Jam 8 pagi ini merupakan keberangkatan ku, dan team ke Medan. Untuk dinas kesehatan selama kurang lebih 2 bulan. Aku sudah mempersiapkan segala keperluan yang mungkin disana akan dibutuhkan. Mulai dari pakaian hangat, sepatu 2 pasang, jilbab, dan juga obat-obatan.
"Koas Nabil"
Aku menengok ke belakang, dari arah suara itu datang.
"Iya?"
"Ini" Kapten menyodorkan tumpukan kertas yang cukup tebal kearahku.
"Apa ini?" Aku membolak-balik kan kertas itu. Di sana tertulis bermacam-macam mata pelajaran, yang membuat ku harus berfikir keras.
"Apa maksutnya?"
"Kau inii... Apa tak bisa untuk menggunakan otak dengan benar?"
Aku lantas melotot tajam, enak saja dia mengejek dengan sangat tidak enak seperti itu.
"Kau kemarin kan tidak jadi di bidang kesehatan, itu. Materi yang kau berikan pada anak-anak nanti"
Plak
Dengan sangat semangat menggeplak kepala kapten.
"Ini sangat banyak, apakah hanya aku nanti yang mengajar" Kapten Andika mengangguk.
"Tapi bukankah materi dari aku? Terserah nanti apa yang ku ajarkan?"
"Karena kau masih koas. Masih ada penilaian, jika kau dokter senior, kau akan mengajar dengan aturanmu sendiri" Aku membulat kan mulut berkata 'ooo'.
"Sudahlah mari, kita berangkat 5 menit lagi"
Kami berjalan beriringan, saling diam karena dia terlihat tidak ingin bicara.
Saat tepat di pintu masuk rumah sakit, aku dan kapten berpapasan dengan Aldo. Dia terlihat segar, tidak seperti kemarin, sangat lemah. Hatiku lega seketika.
"Dokter Aldo!"
Aldo seperti tak menghiraukan, hanya diam berjalan lurus kedepan. Tanpa mejawab ku dan melihat kearahku.
"Kalian bertengkar ya?" Kapten menyeletuk.
"Tidak"
"Kenapa dia cuek?" Tanya nya lagi.
"Tak tahu"
"Ken-"
"Haisshhh, kau banyak tanya sekali. Kepo sekali" Memutar bola mata malas, lalu aku berjalan mendahului nya.
Dan mungkin karma karena memerahi kapten, kaki ku tersandung batu besar. Hingga mengaduh dengan keras dan mengundang perhatian.
"Aw!"
Terlihat dokter Ali dan kapten berlari kearahku.
"Kau tak apa? Ada yang berdarah?" Dokter Ali memeriksa lutut ku.
"Tidak dok, tapi sakit sedikit di lutut- AHH"
Aku berteriak kesakitan, saat kapten mencoba memijat kakiku. Sangat sakit hingga air mataku keluar sedikit.
"Kakimu keseleo, coba berdiri sekarang" Kapten dan dokter Ali menuntunku untuk berdiri, tapi kakiku sangat lemas. Dan akibatnya terjatuh lagi kebawah.
"Mungkin besok atau lusa ini sembuhnya. Kau lebih baik tidak ikut dokter, sembuhkan saja kakimu dulu"
Aku menggeleng, lantas berkata. "Tidak dok, saya tetap ikut. Ini besok saja sudah sembuh"
"Baiklah, tapi tetap hati-hati"
Kapten menuntunku berjalan lagi, samar terlihat bayangan Aldo di dalam rumah sakit. Dia hanya diam menatap dari dalam. Tak ingin terlihat menolong aku yang kesakitan.
...
"Perjalanan Jakarta-Medan mungkin butuh waktu 1,5 jam. istirahat lah dulu, rileks kan kakimu"
Perkataan dari dokter Alice kuabaikan, bukan hanya berkata tapi memerintah. Aku sekarang sibuk berfikir tentang Aldo tadi. Mengira-ngira apa salah ku? Apakah sampai sebesar itu.
Menatap ke jendela pesawat, melihat hamparan awan putih yang bertebaran. Dan sesekali ada burung yang terbang bersama kawanannya.
