Home / Romansa / Pijatan Nikmat Sang CEO / BAB 208: IKATAN ABADI

Share

BAB 208: IKATAN ABADI

Author: perdy
last update Last Updated: 2025-04-07 22:00:38

Angin sepoi-sepoi membelai wajah Nathaniel saat ia duduk di teras rumah peristirahatan milik keluarganya di Puncak. Di hadapannya terbentang pemandangan hijau pegunungan yang menenangkan—begitu berbeda dengan hiruk pikuk Jakarta yang telah menjadi bagian hidupnya selama bertahun-tahun. Secangkir kopi hangat menemaninya pagi itu, sementara pikirannya melayang jauh.

"Kau bangun pagi sekali," suara lembut Arissa mengejutkannya. Wanita itu muncul dari dalam rumah dengan secangkir teh di tangan.

Nathaniel tersenyum melihat sosok yang kini menjadi pusat kehidupannya. "Ada banyak hal yang kupikirkan."

Arissa menarik kursi di sebelah Nathaniel dan duduk. Ia mengamati wajah pria yang dicintainya, wajah yang kini lebih tenang dari yang pernah ia lihat sebelumnya. "Hal baik, kuharap?"

"Sangat baik," Nathaniel mengangguk, tangannya menggenggam tangan Arissa. "Aku memikirkan tentang kita. Tentang perjalanan kita sejauh ini."

Sudah enam bulan sejak mereka

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Related chapters

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 209

    "Ayah sudah menyukaimu sejak kau membuktikan dirimu tidak bersalah dalam kasus itu," Arissa tersenyum menenangkan. "Dia menghargai pria dengan integritas, dan kau sudah membuktikan itu."Nathaniel mengangguk, lega mendengar bahwa ia telah mendapatkan restu dari keluarga Arissa. "Orangtuaku juga akan senang. Mereka selalu ingin aku menemukan keseimbangan dalam hidup, dan kau membantuku menemukannya."Mereka melanjutkan sarapan dalam keheningan yang nyaman, sesekali saling melempar senyum atau tatapan penuh arti. Ada rasa damai yang menyelimuti mereka—perasaan bahwa apa pun yang terjadi di masa depan, mereka akan menghadapinya bersama.Setelah sarapan, mereka memutuskan untuk berjalan-jalan di sekitar properti, menikmati udara segar pegunungan dan pemandangan hijau yang menyegarkan mata. Tangan mereka bertautan, dan Arissa tidak bisa berhenti mengagumi bagaimana cincin pertunangan itu berkilau di jarinya."Apa yang kau harapkan dari pernikahan kita na

    Last Updated : 2025-04-07
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 209

    Langit malam itu tampak lebih biru dari biasanya. Bintang-bintang berhamburan seperti butiran berlian di atas beludru gelap, berkedip-kedip seolah mereka tahu apa yang akan terjadi malam ini. Nathaniel melirik arlojinya untuk kesekian kali, jantungnya berdegup tak karuan. Kotak beludru kecil di saku jasnya terasa begitu berat, seakan-akan berisi seluruh masa depannya—dan memang begitulah adanya."Kau yakin tidak mau memberitahuku kita mau ke mana?" tanya Arissa dari kursi penumpang. Rambutnya yang hitam panjang tergerai indah, sesekali tertiup angin malam yang masuk melalui jendela mobil yang sedikit terbuka.Nathaniel tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan. "Memangnya aku pernah membawamu ke tempat yang buruk?""Tidak pernah," Arissa mengakui dengan tawa kecil. "Tapi biasanya kau tidak seemosional ini. Kau tampak... gugup?"Nathaniel berusaha tertawa santai, namun yang keluar hanyalah suara canggung yang justru semakin mengonfirmasi kecurigaan Arissa. "Aku hanya ingin mal

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 210

    Arissa tertawa malu mengingat pertemuan pertama mereka yang kacau. "Kau tampak sangat marah waktu itu.""Aku memang marah," Nathaniel mengakui dengan cengiran. "Sampai aku melihat betapa cantiknya gadis ceroboh yang menumpahkan kopi itu.""Perayu," gumam Arissa, meskipun pipinya merona."M juga untuk momen," lanjut Nathaniel, suaranya melembut. "Seperti momen ketika kita pertama kali datang ke taman ini dan kau bercerita tentang impianmu membuka galeri senimu sendiri.""Yang sekarang sudah terwujud," tambah Arissa. Ia memang telah membuka galeri kecil di pusat kota tahun lalu, berkat dukungan tak henti dari Nathaniel."Tepat sekali," Nathaniel mengangguk, bangga. "Dan M untuk..."Ia menghentikan kata-katanya, lalu perlahan melepaskan pelukannya dari Arissa dan bergerak untuk berlutut di hadapannya. Jantung Arissa seolah berhenti berdetak ketika melihat gerakan itu, matanya melebar penuh harap."M untuk masa depan," Nathaniel melanjutkan, suaranya sedikit bergetar karena emosi. Ia merog

