Mendengar penjelasan dari Anggareksa, sontak para prajurit itu langsung menjura hormat dan meminta maaf kepada Senapati Lintang dan Anggareksa. Dengan demikian, pemimpin prajurit itu langsung memberikan izin kepada Senapati Lintang dan Anggareksa untuk masuk ke wilayah kerajaan Randakala Dengan demikian, Senapati Lintang dan Anggareksa kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju barak prajurit Sanggabuana yang berada di wilayah tersebut. "Silakan kalian lanjutkan perjalanan! Beberapa hari lagi, pimpinan tertinggi prajurit kami akan segera datang ke barak prajurit Sanggabuana, beliau akan memimpin langsung pasukan Randakala yang lengkap guna membantu pasukan kerajaan Sanggabuana," kata pemimpin prajurit tersebut sambil menjura kepada Senapati Lintang dan Anggareksa. Senapati Lintang diam termangu, kemudian Anggareksa berbisik, “Sebaiknya kita berangkat sekarang, Paman!" Senapati Lintang pun mengangguk-angguk. Sejenak kemudian, setelah pamit kepada para prajurit yang menghadangnya,
Senapati Lintang mengangguk-angguk. Tetapi sebelum ia berkata sesuatu, Anggareksa sudah mendahuluinya. “Sepertinya tugas kita saat ini sangat berat dan penuh tantangan. Walau bagaimanapun mereka itu sudah mempersiapkan diri dengan matang dengan siap melakukan pembalasan terhadap kita." "Benar sekali, Raden. Para prajurit telik sandi kita jauh-jauh hari sudah melihat, ada kelompok pasukan lain yang telah datang ke wilayah Sirnabaya. Kemungkinan besar mereka hendak bergabung dengan pasukan khusus Sirnabaya," kata Panglima Lomaya menanggapi perkataan dari putra Patih Anggadita. “Maksud Panglima, apakah mereka yang sudah datang itu adalah bagian dari pasukan pemberontak yang menyerah, kemudian bergabung dengan pasukan Sirnabaya?" timpal Senapati Lintang bertanya. “Aku rasa bukan, kami belum tahu dan masih menyelidiki hal tersebut. Tetapi kemarin malam, ada sekitar 500 prajurit yang datang dari Utara, dan mereka telah mendekati wilayah Sirnabaya," terang Panglima Lomaya. "Jangan-jangan,
Senapati Rawana sudah mendapat dukungan penuh dari para petinggi kerajaan Randakala. Hingga pada akhirnya, sang raja pun langsung memerintahkan Senapati Rawana agar mempersiapkan pasukannya untuk segera berangkat ke markas besar para prajurit kerajaan Sanggabuana, dalam rangka turut membantu pasukan Sanggabuana dalam melakukan pengusiran terhadap pasukan kerajaan Sirnabaya yang sudah mempersiapkan pasukannya hendak menyerang pasukan Sanggabuana. Hari itu, Senapati Rawana langsung mengumpulkan perwira-perwira yang akan memimpin kelompok-kelompok di dalam pasukannya. Mereka mendapat petunjuk-petunjuk untuk menghadapi setiap kemungkinan. Dan kepada mereka pun diberitahukan, bahwa pasukan mereka akan ikut serta membantu pasukan Sanggabuana. "Kita berangkat sore ini ke wilayah kerajaan Sanggabuana, tepatnya ke markas mereka yang ada di perbatasan!" kata Senapati Rawana. "Dan kita akan membantu pasukan Sanggabuana dalam memerangi pasukan kerajaan Sirnabaya," sambungnya. "Mohon maaf, Gusti
Dengan demikian, para prajurit kerajaan Randakala langsung menghentikan langkah mereka serentak. "Kenapa berhenti? Ada apa, Senapati?" tanya salah seorang perwira senior yang menunggangi kuda di sebelah kuda yang ditunggangi oleh sang senapati. Senapati Rawan berpaling ke arah perwira tersebut. "Kita harus waspada dan berhati-hati! Di hutan ini terdapat banyak gerombolan pemberontak, karena ini merupakan wilayah perbatasan yang sangat rawan," jawab Senapati Rawana. "Aku mencium gelagat tidak baik di hutan ini, seperti ada orang yang tengah mengintai kita," sambungnya penuh kecurigaan. "Baiklah, aku akan menyampaikannya kepada pasukan kita," kata perwira senior itu langsung memacu derap langkah kudanya menuju barisan belakang para prajurit. Beberapa saat kemudian .... Tanpa terduga, secara tiba-tiba saja ada puluhan anak panah meluncur sangat cepat dari arah kegelapan hutan tersebut, puluhan anak panah tersebut menyasar tepat ke arah barisan terdepan para prajurit kerajaan Randakal
