"Dokter Nabilah kenapa kau lama sekali?" Aku tidak terkejut. Pasti pertanyaan itu yang muncul.
"Ya maaf dokter Alice, motornya sudah dibawa semua. Kalau mau cepat ya salah satu diantara kalian tadi jemput aku" Sindirku terang-terangan. Perhatian semua orang mengarah kepadaku. Cukup membuatku menyesal berkata seperti tadi.
"Owh oke lupakan. Jadi ada apa dokter?" Aku mendekat ke dokter Alice dan bertanya dengan nada bisikan.
Alice memberikanku satu kursi kosng untuk diduduki, dan dia pun ikut duduk didepanku. Lalu menatapku dengan serius, kali ini aku juga dalam mode serius. Mataku lurus menatap ke Alice yang sepertinya ragu-ragu untuk membuka suara.
"Apa?"
"Seperti jadwal, kita disini selama 2 bulan kan"
Aku mengangguk, entah kenapa ada perasaan tidak enak yang datang.
"Tapi dokter Ali mengabari kalau masa bertambah 1 bulan. Yang artinya selama 3 bulan kita disini. Oh... bukan. Yang kumaksud, masa mu
( 4 tahun sebelum koas ) Pt l "Nabilah. Perkenalkan ini adalah Aldo abraham. Dia mantan mahasiswa disini. Sekarang sedang masa koas di Bogor" "Dan Aldo, ini Nabilah. Mahasiswi jenius yang menduduki peringkat setelahmu" Dekan Roy memperkenalkan mahasiswa yang sering diceritakan kepadaku. Dia pintar, dan terlihat... tampan. Sebenarnya aku tidak terlalu tertarik dengan apa yang ditunjukkan Roy padaku. Hanya, untuk menghormati dirinya yang sangat baik hati, membantuk dalam mengerjakan tugas atau jika aku sekedar bertanya sesuatu. Aldo terlihat sebagai pria yang ramah. Dia suka tersenyum. Tangannya yang diulurkan aku jawab. "Nabilah" Kacamata tebal yang menghiasi wajahnya. Dan tubuh jangkung, aku hanya setinggi mulutnya saja. Entah apa tujuan Roy mempertemukan kami. Yang aku tahu, kami berdua merupakan murid kesayangannya. Walaupun Aldo sudah lulus dari kuliah, namun Roy menganggapnya seperti anak kandung se
"Kau mau kemana?" Aku bertanya saat Nanda melangkah ke arah jalan lain, berpisah dari rombongan anak-anak yang baru pulang dari pelajaranku tadi. "Ke sawah bapak" Jawabnya dengan mengangkat rantang putih."Ke sana lagi?" Aku menatap bingung. "Memangnya setiap hari kau kesana?"Nanda mengangguk, mengiyakan."Dini ikut, kak" Andini tiba-tiba mendekat. Jalanan becek membuatnya hampir terpeleset."Pulang Dini, nanti kau dimarahi mamak" Nanda mendorong punggung Dini pelan. "Yaahh. Kak Nanda kenapa boleh kesana? Dini tidak boleh" Dini merajuk sambil melipat tangan di dada."Karena kakak harus bantu bapak di sawah, biar cepat selesai. Sekarang kau pulanglah""Ayo Dini, biar kakak antar pulang" Aku menarik tangan Dini. "Biarkan saja kakakmu, dia mau bantu bapak. Biar jadi anak sukses" Aku nyengir. Lalu Nanda pergi dari hadapan kami. Berjalan cepat menuju ke sawah di tepian gunung."Hati-hati Nanda, jangan t
