Evan mengerutkan kening. Merasa aneh sekaligus heran. Ia kemudian memainkan laptopnya, lalu mengecek CCTV di area luar ruangan."Cepat katakan! Di luar sudah aman," titah Evan.Danu menghela napas terlebih dahulu sebelum memulai bercerita."Pemilik toko itu mengatakan jika beberapa kali ada orang yang terus-terusan mendatangi tokonya hanya untuk menanyakan siapa pemilik dari Astira Corp," jelas Danu."Hanya itu saja?" Evan masih terlihat santai karena ia telah memalsukan kepemilikan perusahaan menjadi atas nama Axel yang merupakan kekasih Alicia."Bukan hanya itu, Pak. Pemilik toko juga pernah mendengar beberapa office boy sedang membahas tentang beberapa orang yang ingin menggulingkan Pak Adrian karena berpikir dia tidak kompeten," terang Danu, dengan napas yang masih tak beraturan."Ternyata masalah Adrian lagi. Sepertinya aku harus sedikit ikut campur dalam masalah ini," ujar Evan yang tak menyangka jika ada masalah seperti ini di Astira.Evan pun mulai memikirkan apa yang harus di
Alana langsung melangkah menuju teras dengan perasaan yang tak karuan karena akhirnya bisa bertemu teman lama yang hampir bertahun-tahun tidak pernah ditemuinya."Alana, kamu makin cantik saja!" ucap Rena sambil memeluk sahabatnya itu."Kamu juga semakin cantik, Rena," sahut Alana seraya menatap wajah sahabatnya itu.Alana pun mengajak Alana dan Risa untuk duduk terlebih dahulu."Sayang, aku ganti pakaian dulu, ya!" Evan merangkul Alana, kemudian mengecup kening sang istri."Iya, Sayang," jawab Alana, seakan lupa jika sebelumnya sedang marah pada suaminya itu.Senyum terlukis di wajah Evan saat mendengar jawaban sang istri yang sudah terlihat tidak marah lagi padanya. Ia pun bergegas naik ke lantai atas, menuju kamar lalu berganti pakaian.Sedang di lantai bawah, Alana kini sedang asyik berbincang dengan kedua temannya itu. Aldi yang turut duduk di dekat ketiga perempuan itu pun seakan tak dianggap ada saking sibuk berbincang."Oh, aku sampai lupa. Ini teman kerjaku dulu saat di Astir
Selama perjalanan, Cherry tak hentinya merasa gelisah. Tangannya terus gemetar saking gugupnya."Pak, bagaimana kalau nanti identitasku ketahuan? Bukankah malah akan menambah masalah untuk Anda?" Cherry mulai mengeluarkan suara setelah sekian lama berdiam diri."Tenang saja, aku sudah mengatur semuanya dengan baik," sahut Evan sambil asyik memainkan ponsel."Kalau Pak Evan bersikap tenang begitu, tandanya dia yakin jika rencananya akan berhasil," bisik Danu.Cherry mengangguk, berusaha meyakini apa yang Danu katakan meski hati kecilnya masih sedikit ragu.Akhirnya mereka pun sampai. Danu menghentikan mobilnya tepat di depan Hotel Grand Carlton, yang merupakan salah satu hotel bintang lima di Jakarta."Pak, apa Anda yakin?" tanya Cherry yang masih gelisah."Sudah, jangan terlalu gelisah seperti itu." Evan keluar dari mobil diikuti oleh Cherry dan juga Danu.Saat Evan dan Danu sedang menuju ke aula, Cherry berbelok berjalan menuju ruang ganti yang letaknya berada di dekat panggung. Pere
Tiga jam yang lalu."Lihat, mereka sudah datang!" ujar salah seorang pria yang mengenakan pakaian serba hitam"Kita ikuti mereka!" ajak rekan dari pria tersebut.Kedua pria itu perlahan mengikuti Evan, Danu, dan Cherry."Sudah lapor?" bisik pria berpakaian hitam tadi."Sudah, bos bilang jangan sampai lengah," timpal rekannya.Saat tengah dalam pengintaian, Cherry mengambil jalan lain, lalu berjalan terpisah dengan Evan dan Danu. Perempuan itu langsung menuju ke ruang ganti yang berada di belakang panggung kecil bagian depan aula."Jangan sampai ketahuan," bisik pria berpakaian hitam.Cherry pun memasuki ruang ganti yang ukurannya lumayan besar. Terdapat banyak pakaian dan aksesoris di dalam sana. Perlahan Cherry mulai memandangi gaun yang menggantung di rak satu persatu-satu. Hingga, mendadak pintu yang semula terbuka pun secara tiba-tiba menutup dengan sangat kencang lalu terdengar suara pintu yang terkunci dari luar. Ia pun segera berlari ke arah pintu."Siapa itu?" teriak Cherry.T
