Arissa berjalan cepat melewati lorong klinik, matanya fokus dan penuh tekad. Setiap langkah yang ia ambil kini terasa lebih berat, namun tujuannya semakin jelas di matanya. Setelah beberapa minggu merenung dan mengumpulkan bukti, ia akhirnya menemukan apa yang selama ini ia cari. Keterlibatan Vanessa dalam sabotase yang berusaha dijalankan oleh Markus Reinhardt, rival bisnis Nathaniel, semakin tidak terbantahkan. Namun, meskipun semua bukti itu berada di tangannya, Arissa tahu bahwa membawa masalah ini ke permukaan tidak akan mudah. Ia harus hati-hati, apalagi mengingat hubungan yang telah terjalin dengan Nathaniel yang kini lebih rapuh dari sebelumnya.Namun, ada satu hal yang jelas dalam pikiran Arissa, ia tidak bisa membiarkan Vanessa dan Markus merusak hidup Nathaniel lebih jauh. Nathaniel mungkin telah menyakiti dirinya, tetapi Arissa tahu bahwa pada dasarnya pria itu bukanlah orang yang pantas diserang dengan cara seperti ini. Dengan atau tanpa hubungan pribadi mereka, Arissa me
Nathaniel merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat ia berjalan menuju kantor malam itu. Setelah berhari-hari merasa terperangkap dalam kebingungannya, akhirnya petunjuk-petunjuk yang ia temui mulai menyatu. Ada banyak hal yang terjadi dalam beberapa pekan terakhir, dan rasa tidak beres yang terus menghantuinya mulai mendapatkan bentuk yang lebih jelas. Keadaan perusahaan yang semakin terpuruk, serangan-serangan yang datang secara tiba-tiba, dan perubahan sikap orang-orang di sekitarnya—semuanya mengarah pada satu kesimpulan. Ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik layar. Sesuatu yang selama ini ia abaikan.Sementara itu, di klinik tempat Arissa bekerja, ia merasakan ketegangan yang sama. Meskipun ia tidak terlibat langsung dalam dunia bisnis Nathaniel, ia tidak bisa menutup mata terhadap perubahan yang terjadi pada pria itu. Nathaniel yang dulu tampak tenang dan penuh percaya diri, kini terlihat lebih tertekan dan gelisah. Arissa tahu bahwa ini saatnya untuk mengungkapk
Setelah pertemuan emosional yang mengubah arah hubungan mereka, Arissa merasa campuran antara harapan dan keraguan. Meskipun Nathaniel sudah mengungkapkan penyesalannya dan bertekad untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya, Arissa tahu bahwa membangun kembali kepercayaan yang hancur bukanlah perkara mudah. Ia berusaha untuk tidak terlalu terbawa perasaan, meskipun hatinya terus bergejolak. Keduanya, dengan latar belakang yang begitu berbeda, telah mengalami banyak hal yang menguji keteguhan hubungan mereka.Di sisi lain, Nathaniel merasa lega karena akhirnya bisa mengungkapkan perasaannya dan meminta maaf kepada Arissa. Namun, ia juga sadar bahwa kata-kata saja tidak cukup. Ia harus membuktikan kesungguhannya melalui tindakan nyata. Krisi perusahaan yang semakin memburuk membuatnya semakin terdesak untuk bekerja lebih keras, tetapi kali ini ia tidak merasa sendirian. Arissa berada di sisinya, meskipun dengan cara yang berbeda.Arissa kembali ke kliniknya dengan perasaan yang campur adu