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 211

    Siang itu, kafe kecil di sudut jalan Menteng tampak tenang, dengan hanya beberapa pengunjung yang sibuk dengan kegiatan masing-masing. Di meja paling pojok, Arissa dan Nathaniel duduk berhadapan, di antara mereka tersebar beberapa lembar kertas dan sebuah jurnal kecil bersampul kulit berwarna cokelat tua. Secangkir kopi hitam yang masih mengepul di hadapan Nathaniel dan teh chamomile yang setengah habis di depan Arissa menemani diskusi mereka yang sudah berlangsung selama hampir dua jam."Jadi," Arissa mengangkat pensilnya, mengetuk-ngetukkannya pelan ke atas jurnal yang terbuka, "kita sepakat untuk mengadakan pernikahan di akhir September tahun depan?"Nathaniel mengangguk, senyum hangat tersungging di bibirnya saat melihat tunangan cantiknya yang begitu serius mencatat setiap detail. "Cuaca akan sempurna pada saat itu. Tidak terlalu panas, tidak terlalu dingin."Arissa tersenyum, membayangkan dedaunan yang mulai berubah warna—merah, oranye, dan keemasan—menciptakan latar yang sempurn

    Last Updated : 2025-04-08
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 212

    "Lalu bagaimana dengan cincin pernikahan?" tanya Nathaniel.Arissa tampak berpikir. "Aku ingin sesuatu yang simpel, Nate. Tidak perlu berlian besar atau permata mencolok. Mungkin cincin emas putih dengan ukiran sederhana di dalamnya?""Ukiran apa?""Tanggal pertemuan pertama kita," jawab Arissa dengan senyum lembut. "Hari ketika kau marah padaku karena aku menumpahkan kopi ke bukumu."Nathaniel tertawa mengingat momen tersebut. "Aku tidak pernah bisa benar-benar marah padamu, kau tahu itu.""Bohong," Arissa menggoda. "Kau hampir membentakku jika aku tidak langsung meminta maaf dan menawarkan untuk mengganti bukumu.""Dan kemudian kau mengajakku minum kopi sebagai permintaan maaf," Nathaniel tersenyum mengenang. "Kopi terburuk yang pernah kuminum, tapi percakapan terbaik yang pernah kualami."Mereka berdua tenggelam dalam kenangan untuk beberapa saat, mengingat bagaimana perjalanan cinta mereka dimulai dari sebuah kecelakaan kecil di p

    Last Updated : 2025-04-09
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   BAB 213

    "Kau yakin tentang ini, sayang? Maksudku, pernikahan hanya terjadi sekali seumur hidup," ucap Bibi Eleanor, adik dari ibu Nathaniel, sambil menyesap teh Earl Grey-nya dengan anggun. Tatapannya yang tajam tak lepas dari Arissa yang duduk di hadapannya.Arissa menahan napas sejenak, berusaha tetap tenang meski ini adalah kali kesepuluh dalam seminggu terakhir ia harus menjawab pertanyaan serupa. "Ya, Bibi Eleanor. Kami yakin ingin pernikahan yang sederhana.""Tapi keluarga Hart tidak pernah mengadakan pernikahan sederhana," Bibi Eleanor bersikeras, suaranya lembut namun mengandung ketegasan khas aristokrat Inggris. "Bahkan pernikahan sepupumu Thomas yang notabene hanya seorang dokter gigi pun dihadiri oleh hampir 300 tamu."Dari sudut matanya, Arissa bisa melihat Nathaniel yang sedang berbincang dengan ayahnya di teras villa, sesekali melirik ke arah mereka dengan tatapan cemas. Ia tahu tunangannya itu ingin menyelamatkannya dari interogasi Bibi Eleanor, tapi ia j

    Last Updated : 2025-04-09
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 214

