ke gurunya sebentar. Setelah memarkir mobil, aku segera masuk ke resto yang terdiri dari dua lantai itu. Begitu masuk, aku langsung menemukan keberadaan Windi. Ternyata dia tidak sendiri. Ada Mbak Tania juga yang tengah membolak-balik kertas. Sedangkan Windi sedang berb

    Terakhir Diperbarui : 2023-08-19
  • Pisah Terindah   Part 26

    Pisah Terindah #26 POV Danar Pulang. Waktunya untuk kembali pulang ke rumah yang telah kuhuni bersama keluarga kecilku selama kurun waktu tujuh tahun belakangan ini. Namun, pulang kali ini kulakoni dengan debar yang berbeda. Lonjakan rasa di dada membuatku tak tenang. Bukan karena aku tengah dilanda cinta yang menggebu-gebu kepada Dara, istriku. Sama sekali bukan! Tetapi karena sesampainya nanti aku di rumah, akan kuungkap sesuatu yang akan membawa perubahan besar dalam kehidupanku. Setelah sekian lama mengulur-ngulur waktu, pada akhirnya semua harus diungkapkan. Siap atau tidak siap, tetap harus! Apalagi ada yang sangat mendesak. Seperti biasa, setiap kepulanganku akan selalu disambut antusias oleh Dara. Dia mampu menampilkan diri selayaknya orang yang tengah menanggung rindu berat meski hanya tiga hari saja aku meninggalkannya. Mulai dari penampilan, suasana rumah, masakan, semuanya akan dibuat sangat istimewa untuk menyambut kedatanganku. Sungguh, dia sangat berusaha mencipt

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-04
  • Pisah Terindah   Part 27

    Pisah Terindah #27POV DanarLama aku tertekur duduk di ruang tengah. Dalam rentang waktu tertentu aku melirik ke arah pintu kamar berharap pintu itu akan terbuka. Aku ingin tahu bagaimana keadaan Dara. Harusnya Dara marah, berteriak histeris, menangis terisak-isak, atau bahkan mengeluarkan kata-kata tajam untuk menunjukkan emosinya padaku. Aku telah bersiap untuk menerima semua itu. Walaupun kemungkinan yang terakhir itu kecil akan terjadi karena selama yang kutahu, Dara bukanlah orang yang punya perbendaharaan kata-kata kasar dan dia sangat takut akan menyakiti hati orang lain. Opsi lain yang lebih besar kemungkinannya, Dara akan menangis mengiba-iba agar aku tidak meninggalkannya. Aku yakin sekali Dara tidak akan pernah menginginkan kami berpisah. Shahna anak semata wayang kami adalah alasan terbesarnya. Dara tentu sangat tidak ingin kalau Shahna tumbuh dalam keluarga yang tidak komplit. Mendapatkan reaksi Dara seperti itu, aku akan menjelaskan apa yang terjadi dan meyakinkan d

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-09
  • Pisah Terindah   Part 28

    Pisah Terindah #28 (POV Danar) "Diam-diam aku memberanikan diri menemui istri sah dari rekan bisnis papa yang akan menjadi calon suamiku. Aku memberitahunya kalau suaminya ingin menikahiku. Tentu saja dia tidak ingin hal itu terjadi. Lalu, terjadilah sebuah kesepakatan yang bisa dibilang saling menguntungkan antara kami." "Singkatnya, pernikahan itu tidak jadi terjadi. Otomatis kerja sama yang sangat diimpi-impikan papa juga tidak terwujud. Papa gagal mendapat suntikan dana untuk mempertahankan perusahaannya." Aku sangat fokus mendengarkan cerita Lalisa. Setelah beberapa kali pertemuan singkat, akhirnya ada juga waktu untukku bisa lebih lama berinteraksi dengan wanita yang masih menggenggam sebagian hatiku itu. Kali ini Lalisa sengaja datang ke hotel tempatku menginap. Sedangkan aku sengaja tidak langsung pulang meski tugas dari kantor sudah selesai. Aku mengambil cuti dua hari. Tujuanku agar bisa lebih lama menghabiskan waktu bersama Lalisa. Aku berencana akan memesan satu kam

