Beranda / CEO / Pinangan Jutawan Berkedok Seniman / Aku Nggak Mau Seranjang Sama Kamu!

Share

Aku Nggak Mau Seranjang Sama Kamu!

Penulis: Juniarth
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56
Saat aku di rumah Fani …

“Seingatku, Kak Lily udah setengah nggak sadar. Kepala udah direbahin di atas meja. Saat aku tanya Vela, dia bilang kalau Kakak ngantuk.”

“Saat kita lagi sorak-sorak senang, aku nggak sengaja lihat dua orang laki-laki datang nyamperin Kak Lily lalu membawa Kakak pergi. Lalu aku tanya Vela lagi. Dia bilang kalau itu sepupu kalian yang emang sengaja datang buat njemput Kak Lily.”

Aku yang duduk di samping Fani pun menggeleng tidak percaya. Kini spekulasinya hanya ada dua.

Apakah Vela benar-benar tidak mengenal kedua lelaki yang membawaku pergi?

Ataukah itu memang rencangan Vela untuk membuatku berakhir di ranjang dengan lelaki lain?

“Makanya aku sempat kaget Kak Lily bilang diusir dari rumah bahkan dikatain yang nggak bener.”

“Apa kamu nggak tahu hal lainnya, Fan?”

Kepalanya menggeleng. “Soalnya aku kira itu emang sepupu kalian. Tapi, bukannya Kak Lily mau nikah?”

Kini giliran kepalaku yang menggeleng. “Batal. Karena kejadian itu, Fan.”

“Ya Tuhan. Yang
Juniarth

enjoy reading ...

| 1
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Ini Yang Kamu Cari, Kan?!

    “Lois, ayo pulang ke kontrakan. Aku harus berangkat kerja.” Fajar mulai nampak dan aku membangunkan Lois yang tidur dengan sangat lelap. Hingga pagi menjelang entah berapa kali aku terbangun hanya untuk memastikan bahwa tidak ada tangan yang melingkari tubuhku meski Lois adalah suamiku. Dia menepati janjinya dengan tidak menyentuhku saat tidur tapi memeluk guling yang menjadi pembatas kami berdua. Setelah mencuci muka dan kembali ke kamar, Lois membuka lemari kemudian mengambil sebuah sweater. “Pakai ini, Ly. Di luar masih dingin. Cardiganmu terlalu tipis.” Aku menerima sweaternya setelah selesai merapikan sprei ranjang tidur. “Eh, tunggu. Kamu habis nangis, ya?!” Semalam, mungkin Lois tidak menyadari kondisi mataku karena penerangan yang temaram di dalam kamarnya. Namun pagi ini, aku lupa menyembunyikan mata bengkakku ketika penerangan kamarnya menyala terang. “Nggak, kok. Buruan balik ke kontrakan kita. Aku belum mandi.” Tanpa menginterogasiku lebih jauh, Lois memilih berlal

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Bukan Kali Pertama Lois Bercinta

    “Kok cuma berdiri sih, Mbak? Sini duduk dulu. Ntar aku kasihin kuncinya.” Usai berkata demikian, lelaki tanpa baju dan hanya mengenakan celana jeans itu kembali menghisap nikotin melalui bibirnya yang hitam. Lalu menghembuskan asapnya ke udara diikuti beberapa teman lelakinya yang lain. “Saya cuma butuh kunci kamar Lois. Bukan duduk disini dengan kalian.” “Jangan mikir jelek dulu, Mbak. Ceweknya anak-anak yang bertamu kemari tuh wajib kenalan sama kami-kami dulu. Masak cuma keluar masuk kontrakan tapi nggak kenal kan nggak etis.” “Saya rasa itu nggak perlu.” “Nama Mbaknya aja kita nggak tahu. Gimana kalau pas ada yang nyariin. Ya nggak, gaes?!” Teman-teman lelakinya yang lain mengangguk setuju. “Teman-teman disini tuh biasa banget masukin ceweknya ke kamar. Dan kita kenal semua cewek itu. Anggap aja ini salam perkenalan.” Aku tertegun mendengar penuturan mereka. Pasalnya aku baru tahu jika kontrakan lama Lois ini tidak memiliki aturan ketat bahkan bisa seenaknya membawa masuk d

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Jatuhkan Talakmu Malam Ini Juga!

