Share

Bab 4: Titik Awal Penguasaan Phoenix

Saat Akiyama melangkah masuk ke dalam Kuil Api Abadi, dia merasakan perubahan langsung dalam atmosfer. Udara di dalam kuil terasa hangat dan nyaman, berbeda dari dinginnya pegunungan di luar. Cahaya kemerahan yang berasal dari api abadi di sudut-sudut ruangan memantulkan bayangan panjang di lantai batu. Meskipun kuil ini telah ditinggalkan selama ratusan tahun, api itu tetap menyala tanpa pernah padam.

Yumi dan Shin mengikuti di belakangnya, memperhatikan setiap detail. Yumi tampak terpesona oleh keagungan tempat ini, sementara Shin tetap tenang, seolah-olah dia sudah sering melihat pemandangan seperti ini. Namun, Akiyama tahu bahwa tempat ini bukan sekadar bangunan tua. Ada sesuatu yang jauh lebih besar tersembunyi di balik dinding-dinding kuno ini.

“Ini... luar biasa,” gumam Yumi sambil menatap api abadi yang menyala terang di depan mereka. “Bagaimana mungkin api ini bisa tetap menyala selama ratusan tahun?”

Shin mendekat, lalu menjelaskan dengan suara tenang. “Api ini bukan api biasa. Ini adalah api suci yang diwariskan dari generasi ke generasi oleh para penguasa Phoenix. Hanya mereka yang memiliki hubungan dengan Phoenix yang bisa merasakan energi dari api ini.”

Akiyama mendekati salah satu api suci yang berada di sudut kuil. Saat dia menjulurkan tangannya, dia merasakan kehangatan lembut yang aneh, seperti aliran energi yang mengalir langsung ke dalam tubuhnya. Jantungnya berdebar cepat, dan sebuah suara berbisik lembut di kepalanya, "Kau adalah pewaris api ini, Akiyama. Gunakan kekuatan ini untuk memulai perjalananmu."

Akiyama menarik kembali tangannya, terkejut dengan apa yang baru saja terjadi. Dia menoleh ke arah Shin, yang tampak tidak terlalu terkejut.

“Kekuatan Phoenix yang ada dalam dirimu mulai merespons api ini,” kata Shin. “Itulah tanda bahwa kau sudah siap untuk memulai latihanmu. Tapi ingat, Akiyama, kekuatan ini bisa menjadi berkah atau kutukan. Jika kau tidak bisa mengendalikannya, kekuatan ini akan menghabisimu.”

Akiyama mengangguk pelan, menyadari sepenuhnya risiko yang ada di hadapannya. “Apa yang harus aku lakukan sekarang?”

Shin memberi isyarat agar mereka mengikuti lebih dalam ke dalam kuil. Mereka berjalan melewati koridor panjang yang diterangi oleh api suci, sampai akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan patung Phoenix yang megah di tengahnya. Patung itu terbuat dari batu hitam, namun matanya terbuat dari kristal merah yang bersinar terang. Di sekeliling patung, ada lingkaran api yang seolah-olah melindungi pusat ruangan.

“Inilah tempat pelatihanmu, Akiyama,” kata Shin sambil memandang patung Phoenix dengan penuh rasa hormat. “Di sini, kau akan memanggil kekuatan Phoenix yang ada dalam dirimu dan belajar untuk mengendalikannya. Tapi peringatan terakhir, proses ini bisa sangat menyakitkan, baik secara fisik maupun mental. Kau harus siap.”

Akiyama menatap patung Phoenix dengan tatapan penuh tekad. Dia tahu bahwa tidak ada jalan kembali sekarang. Zerathos semakin mendekat, dan dunia bergantung pada kemampuannya untuk mengendalikan kekuatan ini.

“Bagaimana cara memulainya?” tanya Akiyama, suaranya penuh tekad.

Shin tersenyum tipis, lalu mendekati salah satu lilin di sekitar patung. “Kau harus berhubungan langsung dengan api Phoenix ini. Duduklah di tengah lingkaran itu, dan biarkan api suci ini menyatu dengan jiwamu. Kau akan merasakan nyala yang sama seperti saat kau melawan bayangan hidup kemarin, tapi kali ini, kau harus mengendalikan semuanya.”

Akiyama menelan ludah, tapi tanpa ragu melangkah maju. Dia duduk bersila di tengah lingkaran api, sementara Shin dan Yumi berdiri di luar lingkaran, mengamati dengan cemas. Api suci di sekeliling Akiyama mulai berkobar lebih terang, seolah merespons kehadirannya.

“Pejamkan matamu,” kata Shin dari kejauhan. “Rasakan api itu di dalam dirimu. Biarkan ia membimbingmu menuju kekuatan yang sebenarnya.”

