Dalam perjalanan tersebut, Senapati Lintang dan Anggareksa memacu derap langkah kuda mereka dengan kecepatan rendah. Mereka terus berbincang menyusuri jalur yang mengarah ke wilayah kadipaten Kuta Malaka. "kita akan menempuh jalur mana, Paman?" tanya Anggareksa memacu derap langkah kudanya sejajar dengan kuda yang ditunggangi oleh sang senapati. "Kita lurus saja! Nanti kita singgah terlebih dahulu di kadipaten Kuta Malaka, Paman hendak menyampaikan pesan dari sang raja kepada Adipati Lodaya," jawab Senapati Lintang. "Baik, Paman." Setelah itu, mereka kembali memacu kuda mereka dengan kecepatan tinggi agar segera tiba di kadipaten Kuta Malaka. Menjelang tengah hari, Senapati Lintang dan Anggareksa sudah tiba di halaman rumah megah miliki Adipati Lodaya. "Ini adalah rumah Adipati Lodaya, kita beristirahat dulu di sini sekalian menyampaikan pesan dari sang raja kepada beliau!" kata Senapati Lintang. Anggareksa hanya mengangguk sambil mengamati sekitaran rumah tersebut. Kemudian mere
Pemimpin prajurit itu menjawab dengan nada tinggi, "Kalian lurus saja! Nanti kalian akan tiba di sebuah saung penjaga keamanan berikutnya, jaraknya lumayan jauh dari tempat ini." "Baik, Prajurit. Terima kasih banyak," ucap Senapati Lintang tetap bersikap tenang dan tidak menampakkan sikap gusar seperti apa yang ditunjukkan oleh Anggareksa. Demikianlah, maka Senapati Lintang pun langsung pamit kepada para prajurit tersebut. Ia bersama Anggareksa kembali memacu kuda mereka meninggalkan pos keamanan para prajurit Kuta Waluya. Hari pun mulai gelap. Segumpal awan yang hitam telah menyelubungi ujung wilayah itu. Sejenak kemudian para prajurit kerajaan Kuta Waluya yang sedang mengawal wilayah kedaulatan kerajaan tersebut, melihat dua ekor kuda berlari memasuki wilayah yang tengah mereka jaga. “Kejar kuda itu! Dan tangkap mereka!” seru pemimpin dari puluhan prajurit itu. Namun para prajurit itu tampak kebingungan. Senapati Lintang dan Anggareksa kembali berbalik arah memacu kuda mereka me
Mendengar penjelasan dari Anggareksa, sontak para prajurit itu langsung menjura hormat dan meminta maaf kepada Senapati Lintang dan Anggareksa. Dengan demikian, pemimpin prajurit itu langsung memberikan izin kepada Senapati Lintang dan Anggareksa untuk masuk ke wilayah kerajaan Randakala Dengan demikian, Senapati Lintang dan Anggareksa kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju barak prajurit Sanggabuana yang berada di wilayah tersebut. "Silakan kalian lanjutkan perjalanan! Beberapa hari lagi, pimpinan tertinggi prajurit kami akan segera datang ke barak prajurit Sanggabuana, beliau akan memimpin langsung pasukan Randakala yang lengkap guna membantu pasukan kerajaan Sanggabuana," kata pemimpin prajurit tersebut sambil menjura kepada Senapati Lintang dan Anggareksa. Senapati Lintang diam termangu, kemudian Anggareksa berbisik, “Sebaiknya kita berangkat sekarang, Paman!" Senapati Lintang pun mengangguk-angguk. Sejenak kemudian, setelah pamit kepada para prajurit yang menghadangnya,
Senapati Lintang mengangguk-angguk. Tetapi sebelum ia berkata sesuatu, Anggareksa sudah mendahuluinya. “Sepertinya tugas kita saat ini sangat berat dan penuh tantangan. Walau bagaimanapun mereka itu sudah mempersiapkan diri dengan matang dengan siap melakukan pembalasan terhadap kita." "Benar sekali, Raden. Para prajurit telik sandi kita jauh-jauh hari sudah melihat, ada kelompok pasukan lain yang telah datang ke wilayah Sirnabaya. Kemungkinan besar mereka hendak bergabung dengan pasukan khusus Sirnabaya," kata Panglima Lomaya menanggapi perkataan dari putra Patih Anggadita. “Maksud Panglima, apakah mereka yang sudah datang itu adalah bagian dari pasukan pemberontak yang menyerah, kemudian bergabung dengan pasukan Sirnabaya?" timpal Senapati Lintang bertanya. “Aku rasa bukan, kami belum tahu dan masih menyelidiki hal tersebut. Tetapi kemarin malam, ada sekitar 500 prajurit yang datang dari Utara, dan mereka telah mendekati wilayah Sirnabaya," terang Panglima Lomaya. "Jangan-jangan,