"Apa kau sedang memikirkan sesuatu? Dari tadi hanya melamun"
"Ah tidak. Aku hanya err.. sedikit pusing" Jawabku dengan lemah. Sedikit meragukan dokter Alice.
"Kau punya mabuk udara ya? Tidurlah, nanti akan kubangunkan"
"Tidak perlu, aku hanya ingin mendengar lagu" Alasan yang sangat tidak masuk akal. Kulihat dokter Alice terheran-heran. Baiklah, terserah dia saja.
Memasang earphone di telinga lalu memilih lagu favoritku.
Sia_Unstoppable
Karena lagu itu mengajarkan kepada para pahlawan, terkhusus wanita. Untuk jangan menyerah apapun rintangan nya. Tetap semangat, percaya diri, dan terus berdoa.
Aku sangat menghayati untuk mendengarnya. Sesekali mulutku juga ikut bergerak untuk mengikuti lirik lagu.
Tak terasa, setengah jam sudah aku hanya diam dan mendengar lagu. Jarak waktu hanya sekitar 5 menit lagi, untuk sampai di Bandara Kualanamu. Kubereska segala sesuatu yang tadi digunakan. handphone, earphone, dan lain-lain.
"Nabilah nanti kamu sekamar sama siapa?"
"Sendiri dok" Jawabku dengan tersenyum canggung, dokter Alice terlihat kaget.
"Loh kenapa sendiri? Kamu kan masih belum senior. Kalo udah senior baru satu orang satu kamar. Tapi saya 2 orang sekamar sih" Jawabnya, lalu terlihat diam lagi. Tak bicara apapun.
Sedangkan aku? Aku sangat tersinggung dengan kata-kata nya. Dia memang blak-blakan kalau bicara. Membuat hati orang sakit. Tapi di sisi lain juga hatinya sangat lemah dan lembut. Sangat peduli kepada siapapun termasuk aku.
Aku menghela nafas dan kembali menatap jendela, terlihat jelas pemukiman warga di bawah sana. Rumah yang jarang dan lebih banyak sawah juga kebun. Lalu tak lama terlihat lapangan landasan pesawat, itu artinya ini sudah sampai. Pesawat yang aku dan para tim ku landing.
Semua orang terlihat beberes. Mengambil koper, ransel dan tas besar lainnya. Begitu juga denganku.
Saat pesawat sudah berhenti total, kami turun. Aku tidak orang yang pertama dan terakhir untuk turun. Karena tidak ada teman disini, yang cocok untuk diajak ngobrol. Hanya aku dan para dokter juga anggota TNI asing yang tidak kukenal.
"Apa berat?"
Sebuah suara maskulin terdengar mengagetkan ku dari belakang telinga. Siapa lagi kalau bukan kapten usil.
"Ya, mau bantu?" Tawarku malas.
"Tidak bawa saja sendiri"
Lalu dirinya melengos begitu saja. Tanpa ada rasa belas kasih ke wanita.
"Emang ya itu orang ngeselin amat"
Sambil menggerutu, aku menggeret koper dengan ogah-ogahan.
Cuaca panas terik dan badan capek telah mendominasi hari ini. Untung setelah naik bis, di beri waktu istirahat selama 2 jam. Nanti jam 1 siang, akan ada rapat hingga waktu ashar tiba. Dan waktu semalaman semuanya akan menginap di hotel, baru besok paginya akan berangkat ke desa.
Saat masuk ke bis, ada seorang wanita, memakai seragam loreng TNI. Rambut pendek dan badan cukup ideal. Dia menyapa ku dengan senyum ringan, dan membantuku untuk mengangkat koper ke bagasi bis.
"Salam kenal, perkenalkan saya sersan Andin. Nama dokter siapa?"
"Ahmm nama saya Nabilah, panggil aja Nabil" Aku menjawab dengan senyuman juga. Dia terlihat seperti perempuan yang ramah.
"Baiklah dokter Nabilah, silahkan masuk. Mari duduk sama saya" Dia bahkan menawariku untuk duduk bersama. Yah, setidaknya sudah dapat teman satu.