Nathaniel mulai merasakan perbedaan yang jelas dalam sikap Arissa. Meskipun hatinya masih dipenuhi keraguan, Arissa mulai menunjukkan kesediaan untuk bekerja sama lebih erat. Ia tidak hanya memberikan dukungan moral yang sangat dibutuhkan oleh Nathaniel, tetapi juga mulai terlibat lebih aktif dalam masalah yang dihadapi perusahaan. Meskipun tetap menjaga batas profesional, ada sesuatu yang lebih mendalam dalam cara mereka berinteraksi sekarang. Nathaniel mulai menghargai upaya Arissa untuk tetap berada di sisinya meskipun situasi yang sulit.Dalam beberapa minggu terakhir, situasi perusahaan semakin menekan. Ancaman dari rival bisnis, Markus Reinhardt, semakin mengintensif, dan sabotase yang dilakukan oleh Vanessa masih berlanjut. Namun, kali ini, Nathaniel merasa sedikit lebih tenang. Arissa tidak hanya memberi dukungan emosional, tetapi ia juga mulai memberikan ide-ide yang sangat berguna dalam menghadapi krisis. Setiap kali mereka bertemu, Arissa hadir dengan perspektif yang tajam d
Arissa duduk di ruang kerjanya, menatap layar komputer yang penuh dengan laporan dan data. Meskipun pikirannya seharusnya fokus pada pekerjaan, hatinya tidak bisa berhenti memikirkan Nathaniel. Dalam beberapa minggu terakhir, hubungan mereka memang mulai membaik. Nathaniel tidak lagi menunjukkan sikap dingin dan curiga seperti sebelumnya. Ia mulai lebih terbuka dan menghargai setiap kontribusi Arissa, terutama dalam membantu perusahaan menghadapi ancaman dari Markus dan Vanessa.Namun, di balik semua itu, ada rasa takut yang terus menghantui Arissa. Ia takut untuk terlalu berharap. Ia takut jika Nathaniel mengetahui sisi rentannya, ia akan berubah pikiran. Luka pengkhianatan dari masa lalunya masih terasa begitu nyata, meninggalkan bekas yang sulit untuk disembuhkan. Arissa menghela napas panjang, mencoba menenangkan detak jantungnya yang tak menentu.Sore itu, Arissa mendapat pesan dari Nathaniel yang memintanya untuk datang ke ruang rapat. Ada beberapa hal yang ingin didiskusikan te
Vanessa berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya, kegelisahan tampak jelas di wajahnya. Sejak beberapa hari terakhir, segalanya mulai tidak terkendali. Informasi yang seharusnya tetap tersembunyi perlahan-lahan mulai terungkap. Ia tidak tahu dari mana kebocoran itu terjadi, tapi satu hal yang pasti—Arissa terlibat dalam semua ini.Wanita itu lebih cerdik dari yang ia duga. Awalnya, Vanessa menganggap Arissa hanya seorang terapis yang naif dan tidak tahu apa-apa tentang dunia bisnis. Tetapi, melihat bagaimana Arissa berhasil mendapatkan kepercayaan Nathaniel kembali, Vanessa mulai merasa terancam. Kini, dengan bukti-bukti yang mulai mengarah kepadanya, Vanessa tahu waktunya semakin menipis.Ia duduk dengan gusar, memandangi layar komputernya yang menampilkan laporan keuangan perusahaan. Ia telah bekerja keras untuk merusak proyek-proyek Nathaniel dan menyabotase beberapa kesepakatan bisnis penting. Namun, Markus memberitahu bahwa efek dari sabotase itu mulai memudar. Nathaniel berhasil
Suasana di kantor Nathaniel terasa tegang pagi itu. Semua staf bisa merasakan perubahan atmosfer yang berbeda. Bisikan-bisikan mulai terdengar di antara para karyawan saat mereka melihat Nathaniel berjalan tegap menuju ruang rapat dengan ekspresi dingin dan tatapan tajam.Arissa berdiri di dekat pintu kantornya, memperhatikan sosok Nathaniel yang tampak tegar namun jelas terbebani oleh keputusan yang akan diambilnya. Ia tahu betapa sulitnya ini bagi Nathaniel. Vanessa bukan hanya sekadar karyawan, tapi seseorang yang sudah bertahun-tahun berada di sisinya, membantu mengembangkan perusahaan hingga sebesar sekarang.Namun, dengan bukti-bukti yang telah ditemukan, tidak ada lagi keraguan. Vanessa tidak hanya berkhianat secara profesional, tetapi juga mencoba menghancurkan hubungan pribadi Nathaniel dengan menyebarkan kebohongan yang merusak kepercayaannya pada Arissa. Semua ini direncanakan dengan licik dan penuh perhitungan.Nathaniel berdiri di depan jendela besar ruang rapat, memandan