Panglima Lomaya mengerutkan keningnya, kemudian menjawab, "Mereka tidak mengetahuinya. Aku rasa, mereka hanya mengetahui tentang kedatangan Senapati dan pasukan Randakala saja yang sudah tiba di barak ini." Senapati Rawana menarik napas dalam-dalam. Lalu, ia pun berkata, “Kami telah melakukan kesalahan besar, seharusnya kedatangan kami ini tidak diketahui oleh mereka, jika kami menempuh perjalanan pada esok hari. Kami terlalu tergesa-gesa." Apa yang dikatakan oleh Senapati Rawana seolah melukiskan tentang perasaan sesalnya yang sudah tergesa-gesa dalam melakukan perjalanan menuju barak prajurit Sanggabuana. "Sudahlah, Senapati tidak perlu berbicara seperti itu. Justru karena peristiwa yang dialami oleh Senapati dan semua prajurit Randakala menjadi sebuah informasi penting yang selama ini tidak kami ketahui. Ternyata secara diam-diam pasukan Sirnabaya sudah memasuki wilayah kedaulatan kerajaan Sanggabuana," sahut Senapati Lintang sambil meletakkan tangannya di atas pundak Senapati Raw
Salah seorang perwira senior dari induk pasukan keamanan Hoda Buana tampaknya memang segan sekali. Tetapi kemudian menjawab, “Baiklah, hamba akan menyaksikan pertempuran yang tentu akan terjadi dengan sengitnya. Tetapi jika perlu, untuk mempercepat akhir dari pertempuran itu, hamba pun dapat ikut melibatkan diri bersama para prajurit kita untuk membantu pasukan kerajaan Sanggabuana dan pasukan kerajaan Randakala." "Jika pasukan kerajaan Sanggabuan dan pasukan kerajaan Randakala mengalami kesulitan, kau boleh mengerahkan pasukan kita untuk membantu mereka," kata Senapati Kalabraja menanggapi perkataan perwira seniornya. "Tapi, aku rasa itu tidak mungkin, mereka pasti dapat mengalahkan pasukan kerajaan Sirnabaya dan pasukan kerajaan Kuta Waluya," tandas Senapati Kalabraja menambahkan dengan penuh rasa percaya akan kemampuan pasukan Sanggabuana dan pasukan Randakala. “Hamba ingin melihat mayat-mayat dari pasukan Sirnabaya dan Kuta Waluya memenuhi arena pertempuran di perbatasan ini," de
Kemudian perwira itu menjawab, "Kami sudah mengetahuinya, mereka sudah bergerak untuk membantu pihak kerajaan Sanggabuana, dan aku rasa ini adalah hal berat jika kita harus berhadapan dengan mereka. Sebaiknya kita jangan terlalu mendekati benteng pertahanan para pemberontak!" Panglima Jumbila Lumpa menarik napas dalam-dalam, lalu berkata, "Baiklah jika memang seperti itu, aku tidak akan menugaskan kalian terlalu merapat ke perbatasan jika itu berbahaya," tandas Panglima Jumbila Lumpa. Selanjutnya, Panglima Jumbila Lumpa segera memerintahkan para prajurit seniornya agar melakukan persiapan jelang pertempuran melawan pasukan kerajaan Sanggabuana yang disokong penuh oleh pasukan kerajaan Randakala. Karena pada saat itu, mereka sudah bersiap hendak melakukan serangan terhadap pihak pasukan kerajaan Sirnabaya. "Perintahkan kepada seluruh pasukan untuk segera merapat ke perbatasan kerajaan Sanggabuana!" seru Panglima Jumbila Lumpa. "Kita akan menyongsong serangan pasukan kerajaan Sanggabu
Dengan demikian, terjadilah sebuah pertarungan di tengah hutan belantara itu, Hingga pada akhir pertarungan tersebut, terbunuhlah sang pemimpin pasukan kerajaan Sirnabaya yang dikenal sebagai punggawa kerajaan yang gagah perkasa. "Akhirnya kau binasa juga," desis Anggareksa kembali memasukkan pedang yang berlumuran darah ke dalam selongsongnya. "Kesaktian orang ini sangat luar biasa," gumam Anggareksa sambil menatap jasad Panglima Jumbila Lumpa yang sudah binasa dengan tubuh berlumuran darah. Setelah itu, ia menepuk tangan keras sebagai isyarat panggilan kepada kudanya yang selama dalam perjalanan tersebut mengikutinya dari belakang. Kuda itu bernama Selangka pemberian ayahnya, Selangka merupakan seekor kuda yang jinak dan cerdas, mengerti dengan apa yang diperintahkan oleh Anggareksa. Setelah Selangka berada di hadapannya, Anggareksa langsung menaikkan jasad Panglima Jumbila Lumpa ke atas punggung kuda tersebut, dan langsung membawanya ke barak prajurit kerajaan Sanggabuana. Jasad