    "Nath, makasih udah ngizinin gue nginep di kos lo. Maaf gue ngrepotin." "Nggak masalah, Ly." "Gue balik dulu, ya? Tolong jangan bilang apa-apa ke Lois. Gue nggak mau ngrepotin dia," kilahku padahal aku begitu kecewa padanya. "Kenapa sih, Ly? Dia kan sepupu lo?" Kepalaku menggeleng kemudian berpamitan pergi. Pagi masih buta namun aku harus segera kembali ke kontrakan untuk mandi dan berganti pakaian. Pertanyaannya, apakah aku berani berada di kontrakan seorang diri? Nanti aku akan nekat mencobanya. Andai tetap tidak berani, mungkin aku akan meminjam kamar mandi tetangga kontrakan. Dan semoga saja suaminya sudah pergi bekerja agar aku tidak dianggap mengganggu keharmonisan rumah tangga orang lain. Rasanya sungguh tidak nyaman memiliki autophobia seperti ini ditambah dengan hati yang benar-benar terluka. Lalu sebuah ide terlintas dibenakku dan sepertinya tidak ada salahnya mencoba solusi itu. Bukankah aku pernah membahasnya dengan Mama? Dan bila keadaannya seperti ini, buka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Aku Tidak Menjual Istriku

    “Aku nggak pernah merendahkan kamu! Apalagi menjual kamu ke teman-temanku!” Lois berucap pelan, tegas, dengan wajah serius menatapku yang berurai air mata. “Munafik! Semua laki-laki itu sama! Ucapan sama kelakuannya beda! Kalian bersikap sok jadi pahlawan padahal aslinya preman! Aku benci kamu, Lois!" Aku berusaha melepaskan cekalan tangannya yang mencengkeram kedua pergelangan tanganku erat dan menghimpit tubuhku ke dinding. “Sumpah demi apapun, Ly! Aku nggak pernah punya niatan nyodorin kamu ke teman-temanku!" "Kalau enggak, lalu kenapa mereka gituin aku, Lois?!" ucapku kesal. "Lagi pula, teman mana yang kamu maksud, Ly?!” “Teman-teman kontrakanmu!” “Apa?!” Lois terkejut. “Nggak usah sok terkejut padahal kamu tahu semuanya! Kamu sengaja giniin aku, kan?! Mentang-mentang kamu udah tahu rahasia besarku yang gagal nikah! Iya, kan?!” Kepalanya menggeleng tegas dengan mata menatapku tajam. “Walau aku gagal nikah, tapi aku bukan perempuan murahan, Lois! Aku masih punya harga dir

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Siapa Lelaki Yang Mengantarmu?

    Saat Lois akan pergi meninggalkan aku dari kamar kontrakannya yang lama, aku bergerak cepat mencekal pergelangan tangannya dengan kedua tanganku. “Lois, maaf.” Dia menoleh dengan wajah kesalnya. “Maaf, aku … aku nggak tanya dulu ke kamu.” Dia melirik tanganku yang memegang tangannya lalu aku melepasnya perlahan. Bukannya menjawab, Lois kembali melangkah pergi meninggalkan aku. Dan tinggallah aku di kamarnya sendirian. Air mataku kembali tumpah ketika mendapati sikap Lois yang acuh padaku. Dia sudah mengerti rahasia besarku dari mulutku sendiri. Pasti ia kini jijik padaku karena tahu bahwa aku pernah tidur dengan lelaki lain hingga rencana pernikahanku dengan Ishak harus batal. Ditambah autophobia yang kuderita, jika Lois meninggalkanku seorang diri, apakah aku benar-benar berani? Dan lagi, siapa yang bisa kujadikan langit atau pelindungku selain Lois untuk saat ini? Tapi jika dia marah dan tidak menerima permintaan maafku, lalu apa yang harus kulakukan? *** Ketika aku akan

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Lois, Kamu Dimana?

