Prajurit itu terlihat ragu. Namun kemudian berkata, “Aku akan menyuruh prajurit lain untuk menyampaikannya. Tetapi aku tidak menjamin bahwa Panglima Lomaya mau menemuimu." Panglima Suta Wira tampak geram mendengar perkataan dari prajurit tersebut. Sehingga, ia membentak keras kepada para prajurit kerajaan Sanggabuana yang ada di hadapannya itu. Terutama kepada prajurit yang tengah berbicara dengan dirinya. "Perlu kalian ketahui, aku datang untuk berbicara langsung dengan pemimpin kalian, dan aku tidak mau bertemu dengan panglima kalian di tempat lain. Panggil ke sini!" suaranya keras dan terkesan jemawa. Keempat prajurit tersebut, masih mampu menahan rasa emosi dalam diri mereka. Meskipun pada kenyataannya mereka sudah merasa gusar, dan ingin sekali melakukan tindakan tegas terhadap Panglima Suta Wira dan para prajuritnya yang semakin tampak bersikap angkuh itu. Empat orang prajurit itu tidak menjawab lagi. Mereka hanya diam dengan sikap sempurna penuh kesiapsiagaan, menilai dan me
Malam itu, di beranda barak. Saketi tengah berbincang santai dengan Panglima Amerya dan para prajurit senior yang bertugas di perbatasan. Ada banyak hal yang ia pertanyakan kepada Panglima Amerya dan juga kepada para prajuritnya. Terkait tugas dan keberadaan para prajurit di barak tersebut. "Berapa bulan sekali, Patih Akilang melakukan pergantian tugas pasukan di barak ini, Paman?" tanya Saketi kepada Panglima Amerya. Panglima Amerya menarik napas dalam-dalam. Kemudian menjawab pertanyaan dari sang pangeran dengan sikap hormatnya, "Satu tahun sekali, Gusti Pangeran. Sedangkan Paman sudah hampir satu tahun bertugas di perbatasan ini, dan belum digantikan." "Kenapa bisa seperti itu, Paman. Seharusnya, Paman meminta kepada Patih Akilang untuk diganti," kata Saketi menanggapi perkataan dari sang panglima. "Tidak ada panglima lain yang dipercaya oleh gusti patih. Selain Paman dan Lomaya untuk menjalankan tugas di wilayah perbatasan ini." "Mungkin Patih Akilang ragu jika pimpinan di ba
Saketi tersenyum, lalu menjawab, “Ya, Paman. Itu yang aku maksud." “Benar, Gusti Pangeran. Memang telah terjadi bentrokan yang hampir meruntuhkan pasukan Paman di sini. Beruntung ada bantuan pasukan dari kerajaan Randakala yang datang. Hingga pada akhirnya pasukan di sini bekerjasama dengan pasukan kerajaan Randakala. Hingga akhirnya berhasil mengusir dan menghancurkan barak prajurit kerajaan Sirnabaya yang ada di wilayah kedaulatan kerajaan Sanggabuana," terang sang panglima. "Ya, aku pun mendengar kabar tersebut," timpal Junada mulai angkat bicara. Sang panglima berpaling ke arah Junada. Kemudian menyahut, "Bukankah, Aki waktu itu masih menjadi bagian penting di kerajaan Sirnabaya?" tanya sang panglima. "Benar, Panglima. Namun, itu semua bukan atas dasar perintahku. Prabu Jala Sena sendiri yang turun tangan memerintahkan Panglima Suta Wira untuk melakukan serangan mendadak terhadap pihak pasukan Sanggabuana," jawab Junada balas tersenyum. "Ya, waktu itu kami pun tidak menduga ba
Junada balas tersenyum, ia hanya diam tidak menyahut perkataan sang pangeran. Senyum di ujung bibirnya merupakan sebuah tanda, bahwa dirinya menanggapi perkataan sang pangeran yang merasa kagum terhadapnya. Tidak terasa perbincangan mereka sampai juga hingga larut malam. Panglima Amerya mempersilakan sang pangeran untuk segera memasuki kamar khusus untuk tamu kehormatan yang telah disiapkan oleh para prajurit di barak tersebut. Namun, Saketi menolaknya. Ia lebih memilih untuk tidur di beranda barak bersama Sami Aji dan juga Junada. "Paman istirahat saja di dalam! Biarkan kami di sini!" kata Saketi sambil tersenyum-senyum. "Aku sudah terbiasa tidur di tempat terbuka" sambungnya. Meskipun dirinya sebagai putra mahkota, namun Saketi tetap bersikap biasa-biasa saja, ia tidak mau diperlakukan istimewa oleh bawahannya. Karena selama ini dirinya sudah terbiasa berbaur dengan para prajurit dan juga dengan rakyat jelata. "Ya, sudah kalau memang seperti itu. Paman juga tidur di sini saja be
