Edi menganggukan kepalanya mendengar usul yang di sampaikan oleh sang ibu, lagi pula untuk apa seorang istri memegang uang begitu banyak bahkan total jumlah uang yang berada di rekening Nia sama saja satu tahun gajinya. Cukup lama Edi menunggu kedatanngan Nia tetapi hingga hari beranjak saing tak terlihat jika Nia sudah kembali. Bahkan Ratmini sudah berulang kali menggerutu karna ia pun sama tak sabarnya ingin mengetahui dari mana menantunya tersebut mempunyai uang yang begitu banyak. "Istri kamu kemana sih Ed? Masa sudah sudah kaya gini dia belum pulang juga. Kebiasaan keluyuran terus mentang-mentang punya banyak uang," ketus Ratmini. "Sabar dong Bu, aku juga kan lagi nunggu Nia dari tadi. Malah udah ngabisin empat gelas kopi dari pagi tadi," sahut Edi dengan kesal. "Sabar terus yang dari tadi kamu ucapin. Ibu tuh udah nggak sabar mau minta uang sama Istri kamu, lagi pula perut Ibu udah laper tau." "Ibu kan bisa masak mie instan dulu Bu, kenapa harus nungguin Nia pulang, sih."
Edi menatap tajam ke arah Riri saat diriya mendengar jika saat ini istrinya sudah memegang uang sepersenpun. "Lalu bagaimana cara membayar semua makanan ini Ri!" Edi mencoba menekan suaranya agar tak ada yang mendengarnya."Makanya kan aku minta uang sama kamu, Mas," sahut Riri tanpa merasa dosa."Aku uang dari mana? Uang gajiku bulan ini sudah aku berikan ke kamu sebanyak delapan juta dan Ibu lima juta." nafas Edi berderu dengan cepat menahan gejolak amarah yang siap meluap kepada istri keduanya."Mohon cepat Pak, Bu. Saya ada pesanan lagi yang harus saya antar," ucap laki-laki tersebut kembali."Se-sebentar Mas." Riri cukup panik saat ini karna nyatanya suaminya tak memiliki uang, sedangkan uang sebanyak delapan juta yang dua hari lalu di berikan oleh suaminya sudah habis untuk berbelanja online."Mas, gimana dong?" rengek Riri karna dirinya sudah tak bisa melakukan apapun selain merengek kepada suaminya."Lebih baik kamu kembalikan saja makanan itu." hal tersebut sukses membuat Rir
Nia yang baru saja turun dari ojeg, bahkan dirinya belum membayar jasa ojeg yang sudah mengantarkan dirinya dan putrinya dengan selamat sampai rumah, tetapi suaminya dengan begitu enteng mengadahkan tangannya di hadapan dirinya sehingga membuat Nia mengerutkan keningnya dengan bingung."Untuk apa dia meminta uang kepadaku? Apa dia tidak sadar jika aku saja belum di berikan jatah uang olehnya." Nia bertanya-tanya dalam hatinya, tetapi dengan cepat dirinya tersedar jika saat ini ia harus membayar jasa ojeg tersebut.Dengan cepat Nia merogoh tas selempang lusuhnya untuk mengambil uang yang tersisa di dalamnya, setelah membayar kepada tukang ojeg tersebut Nia lantas meraih belanjaan yang begitu banyak di teras rumahnya. "Nia mana uangnya?" tanya Edi kembali.Nia yang baru saja akan melanjutkan langkahnya masuk ke dalam rumah seketika menghentikan langkahnya, ia membalikan tubuhnya menghadap ke arah suaminya. "Uang apa Mas?" tanya Nia karna ia tak mengerti dengan apa yang di maksud oleh s
Ratmini, Edi dan Riri seketika membelakan kedua matanya saat melihat Nia dengan begitu entengnya mengembalikan makanan tersebut. "Gimana sih, Bu? Kalo nggak punya uang kenapa harus pesen! Gaya pingin terlihat elit tapi ekonomi sulit," ketus laki-laki tersebut."Maaf ya Mas," ucap Nia.Laki-laki yang mengantarkan makanan tersebut terlihat menarik nafas panjang untuk menahan emosinya. Ya, orang mana yang tak akan emosi jika terjadi hal seperti ini? Apalagi laki-laki tersebut mungkin saja sedang mencari rezeki untuk keluarganya.Setelah kepergian laki-laki tersebut, Riri mendekati Nia dan mencengkram lengan Nia dengan kuat hingga membuat Nia mendesis kesakitan. "Kenapa makananku di kembalikan? Apa kamu tidak tau, Mbak, jika aku saat ini tengah ingin makan itu semua," hardik Riri."Jika kamu sanggup membayar, aku juga tidak akan mengembalikan semua makanan itu," jelas Nia."Kan Mas Edi sudah meminta uang kepada Mbak untuk membayar makanan itu! Kenapa susah sekali memberikan hanya lima r