Senapati Rawana sudah mendapat dukungan penuh dari para petinggi kerajaan Randakala. Hingga pada akhirnya, sang raja pun langsung memerintahkan Senapati Rawana agar mempersiapkan pasukannya untuk segera berangkat ke markas besar para prajurit kerajaan Sanggabuana, dalam rangka turut membantu pasukan Sanggabuana dalam melakukan pengusiran terhadap pasukan kerajaan Sirnabaya yang sudah mempersiapkan pasukannya hendak menyerang pasukan Sanggabuana. Hari itu, Senapati Rawana langsung mengumpulkan perwira-perwira yang akan memimpin kelompok-kelompok di dalam pasukannya. Mereka mendapat petunjuk-petunjuk untuk menghadapi setiap kemungkinan. Dan kepada mereka pun diberitahukan, bahwa pasukan mereka akan ikut serta membantu pasukan Sanggabuana. "Kita berangkat sore ini ke wilayah kerajaan Sanggabuana, tepatnya ke markas mereka yang ada di perbatasan!" kata Senapati Rawana. "Dan kita akan membantu pasukan Sanggabuana dalam memerangi pasukan kerajaan Sirnabaya," sambungnya. "Mohon maaf, Gusti
Dengan demikian, para prajurit kerajaan Randakala langsung menghentikan langkah mereka serentak. "Kenapa berhenti? Ada apa, Senapati?" tanya salah seorang perwira senior yang menunggangi kuda di sebelah kuda yang ditunggangi oleh sang senapati. Senapati Rawan berpaling ke arah perwira tersebut. "Kita harus waspada dan berhati-hati! Di hutan ini terdapat banyak gerombolan pemberontak, karena ini merupakan wilayah perbatasan yang sangat rawan," jawab Senapati Rawana. "Aku mencium gelagat tidak baik di hutan ini, seperti ada orang yang tengah mengintai kita," sambungnya penuh kecurigaan. "Baiklah, aku akan menyampaikannya kepada pasukan kita," kata perwira senior itu langsung memacu derap langkah kudanya menuju barisan belakang para prajurit. Beberapa saat kemudian .... Tanpa terduga, secara tiba-tiba saja ada puluhan anak panah meluncur sangat cepat dari arah kegelapan hutan tersebut, puluhan anak panah tersebut menyasar tepat ke arah barisan terdepan para prajurit kerajaan Randakal
Panglima Lomaya mengerutkan keningnya, kemudian menjawab, "Mereka tidak mengetahuinya. Aku rasa, mereka hanya mengetahui tentang kedatangan Senapati dan pasukan Randakala saja yang sudah tiba di barak ini." Senapati Rawana menarik napas dalam-dalam. Lalu, ia pun berkata, “Kami telah melakukan kesalahan besar, seharusnya kedatangan kami ini tidak diketahui oleh mereka, jika kami menempuh perjalanan pada esok hari. Kami terlalu tergesa-gesa." Apa yang dikatakan oleh Senapati Rawana seolah melukiskan tentang perasaan sesalnya yang sudah tergesa-gesa dalam melakukan perjalanan menuju barak prajurit Sanggabuana. "Sudahlah, Senapati tidak perlu berbicara seperti itu. Justru karena peristiwa yang dialami oleh Senapati dan semua prajurit Randakala menjadi sebuah informasi penting yang selama ini tidak kami ketahui. Ternyata secara diam-diam pasukan Sirnabaya sudah memasuki wilayah kedaulatan kerajaan Sanggabuana," sahut Senapati Lintang sambil meletakkan tangannya di atas pundak Senapati Raw
Salah seorang perwira senior dari induk pasukan keamanan Hoda Buana tampaknya memang segan sekali. Tetapi kemudian menjawab, “Baiklah, hamba akan menyaksikan pertempuran yang tentu akan terjadi dengan sengitnya. Tetapi jika perlu, untuk mempercepat akhir dari pertempuran itu, hamba pun dapat ikut melibatkan diri bersama para prajurit kita untuk membantu pasukan kerajaan Sanggabuana dan pasukan kerajaan Randakala." "Jika pasukan kerajaan Sanggabuan dan pasukan kerajaan Randakala mengalami kesulitan, kau boleh mengerahkan pasukan kita untuk membantu mereka," kata Senapati Kalabraja menanggapi perkataan perwira seniornya. "Tapi, aku rasa itu tidak mungkin, mereka pasti dapat mengalahkan pasukan kerajaan Sirnabaya dan pasukan kerajaan Kuta Waluya," tandas Senapati Kalabraja menambahkan dengan penuh rasa percaya akan kemampuan pasukan Sanggabuana dan pasukan Randakala. “Hamba ingin melihat mayat-mayat dari pasukan Sirnabaya dan Kuta Waluya memenuhi arena pertempuran di perbatasan ini," de