Sehingga para prajurit yang mendengarnya, tampak kaget dan mereka pun segera menghentikan pertempuran itu. Para prajurit dari kedua belah pihak mulai surut ke belakang. Bahkan yang bertempur di ujung hutan pun, dapat juga mendengar teriakan sang pangeran. Dengan demikian, mereka langsung menghentikan pertempuran itu. “Ternyata mereka telah melakukan tindakan di luar kesepakatan," desis Saketi. "Tetapi kita tidak boleh gentar. Kita tetap maju, dan harus membalas perlakuan mereka!" seru Saketi kepada para prajuritnya. "Baik, Gusti Pangeran," jawab para prajurit itu serentak. "Kematian mereka adalah imbalannya, bagi setiap prajurit kita yang gugur," ujar Saketi bernada tinggi. Para prajurit Sirnabaya yang mendengar suara Saketi, mulai merasa cemas. Seketika itu, jiwa dan pikiran mereka diselimuti rasa kekhawatiran yang begitu besar. Jantung mereka seketika berdegub kencang, tubuh mereka pun seakan-akan bergetar, karena takut mendengar kalimat-kalimat yang diucapkan oleh Saketi. Sepe
Dua hari sebelumnya .... Serangan tersebut berawal karena ada kecurigaan dari pihak pasukan kerajaan Sirnabaya. Karena dua hari yang lalu mereka menemukan empat orang prajurit mereka dalam keadaan tewas di pinggiran sungai yang ada di wilayah perbatasan itu. Sehingga mereka menuduh para prajurit kerajaan Sanggabuana sebagai pelakunya. "Panglima!" teriak salah seorang prajurit berlari menuju ke arah barak. "Ada apa, Prajurit," tanya sang panglima menatap tajam wajah prajuritnya. "Aku menemukan mayat prajurit kita, Panglima," jawab prajurit itu terengah-engah. Pria bertubuh kekar dan berkumis tebal itu tampak kaget dengan keterangan dari prajuritnya. "Di mana kau menemukan mereka?" "Di sungai, Panglima." Demikianlah, maka pemimpin prajurit itu pun langsung mengajak para prajuritnya untuk mengevakuasi jasad empat orang prajurit yang ditemukan tewas di pinggiran sungai. Benar saja yang dikatakan oleh prajuritnya. Setibanya di lokasi tersebut, sang panglima mendapati keempat prajur
Para prajurit itu sangatlah kagum ketika melihat kemampuan ilmu bela diri yang sudah ditunjukkan oleh Saketi beberapa waktu lalu. Begitupun dengan prajurit lainnya, mereka merasa bangga terhadap Saketi yang memiliki kelebihan dari yang lain. Dengan demikian sebagian dari prajurit-prajurit tersebut, tumbuh hasrat ingin sesegera mungkin membenturkan diri dengan prajurit kerajaan Sirnabaya yang ada di wilayah perbatasan. Mereka merasa bahwa mereka memiliki kemampuan yang akan dapat menandingi kekuatan prajurit-prajurit Sirnabaya, jika benar-benar terjadi lagi benturan kekuatan itu. “Sekali-kali prajurit Sirnabaya itu harus kita lawan dengan kekerasan agar mereka jera serta sadar diri, bahwa mereka bukanlah para prajurit yang memiliki kemampuan luar biasa," gumam seorang prajurit dari pihak kerajaan Sanggabuana. "Tapi, kita tetap harus menunggu titah Panglima Amerya. Kita tidak bisa bertindak sembarangan," sahut kawannya. "Ya, kau benar. Kita ini harus patuh kepada pemimpin kita di si
Meskipun demikian, para prajurit yang berada di barak itu, sudah tidak dapat melakukan protes lagi terhadap pimpinan mereka. Karena mereka beranggapan bahwa protes mereka akan sia-sia belaka, dan percuma saja. Para prajurit itu pun segera bersiap-siap dan membenahi semua peralatan perang. "Kalian berangkat sekarang! Sampaikan pesanku kepada para pemimpin prajurit yang ada di berbagai pelosok, agar mereka segera merapat ke sini untuk bergabung dengan pasukan kita!" "Baik, Panglima," sahut salah seorang prajurit yang diberi tugas untuk menyampaikan pesan Panglima Suta Wira. "Panglima ... kami mohon undur diri," sambung prajurit itu menjura hormat kepada Panglima Suta Wira. "Berangkatlah! Pastikan kalian dalam keadaan baik-baik saja dalam perjalanan," kata Panglima Suta Wira. Demikianlah, para prajurit itu pun langsung menaiki kuda mereka, dan langsung memacu kuda mereka meninggalkan barak tersebut. Meskipun malam sudah semakin larut, namun mereka tetap saja harus melaksanakan tugas