Dia cantik, hidung mancung dan mata sipit. Seperti keturunan China atau Korea. Kulit putih bersih dan bibis tipis. Tepat seperti standar kecantikan Indonesia.
"Orang mana?"
"Asli Jakarta. Sersan?"
Dia tertawa sejenak, lalu melanjutkan.
"Panggil santai aja, Andin-
-Saya orang Makassar"
Aku terkejut dan kagum. "Wah jauh ya. Merantau? Atau-..."
"Tidak. Memang sekolah ku duku lalu disana. Tapi aku ditugaskan untuk ke Jakarta lalu ke Medan" Mulutku membentuk huruf 'o'.
"Kamu kuat ya. Jauh dari keluarga. Pasti berat banget"
Andin terlihat tersenyum lebar, hingga matanya hampir hilang tak terlihat. "Saya tidak punya keluarga. Sudah meninggal sejak 5 tahun yang lalu. Saya bersama teman saya di Makasar. Lalu bersekolah dan kesini, Ibu Kota"
Seketika hatiku menjadi tidak enak, telah menanyakan hal yang sangat sensitif. Tapi seolah mengerti perasaan ku, Andin memegang bahuku dan berkata. "Tak apa. Aku senang bercerita kepada orang lain"
"Maaf ya, aku tidak tahu" Lalu aku memeluknya. Sangat berat memang kehilangan seseorang yang sangat dicintai.
Terlebih itu adalah keluarga. Tapi tidak semua orang mengerti apa itu artinya kebahagiaan bersama sengan orang tua yang masil lengkap.
"Sersan Andin, tolong nanti urus proposal kemasyarakatan ya. Sudah kutitipkan di meja resepsionis. Ambil saja kalau nanti mau berangkat"Sersan membentuk tangannya antara jempol dan telunjuk, berarti oke."Hei kau- "Aku merespon dengan menaikkan kedua alis. Dan secara tiba-tiba kapten melemparkan sesuatu ke arahku. Mau tidak mau aku menangkapnya secara reflek."Itu tolong kau simpan. Jam tangan mahal milikku. Besok akan aku ambil, sebelum berangkat. Dan ya .... jangan di buka"Dengan sangat terpaksa aku menampilkan senyum semanis mungkin, untuk menjaga citraku di depan Sersan Andin. Dan sebenarnya aku sudah menyumpahi kapten itu di dalam hati, dengan semua nama hewan yang ada.Kurelakan box kecil itu untuk kumasukkan ke tas. Walaupun tudak ikhlas."Kalian saudaraan? Atau .. kerabat. Karena Kapten Andika orang nya pendiam, tidak mudah friendly ke siapa saja, yaa.. terkecuali orang terdekatnya?" Pertanyaan Sersa
Sekitar jam 9 kami sampai di desa Kaliwuhan. Ternyata benar berdasarkan isu yang ada. Desa disini sangat berbeda dengan desa lainnya, masih sangat primitif. Bangunan rumah yang rata-rata dari bambu, hanya gedung sekolah, balai desa, dan bangunan penting lainnya yang terbuat dari batu bata dan semen. Tapi suasana desa masih sangat kental, sawah dan kebun masih sangat rapat, jalanan asli dari tanah bukan aspal, sungai-sungai yang masih sangat deras dan jernih, anak-anak bermain bersama kawanannya bukan memegang ponsel. Bahkan televisi disini pun hanya orang kaya saja yang punya, benar-benar masih menjaga khas tradisional nya. Serasa aku kembali ke zaman waktu kecil dulu.Bis yang kutumpangi di parkir di lapangan, begitupun dengan bis 2 dan bis 3. Lapangan disini sangat luas sekali, kalau di perkirakan 2 kali lapangan yang ada di Jakarta. Maklum, ini lahan kosong yang biasa digunakan anak-anak bermain sepak bola.“So wow! Tak pernah kubayangkan aku akan kesini. Hei
