Share

Bab 5: Bayangan Kegelapan

Setelah beberapa hari Akiyama menghabiskan waktu di Kuil Api Abadi, dia merasa kekuatannya semakin stabil. Setiap kali dia melatih dirinya di hadapan api suci, kendalinya atas energi Phoenix semakin kuat. Namun, Shin selalu mengingatkannya bahwa latihan di tempat suci ini hanyalah permulaan. Dunia luar jauh lebih kejam, dan kekuatan Akiyama akan diuji saat dia menghadapi ancaman nyata.

“Bagaimana rasanya sekarang?” tanya Yumi sambil memperhatikan Akiyama yang baru saja menyelesaikan latihannya pagi itu.

Akiyama tersenyum tipis. “Lebih baik. Aku bisa merasakan kekuatan itu lebih terarah. Tidak lagi meluap-luap seperti sebelumnya. Tapi tetap saja... aku masih belum yakin apakah aku siap menghadapi Zerathos.”

Shin yang sedang duduk di sudut ruangan, menatap keduanya. “Kekuatanmu berkembang pesat, Akiyama. Tapi satu hal yang perlu kau ingat—kekuatan ini bukan hanya soal kemampuan fisik. Ini soal batinmu. Setiap raja Phoenix yang pernah ada harus menguasai dirinya terlebih dahulu sebelum bisa menguasai kekuatannya.”

Akiyama mengangguk. Dia tahu bahwa meski kekuatannya meningkat, rasa takut masih tersisa di dalam hatinya. Rasa takut akan kehilangan kendali, atau bahkan menyakiti orang-orang yang dia sayangi, masih menghantui pikirannya.

“Sudah saatnya kita meninggalkan kuil ini,” ucap Shin tiba-tiba, memecah keheningan. “Kita tidak bisa bersembunyi di sini selamanya. Zerathos dan kekuatannya sudah semakin dekat, dan kita harus bersiap untuk menghadapi apa pun yang akan datang.”

Akiyama mengangguk dengan mantap. Dia tahu ini bukan saatnya untuk ragu. Meskipun ketakutan itu masih ada, dia juga tahu bahwa takdirnya adalah untuk menghadapi Zerathos dan mengakhiri ancaman yang membayangi dunia mereka.

Dengan keputusan itu, mereka mulai bersiap untuk meninggalkan Kuil Api Abadi. Yumi dan Akiyama mengumpulkan perbekalan, sementara Shin memastikan bahwa mereka siap menghadapi perjalanan panjang ke selatan, tempat kerajaan Zerathos berada.

Namun, sebelum mereka bisa keluar dari kuil, sesuatu yang aneh terjadi. Langit yang tadinya cerah tiba-tiba berubah gelap. Awan hitam yang tebal muncul entah dari mana, menyelimuti langit di atas kuil. Suara gemuruh terdengar di kejauhan, dan tanah di sekitar mereka mulai bergetar.

“Ada apa ini?” seru Yumi, suaranya panik.

Shin menatap langit dengan serius. “Ini bukan cuaca biasa. Ini adalah... bayangan kegelapan.”

Seketika, Akiyama merasakan sesuatu yang dingin merayap di dalam dirinya. Energi gelap yang kuat mulai menyelimuti area di sekitar mereka, seolah-olah ada kekuatan besar yang datang mendekat. Jantungnya berdetak kencang, dan tubuhnya tegang seolah-olah siap menghadapi ancaman yang tak terlihat.

Dari arah langit yang gelap, muncul sosok besar yang melayang turun. Sosok itu adalah seorang pria berpakaian hitam dengan mata merah menyala dan jubah panjang yang berkibar di udara. Wajahnya tampak kejam, dan senyum dingin menghiasi bibirnya saat dia menatap langsung ke arah Akiyama.

“Jadi, ini dia pewaris Phoenix yang baru,” kata sosok itu dengan nada mengejek. “Aku sudah menunggu lama untuk melihatmu, Akiyama.”

Akiyama menatap pria itu dengan waspada. “Siapa kau?”

Sosok itu tersenyum lebih lebar. “Namaku adalah Ragnar, tangan kanan Zerathos. Dan aku di sini untuk memastikan kau tidak pernah mencapai tuan kami.”

Yumi menghunus pedangnya, bersiap untuk bertarung, tapi Shin menghentikannya dengan anggukan kepala. “Dia terlalu kuat. Ini bukan musuh yang bisa kita lawan dengan gegabah.”

Akiyama merasakan ketegangan yang luar biasa. Energi yang dipancarkan oleh Ragnar sangat menakutkan. Dia tahu bahwa ini adalah salah satu bawahan terkuat Zerathos, dan menghadapi sosok ini akan menjadi ujian besar pertama bagi kekuatan Phoenix yang baru dia kuasai.