    "Maksudmu?""Bagaimana jika kita meminta beberapa teman kita yang berbakat musik untuk tampil? Jake dengan gitarnya, Dina dengan suara emasnya. Kau juga bisa memainkan piano untuk satu atau dua lagu."Nathaniel tampak terkejut. "Kau ingin aku bermain piano di pernikahan kita sendiri?""Hanya jika kau mau," Arissa tersenyum lembut. "Aku selalu suka mendengarmu bermain. Dan bukankah akan lebih bermakna jika musik di pernikahan kita dimainkan oleh orang-orang yang kita cintai?"Nathaniel tampak mempertimbangkan ide tersebut. "Aku bisa memainkan Debussy, 'Clair de Lune'. Lagu yang kumainkan saat kita pertama kali bertemu di pesta kampus itu.""Sempurna," bisik Arissa, matanya berkaca-kaca mengingat momen tersebut.Malam itu, saat makan malam keluarga di ruang makan besar villa, pembicaraan kembali mengarah ke pernikahan. Namun kali ini, alih-alih kritik dan pertanyaan yang menantang, keluarga mulai mendiskusikan detail pernikahan dengan semangat

    Last Updated : 2025-04-09
  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 215: Janji Seumur Hidup

    Ketika hari pernikahan tiba, suasana penuh kebahagiaan dan cinta mengisi ruangan. Pernikahan yang sederhana tetapi penuh dengan kehangatan ini berlangsung dengan indah. Saat mereka mengucapkan janji pernikahan, banyak mata yang berkaca-kaca, termasuk mereka berdua. Nathaniel dan Arissa tahu bahwa ini adalah awal dari babak baru dalam hidup mereka, dan mereka berjanji untuk selalu saling mendukung dan mencintai tanpa syarat.Pagi itu, Arissa terbangun dengan detak jantung yang cepat. Jari-jarinya sedikit gemetar saat ia menyentuh gaun putih gading yang tergantung di lemari. Gaun itu sederhana namun elegan, dengan detail renda halus yang menutupi bagian atas dan mengalir lembut ke bawah. Ia memilih gaun tersebut karena mengingatkannya pada kesederhanaan cinta mereka—tidak berlebihan, namun bermakna dalam."Kau siap?" tanya Nadia, sahabat sekaligus pendamping pengantinnya, yang baru saja masuk ke kamar dengan secangkir teh chamomile hangat.Arissa mengangguk

    Last Updated : 2025-04-10

Latest chapter

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 252

    "Sangat sulit," Bima mengakui dengan jujur. "Terutama saat kamu benar-benar marah atau terluka. Tapi itu sepadan. Karena di akhir percakapan itu, kami biasanya menemukan pemahaman baru dan hubungan kami menjadi lebih kuat."Arjuna mengangguk, tampak memikirkan kata-kata ayahnya dengan serius. "Kurasa itulah sebabnya kalian masih sangat mencintai satu sama lain setelah bertahun-tahun."Bima tersenyum, terharu oleh observasi putranya. "Ya, kurasa begitu. Cinta bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja; itu adalah pilihan yang kami buat setiap hari—untuk tetap bersama, untuk menyelesaikan masalah, untuk mendukung satu sama lain."Di usianya yang ke-15, Bima dan Kirana menghadapi tantangan baru dalam pernikahan mereka. Kirana ditawari posisi penting di perusahaan internasional—sebuah kesempatan yang telah lama ia impikan. Namun, posisi itu mengharuskannya untuk pindah ke kota lain."Aku tidak tahu harus bagaimana," kata Kirana, setel

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 251

    Bima menatap istrinya dengan tatapan penuh kasih. "Maksudmu?""Maksudku, dulu aku mencintaimu karena kamu tampan, pintar, dan selalu membuatku tertawa. Sekarang, aku mencintaimu karena semua itu, ditambah dengan bagaimana kamu sebagai suami, sebagai ayah, dan sebagai mitra hidupku. Aku mencintaimu karena semua yang telah kita lalui bersama, semua kenangan yang kita buat, dan semua impian yang masih kita kejar."Bima tersentuh oleh kata-kata istrinya. "Aku juga merasakan hal yang sama. Cinta kita telah bertransformasi menjadi sesuatu yang lebih dalam dan berarti.""Dan itu yang membuatnya istimewa," lanjut Kirana. "Bahwa cinta kita bukan sekadar perasaan sesaat, tetapi komitmen yang terus dipupuk setiap hari."Mereka duduk dalam keheningan yang nyaman, mendengarkan deburan ombak dan menikmati kebersamaan mereka. Bima meBima menggenggam tangan Kirana, merasakan tekstur lembut kulitnya yang sudah sangat familiar. "Kamu tahu, ada sesuatu yang ingin ku

