Para prajurit itu sangatlah kagum ketika melihat kemampuan ilmu bela diri yang sudah ditunjukkan oleh Saketi beberapa waktu lalu. Begitupun dengan prajurit lainnya, mereka merasa bangga terhadap Saketi yang memiliki kelebihan dari yang lain. Dengan demikian sebagian dari prajurit-prajurit tersebut, tumbuh hasrat ingin sesegera mungkin membenturkan diri dengan prajurit kerajaan Sirnabaya yang ada di wilayah perbatasan. Mereka merasa bahwa mereka memiliki kemampuan yang akan dapat menandingi kekuatan prajurit-prajurit Sirnabaya, jika benar-benar terjadi lagi benturan kekuatan itu. “Sekali-kali prajurit Sirnabaya itu harus kita lawan dengan kekerasan agar mereka jera serta sadar diri, bahwa mereka bukanlah para prajurit yang memiliki kemampuan luar biasa," gumam seorang prajurit dari pihak kerajaan Sanggabuana. "Tapi, kita tetap harus menunggu titah Panglima Amerya. Kita tidak bisa bertindak sembarangan," sahut kawannya. "Ya, kau benar. Kita ini harus patuh kepada pemimpin kita di si
Meskipun demikian, para prajurit yang berada di barak itu, sudah tidak dapat melakukan protes lagi terhadap pimpinan mereka. Karena mereka beranggapan bahwa protes mereka akan sia-sia belaka, dan percuma saja. Para prajurit itu pun segera bersiap-siap dan membenahi semua peralatan perang. "Kalian berangkat sekarang! Sampaikan pesanku kepada para pemimpin prajurit yang ada di berbagai pelosok, agar mereka segera merapat ke sini untuk bergabung dengan pasukan kita!" "Baik, Panglima," sahut salah seorang prajurit yang diberi tugas untuk menyampaikan pesan Panglima Suta Wira. "Panglima ... kami mohon undur diri," sambung prajurit itu menjura hormat kepada Panglima Suta Wira. "Berangkatlah! Pastikan kalian dalam keadaan baik-baik saja dalam perjalanan," kata Panglima Suta Wira. Demikianlah, para prajurit itu pun langsung menaiki kuda mereka, dan langsung memacu kuda mereka meninggalkan barak tersebut. Meskipun malam sudah semakin larut, namun mereka tetap saja harus melaksanakan tugas
Para prajurit itu, terus menggempur pertahanan lawannya. Mereka adalah para prajurit tangguh yang sudah terlatih. Sehingga dengan sangat mudahnya dapat mengalahkan orang-orang tersebut, meskipun kalah jumlah dari orang-orang yang melakukan penghadangan. "Katakanlah! Kalian ini siapa? Kenapa kalian menghadang kami di bukit ini?" bentak salah seorang prajurit. "Kalian tidak perlu tahu siapa kami ini! Karena kami tidak akan pernah mengatakannya." Orang-orang itu bangkit. Diam-diam, mereka langsung berloncatan masuk ke dalam hutan meninggalkan para prajurit Sirnabaya yang sudah mengalahkan mereka. "Ternyata mereka hanya sebatas kelompok perampok saja. Aku pikir mereka itu kelompok para pemberontak," desis salah seorang prajurit. "Sudahlah, jangan pikirkan mereka! Mari, kita lanjutkan perjalanan ini!" Dengan demikian, enam orang prajurit utusan Panglima Suta Wira, kembali menunggangi kuda mereka masing-masing untuk melanjutkan perjalanan mereka hendak menuju ke sebuah tempat yang ada
Kedua prajurit itu menjura hormat kepada sang panglima. Kemudian langsung pamit dan berlalu dari hadapan Panglima Amerya. Sejenak kemudian, ketika dua prajurit tersebut yang pergi untuk melakukan tugas pengintaian sudah berada di tempat tugas mereka, maka Panglima Amerya telah memanggil beberapa orang prajurit senior yang ia percaya untuk mempersiapkan diri menghadapi serangan pasukan kerajaan Sirnabaya. "Jika dibiarkan, maka ini akan sangat berbahaya,” kata seorang prajurit senior. “Jika kita diam saja dan tidak bertindak cepat, maka mereka akan menjadi semakin berbahaya," sambungnya. “Kau benar,” sahut Panglima Amerya diam sejenak. Kemudian berkata lagi, “Mereka memang sudah siap segalanya, bukan hanya melawan kelompok-kelompok pemberontak di wilayah mereka. Tetapi mereka pun siap melawan pasukan kita." "Dengan demikian, kita pun harus siap menghadapi mereka. Tidak ada alasan lagi untuk memaafkan mereka, karena melawan mereka adalah jalan yang tepat agar mereka tidak bertindak se