“Jika kau berpikir kau bisa mengalahkan kami, maka kau salah besar,” ucap Akiyama dengan suara penuh keyakinan, meskipun di dalam hatinya ada rasa ragu.

Ragnar tertawa keras. “Kau tidak tahu seberapa dalam kegelapan yang akan kau hadapi. Zerathos jauh lebih kuat daripada yang bisa kau bayangkan. Dan kau, pewaris Phoenix, hanyalah bayi yang baru belajar berjalan di hadapan kami.”

Seketika, Ragnar mengangkat tangannya, dan dari langit yang gelap, turunlah hujan bayangan hitam. Bayangan itu membentuk makhluk-makhluk menyeramkan yang mulai mengelilingi mereka. Makhluk-makhluk itu bergerak dengan kecepatan yang luar biasa, menebarkan aura kegelapan yang mengancam.

Shin segera menarik Akiyama dan Yumi mundur, memberi isyarat untuk tetap waspada. “Kita harus bertarung. Mereka tidak akan membiarkan kita pergi begitu saja.”

Akiyama menghunus pedangnya dan berdiri di depan Yumi. Dia bisa merasakan api Phoenix dalam dirinya mulai bangkit lagi, tapi kali ini dia lebih siap. Dia tidak akan membiarkan kegelapan ini menguasai dirinya.

“Yumi, tetap di belakangku,” ucap Akiyama.

Yumi mengangguk, meskipun matanya menunjukkan kekhawatiran. Dia tahu bahwa pertarungan ini tidak akan mudah, tapi dia mempercayai Akiyama.

Saat makhluk-makhluk bayangan itu mulai mendekat, Akiyama memusatkan energi Phoenix ke dalam pedangnya. Pedang itu mulai bersinar dengan api merah yang berkobar, dan saat makhluk pertama menyerangnya, Akiyama menghantamnya dengan satu tebasan. Api suci itu langsung membakar makhluk bayangan itu hingga menjadi abu.

Tapi makhluk-makhluk lainnya terus datang, dan jumlah mereka tampak tak terbatas. Yumi mengayunkan pedangnya dengan cepat, melawan makhluk-makhluk yang menyerangnya, sementara Shin menggunakan sihirnya untuk menciptakan penghalang pelindung di sekitar mereka.

Namun, Ragnar hanya tersenyum dari kejauhan, seolah-olah dia menikmati pemandangan itu. “Kau bisa membunuh makhluk-makhluk bayangan ini, tapi mereka tidak akan pernah habis. Kegelapan tidak bisa dihancurkan dengan mudah.”

Akiyama terus bertarung dengan gigih, tapi dia mulai merasakan kelelahan. Setiap kali dia menebas satu makhluk bayangan, dua lagi muncul menggantikannya. Kekuatan Phoenix di dalam dirinya semakin terkuras, dan dia tahu bahwa mereka tidak bisa terus bertarung seperti ini.

“Terlalu banyak dari mereka,” kata Yumi dengan suara gemetar. “Kita harus melakukan sesuatu!”

Akiyama tahu bahwa Yumi benar. Jika mereka terus bertarung seperti ini, mereka akan kehabisan tenaga sebelum sempat melawan Ragnar.

Shin, yang juga mulai kelelahan, menatap Akiyama dengan pandangan serius. “Akiyama, inilah saatnya. Kau harus menggunakan kekuatan Phoenix dengan lebih kuat. Jika tidak, kita semua akan hancur.”

Akiyama mengangguk, meskipun hatinya dipenuhi keraguan. Dia tahu bahwa menggunakan kekuatan Phoenix sepenuhnya bisa menjadi sangat berbahaya. Tapi dia tidak punya pilihan lain.

Menarik napas dalam-dalam, Akiyama memusatkan seluruh energinya ke dalam tubuhnya. Api Phoenix yang ada di dalam dirinya mulai berkobar dengan kekuatan yang jauh lebih besar dari sebelumnya. Tubuhnya mulai bersinar dengan cahaya merah yang menyilaukan, dan api suci itu menyelimuti seluruh dirinya.

Ragnar, yang melihat perubahan ini, menghentikan tawanya dan menatap Akiyama dengan serius. “Jadi, kau memutuskan untuk menggunakan kekuatan itu, huh? Menarik.”

Akiyama menatap Ragnar dengan mata penuh api. “Aku tidak akan membiarkanmu menghancurkan apa pun yang ada di sini. Aku akan melawanmu, Ragnar. Dan aku akan menang.”

Dengan satu teriakan, Akiyama melepaskan seluruh kekuatan Phoenix yang ada di dalam dirinya, menciptakan ledakan api suci yang begitu kuat sehingga semua makhluk bayangan di sekitarnya langsung terbakar dan menghilang dalam sekejap.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status