Hallo Kakak² reader... gimana kabarnya? semoga sehat selalu, ya. mau sedikit menyapa dulu ah, kira-kira ada berapa orang yang masih mengikuti sampai bab ini ya? yu angkat tangannya!hhiii karena ngg bisa angkat tangan, jadi goyang jempol aja deh sambil nulis komen buat ninggalin jejak. *author baru menyapa, soalnya baru tau ada catatan penulis
"Baik, Pak!" Danu bergegas keluar dari mobil menghampiri dua orang tak di undang itu.Evan dan Alana memilih untuk berdiam diri di dalam mobil, mereka malas jika harus berhadapan dengan orang yang menyebalkan seperti Jeni dan Natasha."Untuk apa mereka datang ke sini?" gerutu Evan seraya menatap Danu yang sedang berbincang dengan kedua orang tak diinginkan.Alana tak mengindahkan ucapan suaminya itu. Ia begitu serius memperhatikan Natasha yang kini malah beradu mulut dengan Danu."Apa aku sudah menceritakannya padamu?" tanya Alana tiba-tiba."Cerita apa?""Soal malam itu, saat kita sedang bertengkar hebat." Alana memandang Evan dengan tatapan tajam.Evan keheranan, ia tak merasa jika Alana pernah bercerita tentang masalah saat itu."Kamu tak pernah mengatakan apa pun," sahut Evan.Alana menghela napas dalam. Ia teringat kembali kejadian yang menyesakkan dada, di mana hari itu adalah hari yang paling pahit dalam hidupnya.Pertanyaan Evan membawa Alana dalam lamunan, ia mengingat kembali
"Lalu, apa mereka menyentuhmu? Apa yang terjadi setelahnya?" Evan menggenggam tangan istrinya itu dengan sangat erat. Perasaan cemburu bercampur kesal sudah membuat dadanya terasa sesak."Sebelum kesadaranku benar-benar hilang, aku masih bisa mendengar beberapa orang datang dan terjadi perkelahian di sana," terang Alana yang tampak melamun mengingat kejadian tak menyenangkan itu."Lalu apa yang terjadi saat kamu siuman?""Tahu-tahu aku sudah di Thailand, berbaring di asrama." Alana menghela napas dalam.Evan mengepalkan tangannya. ia benar-benar kesal saat tahu seperti apa kejadian yang sebenarnya menimpa Alana. Ia bersumpah akan memberi hukuman setimpal pada orang yang telah membuat perempuan yang sangat ia cintai sampai menderita."Mengapa kamu baru cerita sekarang?" Raut wajah Evan menunjukan kekhawatiran."Karena melihat Natasha membuatku ingat kejadian di malam dia mengusirku," terang Alana dengan napas tak beraturan saking kesalnya.Mendengar hal itu, Evan yang sejak wah sudah te
Alana mengerutkan alis. "Kita bicara di sini saja, Bu," sahutnya."Tidak, aku tak ingin Evan dengar!" Lagi-lagi Jeni sangat ketus."Kalau begitu, di taman samping saja," ajak Alana berusaha meraih tangan mertuanya untuk menuntun menuju taman.Namun, Jeni sama sekali tak ingin disentuh oleh Alana. Ia menepis tangan menantunya itu dengan ekspresi jijik."Jangan pernah menyentuhku!""Oh, baik, Bu," jawab Alana dengan ekspresi datar.Keduanya berjalan menuju ke bagian samping rumah. Terdapat halaman dengan taman yang begitu indah di sana. Tak ketinggalan ada air mancur kecil yang dikelilingi deretan bunga warna-warni sebagai penambah kesan indah dan asri.Dada Jeni semakin terasa sesak, bukan tanpa alasan, ada perasaan cemburu yang sejenak terlintas di benaknya. Ia merasa jika Evan terlalu memanjakan perempuan yang bahkan hanya berasal dari keluarga miskin. Berbanding dengan dirinya yang berasal dari keturunan keluarga terpandang, tetapi tidak mendapat cinta sang suami.Dulu, Jeni pernah
Evan tetap memilih pergi meski tau jika istrinya sedikit berat untuk mengizinkan. Namun, mau bagaimana lagi, masalah ini harus segera ia selesaikan demi bisa membalas semua penderitaan yang telah Alana alami.Saking bersemangat, Evan sampai lupa jika di rumahnya ada lift dan berjalan perlahan menuruni anak tangga meski sedikit melelahkan."Kita pergi sekarang!" titah Evan pada Danu yang sudah menunggunya di bawah tangga."Apa perlu membawa pengawal lain?""Tidak usah. Kamu saja sudah cukup, di sana juga ada anak buah Kakek yang sudah menunggu." Evan berjalan dengan tergesa-gesa menuju ke halaman depan, di mana mobil sport hitam miliknya sudah terparkir.Merasa tertinggal dari sang atasan, Danu langsung berlari mendahului Evan."Kamu sangat tidak sopan!" protes Evan."Tapi, saya sengaja berlari agar bisa membukakan pintu untuk Bapak," balas Danu.Evan tak menjawab ucapan Danu. Bagaimanapun, apa yang dikatakan sang bawahan ada benarnya. Hanya saja egonya yang tinggi, membuatnya tak ingin
