Wajah Sekar Pandan tampak gelisah.
"Kau kenapa?"Sekar Pandan menatap Putri Dewi Gayatri yang melompat turun dari kudanya. Begitu juga sebaliknya. Gadis itu menggeram saat melihat Sekar Pandan bersama Raden Prana Kusuma."Rupanya gara-gara gadis bau busuk itu," gerutu gadis berselendang kuning itu jengkel."Kenapa kau menyusulku, Nimas?"Putri Dewi Gayatri memberengut. "Kangmas. Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku calon istrimu, tentu khawatir padamu. Kau melarikan kudamu seperti orang kesetanan. Tentu saja aku khawatir." Wajahnya sinis saat melihat Sekar Pandan."Aku begitu senang saat mendengar Sekar Pandan masih ada di sekitar sini. Karena itulah aku memacu kudaku bagai kesetanan. Kuharap kau tahu maksudku, Sekar." Sekar Pandan makin tertunduk. Perlahan dia mengangguk. Dia tidak meragukan ketulusan hati Senopati Prana Kusuma terhadap dirinya."Jangan dekat-dekat dengan gadis bau busuk itu, Kangmas." Putri Dewi GayaSebelum hari benar-benar gelap, para lelaki telah kembali sambil membawa makanan. Raden Prana Kusuma dan Tuan muda Zhang berhasil membawa buah-buahan hutan yang telah matang. Mahisa Dahana dan Ludro Gempol sangat beruntung karena dapat banyak tangkapan ikan.Mereka makan dengan lahap. Kecubung dan satu orang kawan membawakan makanan itu pada empat temannya dari perkumpulan Kencana Emas yang terluka. Keadaan mereka sudah lebih baik, tetapi butuh istirahat. Sekar Pandan mengikuti Kecubung. Gadis yang kini menebarkan bau harum itu memeriksa pergelangan tangan mereka secara bergantian. "Bagaimana keadaan mereka?" Kecubung bertanya dengan khawatir. Jika terjadi masalah dengan saudara-saudaranya, mereka akan terlambat datang ke perguruan Tangan Seribu. Sekar Pandan tersenyum lebar memamerkan gigi gingsulnya. Kecubung menghela napas lega."Terima kasih, Adik Sekar." Kecubung menatap wajah jelita yang memancarkan pesona lembut itu seraya tersenyum. Dalam hati gad
Sekar Pandan menatap wajah tampan itu dengan alis berkerut. Bahaya? Pemuda itu mengangguk karena mengerti isi hati gadis itu. Terkadang keduanya seperti mengetahui isi hati masing-masing tanpa harus melalui goresan aksara."Bersiaplah." Pemuda itu berdiri. "Kalian bersiaplah menyambut kedatangan tamu yang tidak diinginkan," katanya pada semua orang.Sontak semuanya bangun dan langsung menyambar senjata masing-masing dan berdiri dengan sikap waspada. Tidak ada pergerakan apa pun di sekitar mereka. Bahkan angin malam saja seolah tidak bergerak. Burung-burung malam telah tertidur di sarang. Sama sekali tidak ada tanda-tanda akan ada bahaya.Keadaan malam terasa tenang dan sepi.Putri Dewi Gayatri memasukkan kembali anak panah yang tadi dia hunus ke tempatnya. Gendewa di tangan dia turunkan. Gadis bergelung itu mendekati Raden Prana Kusuma. Dia sengaja berdiri di samping kiri pemuda itu sengaja ingin menjauhkan Raden Prana Kusuma dari Sekar Pandan.
Kecubung melompat tinggi melewati kepala teman-temannya diikuti dua temannya yang lain sambil berseru."Kijang Kencana Memburu Mangsa!"Serentak para gadis cantik itu membuat formasi baru. Elakshi menggeram keras menyambut serangan dadakan ini. Tulang di tangannya bergerak memutar kemudian memukul ke kanan dan kiri menangkis setiap yang datang menyerang. Pedang-pedang berseliweran menuju ke arahnya.Tiga gadis dari perkumpulan Kencana Emas yang masih menunggu giliran kini berlompatan mencari celah untuk menyerang Elakshi. Wanita dari dasar jurang Hung Leliwungan itu kini terkurung rapat dengan mata pedang siap merajangnya. Jurus yang dikeluarkan ketujuh gadis berkain kuning itu merupakan jurus mematikan lawan. Lawan tidak akan bisa berkutik dalam serangan pedang dari berbagai arah. Tujuh gadis itu tidak akan mengampuni lawan jika sudah mengeluarkan jurus dengan formasi Kijang Kencana Memburu Mangsa.Elakshi mulai terkurung pedang lawan.