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 250

    "Kamu tahu apa yang paling kusukai dari hubungan kita?" tanya Bima."Apa?""Kita tidak hanya bertahan, tapi kita berkembang. Kita tidak hanya sekadar pasangan yang tinggal bersama, tapi kita benar-benar hidup bersama—berbagi mimpi, ketakutan, harapan, dan kebahagiaan."Kirana mengangguk, matanya berkaca-kaca. "Dan itulah yang membuatnya istimewa, bukan? Bahwa di tengah dunia yang semakin individualistis, kita masih menemukan cara untuk benar-benar terhubung dan hadir satu sama lain.""Tepat sekali," Bima setuju. "Dan aku berjanji akan selalu menjaga hubungan ini, apapun yang terjadi."Mereka duduk di sana hingga larut malam, berbincang tentang masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tidak ada pembicaraan tentang pekerjaan, deadline, atau masalah sehari-hari. Hanya ada mereka berdua, dan cinta yang terus tumbuh di antara mereka.Waktu berlalu dengan cepat. Arjuna kini berusia lima tahun, dan Bima serta Kirana dikaruniai anak

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 249

    "Kamu tahu," kata Bima tiba-tiba, "ada satu hal lagi yang membuat kita bertahan: kita tidak pernah berhenti tumbuh bersama."Kirana menatapnya penasaran. "Maksudmu?""Maksudku, kita tidak hanya mendukung pertumbuhan satu sama lain, tetapi kita juga tumbuh sebagai pasangan. Kita belajar dari kesalahan, beradaptasi dengan perubahan, dan selalu mencari cara untuk menjadi versi terbaik dari diri kita—baik sebagai individu maupun sebagai pasangan."Kirana tersenyum, menyadari kebenaran dalam kata-kata suaminya. Mereka memang telah melalui banyak perubahan dan tantangan, tetapi alih-alih membiarkan hal-hal tersebut memisahkan mereka, mereka menjadikannya sebagai kesempatan untuk tumbuh bersama."Aku mencintaimu," bisik Kirana, mengulangi kata-kata yang telah mereka ucapkan ribuan kali namun tidak pernah kehilangan maknanya."Aku lebih mencintaimu," balas Bima, sebelum keduanya terlelap dalam pelukan hangat, di samping buah hati mereka yang tertidur

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 248

    "Kamu tahu," kata Bima suatu malam saat mereka berbaring bersama di tempat tidur, "aku mulai menyadari bahwa tidak semua 'pekerjaan penting' itu benar-benar penting."Kirana menoleh, tertarik. "Maksudmu?""Selama ini aku selalu berpikir bahwa setiap email harus dijawab segera, setiap masalah harus diselesaikan hari itu juga. Tapi ternyata tidak. Beberapa hal memang mendesak, tapi sebagian besar bisa menunggu.""Dan dunia tidak runtuh karenanya," tambah Kirana dengan senyum."Tepat sekali. Justru sebaliknya, aku merasa lebih produktif di kantor karena aku tahu waktuku terbatas. Aku harus menyelesaikan semua pekerjaan penting sebelum pulang, karena di rumah adalah waktuku bersamamu."Kirana mengangguk setuju. Ia juga mulai menerapkan hal serupa di tempat kerjanya. Alih-alih lembur hingga larut malam, ia berusaha menyelesaikan pekerjaannya dalam jam kerja normal. Tentu saja ada pengecualian untuk proyek-proyek penting, tetapi ia tidak lagi membiarkan pekerjaan mengambil alih seluruh hidu

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 247: Keseimbangan Dalam Cinta