    Shala menatapku dengan raut bertanya-tanya. “Ly, lo selingkuh?” Itu pertanyaan pertama yang keluar dari mulut Shala ketika mendengar ucapan seorang rekan kerja kami yang kebetulan tadi pagi melihatku diantar Lois pergi bekerja. Ya Tuhan, mengapa masih saja ada yang melihatku diantar Lois? Padahal Lois sudah menurunkanku sebelum mencapai halaman kantor. Apakah temanku itu melihatku saat bertepatan membuka helm? “Eng … enggak. I .. itu kakak gue.” “Kakak? Bukannya lo anak pertama?” Shala dan seorang rekan kerja yang berada di kubikel, menatapku lekat-lekat. “Ah … maksud gue itu kakak sepupu gue. Kebetulan lokasi kerjanya searah sama gue.” Aku segera menghidupkan komputer lalu mengabaikan keduanya yang saling bertukar pandang. “Ly, lo aneh. Maksud gue, hari pernikahan udah deket tapi nggak ada undangan yang lo sebar. Tahu-tahu lo bilang acaranya diundur. Sekarang, ada yang bilang lo dianter sama cowok lain. Lo nggak lagi berbohong 'kan?!" Aku cukup gelagapan karena belum apa-ap

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Anggap Saja Menang Lotre

    "Mbak Lily nggak mau makan malam dulu?" tanya sopir taksi mewah ini. Kedua alisku berkerut mendapat pertanyaan itu. Sejak kapan seorang sopir taksi menawarkan mengantar menuju rumah makan pada penumpang yang ia bawa sedang penumpangnya tidak berkata akan makan malam. "Makan malam gimana maksudnya, Pak?" "Lho, Mbak Lily merasa lapar atau tidak?" "Kalau lapar kenapa?" "Saya antar ke restauran." "Hah?!" Aku bingung dengan sopir taksi ini. Bukankah tugas sopir hanya mengantar dan menjemput penumpangnya? Bukan menawarkan pergi ke restauran untuk makan malam tanpa perintah dari penumpang, kan?! Lagi pula, akan terasa lucu jika sopir taksi mobil mewah seperti ini mengetahui selera makanku yang hanya berada di level biasa-biasa saja. Gengsi lebih tepatnya. Masak iya sedan mewan begini berhenti di warteg? "Eh ... saya ... bisa beli sendiri nanti, Pak. Tidak perlu repot-repot." Malu rasanya karena tidak mampu membeli makanan mahal di restauran. Memangnya berapa besar gaji seorang st

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29
  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Apa Kalian Pikir Aku Jual Diri?

    "Ly, ini kue siapa?" teriak Lois dari ruang tamu. Aku yang masih diliputi kebingungan setelah membaca softcopy dokumen peralihan saham dari ponselnya pun menjawab seadanya. "Buat kamu!" "Buat aku?! Aku nggak ultah?" "Eh ... itu ... udah makan aja!" "Tumben kamu perhatian beliin aku kue enak?" Aku tidak menggubris ucapannya lalu memilih mengambil pakaian bersih dan bersiap mandi. Tapi ketika membuka pintu, Lois sudah berdiri di depan pintu kamar dengan membawa potongan kue di atas piring. Dia memotongnya sedikit menggunakan sendok lalu menyodorkannya ke mulutku. "Kamu belum nyobain, kan?!" Aku membuka mulut, menerima suapan dari Lois. Kemudian Lois menyuapkan potongan kue selanjutnya untuk dirinya sendiri menggunakan sendok yang sama. "Lois, itu sendok bekasku." "Iya. Kenapa?" "Kamu nggak jijik?" "Sama bini sendiri kenapa jijik?" Apa? Lois menganggapku benar-benar istrinya? Ada apa dengan hari ini? Mengapa dia mendadak begitu ... loveable? *** Lois : Kamu pulang sen

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-29

Bab terbaru

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Bikin Anak Lagi Yuk?