"Kangmas, tunggu aku!" Putri Dewi Gayatri berlari menghampiri kudanya yang ditambatkan di bawah pohon bersama kuda-kuda yang lain. Gadis itu harus bisa menyusul Raden Prana Kusuma. Dia tidak ingin ditinggal pemuda itu lagi.Sebuah tangan kuat mencegahnya melepaskan ikatan tali kekang kuda. Gadis itu menatap tajam pada Ludro Gempol yang telah menahannya. "Jangan pergi, Gusti. Terlalu berbahaya. Gusti Prana Kusuma dan Nini Sekar Pandan pasti akan kembali setelah berhasil menyelamatkan Nini Mayang.""Bagaimana kau bisa seyakin itu, Ludro Gempol?" desis gadis itu. Ludro Gempol mengangguk lalu berkata. " Teman-teman mereka masih di sini. Tidak mungkin pergi begitu saja. Gusti putri mengenal Gusti Prana Kusuma jauh lebih lama dibanding dengan hamba," sindir kepala pengawal keluarga Raden Prana Kusuma itu tegas.Perlahan tubuh ramping itu menjauhi kuda kemudian kembali ke teman-temannya. Tangis duka pecah di rombongan gadis dari perkumpulan Kencana Emas. Putri De
"Mayang."Mayang menghentikan langkah. Perlahan tapi pasti gadis itu membalikkan badan ke arah suara yang selama beberapa sasi ini selalu dia rindu. Itu suara suaminya. Sosok tinggi dan gagah itu memang Manggala, suaminya. Bagai tidak percaya, Mayang mendekat."Kakang Manggala," desisnya. Gadis itu masih belum percaya dengan kenyataan yang ada di depannya.Manggala meraih tangan Mayang yang telah menjadi istrinya. "Ya, ini aku.""Kakang Manggala."Mayang segera menghambur ke dalam pelukan Manggala yang juga menyambutnya dengan penuh kerinduan. Sejenak keduanya larut dalam rindu. Mayang terisak di dada bidang suaminya. Manggala yang sangat mencintai Mayang, memeluknya dengan erat. Sejenak mereka lupa kalau saat ini di tengah-tengah mereka berdiri dua wanita menyeramkan dari dasar jurang Hung Leliwungan. "Kau ke mana saja, Kakang. Aku hidup dalam ketakutan selama beberapa purnama ini.""Aku melarikan diri untuk menghimpun keku
Sekar Pandan menyusut air matanya dengan ujung selendang. Mata sembabnya menatap Raden Prana Kusuma dengan sorot redup. Dia bingung dengan perasaan sedih yang menghinggapi hati. Haruskah dikatakan kepada pemuda ini?"Aku tahu kau sedih dan merasa bersalah pada Mayang. Namun, tidak harus demikian, Sekar. Kau seperti orang yang takut kehilangan seseorang yang paling berharga bagimu, seseorang yang sudah kau anggap segalanya. Apakah Mayang demikian berharga melebihi diriku di hatimu?" Raden Prana Kusuma sedikit jengkel dan cemburu, meskipun itu Mayang.Mulut mungil itu menganga tidak percaya pada kata-kata sang Raden. Ingin tertawa, tetapi takut menyinggung."Kata-kataku salah?" Pemuda itu memasang wajah bodoh, justru itu membuat Sekar Pandan geli. Rasa cinta yang dia tanam dalam hati makin besar pada pemuda bangsawan itu.Sorot mata yang menahan tawa berubah seperti menahan beban berat. Dewi Bunga Malam meraih telapak tangan Raden Prana Kusuma. Hany
Dia segera merebahkan kepala ke paha sang senopati. Perasaannya lebih nyaman daripada harus berbaring di pangkuan bibi pengasuh. Mata bening berkilauan Sekar Pandan menatap langit yang penuh bintang. Musim kemarau masih enggan berbagi tugas dengan rekannya. Di tempat tinggalnya, bintang sangat penting sebagai penunjuk arah. Tiba-tiba hatinya merindukan keluarga di perguruan Pulau Pandan. Sudah lama dia meninggalkan kedua ayah angkat sejak pergi bersama Arya Wirat, saudara seperguruannya. Sampai malam ini saudara seperguruan itu tidak pernah berjumpa. Dia bagai hilang ditelan bumi."Kakang Arya Wirat, kau masih hidup atau sudah mati? Kenapa kita tidak bisa berjumpa? Aku merindukanmu, Kakang. Aku tidak mungkin bisa pulang sendirian ke perguruan Pulau Pandan. Jarak ke sana tidak bisa ditempuh dengan berkuda. Setiap saat akan ada ombak dan badai yang menghantam kapal kita." Gadis itu membatin seraya tidak lepas dari kerlip bintang-bintang di atas sana.Raden
"Apa yang kau sembunyikan di belakang punggungmu itu?" Raden Prana Kusuma mulai penasaran. Dia berjalan ke samping Sekar Pandan dan berusaha menengok punggung gadis itu. Dengan gesit, Dewi Bunga Malam itu menggeser tubuhnya sehingga sesuatu yang ada di belakang punggung tetap aman dari pengamatan Raden Prana Kusuma.Tidak ingin mati penasaran, pemuda berkain bawah merah bata itu segera bergerak gesit meraih tangan gadis yang masih berada di belakang punggung. Sekar Pandan segera menggeser kakinya selangkah demi selangkah ke samping dengan cepat agar Raden Prana Kusuma tidak bisa menyentuhnya.Mereka terus bergerak gesit untuk saling serang dan menghindar. Kaki-kaki mereka bergerak sama dan seirama. Itu adalah langkah jurus yang diciptakan Guru Agung Anuradha untuk mereka, Langkah Dewa Dewi Kahyangan Menapak Awan. Sebuah jurus yang mengandalkan pergerakan kaki yang cepat dan ringan.Sekar Pandan melompat mundur. Gadis itu mengejek Raden Prana Kusuma dengan