Suara tubuh menghantam air dengan kencang.Menyusul yang kedua.BUM! Lima anak lain serempak loncat.Tubuh-tubuh kecil itu meluncur kedalam sungai, gelembung udara bergerak keatas. Di bawah sana, air sungai yang jernih, anak-anak itu saling menjulurkan lidah, saling mengacungkan jari. Berdebat gaya siapa yang paling bagus."Kau lihat gayaku tadi? Itu baru loncat gaya duyung!" Anak celana merah berseru."Duyung apanya? Gaya ku tadi baru lebih bagus. Gaya atlet!" Anak celana biru menimpali. Hingga anak lain pun berusaha membela diri sendiri bahwa gaya nya paling bagus. Aku tertawa pelan, menganggap bahwa ini hiburan yang lucu. Kepalaku kuarahkan kebawah, melihat jam melingkar di pergelangan tangan. Ternyata sudah jam 8 pagi, padahal aku kesini masih petang setelah subuh tadi.Sebelum kesini, aku mengatakan kepada anak-anak itu bahwa aku akan mengajari mereka berbagai pelajaran. Senang? Tentu saja, mereka sangat ri
Belajar selama 60 menit, tidak membuat orang lelah, bahkan anak-anak sekalipun. Itu jika guru mereka se-frekuensi. Begitulah kata Nanda si baju kuning. Teman-temannya yang lain sudah pulang sedari 10 menit yang lalu, namun Nanda, dia masih duduk tenang di pondok sambil membaca kembali apa yang aku tuliskan di depan. "Apa kamu tidak mau pulang?" Tanyaku dengan tangan yang sibuk di keyboard laptop. Sesekali menoleh kearah anak itu. "Kakak juga belum kembali" Aku mengangguk meng-iyakan. "Tapi apa kamu tidak dicari oleh orang tuamu?" Sejenak, Nanda terdiam sambil menatap kosong ke lantai. Aku melihat kehampaan pada raut wajahnya, seperti ada sesuatu yang mengganggu di hatinya. "Tidak" Aku memutuskan untuk tidak bertanya apapun lagi. Yang sekarang aku harus fokus membuat daftar siapa saja anak-anak tadi. Beserta tanggal lahir, tahun, dan identitas lainnya. Kebanyakan dari mereka adalah anak yang tidak bersekolah. Sanga
Senja sepertinya malu-malu untuk keluar, menampakkan warna jingga yang memanjakan mata. Karena mendung lebih mendominasi di langit petang ini. Itu menandakan, tak lama lagi hujan turun. Sebenarnya sudah di penghujung musim hujan, tapi yang namanya 'turun' siapa tahu. Aku sendiri sedang membantu para tim untuk memasak. Sudah dipasang kanopi sederhana, tentu saja bagian militer yang menyediakan. Untuk tenda penginapan, kami tidak perlu resah. Tenda itu anti air, terbuat dari plastik tebal dan berat. Untuk meminimalisir adanya kebocoran saat hujan. Untuk sholat nya pun harus di tenda masing-masing, takut kehujanan di jalan kalau memaksakan berangkat ke surau. Dan disaat ini, aku berhalangan. Oleh karena itu aku sibuk membuat makan malam. Tidak ikut sholat maghrib. "Sekarang jam berapa dok?" Perawat Evan atau biasa aku memanggil 'kak Evan' bertanya. "Jam 6 lebih 5. Kayaknya Yang sholat belum keluar deh kak. Masih sepi" Dibagian dap
( Pengertian Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah pengetahuan yang sistematis dan berlaku secara umum (universal) yang membahas tentang sekumpulan data mengenai gejala alam yang dihasilkan berdasarkan hasil observasi, eksperimen, penyimpulan, dan penyusunan teori.Istilah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) dikenal juga dengan istilah ilmu sains. Kata sains berasal dari bahasa Latin yaituscientia, yang secara harfiah berarti pengetahuan,namun dalam perkembangan pengertiannya menjadi khusus Ilmu Pengetahuan Alam atau Sains.Ilmu pengetahuan alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja, melainkan juga merupakan suatu proses penemuan.Dengan demikian, pada hakikatnya IPA adalah ilmu untuk mencari tahu, memahami alam semesta secara sistematik dan mengembangkan pemahaman ilmu pengetahuan tentang gejala