    POV RADEN MAS / LOIS Luis dan Lewis sudah sering bertandang ke rumah Romo dan Ibu sejak aku dan Lilyah pindah ke Jakarta. Entah sudah berapa bulan kami di Jakarta. Bahkan Romo dan Ibu khusus membuat acara welcome party untuk keduanya dengan mengundang keluarga Hartadi saja. Acara itu lumayan meriah tapi tidak ada Lilyah. Dia tidak mau datang karena takut pada Romo dan Ibu, ditambah keduanya juga tidak mengundang Lilyah. Meski aku memaksanya untuk datang namun tetap saja Lilyah tidak mau. Saudara-saudara begitu gemas melihat Luis dan Lewis saat bermain dengan keponakan yang lain. Pasalnya kedua anak kembarku itu benar-benar menggemaskan dan rupawan. “Yang, ayo ke rumah Romo dan Ibu. Ini akhir pekan lho.” Ajakku. Lilyah baru saja memasukkan bekal Luis dan Lewis ke dalam tas. “Kapan-kapan aja, Mas. Kalau aku udah diundang Romo dan Ibumu. Untuk saat ini biar kayak gini dulu. Aku cuma nggak mau mereka ilfil sama aku.” “Lagian, aku sama si kembar udah biasa sembunyi dari media tenta

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Senyum Bahagia Palsu Istriku

    POV RADEN MAS / LOIS "Den Mas, akta kelahiran Mas Luis dan Mas Lewis sudah jadi," ucap Pak Wawan, asisten pribadiku. Aku yang sedang duduk di kursi kebesaran CEO Hartadi Group lantas menerima map hijau berisi akta kelahiran baru kedua jagoanku. Gegas aku membuka map itu dan membaca kata demi kata yang tertulis di sana dengan seksama. Tidak ada yang berubah selain nama kedua putraku itu. Raden Mas Satria Luis Hartadi. Raden Mas Satria Lewis Hartadi. Dan nama Lilyah masih tertulis jelas sebagai ibu kandung keduanya. "Makasih, Pak Wawan. Nanti akan aku tunjukin ke Lilyah." Sudah satu minggu ini kami menempati rumah baru yang berada tidak jauh dari rumah Romo dan Ibu. Tentu saja Lilyah berusaha beradaptasi dengan lingkungan sekitar. Begitu juga dengan Luis dan Lewis. Biasanya kami tinggal di tempat yang minim polusi dan masih bisa menikmati pepohon tinggi di Bandung, kini justru disuguhi dengan pemandangan gedung bertingkat dan hawa yang panas. Sejak kami pindah ke Jakarta,

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Raden Mas Satria Luis dan Lewis Hartadi

    POV RADEN MAS / LOIS "Kalau kamu nggak nyaman, kita bisa cari rumah yang sesuai seleramu aja, Yang. Nggak masalah kok meski nggak dekat sama rumah Romo dan Ibu."Aku tidak tega melihat Lilyah kembali hancur ketika terus-terusan ditolak keluarga Hartadi untuk sesuatu hal yang tidak ia lakukan. Ekspresinya kini terlihat meragu dan tidak nyaman sama sekali dengan tangan menepuk pantat Luis yang mulai terlelap. "Aku akan bilang Romo dan Ibu kalau kamu nggak suka tinggal di Jakarta. Alasannya logis kan?!"Lalu Lilyah melepas ASI dari mulut Luis perlahan sekali kemudian mengancingkan pengait baju di bagian dada sambil duduk. Aku pun sama, memberi guling kecil untuk dirangkul Lewis agar tidak merasa aku meninggalkannya lalu duduk menghadap Lilyah."Kita ngobrol di ruang tengah aja yuk, Mas?" Pintanya dan aku menuruti.Kututup pintu kamar perlahan sekali lalu menuju ruang tengah dengan merangkul pundak Lilyah. Rumah sudah sepi karena semua pelayan, bodyguard, dan asistenku sudah masuk ke da

