"Jika aku harus mati karena pukulanmu, paling tidak aku mati untuk membela Kakangku."
"Bagus. Kuhargai bakti dan kesetiaanmu."Raden Prana Kusuma berdiri tegak. Dia memusatkan tenaga dalam pada tangan kanannya. Tujuannya memukul hanya untuk memberi pelajaran pada pemuda lugu itu agar tidak membela saudaranya yang telah melenceng dari kebenaran. Sekali melompat ke depan, kepalan tangan senopati muda itu menghantam telak dada bidang Mahisa Dahana.Des!Tubuh Mahisa Dahana hanya goyah sedikit. Raden Prana Kusuma merasakan tubuh Mahisa Dahana bagai karet. Mahisa Dahana menyombongkan diri ingin menjadi tameng bagi saudaranya karena dia memiliki sebuah ilmu bernama Ajian Raga Pitu. Dia tidak akan tumbang hanya sekali pukul. Ajian itu akan melindungi dirinya, seperti orang yang memiliki banyak nyawa.Raden Prana Kusuma memasang kuda-kuda lagi. Jika tadi dia hanya menggunakan separuh tenaga dalamnya, saat ini dia akan menambah tenaganya. PemudaRaden Prana Kusuma merasa khawatir jika harus mengajak Putri Dewi Gayatri ke perguruan Tangan Seribu. Di sana akan berkumpul banyak pendekar yang memiliki watak aneh-aneh. Dia tidak ingin gadis itu mendapat masalah.Merasa diperhatikan Raden Prana Kusuma dari samping, gadis berkulit putih itu mengulum senyum. Hatinya berdegup indah. Semangatnya untuk mengikuti pemuda itu makin besar. Bagai bara api yang diberi kayu jerami.Di setengah perjalanan, mereka mendengar denting senjata beradu. Mereka dapat mengira bahwa tengah terjadi pertarungan di depan sana."Selasih, jangan kau lepaskan Mayang. Ludro Gempol, jaga Nimas Gayatri dengan baik.""Kau akan pergi, Kangmas? Aku ikut denganmu." Putri Dewi Gayatri berkata dengan semangat. Pemuda itu hanya menatapnya sekilas setelah itu mempercepat lari kudanya. Mahisa Dahana tidak ingin ketinggalan, pemuda itu pun segera menepuk kudanya agar berlari kencang menyusul kuda Raden Prana Kusuma.Putri Dewi
Mahisa Dahana pun tidak tinggal diam. Adik Paksi Jingga itu berkelit ke kiri dan kanan dari serangan Kolongpati."Kau boleh juga, Anak muda. Tapi sebentar lagi kau tidak akan bisa berkutik menghadapi permainan pedangku," kata Kolongpati sombong.Ucapan orang itu tidak omong kosong. Setelah itu dia mengubah jurus-jurus yang digunakan. Gerakannya selalu berputar dan cepat, membuat lawan setangguh apapun akan bingung dan akhirnya lengah. Itu juga dialami Mahisa Dahana. Kepalanya mulai pusing melihat pedang Kolongpati yang berputar-putar di sekitar tubuhnya. Saat dia lengah, mata pedang Kolongpati berhasil menebas ujung kain yang melindungi pinggang ke bawah. Mahisa Dahana terkesiap karena senjata lawan berhasil menyentuh pakaiannya.Kolongpati terkekeh senang melihat raut Mahisa Dahana yang terkejut saat dia bisa menebas pakaiannya. "Tidak hanya kain itu yang tertebas. Sebentar lagi lehermu yang akan menyusul, Anak muda!"Mahisa Dahana jen
Gadis itupun segera menyingkirkan perasaan alaminya sebagai seorang gadis pada pemuda."Seseorang? Dia juga anggota mereka?" tanya Raden Prana Kusuma penasaran. Sejak tadi dia tidak melihat orang lain."Pemuda aneh. Tentu saja dia bukan anggota mereka. Dia seorang gadis berusia sama dengan diriku, tapi dia bisu," omel gadis itu kesal. Setelah ngomel dia menunduk, tidak sanggup menatap wajah pemuda di depannya.Raden Prana Kusuma terkesiap. Jika gadis itu adalah Sekar Pandan, berarti dia baru saja dari sini. "Bisu? Ke mana dia pergi, Nini?""Ke sana." Gadis itu menunjuk arah perginya gadis yang tidak lain adalah Sekar Pandan."Terima kasih petunjukmu, Nini." Raden Prana Kusuma berlari menghampiri kudanya yang saat itu aman di tangan Mahisa Dahana. Tanpa berkata apapun, pemuda itu menggebah kudanya bagai kesetanan menyusul Sekar Pandan.Dari belakang, rombongan Putri Dewi Gayatri mulai mendekat. Mereka memacu kuda melewati deretan
Wajah Sekar Pandan tampak gelisah."Kau kenapa?" Sekar Pandan menatap Putri Dewi Gayatri yang melompat turun dari kudanya. Begitu juga sebaliknya. Gadis itu menggeram saat melihat Sekar Pandan bersama Raden Prana Kusuma."Rupanya gara-gara gadis bau busuk itu," gerutu gadis berselendang kuning itu jengkel."Kenapa kau menyusulku, Nimas?"Putri Dewi Gayatri memberengut. "Kangmas. Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku calon istrimu, tentu khawatir padamu. Kau melarikan kudamu seperti orang kesetanan. Tentu saja aku khawatir." Wajahnya sinis saat melihat Sekar Pandan."Aku begitu senang saat mendengar Sekar Pandan masih ada di sekitar sini. Karena itulah aku memacu kudaku bagai kesetanan. Kuharap kau tahu maksudku, Sekar." Sekar Pandan makin tertunduk. Perlahan dia mengangguk. Dia tidak meragukan ketulusan hati Senopati Prana Kusuma terhadap dirinya. "Jangan dekat-dekat dengan gadis bau busuk itu, Kangmas." Putri Dewi Gaya