Evan menatap pria itu dengan penuh kemenangan. Ide ini tersirat saat tahu pria itu benar-benar menutup rapat mulutnya dan tak ingin mengatakan apa-apa meski sudah lama mendapat siksaan."Sudah mau bicara?" tanya Evan lagi.Seorang wanita serta anak laki-laki yang diperkirakan berusia sepuluh tahunan itu berjalan perlahan mendekati mantan bos Alana. Mereka tampak terkejut saat melihat kondisi sang pria yang wajahnya sudah tak karuan dipenuhi banyak lebam."Sayang, katakan saja yang sebenarnya. Kami tak ingin kamu kenapa-kenapa." Istri pria itu perlahan melangkah mendekat."T-tapi, perempuan itu menyimpan rahasiaku. Aku tidak mau kalau sampai kita berpisah.""Rahasia apa? Katakan saja! Aku akan selalu memaafkanmu.""Benar, Ayah. Aku dan Ibu sangat sayang Ayah. Tolong katakan saja," sambung anak dari mantan bos Alana.Pria itu menunduk, jelas sekali jika ia mulai mempertimbangkan tawaran Evan. Apalagi, kini anak dan istrinya sedang berada di depan mata."Baiklah, apa kamu bisa berjanji un
Evan memutar bola matanya. Baru saja bisa bernapas lega, sekarang malah datang masalah baru."Aku pikir mereka sudah melupakanku." Alana menghela napas panjang.Evan tertawa meledek. "Kamu kan sekarang sudah jadi orang kaya," sahutnya.Alana memanyunkan bibirnya, ia mencubit gemas tangan Evan. "Kamu sangat menyebalkan!" protesnya."Sudah, kita mandi dulu saja. Biarkan mereka kelelahan dulu agar nanti tidak mengoceh terus," Evan menyelimuti tubuh polos Alana dengan handuk.Mereka berdua pun memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Mau seperti apa pun berisiknya di luar, keduanya tetap santai dan melakukan aktifitas seperti biasanya, tanpa tergesa-gesa.Saat sudah selesai mandi dan berganti pakaian, keduanya pun langsung bergegas ke luar kamar dan menghampiri orang tua Alana yang sejak tadi sudah membuat keributan."Itu… lihatlah, dia itu anakku! Apa kalian masih berani melarang kami masuk?" hardik Desy pada Danu dan beberapa orang yang sedang menahannya."Alana! Alana!" teriak Rudi samb
Alana langsung duduk di kursi yang menghadap sang ibu. Kini tatapannya beralih ke arah Danu dan Cherry."Duduklah, kita makan bersama!" titah Alana."Tapi, mereka itu hanya orang rendahan. Tidak sepantasnya duduk bersama kita!" timpal Desy.Mata Alana kini menatap tajam ke arah sang ibu. "Apa ibu pikir derajat ibu lebih tinggi daripada mereka berdua?""Tentu saja, aku ini mertua dari seorang bos kaya!" timpal Desy lagi."Yang kaya itu Evan! Dia memang berasal dari keluarga terpandang. Sedangkan kita, jika saja aku tidak menikah dengan Evan,apa Ibu pikir bisa menginjakan kaki di rumah ini?" tegas Alana.Desy terdiam, sedikit tak percaya jika Alana sekarang telah berani membantahnya. Ia juga merasa jika anak perempuanya itu mulai sedikit berbeda dari sebelumnya.Rudi yang sedari tadi hanya menyimak pun kini mulai merasa segan pada Alana. Ia takut jika sang anak akan berani mengusirnya jika tak segera meminta maaf."Alana, maafkan ibumu. Dia pasti masih sangat kaget saat melihat rumah in
Alana membelalak, baru saja datang sudah harus berpapasan dengan wanita paruh baya yang malah menganggapnya pembantu."Maaf, saya bukan pembantu!" tolak Alana yang kemudian berniat pergi dari hadapan perempuan itu."Heh, jangan mentang-mentang kamu sedang hamil, berharap mendapat keringanan dari majikan. Jeng Desi itu memang terlalu baik, pembantu malas begini saja dipelihara," ujar perempuan paruh baya itu seraya mencibir dan mendelik ke arah Alana.Cherry geram dengan sikap perempuan bersanggul tinggi dan riasan tebal itu. Ia pun mendekati perempuan itu sambil mengambil piring kotor yang disodorkan pada Alana, lalu menaruhnya ke lantai."Semuanya, dengarkan saya! Perempuan yang sedang ada di hadapan saya ini adalah pemilik rumah yang sebenarnya!" Cherry berteriak dengan menggunakan bahasa Inggris.Semua mata langsung tertuju pada Cherry, suasana yang semula riuh, kini berubah menjadi sunyi. Orang-orang yang berada di sana seakan terkejut saat asisten Alana itu mendadak berteriak.Be