    Terakhir Diperbarui : 2023-09-13

Bab terbaru

  • Pisah Terindah   Part 54

    Pisah Terindah #54 Menghubungi Windi, itulah yang terlintas di benakku dan seketika itu juga aku lakukan. [Win, nanti bisa ke rumah? Sore pulang kerja.] [Bisa, sih, kayaknya. Why?] [Jangan kayaknya, yang pasti-pasti aja. Aku butuh banget kehadiran kamu.] [Iya.] [Okey, makasih, ya. Aku tunggu.] [Ok.] Aku menghela napas panjang. Baiklah hadapi saja apa yang akan terjadi. Kutenggelamkan lagi pikiran dan konsentrasi pada pekerjaan-pekerjaan yang masih terasa asing bagiku. Kendati masih kaku, tetapi aku mulai menyukainya.*** Waktu untuk pulang sudah tiba. Aku kembali mengecek tumpukan berkas yang ada di samping laptop di meja yang kutempati. Setelah semua komplit, aku pun mematikan perangkat elektronik yang seharian ini kugunakan. "Sudah beres, Dara?" Aku menengakkan kepala begitu mendengar namaku disebut. Rupanya Pak Beni sudah berdiri di samping mejaku dengan sebuah ransel hitam yang sudah tersandang di pundaknya. "Udah, Pak." "Nggak usah terlalu formal, Dara. Kita di sin

  • Pisah Terindah   Part 53

    Pisah Terindah #53"Kalau Shahna pengen bobo sama Papa bagaimana?" Aku tertegun, lidahku terasa kelu dan otakku seketika kehilangan memori yang berisi huruf-huruf. Aku dibuat tak mampu merangkai kata-kata. "Nanti bisa menginap di rumah Oma." Aku mengucapkan kalimat yang tiba-tiba saja mampir ke kepalaku. "Nggak mau di rumah Oma. Rumah Oma 'kan jauh. Maunya di sini, di rumah kita." Aku kembali terdiam. Sepertinya aku memang belum bisa untuk memberi pengertian yang sederhana namun bisa dimengerti dan dimaklumi oleh anak seusia Shahna. Sepertinya harus bertahap dan pelan-pelan. Aku pun memilih untuk tidak melanjutkan lagi obrolan kami. Aku tidak mau memberi harapan-harapan kosong pada Shahna. Aku tak ingin mengecewakannya lebih dalam lagi. Setiap anak pasti akan sangat kecewa atas pepisahan kedua orang tuanya, apa pun alasannya. Tak terkecuali dengan Shahna.Terkait bagaimana pertemuan antara Shahna dan Papanya untuk ke depannya, aku rasa lebih baik dibicarakan dulu dengan Mas Da

  • Pisah Terindah   Part 52

    Pisah Terindah #52 Kurasa dugaan Mas Danar kalau ada kedekatan antara aku dan Mas Daniel pasti akan makin menguat setelah tadi dia melihat aku dan Mas Daniel di parkiran. Apa pun itu, harusnya tidak lagi kupedulikan karena kenyataannya kami bukan siapa-siapa lagi. Sama halnya seperti aku melihat keberadaan mereka berdua. Harusnya tak perlu ada rasa apa-apa lagi di hatiku. Jika Mas Danar dan Lalisa terang-terangan bersama adalah hal yang wajar. Mereka adalah pasangan suami istri yang sah. Masih adakah rasa cinta di hatiku pada Mas Danar? Sejujurnya, bagiku tidak mudah menghilangkan rasa yang dulu tumbuh dan bersemi di hati. Rasa yang tulus, rasa yang kujaga dengan sebaik-baiknya. Walaupun setahun belakangan kami lebih akrab dengan konflik, tetapi tidaklah serta merta menghapus kasih sayang yang selama ini ada. Meskipun begitu, telah habis waktu untukku tetap memelihara rasa itu. Keadaannya sudah berbeda sekarang. Jika dahulu memujanya akan berbuah pahala, tetapi tidak dengan sek