( 4 tahun sebelum koas ) Pt ll “Itu salah . Setiap gram karbohidrat menghasilkan 4,0 kilokalori atau 16,8 joul. Bukan 4,00” Aku menghapus kembali jawabanku. Hampir semua pertanyaan yang kujawab salah. Dan Aldo mengingatkan. Kalau tidak mungkin nanti ujianku tak akan lulus. Hari ini aku meminta Aldo untuk menjadi guru ku. Konyol memang, tapi mau ke siapa lagi kalau bukan ke cowok tengik macam dia? By the way Aldo sudah jadian dengan teman SMA nya dulu. Namanya Lea, dia cukup menarik. Cantik dan pintar. Dia juga kuliah di fakultas yang sama dengan Aldo, denganku. Hanya saja, koas nya beda rumah sakit. Lea di Jakarta Selatan dan Aldo di Jakarta Pusat. Dan akibatnya waktu untuk bertemu juga tidak banyak. Bisa dibilang jarang. Dan tadi… adalah pertama kalinya aku bertemu dengan Lea. Sikapnya kepadaku sedikit garang. Tatapan matanya woah tajam sekali. “Nah gini dong udah bener semua. Nilai lo 45” “WHAT?! Kejam amat sih” Aku me
"Peluru dari shotgun sangat mematikan. 1 kali tembakan bisa saja membunuh. Tertembak di kaki, atau tangan. Itu saja sudah sangat berbahaya. Apalagi tiga buah tepat di jantung. Tapi tidak ada yang tahu semua peluru itu sudah bergerak kemana. Persentase 99% sudah mengenai organ vital. Operasi berjalan lancar, peluru dapat diambil tapi rongga yang diciptakan pelurunya tidak bisa hilang. Rasa sakitnya masih ada. Dan kemungkinan pasien mengalami kelumpuhan sementara""Tertembak peluru adalah perkara hidup dan mati. Satu tembakan di lengan atau kaki saja sudah bisa membuat nyawa melayang"Aku mendengar suara berat yang sedang berbicara. Sepertinya dia dokter. Mataku masih mengantuk, nafasku berat, dan tanganku tidak bisa digerakkan. Aku tahu ini kelumpuhan. Tapi ini juga kehendak Tuhan.Dadaku sakit. Tapi aku tidak bisa mengaduh atau mengeluarkan suara. Aku juga bisa merasakan sentuhan kulit orang. Tapi aku tetap tidak bisa bangun."Jantungnya lemah. Tena
Aku bersyukur karena masa koma yang kualami tidak selama seperti orang diluaran sana. Ada yang 5 bulan, 1 tahun, hingga 20 tahun pun ada. Setelah 7 hari, mataku terbuka. Yang kulihat pertama kali adalah wajah ayahku. Dia tersenyum bahagia saat melihatku. "M-m minum" Ayah dengan bergegas memberikanku segelas air putih yang ada di nakas. "Syukurlah kau sudah sadar. Kami takut kehilanganmu. Kau membuat kami khawatir. Biar ayah panggilkan dokter" Aku mengangguk. Tubuhku masih lemah, walau hanya seminggu itu rasanya seperti setahun. Tidak bergerak sama sekali, hingga punggung ku sakit. Dan kepalaku berputar-putar. Jadi seperti ini rasanya ketika bangun dari kematian. Bukan, lebih buruk dari itu. "Hai Nabilah. Kau akhirnya sadar. Tenanglah aku akan memeriksamu" Dokter Ali mencium dahiku. Aku hanya bisa mengangguk. Aku melihat keseliling ruangan. Cat berwarna putih tulang, sudah pasti aku berada di rumah sakit. "Bagaimana keadaannya dok?"