Pemecatan Vanessa membawa gelombang kejut ke seluruh perusahaan. Kabar mengenai kepergiannya dengan cepat menyebar, membuat sebagian besar karyawan terkejut dan tak sedikit yang merasa lega. Namun, ada juga yang masih mempertanyakan keputusan tersebut, terutama mereka yang selama ini menganggap Vanessa sebagai sosok yang berpengaruh dan loyal kepada perusahaan.Nathaniel duduk di kantornya, menatap laporan-laporan yang bertumpuk di meja. Pikirannya masih dipenuhi oleh kejadian sebelumnya. Meskipun pemecatan Vanessa adalah keputusan yang harus diambil, ia tidak bisa menepis rasa bersalah yang mulai menyelinap ke dalam hatinya. Bagaimanapun juga, Vanessa telah bekerja bersamanya selama bertahun-tahun. Kepercayaannya yang buta selama ini telah membuatnya gagal melihat pengkhianatan yang ada di depan mata.Arissa masuk ke dalam kantor dengan membawa secangkir kopi. “Kau butuh ini,” katanya lembut sambil meletakkan cangkir itu di meja Nathaniel.Nathaniel menoleh dan tersenyum tipis. “Teri
Malam di kota masih terang dengan lampu-lampu gedung yang berpendar, menciptakan pemandangan yang tenang namun penuh makna bagi Nathaniel. Ia berdiri di depan jendela ruang kantornya, menatap hiruk-pikuk kota yang tetap hidup meskipun hari sudah larut. Namun, pikirannya tidak tertuju pada bisnis, bukan pada perusahaan yang masih dalam tahap pemulihan, melainkan pada seseorang—Arissa.Nathaniel telah menghadapi banyak hal dalam beberapa bulan terakhir—pengkhianatan Damien, pertempuran bisnis melawan Markus, dan perjuangan keras untuk mempertahankan perusahaan yang diwariskan kepadanya. Namun, di antara semua itu, ada satu hal yang tetap menjadi titik terang dalam hidupnya: Arissa.Wanita itu bukan hanya sekadar mitra dalam bisnis, tetapi juga sumber kekuatan terbesar yang membuatnya tetap berdiri tegak. Di saat semua orang meragukan dirinya, Arissa tetap ada. Di saat ia merasa hampir menyerah, Arissa memberikan keyakinan bahwa ia masih bisa ber
Malam itu, suasana terasa lebih tenang dari sebelumnya. Setelah bertahun-tahun menghadapi ancaman, pengkhianatan, dan konflik, akhirnya Nathaniel bisa duduk dengan lebih rileks. Namun, pikirannya masih dipenuhi banyak hal, terutama tentang seseorang yang selalu ada di sisinya—Arissa.Ia berdiri di balkon apartemennya, menatap lampu-lampu kota yang berpendar di kejauhan. Udara malam yang sejuk berhembus lembut, membawa ketenangan yang sudah lama tidak ia rasakan. Namun, ketenangan itu tidak cukup untuk menghilangkan gelisah yang bersarang di hatinya.Beberapa bulan terakhir telah mengubah segalanya. Sebelum ini, hubungan mereka hanya sebatas mitra bisnis dan sekutu yang berjuang bersama. Namun, setelah menghadapi Markus, pengkhianatan Damien, dan segala rintangan lainnya, Nathaniel menyadari bahwa perasaan yang ia miliki terhadap Arissa lebih dari sekadar rasa terima kasih atau rasa hormat.Arissa adalah orang yang selalu berada di sisinya, orang ya