Semua yang hadir dalam perbincangan itu mengangguk-angguk. Sepertinya mereka mulai mengerti dan memahami apa yang dikemukakan oleh Junada, mereka menyadari bahwa jalan itu adalah jalan yang terbaik. "Kita harus bersama-sama dengan para prajurit kelompok pemberontak itu. Mereka tentu setuju dengan apa yang kita inginkan. Karena mereka memang mempunyai persoalan yang sangat serius dengan pihak pasukan kerajaan Sirnabaya," tegas Saketi. "Benar, Pangeran. Ada dua hal yang dapat dicapai oleh prajurit pemberontak jika bergabung dengan kita. Mereka akan mempunyai pengaruh yang semakin kuat di wilayah perbatasan," ujar Junada. "Maksud, Paman?" timpal Sami Aji mengerutkan kening menatap wajah pria paruh baya itu. "Penduduk akan merasa percaya terhadap para prajurit pemberontak, karena mereka sudah didukung oleh pihak kita. Seperti yang kita ketahui bahwa para penduduk di wilayah perbatasan itu, mendambakan untuk bergabung dengan pihak kerajaan Sanggabuana," jawab Junada menuturkan. Namun d
Sehari kemudian, Panglima Amerya mendapatkan laporan dari para prajurit telik sandi, bahwa pasukan kerajaan Sirnabaya sudah mulai bergerak menuju ke wilayah perbatasan. Meskipun mereka belum mengetahui persis apa yang hendak dilakukan oleh pasukan tersebut. Seiring demikian, Junada dan para prajurit senior kerajaan Sanggabuana telah membuat kesepakatan dengan pasukan prajurit pemberontak Sirnabaya untuk bersama-sama menghadapi kekuatan pasukan kerajaan Sirnabaya yang ada di wilayah perbatasan itu. "Kita bergerak malam ini untuk menghadang rombongan pasukan Sirnabaya yang sudah mulai mendekati wilayah kedaulatan kerajaan Sanggabuana!" ujar Junada berbicara di hadapan panglima tertinggi dari kelompok pasukan pemberontak Sirnabaya. Dia adalah Panglima Serta Madya, mantan punggawa kerajaan Sirnabaya. Ia bersama ratusan prajurit kerajaan tersebut telah keluar dari istana semenjak kekuasaan kerajaan Sirnabaya dipegang oleh Prabu Jala Sena. "Baik, Panglima. Aku akan segera memerintahkan
“Mohon maaf, Ki. Aku dan para prajurit telik sandi lainnya tidak dapat mendekati mereka. Kami hanya mengintai dari kejauhan saja, sehingga kami tidak dapat memastikan apa yang hendak mereka lakukan," jawab prajurit tersebut. "Namun, gerak-gerik mereka memang sangat mencurigakan," sambungnya lirih. Junada menarik napas dalam-dalam. Kemudian, ia berkata, "Ternyata kekuatan pasukan kerajaan Sirnabaya tidak dapat diremehkan. Mereka sudah benar-benar mempersiapkan segalanya." “Benar, Ki,” sahut Panglima Serta Madya. “kita harus menghadapinya dengan seluruh kekuatan. Kita tidak dapat mendahului untuk menyerang pasukan mereka sebelum kita mengetahui letak kelemahan pasukan tersebut," sambung Panglima Serta Madya. "Kenapa, Panglima?" timpal salah seorang prajurit senior meluruskan pandangannya ke wajah pemimpin prajurit pemberontak itu. "Markas mereka dikelilingi pagar batu yang sangat kuat. Sepertinya sangat berbahaya bagi pasukan koalisi jika memaksakan diri menyerang ke markas mereka,"
Beberapa prajurit menjadi ragu-ragu. Namun, salah seorang dari mereka coba memberanikan diri bertanya kepada Junada, “Mohon maaf, Ki. Bagaimanakah jika sekarang Panglima Suta Wira telah mengerahkan pasukannya untuk menyerang kita?" "Maksudmu?" sahut Junada balas bertanya. "Maksudku, bagaimana jika pasukan yang dipimpin oleh Panglima Suta Wira lebih dulu menyerang kita. Apa yang harus kita lakukan untuk mengantisipasi hal tersebut?" Prajurit itu memperjelas perkataannya. Junada terdiam sejenak, kemudian menjawab pertanyaan dari prajurit tersebut, “Kalau memang demikian, kalian harus mempersiapkan diri agar kita tidak lengah ketika diserang oleh pasukan prajurit kerajaan Sirnabaya!" Junada pun kemudian memberikan beberapa arahan kepada prajurit senior itu, agar disampaikan kepada Panglima Serta Madya—pimpinan pasukan prajurit pemberontak Sirnabaya. "Jika pasukan pemberontak sudah siap untuk menghadapi pasukan kerajaan Sirnabaya bersama dengan prajurit kita, itu sepertinya memang leb