( 4 tahun sebelum koas ) Pt lll"Lo mau ke rumah sakit lagi?" Aku menganggukkan kepala. Aldo sedari tadi menanyakan hal itu. Ini yang ke-7 kalinya."Gue ikut"Aku menghentikan langkah. "Tapi kan lo ada ..""Santai"Aldo memang susah untuk dibilangin. Tampangnya saja cupu, tapi jiwanya preman. "Pake mobil gue, lo yang nyetir sekalian beliin bensin" Kulemparkan kunci mobil kearahnya. "Hap, tangkap!""Lo mau meras gue kan? Kesempatan dalam kesempitan. Dasar gila traktiran""Bodoamat"Aldo masuk, duduk di kursi sopir. Dia menancapkan kuncinya laku menekan pedal gas dan mobil pun berjalan. Jalanan cukup lenggang hingga tidak membuang-buang waktu. Hari ini aku berencana untuk mengunjungi kakakku, Noah. Dia sudah 1 tahun tinggal dirumah sakit. Keadaannya yang semakin memburuk, tidak dapat lagi rawat jalan dirumah.Dia terkena tumor otak, sudah stadium 3. Keluargaku sudah berusaha dengan sangat keras. Tapi tetap sa
ALDO'S POVAda pertanyaan besar didalam benakku saat ini. Tentang : love.Sejak 4 tahun yang lalu, aku dikenalkan dengan seorang perempuan berambut panjang bernama Nabilah. Sebenarnya saat itu aku ingin menolaknya, tapi dekan kampusku yang dulu, pak Roy namanya. Dia memaksaku, meng iming-iming dengan kata 'dia pintar' tapi aku tahu apa yang direncanakan olehnya.Dia ingin mendekatkan aku dengan Nabilah. Ayahku, adalah teman baik pak Roy saat masih SMA dulu. Ayahku sedikit menjengkelkan, dia meminta pak Roy memilihkan perempuan yang pintar dan baik untukku. What the hell is it? Right. Pak Roy akhirnya mempertemukan ku dengan Nabilah.Kesanku saat pertama kali bertemu dia terlihat sedikit.... galak, sombong. Tapi sebenarnya dia baik, setelah beberapa hari kami bersama, Nabilah mulai menunjukkan sifat aslinya. Manja, dan protektif terhadapku.Dia terlihat manis disaat marah, disaat merajuk, dan disaat serius. Semua hal yang ada didirinya
"Jadi.. Lo kesini karena dokter Alice yang suruh?" "Iya" "Kalo dokter Alice gak suruh lo gak bakal kesini gitu?" "Gak tau" Nafasku terasa berat. Fakta yang mengejutkan. Seorang sahabat yang sakit karena tertembak 3 peluru sekaligus, hampir mati dan dia dengan santainya hanya bilang 'dokter Alice yang suruh. Nyenyenye'. Sebenarnya masalahnya apa sih? Aku menyebutnya tidak dewasa sama sekali. There are many people who love him... but he doesn't appreciate it. "Keadaan ibu gue gimana?" "Tante kenapa?" Dia bahkan tidak tahu tentang itu. Sudah kuduga pesanku malam itu tidak dibaca olehnya. "Gejalanya kambuh. Gue udah telpon lo malam itu. Tapi yang angkat cewe, waktu gue kirim pesan di read doang. Alhasil ibu ditangani dokter lain" Sebenarnya ada makna dalam dari kalimatku itu. Sedikit ungkapan bahwa 'Aldo mulai hilang kepeduliannya terhadapku' dan aku beranggapan bahwa itu memang benar adanya. "I'm
Rumah terakhir, dan hari terakhir menjalankan aksi penunjangan. Jumlah rumah adalah 100 rumah di satu Kelurahan Kaliwuhan. Tak banyak tapi kami harus menghabiskan waktu selama 4 hari lamanya.Ada saja gangguan yang menghambat, jika tidak ada badai hujan kemarin lusa mungkin akan selesai dalam waktu dua hari saja.Butiran air hujan masih menggelayut manja di dedaunan. Jam 2 siang ini akan berakhir di rumah Wak Dolah. Mantan kepala RT periode kemarin.Masalahnya kali ini lebih kompleks, karena kami harus turun tangan langsung untuk mengatasinya."Masalahnya kau sudah beberapa tahun tak bayar hutang! Lihat kebunmu itu, kau sudah panen kan? Oi, bunga nya akan berkali-kali lipat naiknya!."Disini dia disebut Juragan Jerigen. Karena dia punya pabrik minyak kelapa sawit yang diisi di banyak tabung jerigen. Kebun kelapa yang berhektar-hektar, dan kekayaan yang tentu saja melimpah ruah.Tapi sifatnya yang sombong dan suk