Semua mata kini tertuju pada perempuan setengah baya tersebut. Bukan hanya itu, pria tua yang sedang ditariknya pun membuat seisi aula tercengang."Asal kalian tahu, dia ini bukanlah perempuan baik-baik. Uang dan popularitas semua didapatkan dari menjual diri, menjadi simpanan laki-laki tua tidak tahu diri seperti orang ini!" Perempuan itu menarik pria tua yang tak lain adalah kekasih Jessica."S-siapa kamu? Berani sekali menuduhku yang tidak-tidak!" teriak Jessica.Perempuan itu tersenyum sinis, menatap Jessica dengan tatapan hina. "Siapa aku? Aku adalah pemilik dari semua uang dan aset yang sudah pria tua ini berikan padamu! Dia hanya laki-laki tak tahu malu yang menumpang hidup padaku!"Jessica tersentak, dia hanya berdiri mematung karena kakinya mendadak lemas."B-bohong! Dia bilang jika istrinya sedang pengobatan di luar negeri. Kamu pasti bohong!" Jessica berusaha menjaga nama baiknya di depan para pengusaha yang seharusnya bisa menjadi relasi kelak."Jadi apa aku istrimu, Pak T
Acara pertemuan para pengusaha ini menjadi yang paling menarik perhatian dibanding acara-acara yang diselenggarakan sebelumnya.Beberapa orang di aula bahkan ada yang merekam kejadian di depan panggung dan menyiarkannya di akun sosial media."Hallo, guys. Kebetulan aku sedang ikut kakakku menghadiri pertemuan para pengusaha. Tapi siapa sangka, di panggung saat ini ada Jessica. Kalian pasti kenal dia, kan? Jangan sampai keluar dari live streaming ini, ya! Setelah ada Alicia dan Axel, sekarang muncul lagi pria yang dirumorkan pernah dilayani oleh istrinya Pak Evan," terang salah seorang seleb di sosial media yang menyiarkan langsung kejadian di atas panggung.Kini semua masalah yang terjadi di atas panggung pun telah menjadi konsumsi publik, di mana semua orang dapat melihat secara jelas dan gamblang seperti apa suasana di aula.Suasana di atas panggung menjadi sedikit memanas saat Alvin tiba-tiba naik tanpa ada yang mengundangnya."Maaf jika aku ikut campur. Aku sejak tadi hanya diam d
"Ada apa, Pak?" Danu ikut panik.Evan tak menjawab, terdiam sejenak sambil memandangi jemarinya yang barusan merasakan sesuatu."Basah, banyak air yang terus keluar. Apa yang terjadi?" Evan ketakutan, mulai berpikir yang tidak-tidak.Evan menggendong Alana sambil berlari kecil. Ia mendapat kekuatan dari rasa takutnya. Sang istri yang sebenarnya berat pun kini seakan ringan."Sayang, bertahanlah!" ucap Evan, lirih.Dengan langkah cepat, Evan memasuki ruang IGD sambil menggendong Alana yang dari bagian bawahnya terus mengeluarkan air."Panggilkan Dokter! Aku akan bayar berapa pun!" teriak Evan, memecah keheningan ruangan IGD."Bapak tunggu sebentar, saya sudah menghubungi Dokter. Beliau akan segera kemari," ucap seorang perawat yang sedang berjaga."Cepatlah! Istriku terus mengeluarkan air! Bagaimana kalau dia sampai kekurangan cairan?" Evan tak bisa menahan emosinya.Saat Evan tengah marah-marah, seorang Dokter muda pun datang, langsung buru-buru menangani Alana."Ketubannya sudah peca
Danu dan Cherry menghampiri atasannya tersebut, tetapi mereka malah disuruh menyingkir oleh Jeni yang merasa lebih pantas untuk bertanya lebih dulu pada Evan."Apa yang terjadi? Apa Alana tidak selamat?" Jeni mengusap bahu Evan.Evan mendelik, kesal pada pertanyaan menyebalkan yang terlontar dari mulut ibuya."Itu, apa menantu dan cucuku baik-baik saja?" Alex berusaha mengalihkan perhatian Evan pada pertanyaannya. Alex sadar betul jika pertanyaan dari Jeni sangatlah tidak pantas diucapkan, khawatir malah akan memancing emosi Evan."Alana baik-baik saja meski tubuhnya masih lemah. Tapi, anak-anakku…" Evan seakan berat untuk melanjutkan kalimatnya lagi."Ada apa, Evan?" Jeni semakin penasaran, khawatir jika terjadi sesuatu pada calon penerus Lucio tersebut."Mereka masih sangat lemah, aku saja belum sempat menyentuh anak-anakku. Dan sekarang mereka malah di bawa ke ruang khusus untuk perawatan," jelas Evan, sambil memegangi kepalanya.Alex mengusap bahu anaknya itu, kemudian memeluknya