Nia menghela nafas panjang saat melihat ibu mertuanya melemparkan uang ke wajahnya, "Sabar Nia... Sabar." Nia mengambil selembar uang berwarna merah yang tergeletak di lantai, sungguh hatinya terasa sakit akan perlakuan yang di lakukan oleh mertuanya.Nia segera menghapus cairan bening yang hendak menetes di sudut matanya, entah kesalahan apa yang di lakukan oleh dirinya hingga perlakuan yang Ratmini berikan kepada Riri dan dirinya sangat berbeda."Nggak usah cengeng! Masak ayam dan sayur-sayuran yang segar," titah Ratmini.Nia memandang uang yang berada di tangannya, hanya uang seratus ribu rupiah Nia di tuntut untuk masak enak sedangkan semua bahan-bahan di dapur telah habis termasuk beras dan minyak.Tanpa berbicara banyak, Nia lantas menggandeng Gea untuk di ajak ke warung sayur. Nia sudah terlalu malas untuk berdebat dengan siapapun, sejak kemarin dirinya tak hentinya membuang tenaga untuk berdebat dengan madunya.**Setelah selesai makan, Nia berniat memandikan Gea terlebih dahu
Edi terdiam mendengar ucapan sang ibu, "Bu, aku nggak bisa ceraikan Nia karna ada Gea di antara kami," sahut Edi."Walaupun kalian sudah berpisah, Gea tetap akan jadi anak kandung kamu Edi," ujar Ratmini."Aku tau Bu, tapi aku tidak tega. Gea pasti akan sedih jika dia megetahui bahwa kedua oranng tuanya berpisah.""Gea itu masih kecil, dia nggak akan tau bahwa kamu dan Nia bercerai. Atau jangan jangan..." Ratmini menatap Edi dengan tatapan menyelidik."Jangan jangan apa Bu? Ibu jangan salah paham, aku hanya memikirkan perasaan Gea saja," kilah Edi. "Dan aku juga masih memiliki rasa cinta dan sayang kepada Nia." Edi berucap dalam hatinya, ia tak mungkin mengakui jika dirinya masih mempunyai perasaan kepada istri pertamanya. Mau bagaimanapun rumah tangga dirinya dan Nia sudah berjalan cukup lama hingga tak semudah itu menghilangkan perasaannya kepada Nia."Ck, untuk apa kamu mempertahankan perempuan seperti itu demi menjaga perasaan Gea. Lagi pula anak sekecil itu belum mengerti tentang
Ratmini menyodorkan sebuah kertas kecil berwarna putih ke hadapan Edi. "Punya sapa Bu?" Edi menerima kertas tersebut dengan mnegerutkan kening sebab selama ini dirinya tak pernah memberikan uang melalui transfer. Edi melihat jika struk penarikan uang tersebut baru kemarin bahkan tanggal dan jamnya masih terlihat sangat jelas. Edi semakin bertambah binggung saat ia melihat tertera jumlah angka penarikan satu juta rupiah dan kemudian kedua matanya membulat sempurna saat melihat isi saldo yang tertera di kertas tersebut. "Kenapa Di?" tanya Ratmini dengan rasa penasaran karna reaksi yang di berikan oleh putranya. "Ibu beneran dapet di kamar Nia?" tanya Edi memastikan. "Iya lah, kan Ibu tadi lagi beres-beres baju Ibu di kamar Nia dan Ibu nggak sengaja nemuin kertas itu," jelas Ratmini. "Memang ada apa Di? Kamu seperti terkejut melihatnya," lanjut Ratmini. "Iya nih Mas, bikin aku penasaras aja," ucap Riri, ia mendekat ke arah suaminya untuk melihat apa yang menyebabkan suaminya terkeju
Edi menganggukan kepalanya mendengar usul yang di sampaikan oleh sang ibu, lagi pula untuk apa seorang istri memegang uang begitu banyak bahkan total jumlah uang yang berada di rekening Nia sama saja satu tahun gajinya. Cukup lama Edi menunggu kedatanngan Nia tetapi hingga hari beranjak saing tak terlihat jika Nia sudah kembali. Bahkan Ratmini sudah berulang kali menggerutu karna ia pun sama tak sabarnya ingin mengetahui dari mana menantunya tersebut mempunyai uang yang begitu banyak. "Istri kamu kemana sih Ed? Masa sudah sudah kaya gini dia belum pulang juga. Kebiasaan keluyuran terus mentang-mentang punya banyak uang," ketus Ratmini. "Sabar dong Bu, aku juga kan lagi nunggu Nia dari tadi. Malah udah ngabisin empat gelas kopi dari pagi tadi," sahut Edi dengan kesal. "Sabar terus yang dari tadi kamu ucapin. Ibu tuh udah nggak sabar mau minta uang sama Istri kamu, lagi pula perut Ibu udah laper tau." "Ibu kan bisa masak mie instan dulu Bu, kenapa harus nungguin Nia pulang, sih."