Rasi-rasi bintang membentuk bentuk yang sangat indah. Walau aku tidak percaya akan maknanya, yang aku tahu bintang diatas sana sedang sangat cantik-cantiknya.Berkilap indah dan berwarna warni. Terkadang ungu, merah, lalu biru. Melihat dari atas bukit adalah kegiatan yang menyenangkan. Ditemani sebotol teh hangat, dan musik pengiring tidur.Aku menggelar matras, lalu berbaring diatasnya. Rumput-rumpur bergoyang karena angin. Suara jangkrik dan hewan sawah saling bersahutan. Bulan sedang berada di puncaknya, bersinar terang bundar sempurna.Sambil memejamkan mata sambil mengingat wajah ayah dan ibu. Mengingat wajah Noah dan Reno. Mengingat wajah Aldo dan Pak Roy.Ah aku sangat merindukan mereka. Jika aku bermimpi bertemu mereka malam ini, aku pasti akan berdoa dalam mimpiku :"Ya Tuhan. Jangan lah Engkau hentikan apa yang Kau berikan padaku malam ini."Bukit ini tak jauh dari pemukiman, dan tidak menyeramkan seperti di dalam hutan
Kapten dan aku berpapasan di depan ruang Komite Puskesmas. Dia bersama Letkol Gerald dan Sersan Jessica. Kedua orang itu setelah menyapaku langsung pergi ke kamar Adam. Menyisakan aku dan Kapten yang sedang canggung-canggung nya.Aku menyambutnya dengan dingin. Dia terlihat tenang dan tidak berekspresi.Kukira tidak akan percakapan diantara kami, tapi saat hendak beranjak, Kapten memanggil namaku dengan tegas."Dokter Nabilah!."Aku menoleh sekilas. "Apa?.""Kau marah padaku ya?.""Atas dasar apa opinimu itu?." Sarkastik aku keluarkan.Berbalik badan, dengan tampang rileks aku melanjutkan kalimat. "Dengar Kapten terhormat! Sekarang waktuku dituntut oleh pekerjaan. Aku jarang bersantai karena tugasku juga melimpah ruah. Dan asal kau tau saja, saat kau pulang ke Jakarta aku akan tetap disini selama sebulan lagi. Jadi jangan beranggapan kalau aku sedang marah atau merajuk. Itu konyol sekali!."
"Sudah kubilang bodoh! Jangan banyak bergerak dulu. Lukamu akan lama sembuhnya nanti!." Adam menghela nafas lelah. Dia seperti anak kecil saja kalian tau. Susah sekali dibilangin.'Aku hanya ingin ke toilet''Aku ingin keluar sebentar''Ini loh punggungku gatal!'Halah alesan!Pagi ini gerimis melanda. Aku datang ke Puskesmas pagi-pagi sekali saat semua orang mulai memasak. Karena ada Adam yang notabene sedang sakit hampir sekarat, hihi. Dan pekerjaanku mulai menumpuk dari lusa kemarin."Nabilah! Apa ini tak bisa dilepas sebentaaaar... aja? Gatal sekali gila!."Aku mengabaikan Adam. Tanganku sibuk meyisir rambut nya. Karena lama tak keramas jadilah lepek. "Ini rambut apa sabut kelapa? Kusut amat!." Ejekku.Adam menepis tanganku dari kepalanya. Melarang diriku untuk menyisir rambutnya lagi."Ih apaan sih? Orang dibantu juga malah sok banget.""Ini loh lepasin bentar aja. Ak
"Mulai hari ini kau ditugaskan ke Puskesmas saja. Untuk mengajar anak-anak akan digantikan oleh Sersan Andin."Aku menutup buku. Sudah kuduga, pasti jadwalku akan terganti. "Oke."Dokter Alice menyerahkan selembar kertas, disitu tertulis tentang data-data milikku. "Coba periksa lagi apa ada kesalahan."Aku mengambil kertas itu. Membacanya hingga akhir, "Ini sudah benar. Tapi buat apa?."Dokter Alice mengambil kembali kertas itu, menaruhnya di dalam map berwarna biru. "Bukan apa-apa. Sekarang berangkatlah kesana, aku nanti menyusul."Hari ini suhu diatas 27° Celcius. Panas sekali. Bahkan pernah sehari bisa berganti 2 musim sekaligus. Pukul 7 pagi sampai 12 siang panasnya tak terkira. Dan jam 1 sampai malam hujannya seperti mau ada tsunami saja.Para petani membungkuk menanam padi yang masih berwarna hijau segar. Gembala hewan ternak membawa sapi-sapi mereka dan kambing-kambing yang besar nan gemuk.Laz
