Share

bab 2 Bayangan dari masa lalu

Pagi itu, desa tampak tenang seperti biasanya. Penduduk desa yang sibuk dengan aktivitas sehari-hari, tak menyadari bahaya yang semakin dekat. Namun, bagi Akiyama, ketenangan itu palsu. Apa yang terjadi semalam terus berputar dalam pikirannya—bayangan hidup, kekuatan yang meledak dari dalam dirinya, dan ancaman Zerathos yang semakin nyata.

Di dalam kuil, Shin menatap serius pada Akiyama dan Yumi yang duduk di hadapannya. Keduanya baru saja kembali dari hutan, dengan berita tentang bayangan yang menyerang mereka. Wajah Shin tampak lebih tegang dari biasanya, seakan dia sudah mengantisipasi berita buruk itu.

"Kalian pasti lelah," kata Shin sambil menghela napas panjang. "Tapi aku tak punya pilihan lain. Akiyama, kau harus tahu bahwa apa yang kau hadapi bukanlah sekadar bayangan biasa. Itu adalah Manifestasi Kegelapan—bentuk fisik dari kekuatan Zerathos."

Akiyama mengernyit. "Manifestasi Kegelapan? Apa itu artinya Zerathos sudah bangkit?"

Akiyama berdiri di tengah lapangan, masih merasakan sisa-sisa energi yang berdenyut dalam tubuhnya. Sekarang dia tahu bahwa kekuatannya nyata, tapi itu juga membuatnya sadar betapa berbahayanya potensi yang ada di dalam dirinya. Api yang dia lepaskan tadi tidak hanya membakar makhluk bayangan, tapi juga menghancurkan beberapa bangunan di desa. Penduduk desa yang selamat menatapnya dengan rasa takut bercampur hormat.

Yumi mendekat, menggenggam lengannya dengan lembut. "Akiyama, kau memang memiliki kekuatan besar. Tapi kita harus berhati-hati. Setiap tindakanmu akan berdampak besar, baik bagi kita maupun dunia."

Akiyama mengangguk, menyadari betul tanggung jawab barunya. Tantangan yang akan datang tidak hanya soal Zerathos, tapi juga bagaimana dia bisa mengendalikan kekuatan yang semakin tumbuh ini tanpa menghancurkan segalanya di sekitarnya.

Shin menggeleng pelan. "Belum. Tapi segel yang selama ini menahannya semakin lemah. Makhluk yang kau lihat semalam adalah tanda bahwa Zerathos mulai mempengaruhi dunia dari dalam segelnya. Semakin lama, semakin banyak manifestasi yang akan muncul."

Yumi, yang sejak tadi mendengarkan dengan cemas, tiba-tiba angkat bicara. "Apa yang bisa kita lakukan untuk menghentikan Zerathos? Bukankah kau bilang, Akiyama adalah kunci?"

Shin mengangguk. "Betul. Akiyama, kekuatan yang kau tunjukkan semalam adalah bukti bahwa kau memiliki potensi besar. Namun, kekuatan itu belum sepenuhnya terbangun. Kau harus belajar mengendalikannya sebelum Zerathos benar-benar bebas."

Akiyama merasakan beban berat di dadanya. "Tapi bagaimana caranya? Aku bahkan tidak tahu bagaimana kekuatan itu muncul."

"Itu akan membutuhkan waktu dan latihan," kata Shin. "Dan bukan hanya latihan fisik. Kau juga harus memperkuat tekadmu, karena Zerathos akan mencoba mempengaruhi pikiran dan hatimu."

Shin berdiri, lalu berjalan menuju rak tua di sudut kuil. Dari dalam rak itu, ia mengambil sebuah gulungan tua yang ditulis dengan tinta emas. Gulungan itu terlihat sangat kuno, seolah-olah sudah berusia ribuan tahun.

"Ini adalah Gulungan Phoenix, salah satu peninggalan terakhir dari masa sebelum bencana besar," kata Shin sambil menyerahkan gulungan itu kepada Akiyama. "Di dalamnya terdapat catatan tentang Phoenix, makhluk mitologi yang kekuatannya kau warisi. Hanya sedikit yang tersisa dari pengetahuan tentang Phoenix, tapi ini mungkin bisa membantumu memahami kekuatan yang kau miliki."

Akiyama membuka gulungan itu dengan hati-hati. Tulisan-tulisan kuno yang rumit terukir di atasnya, dalam bahasa yang hampir tak bisa ia mengerti. Namun, satu simbol menarik perhatiannya—sebuah burung besar dengan sayap yang terbakar cahaya merah menyala, jelas menggambarkan Phoenix. Di bawah simbol itu, tertulis sebuah kalimat yang bisa dia pahami:

"Api Phoenix adalah api pembaharuan. Kematian bukanlah akhir, melainkan awal dari kehidupan baru."