Aku mencoba untuk memejamkan mata tapi tetap saja tidak bisa. Keadaan di luar sudah sangat sunyi, tentu saja ini sudah dini hari kan? Ada sesuatu yang mengganggu pikiranku untuk saat ini. Sesuatu yang tidak aku ketahui jenisnya dan apa yang aku pikirkan? Entahlah.Sudah puluhan kali aku mencoba posisi miring ke kanan atau ke kiri, tetap saja kedua mata ku dengan kurang ajar nya tidak mau menutup. Saat merasa lelah, aku mendudukkan diri dan mengambil nafas perlahan dalam keadaan yang dingin. "Aish mata ini menyebalkan"Aku melihat Luna yang tidur dengan tenang, meskipun liurnya merambat sampai ke telinga. Sejenak aku terdiam dan dengan kesal aku menyingkap selimut dengan kasar. Lalu berdiri dan mengambil jaket di dalam ransel, langsung memakainya.Keluar. Ya, aku keluar tenda untuk menenangkan diri.Gelap.Kata itu yang pertama kali muncul saat aku keluar dari tenda.Dingin.Dan kata itu yang k
"Dokter Nabilah kenapa kau lama sekali?" Aku tidak terkejut. Pasti pertanyaan itu yang muncul."Ya maaf dokter Alice, motornya sudah dibawa semua. Kalau mau cepat ya salah satu diantara kalian tadi jemput aku" Sindirku terang-terangan. Perhatian semua orang mengarah kepadaku. Cukup membuatku menyesal berkata seperti tadi."Owh oke lupakan. Jadi ada apa dokter?" Aku mendekat ke dokter Alice dan bertanya dengan nada bisikan.Alice memberikanku satu kursi kosng untuk diduduki, dan dia pun ikut duduk didepanku. Lalu menatapku dengan serius, kali ini aku juga dalam mode serius. Mataku lurus menatap ke Alice yang sepertinya ragu-ragu untuk membuka suara."Apa?""Seperti jadwal, kita disini selama 2 bulan kan"Aku mengangguk, entah kenapa ada perasaan tidak enak yang datang."Tapi dokter Ali mengabari kalau masa bertambah 1 bulan. Yang artinya selama 3 bulan kita disini. Oh... bukan. Yang kumaksud, masa mu
Rumah terakhir, dan hari terakhir menjalankan aksi penunjangan. Jumlah rumah adalah 100 rumah di satu Kelurahan Kaliwuhan. Tak banyak tapi kami harus menghabiskan waktu selama 4 hari lamanya.Ada saja gangguan yang menghambat, jika tidak ada badai hujan kemarin lusa mungkin akan selesai dalam waktu dua hari saja.Butiran air hujan masih menggelayut manja di dedaunan. Jam 2 siang ini akan berakhir di rumah Wak Dolah. Mantan kepala RT periode kemarin.Masalahnya kali ini lebih kompleks, karena kami harus turun tangan langsung untuk mengatasinya."Masalahnya kau sudah beberapa tahun tak bayar hutang! Lihat kebunmu itu, kau sudah panen kan? Oi, bunga nya akan berkali-kali lipat naiknya!."Disini dia disebut Juragan Jerigen. Karena dia punya pabrik minyak kelapa sawit yang diisi di banyak tabung jerigen. Kebun kelapa yang berhektar-hektar, dan kekayaan yang tentu saja melimpah ruah.Tapi sifatnya yang sombong dan suk
Rasi-rasi bintang membentuk bentuk yang sangat indah. Walau aku tidak percaya akan maknanya, yang aku tahu bintang diatas sana sedang sangat cantik-cantiknya.Berkilap indah dan berwarna warni. Terkadang ungu, merah, lalu biru. Melihat dari atas bukit adalah kegiatan yang menyenangkan. Ditemani sebotol teh hangat, dan musik pengiring tidur.Aku menggelar matras, lalu berbaring diatasnya. Rumput-rumpur bergoyang karena angin. Suara jangkrik dan hewan sawah saling bersahutan. Bulan sedang berada di puncaknya, bersinar terang bundar sempurna.Sambil memejamkan mata sambil mengingat wajah ayah dan ibu. Mengingat wajah Noah dan Reno. Mengingat wajah Aldo dan Pak Roy.Ah aku sangat merindukan mereka. Jika aku bermimpi bertemu mereka malam ini, aku pasti akan berdoa dalam mimpiku :"Ya Tuhan. Jangan lah Engkau hentikan apa yang Kau berikan padaku malam ini."Bukit ini tak jauh dari pemukiman, dan tidak menyeramkan seperti di dalam hutan