DUK! Kepalaku terbentur sesuatu.Aku mengaduh pelan. Jidatku terasa sakit. Pasti terkena penyangga tenda. Tanganku meraba-raba, berusaha duduk. Astaga! Karena terkejut bermimpi menabrak tong sampah sampai-sampai jidatku kejedot tiang tenda. Rasanya sakit, dan sedikit memar.Diluar sana hujan lebat disertai petir yang menggelegar. Aku menyibak jendela kecil, gelap, hanya lampu dapur yang tetap menyala.Sekali lagi aku meraba lantai, mencari arlojiku yang pasti terlempar saat aku menjatuhkan botol tadi.Benda panjang itu menunjukkan angka 01.23 artinya hampir setengah dua dini hari. Terbangun di tengah malam seperti ini bukanlah hal yang nyaman. Dijamin setelah ini mataku akan mustahil terlelap lagi.Luna meringkuk di lantai bawah, dengan mengenakan selimut bercorak 'Keroppi' warna hijau mentah. Udaranya dingin, tak heran Luna tidur dilapisi jaket juga.Aku ikut mengeluarkan selimut ku sendiri dari dalam kop
Sejak aku tahu apa itu senapan angin, rasa penasaranku memuncak. Apalagi kegiatan yang terjadi di depan mataku menambah rasa keingintahuanku.Para tentara sedang latihan mingguan. Kali ini mereka menggunakan senapan angin untuk latihan, dengan membuat papan berbentuk bundar, dan diisi warna merah ditengahnya, sebagai bidikan.Peserta bumi perkemahan dibubarkan sehari yang lalu. Setelah tiga hari mereka bersama kami untuk pelatihan Pramuka dasar. Dan ini saatnya aku melihat bagaimana gagahnya mereka menarik pelatuk di benda panjang nan berat itu.Benda ini lebih friendly daripada pistol, a.k.a low budget. Hanya untuk latihan biasa. Kalau untuk agenda tertentu sih bisa pakai sniper atau shotgun yang tentunya lebih bagus.Aku duduk dibawah pohon kelapa sambil membawa handphone dan minum sebotol air putih. Diam menonton mereka denga sesekali memotret pemandangan langka ini. Akan kujadikam polaroid rencananya saat pulang ke Jakarta, sed
4 tahun sebelum koas pt V Pernahkah aku bercerita tentang teman seangkatan ku yang bernama Cleopatra? Belum, karena aku sengaja ingin menceritakannya hingga tiba di bagian ini. Dia anak pendiam yang pintar, tidak punya kawan selain buku-bukunya yang tebal, dan kemana-mana selalu memakai kacamata bundar karena min yang dideritanya. Dia pandai sekali dalam pelajaran matematika, mungkin hanya dia yang mengelu-elukan pelajaran itu. Namanya Cleopatra, biasa dipanggil "Cleo" atau saat anak lain mengejeknya memanggil "Fir'aun". Itu adalah panggilan yang sangat kejam, hanya orang tidak beradab yang memanggilnya begitu. Aku menyukai namanya, selain unik juga punya makna tersendiri. Nama Cleopatra tentu saja kalian tahu itu siapa. Cleopatra adalah Ratu dari zaman Mesir kuno. Yang selalu diidentikkan dengan rambut pendek, memakai eyeliner panjang, dan bermahkota ular kobra. Dikabarkan Ratu itu memiliki kecantikan yang luar biasa,
Anak-anak ramai berkerumun di depan hutan kampung. Akhirnya aku memutuskan untuk ikut kesini melawan rasa takutku. Ketua panitia sudah ancang-ancang hendak memulai acara. Satu-persatu anak mulai masuk kedalam hutan dengan masing-masing membawa satu keranjang untuk wadah buah.Didalam hutan sana ada banyak pengawas untuk mengawasi dan menjaga anak-anak agar tetap hati-hati. Walaupun ini hutan aman, tetap saja waspada harus nomor satu.Banyak warga dan orang tua dari anak yang menonton. Duduk-duduk di batang pohon kelapa yang sudah roboh sambil menggendong anak balita, ada juga yang sambil menyuapi anaknya. Mereka sangat antusias melihat bagaimana aksi anak mereka didalam hutan sana."Siapapun yang membawa buah paling banyak, dia pemenangnya!"Buah didalam hutan sangat lebat. Mangga, salak, alpukat, sawo, dan banyak lagi. Ketua panitia sebut saja Letnan Unus. Laki-laki berumur sekitar 40 tahunan. Tak salah pilih untuk dijadikan ketua