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   CEO Baru

    POV RADEN MAS / LOIS Dengan jas hitam yang terasa pas melekat di tubuh, aku turun dari mobil MPV Premiun usai pintunya dibuka oleh asistenku, Pak Wawan. Di depan loby pabrik sigaret yang dulu kupimpin, pengawal yang biasa bersama Romo langsung mengamankan jalanku menuju aula. Tidak ada media satupun yang kuizinkan untuk meliput pengangkatanku sebagai CEO Hartadi Group yang baru. Aku tidak mau wajahku malang melintang di media manapun lalu dikaitkan dengan kerajaan bisnis keluarga Hartadi yang turun temurun ini. Nanti efeknya bisa ke keluarga kecilku. Begitu memasuki aula rapat pabrik yang sekarang berubah lebih modern, jajaran direksi sudah menungguku. Lalu seulas senyum kusuguhkan sambil menyalami tangan mereka satu demi satu. "Selamat Mas Lubis." "Semoga sukses." "Semoga Hartadi Group makin berjaya dengan anda sebagai pemimpinnya." Rasanya aku terlalu muda duduk di kursi ini mengingat kolega bisnis Romo sudah berumur semua. Romo saja yang terlalu cepat ingin mengundurkan d

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Serah Terima Jabatan

    POV RADEN MAS / LOIS "Nggak bisa apa, Romo?" tanyaku dengan menatap beliau lekat. "Lubis, Romo dan Ibumu terlahir dari keluarga yang menjaga etika, harga diri, sopan santun, juga tata krama yang tinggi. Coba kamu lihat orang-orang yang bermartabat tinggi di luar sana, sudikah mengangkat menantu yang pernah digauli lelaki lain lalu sempat menjadi perbincangan orang lain meski videonya udah nggak ada di dunia maya?" Aku hanya menatap Romo tanpa mengangguk atau menggeleng. "Lebih baik mereka menikahkan putranya sama yatim piatu yang benar-benar terjaga kehormatannya, Lubis. Karena kehormatan itu ... adalah harga tertinggi seorang perempuan yang nggak bisa dibeli dengan apapun kalau udah terlanjur dihancurkan laki-laki lain." "Tapi aku mencintai Lilyah dan mau menerima kekurangannya di masa lalu, Romo. Dia itu dijebak. Bukan seenak hati nyodorin kehormatannya demi lelaki lain," ucapku pelan namun tegas. Kepala Romo menggeleng, "Maaf, Romo dan Ibumu nggak bisa, Lubis. Maaf." Lalu aku

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Lewis Dan Luis Mulai Ada Di Hati

    POV RADEN MAS / LOIS "Selamanya! Katakan sama Romo dan Ibumu, orang tua mana yang bisa menerima perempuan bekas lelaki lain?! Hati orang tua mana yang bisa merelakan putra kesayangannya menikah sama perempuan yang pernah digilir sama bajingan-bajingan?!" "Nggak ada, Lubis! Nggak ada orang tua yang bisa terima itu!" Romo berucap tegas meski tidak keras karena ada Luis dan Lewis. Jangan sampai mereka mendengar perdebatan yang menyangkutpautkan tentang Ibu mereka. Walau mereka belum memahaminya. "Tapi aku udah bersihin semua video Lilyah yang udah diunggah di dunia maya, Romo." "Tetap aja, Lubis! Tetap aja jatuhnya dia itu perempuan yang pernah ditiduri lelaki lain! Asal kamu tahu, Romo nggak masalah kamu nikah sama dia asal nggak ada masa lalu kelamnya yang kayak gitu! Tapi, takdir berkata lain. Dia tetap perempuan kotor!" "Meski Lilyah dijebak saudaranya sendiri?" tanyaku dengan tatapan mengiba. *** Pukul delapan malam, aku baru tiba di Bandung. Helikopter perusahaan turun di