Sebelum hari benar-benar gelap, para lelaki telah kembali sambil membawa makanan. Raden Prana Kusuma dan Tuan muda Zhang berhasil membawa buah-buahan hutan yang telah matang. Mahisa Dahana dan Ludro Gempol sangat beruntung karena dapat banyak tangkapan ikan.Mereka makan dengan lahap. Kecubung dan satu orang kawan membawakan makanan itu pada empat temannya dari perkumpulan Kencana Emas yang terluka. Keadaan mereka sudah lebih baik, tetapi butuh istirahat. Sekar Pandan mengikuti Kecubung. Gadis yang kini menebarkan bau harum itu memeriksa pergelangan tangan mereka secara bergantian. "Bagaimana keadaan mereka?" Kecubung bertanya dengan khawatir. Jika terjadi masalah dengan saudara-saudaranya, mereka akan terlambat datang ke perguruan Tangan Seribu. Sekar Pandan tersenyum lebar memamerkan gigi gingsulnya. Kecubung menghela napas lega."Terima kasih, Adik Sekar." Kecubung menatap wajah jelita yang memancarkan pesona lembut itu seraya tersenyum. Dalam hati gad
Sekar Pandan menatap wajah tampan itu dengan alis berkerut. Bahaya? Pemuda itu mengangguk karena mengerti isi hati gadis itu. Terkadang keduanya seperti mengetahui isi hati masing-masing tanpa harus melalui goresan aksara."Bersiaplah." Pemuda itu berdiri. "Kalian bersiaplah menyambut kedatangan tamu yang tidak diinginkan," katanya pada semua orang.Sontak semuanya bangun dan langsung menyambar senjata masing-masing dan berdiri dengan sikap waspada. Tidak ada pergerakan apa pun di sekitar mereka. Bahkan angin malam saja seolah tidak bergerak. Burung-burung malam telah tertidur di sarang. Sama sekali tidak ada tanda-tanda akan ada bahaya.Keadaan malam terasa tenang dan sepi.Putri Dewi Gayatri memasukkan kembali anak panah yang tadi dia hunus ke tempatnya. Gendewa di tangan dia turunkan. Gadis bergelung itu mendekati Raden Prana Kusuma. Dia sengaja berdiri di samping kiri pemuda itu sengaja ingin menjauhkan Raden Prana Kusuma dari Sekar Pandan.
Kecubung melompat tinggi melewati kepala teman-temannya diikuti dua temannya yang lain sambil berseru."Kijang Kencana Memburu Mangsa!"Serentak para gadis cantik itu membuat formasi baru. Elakshi menggeram keras menyambut serangan dadakan ini. Tulang di tangannya bergerak memutar kemudian memukul ke kanan dan kiri menangkis setiap yang datang menyerang. Pedang-pedang berseliweran menuju ke arahnya.Tiga gadis dari perkumpulan Kencana Emas yang masih menunggu giliran kini berlompatan mencari celah untuk menyerang Elakshi. Wanita dari dasar jurang Hung Leliwungan itu kini terkurung rapat dengan mata pedang siap merajangnya. Jurus yang dikeluarkan ketujuh gadis berkain kuning itu merupakan jurus mematikan lawan. Lawan tidak akan bisa berkutik dalam serangan pedang dari berbagai arah. Tujuh gadis itu tidak akan mengampuni lawan jika sudah mengeluarkan jurus dengan formasi Kijang Kencana Memburu Mangsa.Elakshi mulai terkurung pedang lawan.
"Kangmas, tunggu aku!" Putri Dewi Gayatri berlari menghampiri kudanya yang ditambatkan di bawah pohon bersama kuda-kuda yang lain. Gadis itu harus bisa menyusul Raden Prana Kusuma. Dia tidak ingin ditinggal pemuda itu lagi.Sebuah tangan kuat mencegahnya melepaskan ikatan tali kekang kuda. Gadis itu menatap tajam pada Ludro Gempol yang telah menahannya. "Jangan pergi, Gusti. Terlalu berbahaya. Gusti Prana Kusuma dan Nini Sekar Pandan pasti akan kembali setelah berhasil menyelamatkan Nini Mayang.""Bagaimana kau bisa seyakin itu, Ludro Gempol?" desis gadis itu. Ludro Gempol mengangguk lalu berkata. " Teman-teman mereka masih di sini. Tidak mungkin pergi begitu saja. Gusti putri mengenal Gusti Prana Kusuma jauh lebih lama dibanding dengan hamba," sindir kepala pengawal keluarga Raden Prana Kusuma itu tegas.Perlahan tubuh ramping itu menjauhi kuda kemudian kembali ke teman-temannya. Tangis duka pecah di rombongan gadis dari perkumpulan Kencana Emas. Putri De