Kapten dan aku berpapasan di depan ruang Komite Puskesmas. Dia bersama Letkol Gerald dan Sersan Jessica. Kedua orang itu setelah menyapaku langsung pergi ke kamar Adam. Menyisakan aku dan Kapten yang sedang canggung-canggung nya.Aku menyambutnya dengan dingin. Dia terlihat tenang dan tidak berekspresi.Kukira tidak akan percakapan diantara kami, tapi saat hendak beranjak, Kapten memanggil namaku dengan tegas."Dokter Nabilah!."Aku menoleh sekilas. "Apa?.""Kau marah padaku ya?.""Atas dasar apa opinimu itu?." Sarkastik aku keluarkan.Berbalik badan, dengan tampang rileks aku melanjutkan kalimat. "Dengar Kapten terhormat! Sekarang waktuku dituntut oleh pekerjaan. Aku jarang bersantai karena tugasku juga melimpah ruah. Dan asal kau tau saja, saat kau pulang ke Jakarta aku akan tetap disini selama sebulan lagi. Jadi jangan beranggapan kalau aku sedang marah atau merajuk. Itu konyol sekali!."
"Sudah kubilang bodoh! Jangan banyak bergerak dulu. Lukamu akan lama sembuhnya nanti!." Adam menghela nafas lelah. Dia seperti anak kecil saja kalian tau. Susah sekali dibilangin.'Aku hanya ingin ke toilet''Aku ingin keluar sebentar''Ini loh punggungku gatal!'Halah alesan!Pagi ini gerimis melanda. Aku datang ke Puskesmas pagi-pagi sekali saat semua orang mulai memasak. Karena ada Adam yang notabene sedang sakit hampir sekarat, hihi. Dan pekerjaanku mulai menumpuk dari lusa kemarin."Nabilah! Apa ini tak bisa dilepas sebentaaaar... aja? Gatal sekali gila!."Aku mengabaikan Adam. Tanganku sibuk meyisir rambut nya. Karena lama tak keramas jadilah lepek. "Ini rambut apa sabut kelapa? Kusut amat!." Ejekku.Adam menepis tanganku dari kepalanya. Melarang diriku untuk menyisir rambutnya lagi."Ih apaan sih? Orang dibantu juga malah sok banget.""Ini loh lepasin bentar aja. Ak
"Mulai hari ini kau ditugaskan ke Puskesmas saja. Untuk mengajar anak-anak akan digantikan oleh Sersan Andin."Aku menutup buku. Sudah kuduga, pasti jadwalku akan terganti. "Oke."Dokter Alice menyerahkan selembar kertas, disitu tertulis tentang data-data milikku. "Coba periksa lagi apa ada kesalahan."Aku mengambil kertas itu. Membacanya hingga akhir, "Ini sudah benar. Tapi buat apa?."Dokter Alice mengambil kembali kertas itu, menaruhnya di dalam map berwarna biru. "Bukan apa-apa. Sekarang berangkatlah kesana, aku nanti menyusul."Hari ini suhu diatas 27° Celcius. Panas sekali. Bahkan pernah sehari bisa berganti 2 musim sekaligus. Pukul 7 pagi sampai 12 siang panasnya tak terkira. Dan jam 1 sampai malam hujannya seperti mau ada tsunami saja.Para petani membungkuk menanam padi yang masih berwarna hijau segar. Gembala hewan ternak membawa sapi-sapi mereka dan kambing-kambing yang besar nan gemuk.Laz