Ruang pertemuan besar itu dipenuhi keheningan tegang. Wartawan, investor, dan pemegang saham menunggu dengan napas tertahan, sementara Markus berdiri di tengah ruangan, matanya berkilat penuh kemarahan dan keputusasaan. Di seberangnya, Nathaniel berdiri tegak dengan ekspresi dingin dan penuh kemenangan.Nathaniel mengambil langkah maju, tatapannya tajam menembus Markus yang kini tampak lebih lemah dari sebelumnya. "Ini adalah akhir dari permainanmu, Markus," katanya dengan suara datar, namun mengandung kekuatan luar biasa.Markus mencemooh, meskipun senyumnya tidak lagi sekuat dulu. "Jangan terlalu percaya diri, Nathaniel. Aku masih punya sekutu yang bisa membantuku keluar dari ini."Nathaniel tersenyum miring. "Sekutu? Maksudmu mereka yang mulai meninggalkanmu setelah semua bukti yang telah kami ungkap?"Markus mengepalkan tinjunya. Ia menoleh ke sekeliling ruangan, mencari dukungan, tetapi yang ia lihat hanyalah wajah-wajah yang dipenuhi kebimbangan dan
Malam yang sunyi terasa begitu menegangkan bagi Nathaniel dan Arissa. Mereka sudah melewati berbagai cobaan, dari pengkhianatan Damien hingga perjuangan melawan pengaruh Markus dalam bisnis mereka. Namun, semua itu belum berakhir. Markus, seperti ular berbisa yang terluka, tidak akan mundur begitu saja tanpa perlawanan terakhir.Berita tentang kebangkitan kembali perusahaan Nathaniel menyebar dengan cepat. Setelah pertemuan dengan para investor, kepercayaan terhadap kepemimpinan Nathaniel mulai pulih. Klien yang sempat ragu kini kembali menjalin kerja sama, dan perlahan tapi pasti, perusahaan yang hampir runtuh itu kembali berdiri kokoh.Namun, di sisi lain, Markus semakin terpojok. Semua rencananya untuk menjatuhkan Nathaniel berantakan. Sekutunya satu per satu meninggalkannya, dan kini ia hanya memiliki segelintir orang yang masih setia padanya.“Aku tidak akan membiarkan Nathaniel menang begitu saja,” gumam Markus dengan penuh kebencian saat ia duduk di ruang kantornya yang semakin
Hari-hari berlalu dengan cepat sejak skandal yang mengguncang perusahaan Nathaniel. Banyak hal telah berubah, tetapi satu yang tetap konstan adalah keberadaan Arissa di sisinya.Nathaniel bukanlah pria yang mudah menunjukkan kelemahannya, tetapi setelah semua yang terjadi, ia belajar bahwa tidak semua beban harus ia pikul sendiri. Dan Arissa? Ia bukan hanya sekadar seseorang yang mengisi keheningan di saat Nathaniel termenung—ia adalah cahaya yang membimbingnya keluar dari kegelapan.Arissa menatap Nathaniel dari seberang meja kerja mereka. Selama beberapa minggu terakhir, ia semakin menyadari satu hal: hubungannya dengan Nathaniel bukan sekadar hubungan profesional atau bahkan sekadar perasaan suka yang samar. Ia benar-benar peduli pada pria itu, lebih dari yang pernah ia bayangkan.Ia melihat Nathaniel berusaha keras, bekerja siang dan malam, memperbaiki apa yang sempat hancur akibat pengkhianatan Damien. Tapi di balik sikapnya yang tegar, Arissa tahu bahwa Nathaniel masih menyimpan
Langit pagi terlihat kelabu ketika Nathaniel berdiri di depan jendela kantornya, menatap kosong ke arah kota yang mulai sibuk dengan aktivitasnya. Sudah beberapa hari sejak Damien disingkirkan dari perusahaan, tetapi luka yang ditinggalkan masih menganga di hatinya.Tidak peduli seberapa besar ia mencoba menepis rasa sakit itu, kehilangan tetaplah kehilangan.Nathaniel selalu berpikir bahwa ia telah melalui banyak hal dalam hidupnya—tantangan bisnis, persaingan, bahkan pengkhianatan dari orang luar. Namun, tidak ada yang bisa mempersiapkannya untuk menghadapi pengkhianatan dari saudara kandungnya sendiri.Damien bukan hanya saudaranya. Ia adalah seseorang yang telah ia besarkan, seseorang yang ia lindungi dengan segenap hatinya. Tapi nyatanya, kepercayaan itu tidak cukup.Nathaniel mengepalkan tangannya. Ia bukan orang yang suka berlarut dalam kesedihan, tetapi kali ini berbeda. Ada bagian dari dirinya yang merasa hancur, seolah sesuatu yang penting telah diambil darinya.Pintu kantor