"Alasan! Aku akan buat kamu keluar dari rumah ini hari ini juga dan aku pastikan jika putraku akan menjatuhkan talak kepadamu!" setelah mengucapkan hal tersebut Ratmini meninggalkan Nia.Edi mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi, di kursi belakang Riri sejak tadi tak henti-hentinya menangis merasakan nyeri yang sangat hebat, bahkan darah sejak tadi tak henti-hentinya mengalir membanjiri mobil Edi."Bu sakit." suara Riri terdengar sangat lirih sehingga membuat Edi menjadi semakin cemas."Edi cepetan bawa mobilnya," desak Riri."Ini udah cepat Bu," jawab Edi, "Sabar ya, sebentar lagi kita akan sampai ke rumah sakit," ujar Edi dengan netra sesekali menatap ke arah Riri melalui kaca.Mobil yang di kendarai oleh Edi memasuki halaman rumah sakit yang luas, Edi memarkirkan mobilnya di depan pintu massuk dan dengan segera ia memanggil para dokter dan suster untuk segera menangani istrinya yang sejak tadi mengeluh kesakitan.Satmpan dan dua suster dengan sigap membawa brankar mendekat
Edi menatap ke arah ibunya yang saat ini tak henti-hentinya mengutuk istri pertamanya, Edi bahkan tidak mengerti apa yang terjadi saat Riri menyeret Nia dengan secara kasar. Edi hanya mendengar saat Riri memekik kesakitan dan dengan segera Edi berlari keluar."Kenapa Ibu menyalahkan Nia?" tanya Edi."Loh, memang ini semua salah Istri kamu kok. Jika bukan karna wanita kampung itu, mungkin saja saat ini Riri tidak mengalami keguguran seperti ini," gerutu Ratmini.Edi terdiam, ia cukup bimbang dengan apa yang di ucapkan oleh ibunya. Bukan Edi tak mau mempercayai ucapan ibunya, tetapi ia rasa tidak percaya jika Nia, istri pertamanya yang sangat baik dan tak pernah menuntut apapun akan setga itu membuat Riri terjatuh dan menyebabkan Riri keguguran."Sudahlah Bu, lebih baik kita tunggu Riri dan tanyakan apa yang sebenarnya terjadi. Bisa saja memang secara tidak sengaja Riri terjatuh sendiri," ujar Edi."Ah kamu tuh Ed, dari dulu nggak ada berhenti-berhentinya ngebelain wanita kampungan kay
Edi terdiam, ia bingung dengan keputusan yang akan dia ambil. Tetapi Edi yakin jika Nia istrinya tidak akan melakukan hal tersebut. Edi sangat tau kepribadian Nia yang tak akan berlaku kasar kepada seseorang walaupun seseorang tersebut sudah menyakitinya, termasuk dirinya.Dirinya? Ya, Edi menyadari jika dirinya sudah sangat jahat kepada istrinya tersebut, bahkan Edi dengan tega menghianati pernikahan mereka yang sudah terjalin lama hanya karna ia lebih menuruti perintah sang ibu karna tak ingin di katai anak durhaka.Jari jemari Riri bergerak, Ratmini yang melihat hal tersebut memekik girang. Dengan segera Ratmini memanggil Dokter untuk memeriksa menantu kesayangannya tersebut. Riri dengan perlahan membuka kedua kelopak matanya, ia melirik ke sisi kiri dan kanan. Nuansa putih dan bau obat-obatan menyeruak kedalam indra penciumannya sehingga ia tau jika saat ini dirinya tengah berada di rumah sakit. "Sayang, kamu sudah sadar?" Edi terlihat gembira, ia bahkan memegangi tangan Riri de
"Tidak Mas, tidak seperti itu. Aku hanya membela diri karna tadi Riri menyeretku dengan begitu kasar dan tadi aku tengah menggendong Gea yang tengah tertidur," jelas Nia.Edi menulikan telinganya, ia seolah tak mendengar semua penjelasan Nia dan Edi berpikir jika Riri keguguran karna Nia. Edi lantas menyeret Nia untuk keluar dari rumahnya, bahkan Edi mendorong tubuh Nia hingga Nia terjatuh."Mas, aku tidak melakukan apapun dan itu aku melakukannya dengan secara tidak sengaja," bela Nia."Pergi kamu dari sini pembunuh! Sekarang kamu puas sudah membunuh calon anakku yang sangat aku tunggu," bentak Edi."Baik aku akan pergi," ujar Nia. Saat kakinya akan menginjak ke teras rumah dengan cepat Edi kembali mendorong tubuh Nia."Mau apa kamu masuk ke rumahku lagi? Aku sudah tidak menampung wanita pembunuh sepertimu!" hardik Edi."Aku tidak akan tinggal di rumah ini lagi, aku hanya akan mengambil baju-bajuku dan aku akan membawa Gea," sahut Nia."Jangan harap kamu bisa membawa anakku. Mau kamu