DUK! Kepalaku terbentur sesuatu.Aku mengaduh pelan. Jidatku terasa sakit. Pasti terkena penyangga tenda. Tanganku meraba-raba, berusaha duduk. Astaga! Karena terkejut bermimpi menabrak tong sampah sampai-sampai jidatku kejedot tiang tenda. Rasanya sakit, dan sedikit memar.Diluar sana hujan lebat disertai petir yang menggelegar. Aku menyibak jendela kecil, gelap, hanya lampu dapur yang tetap menyala.Sekali lagi aku meraba lantai, mencari arlojiku yang pasti terlempar saat aku menjatuhkan botol tadi.Benda panjang itu menunjukkan angka 01.23 artinya hampir setengah dua dini hari. Terbangun di tengah malam seperti ini bukanlah hal yang nyaman. Dijamin setelah ini mataku akan mustahil terlelap lagi.Luna meringkuk di lantai bawah, dengan mengenakan selimut bercorak 'Keroppi' warna hijau mentah. Udaranya dingin, tak heran Luna tidur dilapisi jaket juga.Aku ikut mengeluarkan selimut ku sendiri dari dalam kop
Sejak aku tahu apa itu senapan angin, rasa penasaranku memuncak. Apalagi kegiatan yang terjadi di depan mataku menambah rasa keingintahuanku.Para tentara sedang latihan mingguan. Kali ini mereka menggunakan senapan angin untuk latihan, dengan membuat papan berbentuk bundar, dan diisi warna merah ditengahnya, sebagai bidikan.Peserta bumi perkemahan dibubarkan sehari yang lalu. Setelah tiga hari mereka bersama kami untuk pelatihan Pramuka dasar. Dan ini saatnya aku melihat bagaimana gagahnya mereka menarik pelatuk di benda panjang nan berat itu.Benda ini lebih friendly daripada pistol, a.k.a low budget. Hanya untuk latihan biasa. Kalau untuk agenda tertentu sih bisa pakai sniper atau shotgun yang tentunya lebih bagus.Aku duduk dibawah pohon kelapa sambil membawa handphone dan minum sebotol air putih. Diam menonton mereka denga sesekali memotret pemandangan langka ini. Akan kujadikam polaroid rencananya saat pulang ke Jakarta, sed
4 tahun sebelum koas pt V Pernahkah aku bercerita tentang teman seangkatan ku yang bernama Cleopatra? Belum, karena aku sengaja ingin menceritakannya hingga tiba di bagian ini. Dia anak pendiam yang pintar, tidak punya kawan selain buku-bukunya yang tebal, dan kemana-mana selalu memakai kacamata bundar karena min yang dideritanya. Dia pandai sekali dalam pelajaran matematika, mungkin hanya dia yang mengelu-elukan pelajaran itu. Namanya Cleopatra, biasa dipanggil "Cleo" atau saat anak lain mengejeknya memanggil "Fir'aun". Itu adalah panggilan yang sangat kejam, hanya orang tidak beradab yang memanggilnya begitu. Aku menyukai namanya, selain unik juga punya makna tersendiri. Nama Cleopatra tentu saja kalian tahu itu siapa. Cleopatra adalah Ratu dari zaman Mesir kuno. Yang selalu diidentikkan dengan rambut pendek, memakai eyeliner panjang, dan bermahkota ular kobra. Dikabarkan Ratu itu memiliki kecantikan yang luar biasa,
Anak-anak ramai berkerumun di depan hutan kampung. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut kesini melawan rasa takutku. Ketua panitia sudah ancang-ancang hendak memulai acara. Satu-persatu anak mulai masuk kedalam hutan dengan masing-masing membawa satu keranjang untuk wadah buah.Didalam hutan sana ada banyak pengawas untuk mengawasi dan menjaga anak-anak agar tetap hati-hati. Walaupun ini hutan aman, tetap saja waspada harus nomor satu.Banyak warga dan orang tua dari anak yang menonton. Duduk-duduk di batang pohon kelapa yang sudah roboh sambil menggendong anak balita, ada juga yang sambil menyuapi anaknya. Mereka sangat antusias melihat bagaimana aksi anak mereka didalam hutan sana."Siapapun yang membawa buah paling banyak, dia pemenangnya!"Buah didalam hutan sangat lebat. Mangga, salak, alpukat, sawo, dan banyak lagi. Ketua panitia sebut saja Letnan Unus. Laki-laki berumur sekitar 40 tahunan. Tak salah pilih untuk dijadikan ketua