    Suara dentingan sendok beradu dengan cangkir kopi memecah keheningan pagi itu. Bima menatap keluar jendela, mengamati titik-titik embun yang masih menggantung di dedaunan. Di hadapannya, Kirana sibuk mengetik sesuatu di laptopnya, sesekali mengernyitkan dahi. Meskipun berada di ruangan yang sama, mereka seolah berada di dunia yang berbeda—masing-masing tenggelam dalam urusan pekerjaannya."Deadline-nya besok," gumam Kirana, tanpa mengalihkan pandangan dari layar. "Proposal ini harus selesai malam ini."Bima hanya mengangguk pelan. Ia sendiri memiliki tumpukan dokumen yang menunggu untuk ditinjau. Sejak mendapat promosi sebagai kepala divisi, waktu luangnya semakin terkikis. Begitu pula dengan Kirana yang kini menjabat sebagai manajer proyek di perusahaan konsultan ternama.Keduanya telah menikah selama lima tahun, dan tiga tahun terakhir telah menjadi periode paling sibuk dalam kehidupan mereka. Karier mereka menanjak, tanggung jawab bertambah, dan waktu bersama semakin berkurang. Nam

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 246: Kita tidak mengorbankan

    "Mau minum kopi?" tanyanya. "Ada kafe kecil di seberang jalan. Kita bisa... bicara. Sudah lama sejak terakhir kali kita benar-benar bicara."Arissa ragu sejenak. Bagian rasional dari dirinya tahu bahwa ini mungkin bukan ide yang baik, bahwa membuka kembali luka lama hanya akan membuat penyembuhan semakin sulit. Tapi ada bagian lain yang tidak bisa ia sangkal—bagian yang selalu merindukan percakapan panjang mereka, tawa mereka, dan pengertian diam mereka."Baiklah," jawabnya akhirnya. "Satu kopi."Di kafe kecil yang nyaman itu, dengan secangkir kopi panas di antara mereka, dinding yang mereka bangun selama bertahun-tahun perlahan mulai runtuh. Mereka berbicara tentang impian mereka yang telah terwujud, tentang perjuangan mereka, tentang kesendirian yang kadang-kadang menghinggapi di tengah kesuksesan."Kau tahu," kata Reyhan setelah jeda panjang, "aku sering bertanya-tanya bagaimana jadinya jika aku tidak pergi waktu itu. Jika aku memilih untuk tingg

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 245: Mereka luar biasa, bukan?

    "Bagus sekali. Kita bisa mendiskusikannya di rapat tim minggu depan. Aku selalu menginginkan Sentuhan Hati untuk berkembang menjadi pusat kesehatan holistik yang lengkap, bukan hanya klinik pijat."Setelah berpisah dengan Rini, Arissa melanjutkan perjalanan ke kantornya dengan langkah ringan. Inisiatif timnya adalah bukti bahwa ia telah berhasil membangun budaya kerja yang mendorong pertumbuhan dan inovasi. Para terapisnya tidak hanya menjalankan tugasnya, tetapi mereka juga memiliki rasa kepemilikan terhadap kesuksesan klinik.Di kantornya, Arissa mulai mengerjakan draft artikel untuk jurnal terapi. Ia memutuskan untuk menulis tentang pendekatan kolaboratif antara terapi pijat dan pengobatan konvensional, menggunakan kasus Pak Hendra (dengan persetujuannya, tentu saja) sebagai contoh.Sementara jari-jarinya menari di atas keyboard, pikirannya kembali melayang ke undangan Reyhan. Pameran itu akan diadakan minggu depan, bertepatan dengan kunjungan Pak Dharma untu

  • Pijatan Nikmat Sang CEO   Bab 244: ide yang sangat menarik.

    "Ah, Bu Arissa," suara Pak Hendra terdengar lebih cerah dari yang ia duga. "Saya baru saja akan menelepon Ibu. Saya sudah bertemu Dr. Santoso pagi ini.""Oh, bagus sekali! Bagaimana hasilnya, Pak?""Dokter mengatakan Ibu benar untuk merujuk saya. Ada masalah kecil dengan diskus di tulang belakang saya. Tidak serius, tapi perlu penanganan. Beliau merekomendasikan kombinasi terapi fisik dan pijat khusus. Dan beliau sangat menghargai kemampuan observasi terapis Ibu."Arissa tersenyum lega. "Saya senang mendengarnya, Pak. Terapi fisik sangat bagus untuk kondisi Bapak. Dan tentu saja, kami bisa menyesuaikan terapi pijat untuk mendukung pemulihan Bapak.""Ya, Dr. Santoso bahkan menyarankan terapi pijat di klinik Ibu sebagai bagian dari program pemulihannya. Katanya Sentuhan Hati memiliki reputasi yang sangat baik di kalangan dokter."Ini adalah berita yang menggembirakan bagi Arissa. Kolaborasi dengan dokter-dokter terkemuka seperti Dr. Santoso adalah sa

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status