Akiyama memejamkan mata, mencoba merasakan energi yang mengalir di sekitarnya. Pada awalnya, tidak ada yang terjadi. Namun, semakin lama dia duduk, semakin kuat dia merasakan kehangatan itu, bukan hanya dari api di sekitarnya, tapi dari dalam dirinya sendiri. Tubuhnya mulai terasa berat, dan napasnya menjadi lebih dalam. Dia bisa merasakan denyut api yang semakin cepat, seperti jantung yang berdetak di dalam dadanya.

Tiba-tiba, Akiyama merasakan sesuatu yang aneh. Suara gemuruh terdengar di telinganya, seperti api yang sedang berkobar dengan sangat kuat. Tubuhnya terasa panas, seolah-olah dia akan terbakar hidup-hidup. Keringat mulai mengalir deras di dahinya, dan rasa sakit mulai menjalar dari dalam dadanya. Namun, dia tidak bisa bergerak, seolah-olah ada kekuatan yang menahannya di tempat itu.

"Ini... sakit..." gumam Akiyama dengan suara pelan.

"Jangan melawan," kata Shin dengan tegas. "Biarkan rasa sakit itu menjadi bagian dari dirimu. Kau harus melewatinya untuk bisa mengendalikan kekuatanmu."

Akiyama mencoba tetap fokus, meskipun rasa sakit itu semakin tak tertahankan. Dia bisa merasakan api di dalam tubuhnya semakin kuat, seolah-olah berusaha meledak keluar. Pada titik ini, dia merasa seperti akan hancur. Namun, di tengah rasa sakit itu, ada sesuatu yang mulai muncul. Sebuah suara kecil, jauh di dalam dirinya, berbicara kepadanya.

"Akiyama... kau adalah pewaris kami. Kekuatan ini adalah hakmu, tapi kau harus menerimanya sepenuhnya. Jangan melawan, biarkan kami membimbingmu."

Suara itu tidak terdengar asing. Itu adalah suara Phoenix yang ada di dalam dirinya, kekuatan yang diwariskan kepadanya sejak lahir. Akiyama menarik napas dalam-dalam dan memutuskan untuk mempercayai suara itu. Perlahan-lahan, dia berhenti melawan rasa sakit itu dan membiarkan kekuatan Phoenix mengalir bebas di dalam dirinya.

Tiba-tiba, tubuhnya mulai bersinar. Api merah yang menyala-nyala keluar dari tubuhnya, tapi kali ini, api itu tidak lagi liar dan tak terkendali. Sebaliknya, api itu tampak harmonis, seolah-olah menyatu dengan tubuh dan jiwanya. Akiyama merasakan kekuatan luar biasa mengalir di dalam dirinya, tapi kali ini dia tidak takut. Dia merasakannya sebagai bagian dari dirinya, seperti sebuah perpanjangan dari jiwa dan pikirannya.

Yumi, yang menyaksikan dari luar lingkaran, terkejut melihat perubahan yang terjadi pada Akiyama. "Lihat dia... kekuatannya benar-benar mulai bangkit."

Shin tersenyum puas. "Ya, ini baru permulaan. Akiyama sudah mulai menerima kekuatan Phoenix. Tapi perjalanan ini masih panjang."

Api di sekitar Akiyama mulai mereda, dan tubuhnya kembali normal. Dia membuka matanya perlahan, napasnya berat, tapi kali ini, ada rasa damai di dalam dirinya. Untuk pertama kalinya, dia merasa tidak lagi takut dengan kekuatan yang ada di dalam dirinya. Dia telah menerima bahwa kekuatan Phoenix adalah bagian dari dirinya, dan dia tahu bahwa dengan latihan, dia bisa mengendalikannya.

“Aku... aku bisa melakukannya,” ucap Akiyama dengan suara lemah tapi penuh keyakinan.

Shin mengangguk. "Ini adalah langkah pertama, Akiyama. Kau telah mulai memahami kekuatanmu. Tapi ingat, ini baru awal dari perjalanan panjangmu. Zerathos masih di luar sana, dan kita harus bersiap."

Akiyama berdiri dengan pelan, tubuhnya masih lemah setelah latihan itu, tapi hatinya penuh dengan tekad baru. Dia tahu bahwa perjalanan ini belum selesai, dan ancaman yang lebih besar masih menunggu di depan. Tapi sekarang, dia merasa lebih siap. Dengan kekuatan Phoenix di sisinya, dia yakin bahwa dia bisa melawan apapun yang akan datang.

---

Bab ini menggambarkan awal dari latihan Akiyama untuk mengendalikan kekuatan Phoenix, serta pertumbuhan karakter yang mulai menerima tanggung jawabnya. Bab berikutnya akan melanjutkan perjalanan mereka dan memperkenalkan tantangan baru di depan.

Related chapter

Latest chapter

DMCA.com Protection Status