Ruangan itu terasa sunyi setelah kepergian Damien. Semua orang di dalamnya perlahan mulai kembali ke aktivitas masing-masing, tetapi bagi Nathaniel, dunia seakan berhenti.Ia berdiri di tengah ruangan, matanya menatap kosong ke arah pintu yang baru saja dilalui Damien. Ada sesuatu yang begitu pahit dalam keheningan ini—sebuah perasaan yang tidak bisa ia gambarkan dengan kata-kata.Arissa memperhatikan Nathaniel dengan penuh kekhawatiran. Pria itu tampak begitu tenang di permukaan, tetapi ia tahu bahwa di dalam hatinya, Nathaniel sedang berjuang dengan emosi yang begitu rumit.Nathaniel telah memenangkan pertempuran ini. Ia telah berhasil melindungi perusahaan, mengungkap pengkhianatan, dan menyingkirkan ancaman dari dalam. Namun, mengapa ia tidak merasakan kelegaan?Seharusnya ia merasa puas. Seharusnya ia bisa merayakan keberhasilannya. Namun, yang ia rasakan hanyalah kehampaan.Nathaniel menarik napas dalam dan menghembuskannya perlahan, mencoba meredakan ketegangan di dadanya. “Seh
Langit di luar terlihat mendung, seolah mencerminkan ketegangan yang memenuhi ruang rapat utama perusahaan. Semua pemegang saham, dewan direksi, dan eksekutif utama sudah berkumpul, menanti pertemuan yang telah diumumkan secara mendadak oleh Nathaniel.Damien duduk di salah satu kursi panjang di dekat ujung meja. Raut wajahnya tetap tenang, meskipun ada ketegangan yang jelas terlihat di matanya. Ia tahu bahwa sesuatu yang besar akan terjadi, tapi ia masih berusaha menyembunyikan kegelisahannya di balik sikap percaya diri yang dibuat-buat.Di sisi lain ruangan, Nathaniel berdiri tegap di depan layar presentasi, ekspresinya penuh ketegasan. Di sampingnya, Arissa duduk dengan berkas-berkas yang telah ia kumpulkan selama beberapa hari terakhir. Inilah saatnya untuk mengungkap segalanya.Nathaniel menarik napas dalam sebelum akhirnya berbicara dengan suara lantang.“Hari ini, kita berkumpul bukan hanya untuk membahas masa depan perusahaan, tetapi juga untuk mengungkap sesuatu yang selama in
Ketegangan di ruangan itu begitu pekat hingga terasa menyesakkan. Arissa bisa merasakan detak jantungnya berpacu lebih cepat dari biasanya, tetapi ia menolak untuk mundur. Saat ini, Nathaniel membutuhkan keberaniannya lebih dari sebelumnya.Nathaniel berdiri tegap, tetapi Arissa tahu hatinya pasti berantakan. Menghadapi pengkhianatan dari saudaranya sendiri adalah luka yang jauh lebih dalam daripada sekadar pertempuran bisnis. Dan kini, ia harus menjadi orang yang mengungkap semuanya, meskipun itu berarti memperburuk hubungan Nathaniel dengan keluarganya sendiri.Arissa menarik napas dalam, menatap Damien yang masih berusaha menyembunyikan kegelisahannya. "Aku tidak ingin berada dalam situasi ini, Damien," katanya dengan suara tenang, tetapi tegas. "Aku lebih suka melihat kalian tetap menjadi saudara yang saling mendukung. Tapi setelah semua yang kau lakukan, aku tidak bisa diam saja."Damien mendengus. "Kau pikir kau siapa, Arissa? Ini bukan urusanmu.""Aku adalah seseorang yang pedul