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Tidak Akan Pernah Ada Restu

    POV RADEN MAS / LOIS "Kita harus bicara, Lubis!" Hanya itu yang Romo katakan lalu beliau berlalu bersama Ibu. Kemudian aku dan Mbak Syaila mengikuti keduanya dengan menggendong si kembar menuju ke dalam rumah megah kedua orang tuaku ini. Rumah yang bisa membuat siapapun tersesat jika tidak terbiasa berada di dalamnya. Lirikan sinis dari kakak pertamaku yang haus harta, Mbak Ayu, tidak kuhiraukan sama sekali ketika melihat kedatanganku. Dia pernah hampir mencelakai si kembar ketika masih berada di kandungan Lilyah. Dan tidak akan kubiarkan kedua kalinya dia menyentuh Luis dan Lewis walau hanya sekedar mengusap pipinya. Jujur, aku gugup dan merasa sangat bersalah pada Romo dan Ibu karena hubungan kami tidak kunjung membaik pasca aku lebih memilih Lilyah dan kehamilannya kala itu. "Mbak, kira-kira Romo sama Ibu mau ngomong apa?" Bisikku dengan menyamakan langkah dengannya. "Kalau aku tahu duluan itu namanya aku mau jadi dukun, Lubis." Sungguh candaan Mbak Syaila tidak membuat

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Kedatanganku Dengan Si Kembar

    POV RADEN MAS / LOIS Hari ini akan menjadi pertama kalinya aku kembali ke pabrik sigaret di Bandung yang setahun lalu kutinggalkan demi melindungi Lilyah dan kedua putra kembarku dari intervensi keluarga besarku. Dulu aku membangun pabrik ini dengan susah payah bahkan jatuh bangun untuk menunjukkan pada Romo, Ibu, dan keluarga besar Hartadi jika aku bisa sehebat Romo membawahi bisnis sigaret turun temurun keluargaku. Namun, demi kebahagiaan Lilyah dan ketenangannya merawat si kembar, aku memutuskan untuk meninggalkan semua fasilitas eksklusif premium yang keluargaku berikan. Pikirku, harta bisa kucari dari bisnis pribadiku, tanpa harus mengorbankan perasaan istri dan kedua buah hatiku yang tidak berdosa. "Kamu yakin nggak mau ikut?" tanyaku sambil menatap Lilyah lekat-lekat. Dia tengah mencukur jambang di rahangku dengan begitu telaten. Kepalanya kemudian menggeleng pelan dengan tetap mencukur rambut halus itu agar penampilanku tetap menarik. "Masih ada waktu lima belas meni

  • Pinangan Jutawan Berkedok Seniman   Dihibur Harapan Yang Tak Pasti

    POV RADEN MAS / LOIS “Saya tinggal dulu, Pak Daniel.” Aku tidak menjawab pertanyaan Pak Daniel tentang si kembar dan memilih berlau dari taman bermain itu. Aku belum bisa mengakui si kembar dan Lilyah pada dunia secepat ini. Khawatir nanti akan menimbulkan perselisihan lagi antara aku dan keluarga Hartadi. Aku tidak tega melihat Lilyah dan kedua putra kembarku terluka karena penolakan dari keluarga besar Hartadi. Setelah berada di salah satu toilet khusus pria, aku mengirimkan sebuah pesan pada Lilyah. [Pesan dariku : Aku ke toilet dulu. Mendadak mulas banget, Yang.] Padahal pesan itu mengandung kebohongan seratus persen hanya untuk menghindari persepsi Daniel tentang keberadaan si kembar dan juga Lilyah. Biarlah seperti ini dulu entah sampai kapan. Yang penting kami bahagia dan tidak membuat hati siapapun terluka. *** “Mas, kamu kok belum balik dari toilet?” Itu suara Lilyah dari sambungan telfon. “Apa perutmu masih mulas?” Bukan mulas, juga bukan masih di toilet.

DMCA.com Protection Status