  • Pisah Terindah   Part 51

    Pisah Terindah #51 Pak Bima mengulas senyum lalu dengan santai berkata, "Bu Dara jangan tegang begitu." Aku menarik napas pelan, mencoba untuk rileks. Namun rasanya tidak begitu berhasil. Gendang di rongga dadaku tetap bertalu-talu dengan riuh. Entah kabar apa yang akan kudengar beberapa saat lagi. Semoga saja bukanlah kabar yang tidak kuinginkan. "Dua hari yang lalu Naja mengabari saya kalau dia mau ikut suaminya ke Singapura dan akan menetap di sana. Dia mengajukan resign. Saya bermaksud menawarkan posisi yang selama ini diisi Naja pada Bu Dara." Syaraf-syaraf yang tadinya sempat tegang berlahan melentur kembali. Tak hanya kelegaan yang bersarang di dadaku tetapi juga bunga-bunga turut bermekaran. "Saya dengar dari Bu Tania, kalau Bu Dara pernah jadi asistennya." "Ini ... ini benaran, Pak? Serius?" Walau aku yakin aku tak salah dengar, tetap saja aku ingin memastikannya sekali lagi. "Ya, tentu saja. Malah sangat serius." Pak Bima kembali melebarkan senyumnya. Aku terdiam

  • Pisah Terindah   Part 50

    Pisah Terindah #50Seorang wanita cantik datang menghampiri beberapa saat setelah aku memasuki kantor yang mengusung tema monokrom ini. Sambutan ramah langsung kudapat dari wanita tinggi semampai berpenampilan formal tersebut. "Selamat pagi dan selamat datang, Bu Dara. Perkenalkan saya Naja yang semalam menghubungi ibu." Senyum ramah terlukis di wajah dengan riasan minimalis itu di ujung kalimatnya. "Selamat pagi, juga." Aku pun mengulas senyum sebagai timbal balik atas sambutan hangat yang kuterima. "Ibu, mari ikut saya ke ruangan di sebelah sana!" Wanita yang memperkenalkan diri sebagai Naja itu mengarahkan tangannya ke ruangan yang berada paling ujung. Aku mengangguk lalu mengikuti langkahnya. "Jadi, begini Bu Dara saya butuh beberapa informasi untuk melengkapi bahan di persidangan nanti. Tentu saya sangat berharap informasi yang akurat dan detail dari ibu. Ibu tidak keberatan, kan?" Pertanyaan itu diluncurkan setelah beberapa saat di awal dimulai dengan basa-basi. "Tentu

  • Pisah Terindah   Part 49

    Pisah Terindah #49 "Ibu? Ibu ada di sini?" Ibu tak langsung menanggapi Mas Danar. Dia mengalihkan pandangan padaku lalu kembali lagi menatap Mas Danar dan Lalisa yang nampak mencoba tersenyum ramah meskipun kesan kikuk masih dapat kubaca. "Kalian mau ngapain ke sini?" Nada bicara ibu terdengar agak ketus. Entah karena masih bawaan kesal padaku atau memang murni kesal pada anak dan mantunya itu. Atau jangan-jangan hanya perasaanku saja. "Kamu ngapain nyusul ke sini? Tunggu di mobil aja," ujar Mas Danar pada Lalisa. Pelan dia bicara tetapi masih terdengar jelas hingga ke telingaku. "Aku juga mau silaturahmi sama Mbak Dara. Masak nggak boleh. Mbak Dara 'kan dulu juga nengok aku waktu lahiran." Spontan jawaban Lalisa membuat ibu mengalihkan pandangan padaku seolah menuntut jawaban akurat. "Ibu mau bicara sama kamu, Danar. Sekalian antar ibu pulang!" Ibu melakukan pergerakkan bersiap untuk berdiri. "Aku mau ambil beberapa barang, Bu." "Untuk apa? Ini kan rumah kamu, emangnya ad