Edi menatap tajam ke arah Riri saat diriya mendengar jika saat ini istrinya sudah memegang uang sepersenpun. "Lalu bagaimana cara membayar semua makanan ini Ri!" Edi mencoba menekan suaranya agar tak ada yang mendengarnya."Makanya kan aku minta uang sama kamu, Mas," sahut Riri tanpa merasa dosa."Aku uang dari mana? Uang gajiku bulan ini sudah aku berikan ke kamu sebanyak delapan juta dan Ibu lima juta." nafas Edi berderu dengan cepat menahan gejolak amarah yang siap meluap kepada istri keduanya."Mohon cepat Pak, Bu. Saya ada pesanan lagi yang harus saya antar," ucap laki-laki tersebut kembali."Se-sebentar Mas." Riri cukup panik saat ini karna nyatanya suaminya tak memiliki uang, sedangkan uang sebanyak delapan juta yang dua hari lalu di berikan oleh suaminya sudah habis untuk berbelanja online."Mas, gimana dong?" rengek Riri karna dirinya sudah tak bisa melakukan apapun selain merengek kepada suaminya."Lebih baik kamu kembalikan saja makanan itu." hal tersebut sukses membuat Rir
Nia yang baru saja turun dari ojeg, bahkan dirinya belum membayar jasa ojeg yang sudah mengantarkan dirinya dan putrinya dengan selamat sampai rumah, tetapi suaminya dengan begitu enteng mengadahkan tangannya di hadapan dirinya sehingga membuat Nia mengerutkan keningnya dengan bingung."Untuk apa dia meminta uang kepadaku? Apa dia tidak sadar jika aku saja belum di berikan jatah uang olehnya." Nia bertanya-tanya dalam hatinya, tetapi dengan cepat dirinya tersedar jika saat ini ia harus membayar jasa ojeg tersebut.Dengan cepat Nia merogoh tas selempang lusuhnya untuk mengambil uang yang tersisa di dalamnya, setelah membayar kepada tukang ojeg tersebut Nia lantas meraih belanjaan yang begitu banyak di teras rumahnya. "Nia mana uangnya?" tanya Edi kembali.Nia yang baru saja akan melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah seketika menghentikan langkahnya, ia membalikan tubuhnya menghadap ke arah suaminya. "Uang apa Mas?" tanya Nia karna ia tak mengerti dengan apa yang di maksud oleh s
Ratmini, Edi dan Riri seketika membelakan kedua matanya saat melihat Nia dengan begitu entengnya mengembalikan makanan tersebut. "Gimana sih, Bu? Kalo nggak punya uang kenapa harus pesen! Gaya pingin terlihat elit tapi ekonomi sulit," ketus laki-laki tersebut."Maaf ya Mas," ucap Nia.Laki-laki yang mengantarkan makanan tersebut terlihat menarik nafas panjang untuk menahan emosinya. Ya, orang mana yang tak akan emosi jika terjadi hal seperti ini? Apalagi laki-laki tersebut mungkin saja sedang mencari rezeki untuk keluarganya.Setelah kepergian laki-laki tersebut, Riri mendekati Nia dan mencengkram lengan Nia dengan kuat hingga membuat Nia mendesis kesakitan. "Kenapa makananku di kembalikan? Apa kamu tidak tau, Mbak, jika aku saat ini tengah ingin makan itu semua," hardik Riri."Jika kamu sanggup membayar, aku juga tidak akan mengembalikan semua makanan itu," jelas Nia."Kan Mas Edi sudah meminta uang kepada Mbak untuk membayar makanan itu! Kenapa susah sekali memberikan hanya lima r
"Alasan! Aku akan buat kamu keluar dari rumah ini hari ini juga dan aku pastikan jika putraku akan menjatuhkan talak kepadamu!" setelah mengucapkan hal tersebut Ratmini meninggalkan Nia.Edi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, di kursi belakang Riri sejak tadi tak henti-hentinya menangis merasakan nyeri yang sangat hebat, bahkan darah sejak tadi tak henti-hentinya mengalir membanjiri mobil Edi."Bu sakit." suara Riri terdengar sangat lirih sehingga membuat Edi menjadi semakin cemas."Edi cepetan bawa mobilnya," desak Riri."Ini udah cepat Bu," jawab Edi, "Sabar ya, sebentar lagi kita akan sampai ke rumah sakit," ujar Edi dengan netra sesekali menatap ke arah Riri melalui kaca.Mobil yang di kendarai oleh Edi memasuki halaman rumah sakit yang luas, Edi memarkirkan mobilnya di depan pintu massuk dan dengan segera ia memanggil para dokter dan suster untuk segera menangani istrinya yang sejak tadi mengeluh kesakitan.Satmpan dan dua suster dengan sigap membawa brankar mendekat