Akiyama merasakan sesuatu yang dalam bergema di dalam dirinya saat membaca kalimat itu. Mungkinkah itu berarti kekuatannya adalah kekuatan yang bisa mengubah dunia?

Sebelum Akiyama sempat memikirkannya lebih jauh, suara gemuruh terdengar dari luar kuil. Semua orang langsung berlari keluar. Di depan mereka, terlihat sekelompok penduduk desa yang berlarian panik ke arah mereka, wajah mereka penuh ketakutan.

"Ada yang menyerang desa!" teriak salah satu dari mereka. "Bayangan hidup itu kembali!"

Akiyama merasakan tubuhnya menegang. Tanpa berpikir panjang, dia berlari ke arah pusat desa, diikuti oleh Yumi dan Shin. Sesampainya di sana, mereka melihat makhluk bayangan yang lebih besar dari sebelumnya, menghancurkan rumah-rumah penduduk. Wajahnya seperti kabut hitam yang terus berubah bentuk, matanya bersinar merah terang, menebar rasa takut di hati siapapun yang melihatnya.

"Kau harus menghadapi makhluk itu, Akiyama," kata Shin dengan nada mendesak. "Ini adalah kesempatanmu untuk memahami kekuatanmu."

Akiyama ragu sejenak. Jantungnya berdebar kencang, dan keringat dingin mengalir di pelipisnya. Namun, dia tahu bahwa dia tidak punya pilihan lain. Jika dia tidak bertindak, desa ini akan hancur.

Yumi berdiri di sampingnya, menatapnya dengan tatapan penuh keyakinan. "Aku percaya padamu, Akiyama. Kau bisa melakukannya."

Dengan napas dalam, Akiyama maju ke depan. Saat dia mendekati makhluk itu, dia merasakan kembali energi aneh yang mengalir dalam dirinya, seperti api yang mulai menyala di dalam dadanya. Makhluk bayangan itu melihatnya dan langsung menyerang, meluncur dengan kecepatan yang luar biasa.

Akiyama mengangkat tangannya, mencoba memanggil kekuatan yang ia rasakan semalam. Namun, tidak ada yang terjadi. Bayangan itu semakin mendekat, dan dalam sekejap, makhluk itu melingkarkan dirinya di sekitar Akiyama, meremasnya dengan kekuatan yang sangat besar. Nafas Akiyama tersengal-sengal, dan dia mulai kehilangan kesadaran.

Namun, di tengah rasa putus asa itu, sesuatu dalam dirinya mulai bangkit. Gambar burung Phoenix dari gulungan tadi muncul di pikirannya. "Kematian bukanlah akhir..." bisik suara dalam hatinya.

Tiba-tiba, Akiyama merasakan api menyala dari dalam tubuhnya. Matanya terbuka lebar, dan cahaya merah menyala dari tubuhnya. Bayangan yang melingkar di sekelilingnya langsung tersentak mundur, seolah-olah terbakar oleh cahaya itu. Dengan teriakan keras, Akiyama melepaskan ledakan energi dari dalam dirinya. Api merah melesat ke segala arah, membakar bayangan itu hingga menghilang dalam asap hitam.

Semua orang terdiam, menyaksikan pemandangan itu dengan kagum. Akiyama berdiri di tengah lapangan, tubuhnya masih memancarkan sisa-sisa cahaya merah. Nafasnya terengah-engah, tapi dia merasa lebih kuat dari sebelumnya. Untuk pertama kalinya, dia merasakan bahwa kekuatan Phoenix benar-benar ada dalam dirinya.

Shin mendekatinya, senyum tipis muncul di wajahnya. "Kau berhasil, Akiyama. Tapi ini baru permulaan. Kekuatannya akan terus tumbuh, dan tantangan yang kau hadapi akan semakin besar."

Akiyama hanya mengangguk, merasa lega namun sekaligus khawatir. Dia tahu bahwa makhluk-makhluk seperti ini hanya akan menjadi lebih kuat. Zerathos masih tersegel, tapi kekuatannya mulai merasuki dunia ini. Dan sekarang, Akiyama adalah satu-satunya yang bisa menghentikannya.

Dengan ancaman Zerathos yang semakin nyata, Akiyama harus mulai berlatih dengan lebih keras, dan mencari sekutu yang bisa membantunya dalam perjalanan yang berbahaya ini.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status