  • Pisah Terindah   Part 48

    Pisah Terindah #48 Menjelang sore kami sampai di rumah dan sepertinya kami kedatangan tamu. Benar saja, setelah aku selesai memarkir mobil dengan sempurna sebuah mobil pun berhenti tepat di depan pintu gerbang yang masih terbuka. Tak butuh waktu lama, turun seseorang yang kedatangannya cukup membuatku deg-degan. Ibu Mas Danar, wanita dengan usia lebih dari setengah abad yang sebulan yang lalu masih berstatus ibu mertuaku adalah tamuku sore ini. Entah apa maksud dan tujuannya menjelang sore begini menyambangi kami. Shahna seketika menyambut kedatangan neneknya dengan hangat. Dia memang selalu begitu, sangat senang jika ada orang yang bertamu ke rumah. Mungkin karena kami jarang ada yang mengunjungi. Maklum saja , aku tidak punya banyak kerabat. "Ibu apa kabar?" tanyaku murni sebagai berbasa-basi. Karena sudah terlihat kalau keadaannya sehat wal afiat sehingga bisa sampai ke rumahku. Ibu menyambut uluran tanganku meskipun dengan wajah dingin. Dia tidak menjawab pertanyaan yang k

  • Pisah Terindah   Part 47

    Pisah Terindah #47Bertepatan dengan aku menggeser arah kamera ponsel padaku, Mas Danar pun menoleh ke belakang kemudian terlihat menjauh. Sepertinya ponselnya ditaruh buru-buru. Posisi ponsel agak bergeser sehingga arahnya tertuju pada dinding. Aku hanya bisa melihat bidang dengan warna dominan kuning gading. Terdengar sedikit suara gaduh lalu diikuti dengan tangisan anak kecil. "Itu siapa yang nangis, Ma? Memangnya di tempat Papa ada adek bayi?" tanya Shahna. Aku segera mematikan sambungan telepon. Takut Shahna akan mendengarkan hal lain yang akan semakin mengundang rasa penasarannya. "Hmm ... mungkin papa lagi di suatu tempat yang ada anak-anaknya," jawabku tanpa pikir panjang. Aku berharap dengan jawaban itu Shahna tidak akan bertanya lebih jauh lagi. "Emang boleh di tempat kerja orang dewasa ada anak kecilnya? Emang nggak ganggu?" "Tapi ... tadi papa kayak ada di kamar, bukan di kantor," lanjut Shahna lagi menyampaikan penalarannya yang membuatku harus berpikir keras untuk

  • Pisah Terindah   Part 46

    Pisah Terindah #46 Kuajak Shahna ke kamar. Belakangan dia memang lebih sering tidur berdua denganku. Aku mengambil beberapa buku cerita anak- anak untuk dipilih Shahna. Akan tetapi dia tidak menampakkan ketertarikan sama sekali.Tak ingin cepat menyerah, aku pun mengambil ponsel dan membuka aplikasi you tube. Aku mencari beberapa dongeng dalam format animasi lalu mengunduhnya. "Kalau nonton yang ini, gimana?" Aku mengarahkan layar ponsel pada Shahna. Gelengan kepala adalah respons yang diberikannya. Aku pun berpindah ke video berikutnya. Shahna hanya mematung lalu beberapa saat setelah itu menggeleng lagi. Aku mengembuskan napas berat. Tumben-tumbenan Shahna jadi rewel begini. Sebelum-sebelumnya dia bersikap biasa-biasa saja atas ketiadaan papanya dalam waktu yang panjang. Kalau pun dia mendadak ingin dikelonin papanya, jika dibilang papanya sedang kerja di kota lain, dia akan cepat paham. Entah kenapa kali ini tidak begitu.Apa ini bentuk dari sensitivitasnya terhadap keadaan. K

DMCA.com Protection Status